Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

RANSUM UNGGAS DAN NON RUMINANSIA

Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler Fase Starter

DISUSUN OLEH
Andi Magfiratul Muradifah I011191237

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHALUAN

Latar Belakang
Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha komersial yang terus
dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat di Indonesia. Adapun
faktor yang menentukan tingkat keberhasilan di dalam usaha peternakan ayam
broiler adalah pemilihan bibit, pemberian ransum, dan manajemen pemeliharaan.
Ransum merupakan faktor yang paling dominan, karena biaya yang dikeluarkan
untuk ransum bisa mencapai 70% dari total biaya produksi.
Ransum unggas adalah bahan pakan yang bagian-bagiannya dapat dicerna
dan diserap oleh unggas. Ransum yang baik adalah ransum yang memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak sesuai dengan fase fisiologis serta tidak menggangu
kesehatan ternak. Ransum merupakan campuran dari berbagai macam bahan
pakan yang diberikan pada ternak untuk memenuhi kebutuhan nutrien selama 24
jam. Untuk mendapatkan pertumbuhan ayam broiler yang baik, maka perlu
diperhatikan zat nutrisi pada ransumnya sebab komposisi ransum yang baik
mempengaruhi pertumbuhan ayam tersebut.
Pemberian pakan pada ayam broiler dibagi atas 2 fase yaitu fase starter

(umur 1-21 hari) dan fase finisher (umur 22-35 hari). Kebutuhan nutrisi pada

ayam broiler dipengaruhi oleh umur. Periode starter ternak harus memperoleh

perhatian khusus dalam pemberian pakan sehingga dapat memenuhi kebutuhan

nutrisi ternak. Kandungan nutrisi pakan pada periode starter harus lebih tinggi

kandungan nutrisinya dibandingkan fase finisher. Hal inilah yang kemudian

menarik untuk dikaji mengenai bagaimana kebutuhan nutrisi pada ayam broiler

pada fase starter, oleh karena itu penulis berusaha untuk memberikan pemahaman

tentang pertanyaan tersebut dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi

jawaban dan memberikan pemahaman terkait pertanyaan yang dikaji.


Rumusan Makalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan permasalahan yaitu
a) Bagaimana kebutuhan nutrisi ayam broiler fase starter ?
b) Bagaimana ransum ayam broiler fase starter?

Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
yaitu :
a) Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi ayam broiler fase starter
b) Untuk mengetahui ransum ayam broiler fase starter

Manfaat Makalah
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
a) Dapat dijadikan sebagai sumber informasi terkait pemahaman mengenai
bagaimana kebutuhan nutrisi pada ayam broiler pada fase starter
b) Dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran di dalam penulisan makalah.
BAB II
ISI

Tinjauan Umum Ayam Broiler


Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur
5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006). Broiler telah dikenal masyarakat dengan berbagai kelebihannya, antara lain
hanya 5-6 minggu sudah siap dipanen (Rasyaf, 1996).
Menurut Rasyaf (1996), broiler merupakan hasil rekayasa genetika
dihasilkan dengan cara menyilangkan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Kebanyakan
induknya diambil dari Amerika, prosesnya sendiri diawali dengan mengawinkan
sekelompok ayam dalam satu keluarga, kemudian dipilihlah turunannya yang
tumbuh paling cepat. Diantara mereka disilangkan kembali. Keturunannya
diseleksi lagi, yang cepat tumbuh kemudian dikawinkan dengan sesamanya.
Demikian seterusnya hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut
ayam broiler. Ayam ini mampu membentuk 1 kg daging atau lebih dalam tempo 30
hari, dan bisa mencapai 1,5 kg dalam waktu 40 hari.
Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dagingnya
empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap
pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan
pertambahan bobot badan sangat cepat. Sedangkan kelemahannya adalah
memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap
suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987). Pertumbuhan yang
paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami
penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006).
Broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan
ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi daging
dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4 - 5 minggu produksi
daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi (Murtidjo, 1987).
Keunggulan ayam ras pedaging antara lain pertumbuhannya yang sangat
cepat dengan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, konversi
pakan kecil, siap dipotong pada usia muda serta menghasilkan kualitas daging
berserat lunak. Perkembangan yang pesat dari ayam ras pedaging ini juga
merupakan upaya penanganan untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat terhadap
daging ayam. Perkembangan tersebut didukung oleh semakin kuatnya industri hilir
seperti perusahaan pembibitan (Breeding Farm), perusahaan pakan ternak (Feed
Mill), perusahaan obat hewan dan peralatan peternakan (Saragih B, 2000).
Ayam pedaging atau yang lebih dikenal dengan ayam potong menempati
posisi teratas sebagai ayam yang ketersediaannya cukup banyak, disusul ayam
kampung, kemudian petelur afkir. Namun, karena permintaan daging ayam yang
cukup tinggi, terutama pada saat tertentu yaitu menjelang puasa, menjelang lebaran,
serta tahun baru, menyebabkan pasokan daging dari ketiga jenis ayam penghasil
daging tersebut tidak dipenuhi (Nuroso, 2009).

Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler


Ransum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, mengganti
jaringan yang rusak dan untuk pertumbuhan (Rasyaf, 1993). Konsumsi ransum
ayam pedaging tergantung pada kandungan energi ransum, strain, umur, aktivitas,
serta temperatur lingkungan (Wahju, 1992). Menurut Anggorodi (1985) nutrien
yang harus ada dalam ransum adalah energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, dan
air.
- Energi
Energi adalah sumber tenaga untuk aktivitas dan proses produksi dalam
tubuh ternak (Anggorodi, 1985). Ayam tidak mampu mencerna selulosa,
hemiselulosa atau lignin. Oleh karena itu kebutuhan energi harus dipenuhi dari
polisakarida yang dapat dicerna (pati), disakarida (sukrosa dan maltosa),
monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa), lemak dan protein (Wahju, 1997).
Suprijatna et al. (2005) menyatakan penentuan kebutuhan energi pada ternak
unggas menggunakan nilai energi metabolis. Nilai energi metabolis ini sudah
memenuhi kebutuhan energi untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi.
Rasyaf (1995) standar energi ransum ayam pedaging untuk periode starter
adalah 2800-3200 kkal/kg dan untuk periode akhir atau finisher energi
metabolisme sebesar 2800-3300 kkal/kg. Kandungan energi dalam ransum harus
sesuai dengan kebutuhan. Kelebihan energi dalam ransum akan menurunkan
konsumsi, sehingga timbul defisiensi protein, asam-asam amino, mineral dan
vitamin. Apabila ternak kekurangan energi, maka cadangan energi dalam tubuh
akan digunakan. Pertama glikogen yang disimpan dalam tubuh akan dibongkar,
selanjutnya cadangan lemak akan dihabiskan. Apabila masih kurang maka protein
digunakan untuk mempertahankan kadar gula darah dan untuk membantu fungsi-
fungsi vital lainnya (Wahju, 1997).
- Protein
Protein merupakan persenyawaan organik yang mengandung unsur-unsur
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Siregar dan Sabrani (1970) menyatakan
bahwa fungsi dari protein adalah untuk memproduksi enzim-enzim tertentu,
hormon, dan antibodi. Rasyaf (1995) menyatakan bahwa standar protein untuk
periode starter adalah 18-23 % dan periode finisher adalah 18-22%. Ayam yang
lebih tua membutuhkan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam
yang muda. Masa awal ransum harus mengandung protein yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ransum masa pertumbuhan dan masa akhir (Amrullah,
2003).
- Serat Kasar
Berdasarkan analisis proksimat, karbohidrat dibagi menjadi dua komponen
yaitu serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Anggorodi, 1985).
Penggunaan serat kasar dalam ransum ayam perlu dibatasi karena makin tinggi
kandungan serat kasar maka makin rendah daya cernanya (Soelistyono, 1976).
Siregar (1970) yang menyatakan bahwa penggunaan serat kasar dalam ransum
ayam adalah sebesar 5%. Anggorodi (1994) menambahkan bahwa kesanggupan
ternak dalam mencerna serat kasar tergantung dari jenis alat pencernaan yang
dimiliki oleh ternak tersebut dan tergantung pula dari mikroorganisme yang
terdapat dalam alat pencernaan.
- Mineral
Ransum ternak unggas perlu mengandung kalsium dan fosfor. Menurut

