Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Ayam Petelur

Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan telur
(Setyono dkk., 2013). Ayam ras petelur merupakan ayam penghasil telur dengan produktivitas
tinggi (Suci dan Hermana, 2012). Ayam petelur memiliki ciri mudah terkejut, bentuk tubuh
ramping, produksi telur tinggi, serta tidak memiliki sifat mengeram (Suprijatna dkk., 2008).
Ayam petelur yang diternakkan diIndonesia merupakan ayam petelur yang menghasilkan telur
berkerabang coklat (Jahja, 2004). Strain ayam petelur yang ada di Indonesia seperti Isa Brown,
Lohmann, Hyline, dan Rode Island Red (RIR). Strain ayam diciptakan agar memiliki beberapa
keunggulan, seperti kemampuan produktivitas tinggi, konversi pakan rendah, kekebalan dan
daya hidup tinggi, dan masa bertelur panjang (Sudarmono, 2003). Hyline merupakan salah satu
strain ayam petelur dwiguna yang berkembang dipasaran (Setyono dkk., 2013).

Fase Fisiologis Ayam Petelur

Fase fisiologis ayam petelur dibagi menjadi 3, yaitu fase starter, grower, dan finisher.

1. Fase starter

Fase starter merupakan fase pemeliharaan ayam dari umur 1 hari (DOC) sampai umur 6-8
minggu (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Pemeliharaan fase starter perlu memperhatikan
persiapan pemeliharaan, pemilihan anak ayam, perkandangan meliputi kandang, brooder, suhu
dan kelembaban, kepadatan kandang, dan litter. Pencegahan penyakit perlu diperhatikan agar
mendapatkan pertumbuhan ayam yang baik dengan tingkat kematian yang rendah. Pilihlah anak
ayam yang tidak cacat, mata yang jernih, paruh yang tidak bengkok, dan berbulu bersih (Jahya,
2004). Fase strarter merupakan fase penting untuk keberlanjutan pada fase-fase berikutnya,
sebab penanganan yang salah pada fase ini akan berdampak pada fase grower dan layer.

2. Fase grower

Fase grower dimulai saat ayam berumur 6-14 minggu dan 14-20 minggu (Kartasudjana
dan Suprijatna, 2010). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ayam fase
grower, meliputi perkandangan, pakan, pemotongan paruh, dan pencegahan penyakit. Sifat
pertumbuhan ayam fase grower cenderung meningkat lalu menurun. Ayam fase grower harus
dijaga pemberian pakannya, sebab pemberian pakan yang tidak dibatasi akan menyebabkan
ayam terlalu gemuk yang berdampak pada penurunan produksi telur. Kontrol berat badan dapat
dilakukan pada fase grower, bertujuan agar mengetahui apakah bobot badan sesuai dengan
standar atau 5 tidak. Pengamatan pada ayam juga perlu dilakukan agar mengetahui ayam dalam
kondisi sehat atau sakit (Jahya, 2004).

3. Fase finisher

Fase finisher lebih dikenal dengan fase layer, yaitu fase ayam sudah mulai berproduksi.
Ayam dikatakan sudah masuk fase produksi apabila dalam kandang yang berisi ayam dengan
umur yang sama tersebut produksinya telah mencapai 5% (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).
Tanda ayam petelur sedang berproduksi dapat dilihat dari jengger yang relatif membesar dan
berwarna merah, mata yang bersinar, kloaka membesar, dan jarak ujung tulang pubis selebar 2-3
jari tangan atau lebih. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan fase finisher
adalah program pencahayaan, sebab dapat mempengaruhi produksi telur. Kandang untuk ayam
dalam fase produksi biasanya berupa kandang baterai, sebab kandang baterai memiliki banyak
kelebihan. Kelebihan menggunakan kandang baterai yaitu memudahkan dalam hal pengawasan
dan pencegahan penyakit, memudahkan proses seleksi dan culling ayam yang tidak produktif,
serta kotoran yang dihasilkan langsung terkumpul dibawah kandang (Suprijatna dkk., 2008).

