1
a. Pencernaan Karbohidrat
Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan
bercampur dengan ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva
(saliva hewan ruminansia sama sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin
mencerna pati menjadi maltosa dan dekstrin. Pencernaan tersebut sebagian
besar terjadi di mulut dan lambung. Mucin dalam saliva tidak mencerna pati,
tetapi melumasi bahan makanan sehingga dengan demikian bahan makanan
mudah untuk ditelan.
Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-
asam lemak terbang. Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula,
lemak, protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial
dan vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut
dalam sintesis mikrobial.
Amylase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus halus
(duodenum) yan kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin
sederhana dan maltosa. Enzim-enzim lain dalam usus halus yang berasal
dari getah usus mencerna pula karbohidrat. Enzim-enzim tersebut adalah
1. sukrase (invertase) yang merombak sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
2. maltase yang merombak maltosa menjadi glukosa
3. laktase yang merombak laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Mikroorganisme dalam caecum dan colon mencerna pula selulosa menjadi
asam-asam lemak terbang. Enzim yang dikeluarkan oleh tractus digestivus
hewan tidak turut campur dalam pencernaan selulosa tersebut di atas yang
dilakukan oleh mikroorganisme caecum dan colon.
b. Pencernaan Mikrobial Terhadap Karbohidrat
Enzim yang dihasilkan tractus digestivus tidak sanggup mencerna
selulosa dan pentosan, zat-zat membentuk dinding sel tumbuhan dan
merupakan sebagian besar bahan pada jerami. Akan tetapi zat-zat tersebut
dicerna oleh bakteri dalam tiga bagian pertama dari lambung hewan
ruminansia, di dalam caecum dan colon kuda dan sejumlah kecil di dalam
usu besar hewan lain. Jumlah bakteri dalam isi rumen adalah banyak sekali.
Bakteri tersebut merombak selulosa dan pentosan ke dalam asam-asam
2
organik (terutama asetat) dan kemungkinan dalam jumlah kecil ke dalam gula
sederhana. Dalam proses tersebut terbentuk terbentuklah gas
(karbondioksida dan metana) dan panas.
Asam-asam organik merupakan makanan bagi hewan, sama halnya
seperti gula, akan tetapi gas yang terbentuk tidak ada nilainya. Panas yang di
timbulkan tidak digunakan, kecuali bila hewan memerlukan panas tersebut
untuk menjaga suhu normal tubuhnya. Hasil penelitian terakhir menunjukkan
bahwa penyerapan zat-zat makanan yang larut seperti asam-asam organik
dapat berlangsung dari lambung hewan ruminansia, akan tetapi sebagian
besar dari penyerapan terjadi dari usus halus.
Kesanggupan hewan ternak untuk menggunakan serat kasar dan
pentosan dalam makanan tergantung pada kecernaan bakteri. Hal ini
merupakan suatu kejadian yang penting dalam makanan sapi dan domba dan
merupakan alasan utama mengapa hewan tersebut dapat hidup terutama
dari jerami. Dinding sel yang beserat tidak hanya digunakan untuk makanan,
tetapi dengan pencernaan tadi zat makanan yang terdapat di dalam menjadi
bebas, dengan demikian akan menjadi lebih mudah dicerna oleh getah
pencernaan di dalam lambung dan dalam usus. lignin dalam makanan hanya
dicerna dalam jumlah sedikit.
Zat-zat asam dan gas yang terbentuk akibat bekerjanya mikroorgaisme
dalam rumen merupakan hasil akhir berbagai reaksi antara. Seslulosa,
pentosan dan pati dihidrolisis menjadi monosakarida kemudian difermentasi.
Banyaknya asam yang terbentuk bervariasi tergantung macam ransum yang
diberikan, adanya organisme dan faktor yang lainnya.asam asetat merupakan
2/3 sampai atau lebih dari jumlah seluruhnya. Menyusul berturut-turut
asam propionate dan asam butirat. Asam volatile yang ada dalam rumen
tidak semuanya berasal dari fermentasi karbohidrat, Karena sebagian berasal
dari hasil kerja mikroorganisme terhadap protein atau ikatan lainnya yang
mengandung nitrogen. Asam-asam tersebut masuk dalam abomasums
mengalami pencernaan dan masuk ke dalam usus kemudian diserap masuk
peredaran darah. Setelah diserap akan diubah menjadi energi, lemak,
karbohidrat dan hasil lainnya yang dibutuhkan tubuh.
3
Dari bagian-bagian berserat pada bahan makanan ligninlah yang paling
tahan terhadap serangan mikroorganisme sehingga hanya sedikit sekali yang
dapat dicerna. Selulosa lebih banyak dapat dirombak dan hemiselulosa yang
paling dapat dicerna. Pati dan gula siap diubah menjadi asam dan gas.
4
yang merupakan substrat pada jenjang reaksi berikutnya. Keseluruhan
pereaksi kimia yang terlibat pada suatu jenjang reaksi disebut metabolom.
Semua ini dipelajari pada suatu cabang ilmu biologi yang disebut
metabolomika.
Anabolisme adalah lintasan metabolisme yang menyusun beberapa
senyawa organik sederhana menjadi senyawa kimia atau molekul kompleks.
Proses ini membutuhkan energi dari luar. Energi yang digunakan dalam
reaksi ini dapat berupa energi cahaya ataupun energi kimia. Energi tersebut,
selanjutnya digunakan untuk mengikat senyawa-senyawa sederhana tersebut
menjadi senyawa yang lebih kompleks. Jadi, dalam proses ini energi yang
diperlukan tersebut tidak hilang, tetapi tersimpan dalam bentuk ikatan-ikatan
kimia pada senyawa kompleks yang terbentuk.
Anabolisme meliputi tiga tahapan dasar. Pertama, produksi prekursor
seperti asam amino, monosakarida, dan nukleotida. Kedua, adalah aktivasi
senyawa-senyawa tersebut menjadi bentuk reaktif menggunakan energi dari
ATP. Ketiga, penggabungan prekursor tersebut menjadi molekul kompleks,
seperti protein, polisakarida, lemak, dan asam nukleat. Anabolisme yang
menggunakan energi cahaya dikenal dengan fotosintesis, sedangkan
anabolisme yang menggunakan energi kimia dikenal dengan kemosintesis.
Hasil-hasil anabolisme berguna dalam fungsi yang esensial. Hasil-hasil
tersebut misalnya glikogen dan protein sebagai bahan bakar dalam tubuh,
asam nukleat untuk pengkopian informasi genetik. Protein, lipid, dan
karbohidrat menyusun struktur tubuh makhluk hidup, baik intraselular maupun
ekstraselular. Bila sintesis bahan-bahan ini lebih cepat dari perombakannya,
maka organisme akan tumbuh.
Proses Anabolisme
Jalur anabolisme yang membentuk senyawa-senyawa dari prekursor
sederhana mencakup:
1. Glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa. Glikogenesis adalah
lintasan metabolisme yang mengkonversi glukosa menjadi glikogen untuk
disimpan di dalam hati. Lintasan ini diaktivasi di dalam hati, oleh hormon
insulin sebagai respon terhadap rasio gula darah yang meningkat, misalnya
5
karena kandungan karbohidrat setelah makan; atau teraktivasi pada akhir
siklus Cori. Penyimpangan atau kelainan metabolisme pada lintasan ini
disebut glikogenosis.
2. Glukoneogenesis, pembentukan glukosa dari senyawa organik lain.
Glukoneogenesis adalah lintasan metabolisme yang digunakan oleh tubuh,
selain glikogenolisis, untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa di dalam
plasma darah untuk menghindari simtoma hipoglisemia. Pada lintasan
glukoneogenesis, sintesis glukosa terjadi dengan substrat yang merupakan
produk dari lintasan glikolisis, seperti asam piruvat, asam suksinat, asam
laktat, asam oksaloasetat.
C. Katabolisme
Katabolisme adalah reaksi penguraian senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim. Penguraian senyawa
ini menghasilkan atau melepaskan energi berupa ATP yang biasa digunakan
organisme untuk beraktivitas. Katabolisme mempunyai dua fungsi, yaitu
menyediakan bahan baku untuk sintesis molekul lain, dan menyediakan
energi kimia yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas sel. Reaksi yang
umum terjadi adalah reaksi oksidasi. Energi yang dilepaskan oleh reaksi
katabolisme disimpan dalam bentuk fosfat, terutama dalam bentuk
ATP(Adenosin trifosfat) dan berenergi elektron tinggi NADH2 (Nikotilamid
adenin dinukleotida H2) serta FADH2 (Flavin adenin dinukleotida H2). Contoh
katabolisme adalah respirasi. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen,
katabolisme dibagi menjadi dua, yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi
aerob adalah respirasi yang membutuhkan oksigen untuk menghasilkan
energi. Sedangkan, respirasi anaerob adalah respirasi yang tidak
membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi.
C. Glikogenolisis
Glikogenolisis proses pemecahan glikogen menjadi glukosa atau
glukosa 6 fosfat pada saat respon gula darah rendah. Proses ini terjadi di
sitosol. Nah disini adalah proses kebalikan, kalo yang tadi pembentukan
rantai sekarang degradasi rantai. Reaksinya:
6
1. shortening of chain
Menggunakan bantuan dari Pi, glikogen fosforilase memotong rantai
1.4 pada bagian cabang terluar dari glikogen. Glikogen fosforilase akan
berhenti ketika cabang yang dipotong tersebut tingggal memiliki 4 glukosa
residu. Molekul glikogen yang telah terdegradasi dari branch point disebut
limit dextrine.
2. removal of chain
Dimulai dari adanya oligoglukotransferase yang memutuskan 3 dari 4
glukosa residu yang tadi pada saat shortening of chain dan mentransfernya
ke non reducing end pada rantai lain. Ini menyebabkan terbentuknya rantai
cabang 1.6. lalu dilanjutkan dengan amiloglukosidase yaitu debranching
enzime yang pastinya fungsinya untuk memutuskan cabang dari 1.6 tersebut.
Nah sehingga akan terbentuk satu rantai tanpa cabang.
Jadi intinya glikogen akan diubah menjadi glukosa 1 fosfat oleh
glikogen fosforilase. Selanjutnya glukosa 1 fosfat ini akan diubah menjadi
glukosa 6 fosfat oleh fosfoglukomutase. Lalu gukosa 6 fosfat ini diubah oleh
glukosa 6 fosfatase menjadi glukosa. Dan glukosa akan berdifusi dari sel ke
darah. Lalu kadar gula darah jadi normal lagi. tapi ada juga peyakitnya yang
disebut glikogen storage disease dan terbagi atas beberapa tipe-tipe.
a. Tipe 1 Von Gierke's disease terjadi karena defisiensi glukosa 6 fosfatase pada
jaringan hati.
b. Tipe 2 Pompe's disease karena defisiensi enzim alfa-1.4 glukosidase pada
semua lisosom
c. Tipe 3 Cori's disease karena defisiensi dari amilo 1.6 glukosidase atau
debranching enzim pada jaringan di semua organ
d. Tipe 4 Anderson's disease karena defisiensi amilotransglikosidase pada
jaringan di liver dan mungkin pada semua jaringan.
e. Tipe 5 Mc Ardle's diseasekarena defisiensi glikogen fosforilase pada jaringan
otot.
Mekanisme reaksi glikogenesis juga merupakan jalur metabolisme
umum untuk biosintesis disakarida dan polisakarida. Dalam berbagai
tumbuhan seperti tanaman tebu, disakarida sukrosa dihasilkan dari glukosa
7
dan fruktosa melalui mekanisme biosintesis tersebut. Dalam hal ini UDP-
glukosa abereaksi dengan fruktosa 6-fosfat, dikatalis oleh sukrosa fosfat
sintase, membentuk sukrosa 6-fosfat yang kemudian dengan enzim sukrosa
fosfatase dihidrolisis menjadi sukrosa.
1. Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa 1-fosfat.
Berbeda dengan reaksi pembentukan glikogen, reaksi ini tidak melibatkan
UDP-glukosa, dan enzimnya adalah glikogen fosforilase. Selanjutnya glukosa
1-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh enzim yang sama seperti pada
reaksi kebalikannya (glikogenesis) yaitu fosfoglukomutase.
2. Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari glukosa 6-fosfat.
Berbeda dengan reaksi kebalikannya dengan glukokinase, dalam reaksi ini
enzim lain, glukosa 6-fosfatase, melepaskan gugus fosfat sehigga terbentuk
glukosa. Reaksi ini tidak menghasilkan ATP dari ADP dan fosfat.
Glikogenolisis berlangsung dengan jalur yang berlainan. Dengan
adanya enzim fosforilase, fosfat anorganik melepaskan sisa glukose non
mereduksi ujung dalam satu persatu untuk menghasilkan D-glukose fosfat 1-
fosfat. Proses glikogenolisis merupakan proses pemecahan glikogen yang
berlangsung lewat jalan yang berbeda, tergantung pada proses yang
mempengaruhinya. Molekul glikogen menjadi lebih kecil atau lebih besar,
tetapi jarang apabila ada molekul tersebut dipecah secara sempurna.
Meskipun pada hewan, glikogen tidak pernah kosong sama sekali. Inti
glikogen tetap ada untuk bertindak sebagai aseptor bagi glikogen baru yang
akan disintesis bila diperoleh cukup persediaan karbohidrat. Sekitar 85% D-
glukose 1-fosfat, sedang 15% dalam bentuk glukose bebas
Proses pada saat makan, hati dapat menarik simpanan glikogennya
untuk memulihkan glukosa di dalam darah (glikogenolisis) atau dengan
bekerja bersama ginjal, mengkonversi metabolit non karbohidrat seperti
laktat, gliserol dan asam amino menjadi glukosa. Upaya untuk
mempertahankan glukosa dalam konsentrasi yang memadai di dalam darah
sangat penting bagi beberapa jaringan tertentu, glukosa merupakan bahan
bakar yang wajib tersedia, misalnya otak dan eritrosit.
8
Proses dimulai dengan molekul glukosa dan diakhiri dengan
terbentuknya asam laktat. Serangkaian reaksi-reaksi dalam proses glikolisis
tersebut dinamakan jalur Embeden-Meyerhof. Reaksi-reaksi yang
berlangsung pada proses glikolisis dapat dibagi dalam dua fase. Pada fase
pertama glukosa diubah menjadi triosafosfat dengan proses fosforilasi. Fase
kedua dimulai dari proses oksidasi triosafosfat hingga terbentuk asam laktat.
Perbedaan antara kedua fase ini terletak pada aspek energi yang berkaitan
dengan reaksi-reaksi dalam kedua fase tersebut.
Terdapat tiga jalur penting yang dapat dilalui piruvat setelah glikolisis.
Pada organismeaerobik, glikolisis menyusun hanya tahap pertama dari
keseluruhan degradasi aerobik glukosa menjadi CO2 dan H2O. Piruvat yang
terbentuk kemudian dioksidasi dengan melepaskan gugus karboksilnya
sebagai CO2, untuk membentuk gugus asetil pada asetil koenzim A. Lalu
gugus asetil dioksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O oleh siklus asam
sitrat, dengan melibatkan molekul oksigen. Lintas inilah yang dilalui piruvat
pada hewan aerobik sel dan tumbuhan (Leehninger, 1991).
Glukosa dimetabolisasi menjadi piruvat dan laktat di dalam semua sel
mamalia melalui lintasan glikolisis. Glukosa merupakan substrat yang unik
karena glikolisis bisa terjadi dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob), ketika
produk akhir glukosa tersebut berupa laktat. Meskipun demikian, jaringan
yang dapat menggunakan oksigen (aerob) mampu memetabolisasi piruvat
menjadi asetil koenzim A, yang dapat memasuki siklus asam sitrat untuk
menjalani proses oksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O dengan
melepasan energi bebas dalam bentuk ATP, pada proses fosforilasi oksidatif.
9
kerja.`Protein lebih banyak dibutuhkan oleh sapi-sapi muda yang sedang
dalam pertumbuhan daripada sapi-sapi dewasa. Karena protein tidak bisa
dibentuk oleh tubuh, padahal sangat mutlak diperlukan tubuh, maka sapi-sapi
yang bersangkutan harus diberi makanan yang cukup mengandung protein.
Sumber protein:
Hijauan dari jenis leguminosa: centrosema pubescens, daun turi,
lamtoro dan lain-lain. Makanan tambahan, berupa makanan penguat: bungkil
kelapa, bungkil kacang tanah, katul, tepung darah, tepung ikan, tepung
daging dan lain-lain.
Protein yang berasal dari hewan lebih baik, sebab mengandung asam
amino essensial dan gizi yang lebih tinggi. Bahan makanan yang memiliki
kadar protein yang tinggi mutunya ialah yang paling mendekati susunan
protein tubuh. Protein yang berasal dari hewan dapat diproses menjadi
protein jaringan tubuh kembali dengan risiko kerugian yang sangat kecil bila
dibandingkan dengan pengolahan protein yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan seperti jagung, apalagi jerami dan sebagainya.
Bagi ternak ruminansia, termasuk sapi, tidak membutuhkan protein
yang bermutu tinggi di dalam makanannya, sebab di dalam rumen dan usus
yang panjang telah banyak terjadi pengolahan oleh jasad renik. Namun, yang
perlu diperhatikan ialah bahwa untuk membangun kembali protein yang telah
usang dan terurai, maka protein dengan asam-asam aminonya harus di
tingkatkan pula. Oleh karena itu jika sapi terpaksa hanya diberi makanan dari
jerami, khususnya sapi penggemukan, maka untuk menutup kekurangan
unsur-unsur yang tidak terdapat di dalam jerami tersebut harus diberi pakan
tambahan yang banyak mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Sebab
jerami terlalu banyak mengandung serat kasar yang sulit dicerna, sedangkan
unsur-unsur protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung di dalamnya
sangat sedikit.
10
amino yang beredar melalui darah dan masuk ke jaringan tubuh, di mana
mereka disintesis kembali menjadi protein. Keseimbangan antara sintesis
protein dan katabolisme adalah penting untuk mempertahankan fungsi sel
normal.
2. Katabolisme
yaitu pemecahan yang mengubah makromolekul menjadi
mikromolekul ( menghasilkan ATP ).
Pemecahan protein jadi asam amino terjadi di hati dengan 2 proses:
1. Deaminasi
Merupakan proses pembuangan gugus amino dari asam amino
( asam amino + NAD+ asam keto + NH3 )
2. Transaminasi
Merupakan proses perubahan asam amino menjadi asam keto ( alanin
+ alfa-ketoglutarat piruvat + glutamate )
11
2. Proses transaminasi
Adalah yang menghasilkan pemindahan gugusan amino (NH2) dari suatu
asam amino ke ikatan lain, yang biasanya suatu asam keton, sehingga terjadi
asam amino lagi yang berbeda dari asam amino yang pertama.
3. Proses deaminasi
adalah di sini gugusan amino dipisahkan dari asam amino untuk di jadikan
ureum, atau garam-garam amonium yang kemudian di buang ke luar tubuh.
Deaminasi maupun transaminasi merupakan proses perubahan
protein menjadi zat yang dapat masuk kedalam siklus Krebs. Zat hasil
deaminasi / transaminasi yang dapat masuk siklus Krebs adalah: alfa
ketoglutarat, suksinil ko-A, fumarat, oksaloasetat, sitrat.
Pembongkaran protein menjadi asam amino memerlukan bantuan dari
enzim-enzim protease dan air untuk mengadakan proses hidrolisis pada
ikatan-ikatan peptida. Hidrolisis ini juga dapat terjadi, jika protein dipanasi,
diberi basa, atau diberi asam. Dengan cara demikian, kita dapat mengenal
macam-macam asam amino yang tersusun di dalam suatu protein.
Namun, kita tidak dapat mengetahui urut-urutan susunannya ketika
masih berbentuk molekul protein yang utuh. Di samping itu, asam amino
dapat dikelompokkan menjadi asam amino esensial dan asam amino
nonesensial.
Metabolisme Lemak
12
proses metabolisme tersebut, asetil Ko A memiliki peranan yang sangat
besar dalam menghasilkan energi.
Dalam bentuk trigliserida, lemak disintesis menjadi asam lemak dan glliserol,
seperti yang dijelaskan pada gambar dibawah. asam lemak dan gliserol ini
lah yang masuk kedalam proses metabolisme energi.
Asam lemak hasil sintesis lemak hanya terdiri dari pecahan 2-karbon, karena
itu sel tubuh tidak dapat membentuk glukosa dari asam lemak, begitupun
dengan gliserol, karena gliserol hanya merupakan 5% dari lemak. dengan
demikian, sel tubuh tidak dapat membentuk glukosa dari lemak. karena tubuh
tidak dapat membentuk glukosa dari lemak maka organ tubuh tertentu seperti
sistem saraf tidak dapat mendapat energi dari lemak, dan karena hal itu pula
proses pembakaran lemak tubuh membutuhkan proses yang panjang, salah
satunya harus membutuhkan bantuan glukosa.
13
gambar diatas menjelaskan bahwa asam lemak dan gliserol yang merupakan
hasil sintesis lemak memasuki proses metabolisme energi dengna bantuan
proses glikolisis
14
ampas bir (20%) Penclitian in dimulai dengan fase pendahuluan selama I
minggu dan dilanjutkan fireman lase perlakuan selatna 3 butaly Konsentrat
diberikan 3 kali sehari sebelum pemberian hijauan. Air rninurn diberikan
secara ad libitum.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi bahan
kering pakan dan rata-rata pertambahan bobot badan yang dihasilkan.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung efisiensi pakannya. Basil
penelitian menunjukkan bahwa konsumsi BK hijauan relatif sama untuk
scmua sapi (rata-rata konsumsi BK hijauan sapi To- 3,00 kg dan sapi Tr=
3,15 kg). Ratarata konsumsi BK konsentrat untuk sapi Ta- 2,84 kg lebih
rendah (P<0,05) bila dibandingkan dengan sapi Ti= 3,77 kg Hal inilah yang
menyebabkan konsumsi BK total sapi To (5,84 kg) berbeda nyata (P<0,05)
bila dibandingkan dengan sapi Ti (6,91 kg).
Apabila total konsumsi bahan kering diperhitungkan berdasarkan
bobot badannya, maka sapi To rata-rata mengkonsumsi khan kering 2,75%
dari bobot badannya, sedangkan sapi sebesar 2,94% dart bobot badannya.
Rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi T1 (0,72 kg) lebih besar
(p<0,01) bila dibandingkan dengan To (0,37 kg). Rata-rata efisiensi pakan
sapi T, (10,52%) lebih tinggi (P<0,01) bib dibandingkan dengan sapi To
(6,39%). Berdasarkan basil penelitian dapat disimpulkan bahwa sapi yang
dipelihara dengan pakan konsentrat yang ditamban ampas bir mempunyai
produktivitas yang lebih bait Sapi tersebut mempunyai pertambahan bobot
badan serta efisiensi pakan yang lebih tinggi.
15
ada dalam keadaan imbangan Ca negatif pada sebagian besar masa
laktasinya. Namun, bila disediakan Ca makanan cukup, sapi mungkin kembali
ke dalam imbangan positif pada masa akhir laktasi dan mungkin mampu
mengganti cadangan yang hilang dalam tulang.
Tabel 6 : Kebutuhan akan mineral mineral esensial lain dibicarakan dalam
penerbitan-penerbitan standar makanan, beberapa diantaranya sebagai
berikut :
Natrium Na 0,18%
NaCl NaCl 0,45%
Kalium K 0,50% sampai 0,80%
Magnesium Mg 0,20%
Yodium Y 1,2mg/kg
Kobalt Co 0,10 mg/kg
Tembaga Cu 10,0 mg/kg
Besi Fe 30,0 mg/kg
Mangan Mn 20 mg/kg
Seng Zn 40 mg/kg
Belerang S 0,20%
Selenium Se 0,1 mg/kg
16
karena sistese mikrobial dalam rumen dapat menyediakan vitamin yang
cukup. Standar pemberian makanan untuk sapi mencamtumkan kebutuhan
akan vitamin A dan D, dan ini didasarkan dari hasil percobaan dasar
mengenai kebutuhan akan vitamin yang kemudian dicantumkanlah daftar
kebutuhannya guna keamanan status gizi tinggi ternak. Dalam hijauan segar
banyak terdapat zat karotinoid, terutama beta-karotin yang merupakan
provitamin A yang aktif. Dalam tubuh, beta-karotin tersebut dapat diubah
menjadi vitamin A aktif.
17