Wahju (1997) ransum ternak unggas perlu mengandung mineral dalam jumlah

yang cukup terutama kalsium dan fosfor, karena 70%-80% mineral tubuh terdiri
dari kalsium dan fosfor. Kalsium dan fosfor berfungsi di dalam pembentukan

tulang, komponen asam nukleat, keseimbangan asam-basa, koordinasi otot,

metabolisme jaringan syaraf, dan terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein (Rizal, 2006). Dijelaskan lebih lanjut bahwa kebutuhan anak ayam

(starter) akan kalsium (Ca) adalah 1% dan ayam sedang tumbuh adalah 0,6%,

sedangkan kebutuhan ayam akan fosfor (P) bervariasi dari 0,2-0,45%.

Ransum Ayam Broiler Fase Starter


Rasyaf (1994) menyatakan bahwa bahan makanan memang sumber pertama

kebutuhan nutrisi broiler untuk keperluan hidup pokok dan produksinya. Sayang

tidak ada bahan makanan yang sempurna, satu bahan mengandung semua nutrisi.

Disinilah dasar penggunaan bahan makanan dengan sistem kombinasi bahan

makanan dengan memanfaatkan kelebihan setiap bahan dan menekan kekurangan

bahan-bahan yang dikehendaki.

Tujuan pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan

hidup pokok dan berproduksi. Untuk produksi maksimum dilakukan dalam jumlah

cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Ransum broiler harus seimbang antara

kandungan protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin

dan mineral juga harus diperhatikan. Sesuai dengan tujuan pemeliharannya

yaitu memproduksi daging sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah

pemberian pakan tidak dibatasi (ad-libitum) (Kartadisastra, 1994).

Ransum untuk ayam broiler dibedakan menjadi dua yaitu ransum untuk

periode starter dan ransum untuk periode finisher (Rasyaf, 1993). Menurut Harto

(1987) pemberian ransum pada ternak yang masih berumur sehari atau DOC

diletakkan dikertas atau tempat pakan dari nampan yang kecil. Setelah ayam
berumur diatas 1 minggu, tempat pakan harus diganti dengan tempat pakan khusus

yang digantung.

Fadilah (2004) menyatakan bahwa pemberian ransum dilakukan secara

adlibitum dengan pemberian ransum berbentuk: tepung pada periode starter, butiran

pecah pada periode finisher dan terkadang diberikan ransum yang berbentuk pellet.

Pemberian ransum bertujuan menjamin pertambahan bobot badan dan produksi

daging. Jenis bahan ransum dan kandungan gizinya harus diketahui untuk

mendapatkan formula ransum yang tepat (Sudaro dan Siriwa, 2007).

Alamsyah (2005) menyatakan bahwa pemberian ransum pada ternak

disesuaikan dengan umur, kesukaan terhadap ransum, dan jenis ransum. Ransum

untuk ayam yang belum berumur atau DOC diberikan dalam bentuk all mash. Hal

ini bertujuan untuk mempermudah pencernaan ransum di dalam saluran pencernaan

DOC.

Pemberian air minum dilakukan secara terus-menerus atau adlibitum dengan

tujuan agar ayam tidak mengalami dehidrasi sehingga produksi daging dapat

optimal. Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa air harus selalu tersedia

dan sangat baik disediakan dari kran-kran otomatis. Konsumsi air pada ayam

biasanya dua kali lebih banyak dibanding dengan konsumsi makanannya. Ayam

akan mampu hidup lebih lama tanpa makanan dibanding tanpa air (Rizal, 2006).
Persyaratan mutu untuk ayam ras pedaging masa awal dicantumkan dalam Tabel 1.

Sumber : SNI Pakan Broiler Fase Starter dan Finisher 2015


Tabel 2. Kebutuhan zat makanan broiler fase starter
Zat Nutrisi Starter
Protein Kasar (%) 21
Lemak Kasar (%) >3
Serat Kasar (%) <3
Kalsium (%) 0,91-1,1
Pospor (%) 0,7-0,9
EM (Kkal/kg) 3000
Lisin (%) 1.2
Metionin (%) 0.50
Kebutuhan nutrisi pada ayam broiler dipengaruhi oleh umur. Periode

starter ternak harus memperoleh perhatian khusus dalam pemberian pakan

sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Kandungan nutrisi pakan

pada periode starter harus lebih tinggi kandungan nutrisinya dibandingkan fase

finisher. Nutrisi ayam broler fase starter adalah 21% protein, lemak kasar lebih

dari 3%, serat kasar kurang dari 4% , kalsium 0,9-1,1% phospor 0,7-0,9% dan

energi metabolis 3000 Kkal/kg. Periode finisher membutuhkan protein kasar

19%,lemak kasar lebih dari 3%,serat kasar kurang dari 5% , 0,9-1,1% kalsium,

0,7-0,9% phospor dan energi metabolis 3100 Kkal/kg (NRC, 1994).

Rasyaf (1997) menyatakan bahwa ransum adalah campuran bahan-bahan

pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang seimbang dan tepat.

Seimbang dan tepat berarti zat makanan itu tidak berlebihan dan tidak kurang.

Ransum yang diberikan haruslah mengandung protein, lemak, karbohidrat,

vitamin dan mineral. Tujuan utama pemberian ransum kepada ayam untuk

menjamin pertambahan berat badan yang paling ekonomis selama pertumbuhan

(Anggorodi, 1985).

Bahan-bahan makanan yang biasa dipergunakan dalam ransum unggas di

Indonesia adalah: (1) jagung kuning; (2) dedak halus; (3) bungkil kelapa; (4)

bungkil kacang tanah; (5) bungkil kacang kedelai; (6) tepung ikan; (7) bahan-bahan

makanan berupa butir-butiran atau kacang-kacangan dan hasil ikutan pabrik hasil

pertanian lainnya, dan daun-daunan sebangsa leguminosa (Wahyu, 1992).

Protein merupakan salah satu unsur yang penting bagi pertumbuhan anak

broiler. Kebutuhan protein masa awal untuk anak ayam broiler di daerah tropis

sebesar 23%, sedangkan untuk masa akhir sebesar 20-21% (Rayaf, 2000). Sintesis
protein jaringan tubuh dan telur memerlukan asam amino esensial. Defisiensi asam

amino esensial di dalam pakan menyebabkan pembentukan protein jaringan dan

tubuh terhambat atau tidak terbentuk. Asam amino esensial yang sulit terpenuhi

kandungannya di dalam pakan seperti Sistin, Lisin dan Triptofan disebut sebagai

asam amino kritis (Suprijatna et al., 2005).


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan,
yaitu:
a) Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6
minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging. Broiler merupakan hasil
rekayasa genetika dihasilkan dengan cara menyilangkan bangsa-bangsa ayam
yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging
ayam.
b) Konsumsi ransum ayam pedaging tergantung pada kandungan energi ransum,
strain, umur, aktivitas, serta temperatur lingkungan. Nutrien yang harus ada
dalam ransum adalah energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, dan air
c) Pemberian ransum dilakukan secara adlibitum dengan pemberian ransum
berbentuk tepung pada periode starter, butiran pecah pada periode finisher dan
terkadang diberikan ransum yang berbentuk pellet. Pemberian ransum bertujuan
menjamin pertambahan bobot badan dan produksi daging.

Saran
Adapun Saran penulis sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada
rekan-rekan mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih
dalam mengenai bagaimana kebutuhan nutrisi pada ayam broiler pada fase starter.
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


P. T. Gramedia, Jakarta.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Fadilah, R. 2004. Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kartadisastra, H. R., 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta.

Kartasujana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

Nuroso, 2009. Panen Ayam Pedaging dengan Produksi 2x Lipat. Penebar


Swadaya, Jakarta.

N.R.C; 1984. Nutrient Requirement of poultry. 8 th Ed. National Academy of


Science.

Rasyaf, M. 1996. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius.Yogyakarta.

Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Bogor.

Saragih, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan. Pustaka Wirausaha Muda. PT.


Loji Grafika Griya Sarana, Bogor

Siregar, A.P., dan M. Sabrani. 1970. Teknik Modern Beternak Ayam. C.V.
Yasaguna, Jakarta.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono., dan R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak


Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai