Anda di halaman 1dari 20

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Ayam Broiler

Ayam Broiler berasal dari ayam hutan liar yang didomestikasi sekitar 8000

tahun yang lalu. Sejarah mencatat domestikasi ayam hutan liar ini pertama kali

dilakukan di Asia. Domestikasi berlanjut budidaya ayam dimulai pada abad 19 dan

dilakukan secara bertahap menuju sistem modern. Keuntungan dari pemeliharaan

ayam broiler adalah menghasilkan daging dalam waktu yang relatif singkat. Serta

pemeliharaannya hanya membutukan lahan yang relatif sempit. Usaha yang

diusahakan secara intensif akan meningkatkan populasi ternak dan produksi daging

(Dahlan dan Hudi, 2011).

Broiler atau ayam ras pedaging merupakan hasil persilangan dan seleksi

selama bertahun-tahun dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki performa terbaik.

Broiler mampu memproduksi daging dalam waktu yang singkat dengan konversi

ransum rendah. Strain ayam broiler yang ada di Indonesia antara lain Cobb,

Lohmann, Ross dan Hubbard. Namun, ada juga strain seperti Isa Vedette, Arbor

dan Acres yang tidak dijual di Indonesia (Tamalludin, 2012).

Menurut Susilorini dkk., (2009) menyatakan bahwa taksonomi ayam broiler

sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia,

Filum : Chordata,

Kelas : Aves,

Subkelas : Neonithes,

Ordo : Galliformis,

6
Genus : Gallus,

Spesies : Gallus domesticus.

Ayam broiler merupakan ayam pedaging hasil dari seleksi genetik melalui

teknologi maju sehingga memiliki sifat-sifat ekonomis yang menguntungkan yaitu

memiliki kemampuan pertumbuhan paling cepat, memiliki konversi pakan rendah

dan menghasilkan daging berkualitas serat lunak (Pratikno, 2010). Ayam broiler

memiliki kelebihan diantaranya dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk

dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi (Pahlepi dkk.,

2015). Terlepas dari kelebihan ayam broiler tersebut, ayam broiler juga memiliki

kelemahan seperti mudah stres, rentan terhadap serangan agen penyakit sehingga

beresiko besar tehadap kematian (Badriyah dan Ubaidillah, 2013).

Beberapa kelebihan dan kelemahan broiler yaitu memiliki kelebihan

pertumbuhan yang relatif cepat diikuti dengan pertambahan berat badan yang tinggi

dan kualitas daging yang baik. Kelemahannya adalah sulit beradaptasi dan mudah

terserang suatu infeksi penyakit sehingga memerlukan sistem pemeliharaan yang

intensif (Metasari dkk., 2014).

Salah satu sumber daging yang dapat dikonsumsi manusia adalah ayam ras

pedaging. Ayam ras pedaging atau disebut juga ayam broiler merupakan hasil dari

persilangan berbagai jenis ras ayam unggulan yang memiliki produktivitas daging

yang tinggi. Ayam broiler memiliki daging yang mengadung kolesterol rendah,

kaya vitamin B dan mineral yang diperlukan untuk kesehatan syaraf dan

pertumbuhan (Amalo, 2017).

7
Broiler dibesarkan khusus untuk memproduksi daging. Ciri umum broiler

memiliki bulu berwarna putih dan tipis. Broiler biasanya akan dipanen ketika

berumur 4-6 minggu, dengan bobot badan sekitar 1.5 Kg. Konsumsi daging broiler

adalah hal yang tidak bisa dibatasi dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Jumlah daging broiler yang beredar dipasar sangat tergantung dengan tingkat

keberhasilan panen yang dilakukan oleh para peternak. Keberhasilan suatu panen

sangat dipengaruhi oleh manajemen yang dilakukan oleh para peternak (Sanmorino

dan Isabella, 2017).

Broiler modern saat ini dapat mencapai berat badan 1.6 kg/ekor hanya dalam

waktu 35 hari dengan nilai kurang dari 1.7 pada konversi pakan. Perbaikan

penampilan broiler ini terjadi karena adanya rekayasa genetik. Rekayasa genetik

akan menuntut perbaikan dalam aspek lainnya, seperti tata laksana pemeliharaan,

dan perbaikan kualitas ransum, dan kesehatan. Pertumbuhan broiler adalah hasil

hubungan antara hereditas dan lingkungan, yaitu 30% hereditas dan 70%

lingkungan. (Tantalo, 2010).

1.2. Fase Pertumbuhan dan Kebutuhan Nutrien Ayam Broiler

Fase pertumbuhan ayam broiler terdiri dari fase prestarter yaitu ayam

dengan umur 1 - 7 hari, fase starter yaitu umur 8 - 28 hari dan fase finisher yaitu

umur 29 hari - panen (Cristopher dan Harianto, 2011). Pertumbuhan tercepat ayam

broiler terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami

penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Saputra dkk., 2015).

Pertambahan bobot badan ayam broiler minggu awal mencapai 4 kali bobot badan

8
day old chicken (DOC), sehingga diperlukan asupan nutrien pakan yang optimal

sesuai dengan genetiknya. (Muwarni, 2010).

Bibit ayam atau day old chicken dari perusahaan pembibitan harus

memenuhi standar SNI 48681.1:2013 tentang bibit niaga (final stock). Persyaratan

tersebut terdiri dari persyaratan kualitatif dan kuantitatif. Persyaratan kualitatif

yang harus dipenuhi yakni kondisi fisik sehat, paruh normal, kaki tegak dan dapat

berdiri normal, tidak tampak dehidrasi, tidak ada cacat dan kelainan fisik, perut

tidak kembung, sekitar pusar dan dubur kering, pusar tidak tertutup, terlihat tegar

dan aktif, tidak terlihat dehidrasi, warna bulu seragam serta bulu kering dan

mengembang. Persyaratan kuantitatif dari bobot DOC di penetasan minimum 35

gram per ekor.

Faktor pendukung pertumbuhan ayam broiler diantaranya kualitas dan

kuantitas makanan, suhu tumbuh optimal pada temperatur lingkungan 19-21°C,

pemeliharaan, menyangkut sistem menajemen pemeliharaan intensif yang

berhubungan dengan pola pemberian ransum, perawatan kesehatan ayam dan

kebersihan kandang. Selain itu juga terdapat faktor galur ayam, jenis kelamin dan

faktor lingkungan yang mendukung. Kandungan gizi utama yang berperan penting

bagi pertumbuhan ayam broiler adalah protein, energi (karbohidrat dan lemak),

vitamin, mineral serta air (Situmorang dkk., 2013).

Ransum disebut seimbang apabila mengandung semua zat makanan yang

diperlukan oleh ayam dalam perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan utamanya

kandungan energi dan protein serta keseimbangannya (Zulfanita dkk., 2011).

Konsumsi pakan ayam broiler memiliki jumlah yang berbeda sesuai dengan fase

9
pertumbuhannya. Kebutuhan protein dan energi metabolisme ayam broiler adalah

sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1.:

Tabel 1. Kebutuhan Protein dan Energi Metabolisme Ayam Broiler


No Jenis Ransum Umur Protein Energi Metabolisme
(hari) (%) (kkal/kgransum)
1 Pre Starter 1-7 23-24 3.050
2 Starter 8-28 21-24 3.100
3 Finisher 29-panen 18-20 3.200-3.300
Sumber: Santoso dan Sundaryani (2009)

Pembatasan waktu dan jumlah pemberian pakan adalah solusi yang tepat

untuk memberikan sejumlah kebutuhan nutrisi bagi ternak (ayam broiler) secara

tepat, baik jenis, jumlah, serta imbangan nutrisinya. Pembatasan pakan dapat

dilakukan melalui pembatasan kuantitatif dan kualitatif. Pembatasan pakan

kuantitatatif dapat mengurangi angka kematian dan dapat meningkatkan konversi

pakan (Kurniawan dkk., 2012).

1.3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan Unggas

Ternak unggas seperti ayam memiliki anatomi sistem pencernaan makanan

yang berbeda dengan ternak ruminansia. Sistem pencernaan terdiri dari saluran

pencernaan dan organ asesori. Anatomi saluran pencernaan ayam dari bagian depan

sampai ke bagian belakang adalah sebagai berikut: paruh dan lidah (mulut),

kerongkongan (esophagus), tembolok (crop), perut kelenjar (proventrikulus),

ampela (ventrikulus), hati (hepar), usus halus (small intestine), usus besar (large

intestine), usus buntu (ceca), dan kloaka (Sutarto, 2013).

10
Gambar 1. Anatomi Pencernaan Unggas
Sumber: Sutarto, (2013).

Unggas memiliki pencernaan yang sederhana, yaitu hanya tersedia tempat

yang sempit untuk kehidupan jasad renik dalam usus yang diperlukan untuk

membantu pencernaan pakan. Ternak unggas banyak bergantung pada enzim yang

dikeluarkan oleh sistem pencernaan untuk memecah dan melumat pakan agar

mudah diserap oleh tubuh karena kesederhanaan sifat anatomi dan fisiologi saluran

pencernaan. Ransum tidak dapat dicerna dengan enzim yang dihasilkan

mengakibatkan pakan tersebut tidak banyak dimanfaatkan oleh tubuh (Pujianti

dkk., 2013).

Saluran pencernaan broiler terdiri dari paruh, esofagus, tembolok,

proventrikulus, ventrikulus atau gizzard, usus halus yang terdiri dari duodenum,

jejenum, dan ileum, sekum, rektum dan kloaka. Sistem pencernaan tersebut

merupakan suatu saluran yang terhubung mulai dari anterior/ventral (arah kepala)

yaitu paruh menuju ke posterior/dorsal (arah ekor) yaitu kloaka. Sistim ini

dilengkapi dengan organ pendukung pencernaan yaitu pankreas sebagai penghasil

11
enzim-enzim pankreatin (enzim-enzim pencernaan), hati sebagai tempat

pembentukan garam empedu, serta kantung empedu sebagai tempat menyimpan

garam empedu. Proses pencernaan atau pemecahan molekul besar nutrien dalam

pakan atau ransum disepanjang saluran cerna merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari anatomi saluran cerna (Muwarni, 2010).

Crop merupakan tempat penyimpanan pakan sementara. Proventriculus

adalah organ pencernaan yang hanya dilewati oleh pakan, hal ini disebabkan karena

Proventriculus merupakan organ penghubung antara crop dan ventriculus.

Ventriculus merupakan organ pencernaan yang berfungsi sebagai penghancur dan

penggiling pakan secara kasar, intestinum tenue merupakan organ pencernaan

tempat pengolahan dan penyerapan makanan yang masuk kedalamnya, serta

intestinum crassum merupakan tempat terjadinya pembusukan pakan dan tempat

penyerapan air (Phikly dkk., 2015).

Peran tembolok pada broiler adalah sebagai penampung makanan sebelum

dicerna oleh gizzard. Gizzard merupakan alat pencernaan yang berperan sebagai

pencerna mekanik sehingga tekstur ransum yang lebih keras akibat serat kasar

tinggi dapat memicu pertumbuhan gizzard, pada broiler peran organ ini kurang

berkembang karena prilaku broiler yang makan terus menerus sehingga tidak perlu

menampung makanan dalam jumlah banyak. Fungsi dari proventriculus adalah

sebagai pencerna kimiawi dan gerbang pakan sebelum masuk ke gizard sehingga

perubahan serat diduga tidak terlalu berpengaruh (Has dkk., 2014).

Gizzard merupakan organ fundamental dalam sistem pencernaan ternak

unggas, yang memiliki fungsi mencerna makanan yang masuk. Gizzard memiliki

12
dua pasang otot yang kuat dengan sebuah mukosa yang terdapat didalamnya.

Bagian dalam gizzard terdiri dari lapisan kulit yang sangat keras, kuat dan sering

ditemukan berisi bebatuan kecil yang berfungsi dalam membantu proses

pencernaan. otot gizzard akan kontraksi jika terdapat makanan yang masuk ke

dalamnya (Watu dkk., 2018).

Suhu dan musim mempengaruhi perkembangan anatomi dan fisiologi

pencernaan ayam. Usus halus dan usus kasar merupakan 2 (dua) macam saluran

pencernaan yang berbeda fungsinya. Pada usus halus berlangsung absorbsi zat-zat

makan dan proses pencernaan enzematik, sedangkan pada usus kasar berlangsung

absorbsi air, elektrolit- elektrolit dan pencernaan serat kasar. Usus halus (jejenum)

dan (coecum) mempunyai gambaran histologi umum yang sama. Dindingnya terdiri

dari 4 (empat) lapis yaitu mukosa, sub mukosa, tunika muskularis dan serosa. “Feed

intake” yang tinggi dan penyaluran makanan yang cepat kedalam usus terdapati

pada ayam yang memakan makanan yang beersifat halus atau basah (Mardhiah,

2015).

Saluran pencernaan ayam broiler merupakan organ vital yang memiliki

fungsi untuk mencerna pakan dan fungsi imunologis. Penyerapan nutrisi oleh usus

dapat berlangsung secara optimal apabila usus dalam keadaan sehat. Kesehatan

usus dipengaruhi oleh populasi mikrobia atau bakteri yang hidup di dalamnya.

Saluran pencernaan yang sehat ditandai dengan perkembangan berat dan Panjang

saluran cerna, serta perkembangan vili yang optimal sehingga dapat

mengoptimalkan penyerapan nutrisi. Penyerapan nutrisi yang baik dari pakan akan

membantu peningkatan bobot hidup ayam (Pertiwi dkk., 2017).

13
Konsumsi ransum yang banyak akan mempercepat laju perjalanan makanan

dalam usus, karena banyaknya ransum akan memenuhi/menambah saluran

pencernaan, semakin cepat laju makanan meniggalkan saluran pencernaan maka

hanya sedikit zat-zat makanan yang mampu diserap oleh tubuh ternak (Setyanto

dkk., 2012).

Organ dalam ayam pedaging merupakan suatu bagian dari sistem

pencernaan unggas yang berfungsi mengubah nutrisi yang masuk melalui pakan

yang digunakan untuk produktivitas. Organ dalam dari ayam pedaging merupakan

bagian dari organ pencernaan dan beberapa organ seperti hati, empedu dan pankreas

yang merupakan bagian yang terpenting untuk membantu proses produktivitas

dalam tubuh. Fungsi utama hati dalam pencernaan dan absorpsi adalah produksi

empedu. Warna kehijauan empedu disebabkan karena produk akhir destruksi sel

darah merah, yaitu biliverdin dan bilirubin. Pankreas terletak diantara duodenal

loop pada usus halus. Pankreas merupakan suatu kelenjar yang fungsinya sebagai

kelenjar endokrin maupun kelenjar eksokrin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas

berfungsi mensekresikan hormon insulin dan glukagon, dan sebagai kelenjar

eksokrin, pankreas mensekresikan cairan yang diperlukan dalam proses pencernaan

di usus halus, yaitu pancreatic juice, selanjutnya mengalir pada duodenum melalui

saluran pankreas (pancreatic duct) (Supartini dan Fitasari, 2011).

Enzim-enzim yang dihasilan oleh pankreas adalah amylase pankreas, lipase

pankreas, trypsin, chymotrypsin dan dipeptidase. Enzim proteolitik memecah

protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dilepaskan dalam bentuk

inaktif, agar tidak merusak jaringan itu sendiri. Enzim trypsinogen akan diaktifkan

14
oleh enterokinase dari duodenum menjadi trypsin dan trypsin akan mengaktifkan

chymotrypsinogen menjadi chymotrypsin. Pankreas juga melepaskan sodium

bikarbonat dalam jumlah yang cukup besar pada usus halus yang dapat mengubah

situasi asam menjadi basa sehingga enzim dapat bekerja. Pelepasan oleh pankreas

ini distimulasi oleh secretin yang dihasilkan oleh usus halus dan secretin

terstimulasi akibat adanya asam lambung. Kontrol atau sekresi eksokrin pankreatik

tergantung stimulasi relatif saraf otonom vagal yang menginterfasi pankreas serta

hormon kolesistokinin, secretin dan gastrin dilepaskan yang kemuian akan

meningkatkan sekresi bikarbonat dari sel-sel duktus pankreas (Hatta dkk., 2009).

Sekum merupakan saluran pencernaan yang berfungsi sebagai tempat

pencernaan secara microbial. Tujuan pencernaan secara microbial ini yakni untuk

mencerna nutrien yang tidak terserap di usus halus khususnya serat dan nitrogen,

ternak non ruminan yang mengalami perkembangan sekum memiliki kemampuan

memanfaatkan serat lebih baik (Has dkk., 2014).

Lemak yang terkandung dalam pakan setelah masuk saluran pencernaan

mengalami proses pemecahan menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga

mudah diserap oleh tubuh. Proses pencernaan pakan dibantu oleh enzim, sehingga

peningkatan jumlah enzim dalam saluran pencernaan akan membantu pemecahan

nutrien yang lebih baik. Lemak yang terkandung dalam pakan setelah masuk

saluran pencernaan mengalami proses pemecahan menjadi molekul yang lebih

sederhana sehingga mudah diserap oleh tubuh. Proses pencernaan pakan dibantu

oleh enzim, sehingga peningkatan jumlah enzim dalam saluran pencernaan akan

membantu pemecahan nutrien yang lebih baik (Sarwono dkk., 2012).

15
1.4. Susu Skim

Susu skim adalah salah satu produk susu yang berbentuk padat. Susu skim

diperoleh dari sisa pengambilan lemak (krim) sebagian maupun seluruhnya dan

masih menjadi bagian dari susu (Handayani dkk., 2017). Susu skim adalah bagian

dari susu yang tertinggal setelah lemak dipisahkan melalui proses separasi. Proses

pengurangan bagian lemak dari susu ini akan menghasilkan produk olahan susu

yang kandungan kalorinya lebih rendah dari susu segar. Laktosa yang terkandung

dalam susu skim adalah 5% dengan pH 6,6 serta memiliki kandungan lemak yang

rendah (Septiani dkk, 2013).

Susu skim disebut juga dengan susu bubuk afkir. Susu bubuk afkir adalah

susu yang sudah tidak digunakan atau dikonsumsi oleh manusia. Susu afkir mudah

dijumpai pada industri menggunakan susu sebagai bahan baku produksi, yakni

menempel pada alat-alat produksi atau susu bubuk yang sudah kadaluarsa sehingga

memiliki kandungan nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan susu bukan afkir

(Warsito dkk., 2012).

Susu skim merupakan salah satu produk susu berbentuk padat yang

potensial untuk penyediaan pakan ternak unggas. Susu skim mengandung semua

zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.

Nutrisi susu skim terdiri dari protein 35-37%, lemak 8%, laktosa 49%-52%, air 3%,

dan abu 7.5%-8% (Setya, 2012).

Menurut Widodo (2002) susu afkir memiliki kandungan nutrisi yang terdiri

dari protein 25,8%, lemak 0,9%, karbohidrat 62,98%, Total energi 4,16 kkal/gram,

laktosa 4,6%, vitamin A, D, E, K, B Kompleks, C dan D, mineral, dan berbagai

16
macam asam amino, 17 macam diantaranya meupakan asam amino essensial.

Protein susu terdiri dari 2,7% casein, dan 0,5% albumin. Ditambahkan Alim dkk.,

(2012) vitamin terpenting yang larut dalam susu adalah vitamin B1, B2, asam

nikoniat, dan asam pantotenat (vitamin B5), mineral yang terkandung dalam susu

bubuk yakni fosfor, kalsium dan magnesium.

Berikut Tabel 2. Dan Tabel 3. secara berturut-turut menampilkan nutrisi

makro dan mikro dalam susu skim:

Tabel 2. Nutrisi Makro Susu Skim


Nutrisi Jumlah%
Protein 35-37
Lemak 8
Laktosa 49-52
Air 3
Abu 7.5-8
Sumber: Setya (2012)

Tabel 3. Nutrisi Mikro Susu Skim


Nutrisi Jumlah
β-Karoten 10 mikrogram
Retinol (Vitamin A) -
Tiamin (Vitamin B1) 0.35 miligram
Riboflavin (Vitamin B2) 1.05 miligram
Niacin (Vitamin B3) 1.2 miligram
Vitamin C 7 miligram
Kalsiferol (Vitamin D) -
Tokoferol (Vitamin E) -
Vitamin K -
Besi (Fe) 0.6 miligram
Seng (Zn) 4.1 miligram
Tembaga (Cu) 0.04 miligram
Sumber : Departemen Kesehatan RI (2005)

Komponen-komponen susu afkir adalah zat nutrisi makro dan zat nutrisi

mikro. Zat nutrisi makro meliputi protein, lemak dan laktosa. Kadar zat nutrisi

17
mikro pada susu bubuk afkir sangat komplit, seperti vitamin, mineral dan asam

amino. Protein susu terdiri dari 2,7% casein, dan 0,5% albumin, tersusun atas

berbagai macam asam amino, 17 macam diantaranya berupa asam amino esensial.

Ketersediaan tambahan zat nutrisi mikro pada ransum akan dapat meningkatkan

konsumsi pakan dan pertumbuhan pada ayam pedaging sehingga berdampak baik

pada peningkatan berat badan dan dapat menurunkan angka konversi pakan ayam

pedaging (Mi’raizki dkk., 2015).

Susu skim selain memliki berbagai kelebihan dan manfaat juga memiliki

beberapa kekurangan apabila digunakan sebagai bahan pakan untuk ternak unggas

khususnya ternak ayam. Susu skim mengandung laktosa yang tidak mampu dicerna

oleh enzim-enzim pencernaan ayam. Laktosa adalah gula susu dan hanya terdapat

dalam susu (atau hasil-hasil dari susu). Zat tersebut terdiri dari satu molekul glukosa

dan satu molekul galaktosa. Laktosa tidak dapat digunakan oleh ayam karena

sekresi pencernaan ayam yang tidak mengandung enzim laktosa yang diperlukan

untuk mencerna laktosa (Dianto dan Kunharjati, 2017).

Kekurangan lain dari penggunaan susu skim sebagai pakan ternak yakni

berbentuk bubuk yang halus sehingga dalam keaadaan pakan yang kering akan

mudah tercecer dan terbang terbawa angin. Susu skim juga harus disimpan pada

kondisi yang baik di tempat tertutup rapat agar tidak menurun kualitasnya. Selain

itu susu afkir ini berasal dari limbah yang biasanya terdapat mikroorganisme

pathogen didalamnya (Marzuki, 2018).

18
1.5. Konsumsi Pakan

Konsumsi merupakan variabel yang diukur dengan jalan mengurangkan

antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum yang tersisa, kecuali

makanan yang dibatasi. Suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya penimbunan panas dalam tubuh ayam, sehingga untuk mengurangi

penimbunan panas yang lebih banyak, ayam berusaha mengurangi konsumsi

ransum. Rendahnya konsumsi ransum berpotensi sekali akan terjadi kurangnya

asupan gizi, sehingga pembentukan sel darah merah mengalami penurunan

(Kusnadi, 2008). Pemberian pakan secara ad libitum dengan kondisi pakan basah

dapat meningkatkan konsumsi pakan ayam pedaging dari pada pakan kering.

penambahan air pada pakan dengan rasio 1 : 1 (air : pakan) pada suhu lingkungan

tinggi dapat meningkatkan konsumsi pada ayam (Edi dkk., 2018).

Fungsi pakan yang diberikan pada ayam selama pemeliharaan adalah untuk

memenuhi hidup pokok dan produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi

pakan pada ayam antara lain pakan, umur, jenis ternak, aktifitas ternak, energi

pakan, berat badan dan tingkat produksi (Muharlien dan Nurgiartiningsih, 2015).

Konsumsi pakan ayam dipengaruhi beberapa hal besar antara lain besar dan bangsa

ayam, tahap produksi, ruang tempat pakan, temperatur, keadaan air minum,

penyakit dan zat makanan terutama kandungan energi yang dibutuhkan untuk

menunjang aktivitas ayam broiler tersebut. Semakin tinggi konsumsi pakan maka

semakin baik pula perkembangan ayam tersebut (Hidayat dkk., 2016).

Palatabilitas merupakan faktor yang menentukan tingkat konsumsi pakan

pada ternak. Palatabilitas dipengaruhi oleh bentuk, bau, rasa, tekstur dan suhu

19
makanan yang diberikan. Ayam pedaging lebih menyukai bahan-bahan makanan

yang berwarna cerah. Konsumsi pakan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan

berat badan ayam pedaging. Semakin banyak konsumsi pakan semakin banyak pula

energi yang dihasilkan untuk pertumbuhan. (Hermansyah dkk., 2019).

Ayam akan berhenti makan apabila energinya sesuai kebutuhan sehingga

semakin tinggi kandungan energi ransum maka konsumsi ransum ayam biasanya

akan sedikit dan begitu juga sebaliknya semakin rendah kandungan energi ransum,

akan berakibat terhadap konsumsi yang semakin besar. Batas konsumsi ransum

yang normal yaitu sekitar 91,50 – 112,82 gram/ekor/hari (Sahara dkk., 2014). Tabel

4. Menunjukkan target konsumsi pakan pada strain MB202:

Tabel 4. Target Konsumsi Pakan Broiler Strain MB202


Umur (Minggu) Konsumsi Pakan (g/Ekor)
1 165
2 532
3 1.176
4 2.120
5 3.339
6 4.777
7 6.371
Sumber: PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk (2010)

Pakan tambahan dalam ransum berfungsi untuk melengkapi atau

meningkatkan ketersedian zat nutrisi mikro yang seringkali kandungannya dalam

ransum kurang atau tidak sesuai standar. Ketersediaannya tambahan zat nutrisi

mikro pada ransum akan dapat meningkatkan konsumsi pakan dan pertumbuhan

pada ayam pedaging sehingga berdampak baik pada peningkatan berat badan dan

dapat menurunkan angka konversi pakan ayam pedaging (Alim dkk., 2012).

20
1.6. Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan berbandingan konsumsi pakan dengan

pertambahan bobot badan. Konversi pakan yang terbaik adalah memiliki nilai

terendah. (Putri dkk., 2017). Konversi ransum dihitung dengan membagi konsumsi

ransum dengan pertambahan bobot badan. Nilai konversi ransum ditentukan oleh

banyaknya konsumsi ransum dan PBB yang dihasilkan. konversi ransum ayam

pedaging campuran antara jantan dan betina adalah 2,2 (Mirnawati dkk., 2012).

Konversi ransum menggambarkan berapa ransum yang dikonsumsi untuk

setiap kilogram pertambahan bobot badan. Konversi ransum merupakan tolok ukur

untuk mengetahui bahwa ransum yang diberikan pada ayam telah memenuhi syarat

atau belum (Hermansyah dkk., 2019). Konversi ransum sebagai tolok ukur untuk

mengetahui banyaknya pakan yang dikonsumsi dalam menghasilkan 1 kg daging.

Konversi ransum yang baik adalah berkisar antara 1,75 – 2,00. Indeks konversi

ransum hanya akan naik bila hubungan antara jumlah energi dalam formula dan

kadar protein telah disesuaikan secara teknis (Mide, 2013).

Tabel 5. Target Konversi Pakan Broiler Strain MB 202


Umur (Minggu) Konversi Pakan (FCR)
1 0.885
2 1.115
3 1.270
4 1.415
5 1.560
6 1.705
7 1.851
Sumber: PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk (2010)

Konversi pakan dapat digunakan untuk menduga keuntungan. Semakin

rendah konversi pakan maka hasil yang diperoleh akan semakin menguntungkan.

21
FCR rendah disebabkan karena kecernaan pakan meningkat (Edi dkk., 2018).

Semakin tinggi FCR maka akan semakin buruk, artinya penggunaan pakan tersebut

kurang ekonomis. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konversi pakan

diantaranya bentuk fisik pakan, berat badan ayam, kandungan nutrisi dalam ransum,

lingkungan pemeliharaan, stres, dan jenis kelamin (Setiawati dkk., 2016). Semakin

besar konversi pakan, berarti semakin rendah tingkat efisiensinya. Berdasarkan

hasil analisis, peningkatan konversi pakan yang terjadi membuat pertumbuhan

ayam menjadi terhambat sehingga berat badan yang diperoleh tidak dapat

mengalami peningkatan yang maksimal (Rahmawati dan Megaaprilia, 2017).

Kualitas pakan dapat diketahui melalui konversi pakan karena nilai rasio

konversi pakan memberikan gambaran tentang efisiensi penggunaan pakan untuk

pertumbuhan. Nilai konversi pakan yang rendah artinya pakan yang diberikan

hampir semuanya dimanfaatkan. Nilai rasio konversi pakan yang rendah dapat

disebabkan oleh jumlah protein pada komposisi pakan yang diberikan. Semakin

kecil nilai rasio konversi pakan mempunyai arti bahwa semakin efisien

pemanfaatan pakan. (Hamzah dan Muskita, 2019).

Bentuk pakan untuk menghasilkan konversi pakan yang baik untuk unggas

adalah pakan bentuk crumble dan pellet dibandingkan dengan mash. Pakan bentuk

crumble dan pellet cenderung mengurangi jumlah pakan yang hilang di dalam litter

dibandingkan dengan pakan mash. Pakan bentuk pellet memiliki konversi yang

lebih baik dibandingkan dengan pakan bentuk mash yaitu 1,8 berbanding 1,9.

Selain itu hal lain yang mempengaruhi konversi pakan adalah kandungan energi

22
metabolis dalam pakan karena akan mempengaruhi konsumsi pada ayam pedaging

(Anggitasari dkk., 2016).

1.7. IOFC

Income over feed cost merupakan pendapatan kotor yang dihitung dengan

cara mengurangi pendapatan dari hasil penjualan ayam hidup dengan total biaya

yang dikeluarkan. Income over feed cost dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan

biaya pakan yang dikeluarkan (Allama dkk., 2012). Income over feed cost juga

sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum, bobot akhir, harga ransum, dan harga

jual ayam. Semakin tinggi nilai IOFC akan semakin baik, karena tingginya IOFC

berarti penerimaan yang didapat dari hasil penjualan ayam juga tinggi (Ardiansyah

dkk., 2013).

Income Over Feed Cost merupakan pendapatan kotor yang dihitung dengan

cara mengurangi pendapatan dari penjualan ayam hidup dengan biaya yang

dikeluarkan untuk pakan (Rp/ekor). Income over feed cost = {(Berat badan × harga

ayam hidup) – (konsumsi pakan × biaya pakan)}. Apabila dikaitkan dengan

pegangan berproduksi dari segi teknis maka dapat diduga bahwa semakin efisien

ayam mengubah zat makanan menjadi daging maka semakin baik pula IOFC yang

didapatkan (Nuningtyas, 2014).

Pendapatan atas ayam broiler dipengaruhi oleh harga pakan dan harga

penjualan ayam broiler, semakin efisien mengubah ransum menjadi daging,

semakin baik pula IOFC. Dalam pengelolaan usaha peternakan ayam broiler,

pertumbuhan ekonomi selalu menjadi prioritas utama, disebabkan oleh biaya

produksi terutama biaya pakan yang mencapai 70% dari total biaya produk.

23
Pembatasan pemberian pakan khususnya dengan metode pemuasaan bertujuan

untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum

(Kusuma dkk., 2016).

Efisiensi usaha peternakan tidak hanya dilihat dari produktivitas ternak,

tetapi juga besarnya pendapatan yang diperoleh. Harapan yang dikehandaki adalah

ternak dapat berproduksi optimal dengan biaya pakan serendah mungkin karena

pakan berkontribusi paling besar (60-70%) dari total biaya produksi. Peningkatan

IOFC sampai 38% terjadi akibat penurunan harga (biaya) pakan, meskipun

pertambahan bobot badan dan karkasnya tidak berbeda. Peningkatan IOFC dapat

terjadi karena harga pakan lebih murah, sehingga biaya produksi dapat ditekan

(Saputra, dkk., 2014).

Nilai IOFC sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum. Semakin

meningkatnya jumlah konsumsi ransum menyebabkan biaya yang diperlukan untuk

berproduksi juga semakin meningkat. Nilai IOFC akan meningkat apabila nilai

konversi ransum menurun dan apabila nilai konversi ransum meningkat maka IOFC

akan menurun. semakin tinggi nilai IOFC akan semakin baik, karena tingginya

IOFC berarti penerimaan yang didapat dari hasil penjualan ayam juga tinggi.

Besarnya IOFC yang baik untuk usaha peternakan adalah lebih dari satu. Nilai

income over feed cost mempunyai arti bahwa setiap pengeluaran Rp.1,00 untuk

biaya ransum mendapat keuntungan (Rahmat dkk., 2015).

Penampilan produksi merupakan hasil perhitungan dari pemeliharaan ayam

pedaging dalam kurun waktu tertentu yang dicerminkan oleh konsumsi pakan,

pertambahan bobot badan (PBB), konversi pakan, bobot karkas dan IOFC.

24
Puplementasi protease terhadap pakan pullet yang dikurangi kandungan proteinnya

ternyata dapat memperbaiki IOFC (Fitasari, 2012).

25

Anda mungkin juga menyukai