2.2 Ransum Unggas

Ransum adalah makanan dengan campuran beberapa bahan pakan yang disediakan bagi
hewan untuk memenuhi kebutuhan akan nutrien yang seimbang dan tepat selama 24 jam
meliputi lemak, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral (Anggorodi, 1995; Rasyaf, 1997).
Fungsi ransum yang diberikan kepada ayam pada prinsipnya untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan membentuk sel jaringan tubuh. Selain itu, ransum dapat menggantikan bagian-bagian
zat nutrisi yang menjadi kebutuhan ayam seperti karbohidrat, lemak dan protein yang selanjutnya
menghasilkan energi selama proses penguraiannya (Sudaryani dan Santoso, 1995). Ransum yang
effisien bagi ayam adalah ransum yang seimbang antara tingkat energi dan kandungan protein,
vitamin, mineral, serta zat-zat makanan lain yang diperlukan untuk pertumbuhan ayam (Siregar
dan Sabrani. 1980). Rasio energi dan protein harus seimbang agar potensi genetik ayam dapat
tercapai secara maksimal (Widyani dkk., 2001). 9 Tingkat konsumsi ransum akan memengaruhi
laju pertumbuhan dan bobot akhir. Hal ini karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi
tubuh merupakan akumulasi dari ransum yang dikonsumsi selama pemeliharaan (Blakely dan
Blade, 1998).

2.3 Nutrisi Ayam Petelur

Kebutuhan gizi ayam ras petelur dikelompokkan ke dalam empat kelompok umur seperti
pada Tabel 3, yaitu : 0 – 6 minggu (starter), 6 - 12 minggu (grower), 12 - 18 minggu (developer),
dan > 18 minggu (layer). Kadang-kadang kebutuhan nutrisi untuk ayam petelur yang sudah
berproduksi dibagi lagi menjadi dua fase yaitu fase 1 (awal) dan fase 2 (akhir). Seperti pada
ayam ras pedaging, hanya dibubuhkan kebutuhan protein, energi, asam amino lisin, metionin,
dan asam amino metionin dan sistin, kalsium (Ca) dan fosfor tersedia (P tersedia) atau P total
.Kebutuhan protein untuk ayam petelur berumur 0 – 6 minggu adalah 18% dan turun menjadi
16% dengan minimum 15% pada ayam petelur yang berumur 6 – 12 minggu dan turun lagi
menjadi 15% untuk ayam petelur berumur 12 - 18 minggu, kemudian naik menjadi 17% dengan
minimum 16% pada umur 18 minggu atau pada saat ayam telah mulai bertelur. Pola kenaikan
kebutuhan protein ini juga sama dengan kenaikan kebutuhan, lisin, metionin, asam amino
metionin dan sistin, kalsium (Ca), fosfor (P) tersedia dan P total karena kebutuhan semua nutrisi
tersebut meningkat begitu ayam mulai bertelur. Sebaliknya, kebutuhan energi praktis sama yaitu
berkisar dari 2850 - 2900 kkal EM/kg pakan untuk seluruh umur. Seperti halnya pada kebutuhan
gizi ayam pedaging,kebutuhan protein dan asam amino ayam petelur anjuran SNI (2008) pada
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan NRC (1994).

Disamping SNI (2008) menggunakan nilai minimum, NRC (1994) mencantumkan


kebutuhan gizi sesuai konsumsi pakan ayam petelur. Dengan demikian, tingkat konsumsi pakan
menentukan persentase gizi dalam pakan. Persentase gizi dalam pakan menurun pada ayam
petelur yang tingkat konsumsinya naik. Sebagai contoh: kebutuhan asam amino lisin ayam
petelur pada tingkat konsumsi pakan 80 g/ekor/hari = 0,86% dan turun menjadi 0,69% pada
tingkat konsumsi pakan sebanyak 100 g/ekor/hari. Jika dihitung kebutuhan 160 lisin dalam unit
g/ekor/hari, maka nilai kedua tingkat persentase lisin yang berbeda di atas persis sama yaitu0,69
g lisin/ekor/hari (0,86/100 x 80=0,69/100 x 100 =0,69). Kandungan protein pakan dapat
diturunkan sekitar 10% dari rekomendasi NRC (1994) dengan menggunakan asam amino sintetis
yang tingkat kecernaannya lebih tinggi dari asam amino dalam pakan. Tingkat protein dalam
pakan sebaiknya "cukup" , karena kelebihan kandungan protein dan asam amino dalam pakan
unggas menyebabkan harga pakan naik dan juga mengakibatkan polusi lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai