Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan ayam broiler adalah salah satu andalan dalam sub
sektor peternakan di Indonesia. Usaha peternakan ayam broiler
merupakan salah satu sumber penghasil daging dalam memenuhi
kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Pakan (feed), pembibitan
(breeding), dan tatalaksana (manajemen) merupakan beberapa faktor
yang memengaruhi keberhasilan usaha peternakan ayam broiler.
Pakan bagi ayam broiler merupakan

unsur

penting

untuk

menunjang kesehatan, pertumbuhan dan suplai energi sehingga proses


metabolisme dapat berjalan dengan baik. Efisiensi melalui manajemen
pakan yang baik dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler serta
menekan biaya produksi. Hal tersebut bertujuan agar keuntungan yang
dihasilkan dapat optimal. Ayam yang mendapatkan penanganan dan
pemberian pakan lebih awal akan mengkonsumsi pakan lebih banyak.
Hal tersebut berdampak pada pertumbuhan yang lebih baik dan
pertumbuhan usus yang lebih baik.
Ayam broiler sering mengalami penundaan penanganan dan
pemberian pakan, terutama pemberian pakan awal sebagai dampak
dari rantai distribusi dan jarak yang cukup panjang dari penetasan ke
lokasi peternak. Hal tersebut kemungkinan dapat berpengaruh terhadap
penampilan ayam broiler, khususnya perkembangan saluran pencernaan
ayam broiler.
pakan awal

Berdasarkan uraian diatas maka pengaruh pemberian


terhadap pertumbuhan ayam broiler perlu diketahui lebih

lanjut.
Tujuan Praktikum
Tujuan dilakkukannya praktikum pemeliharaan ayam broiler dengan
perbedaan waktu pemberian pakan awal adalah untuk mengetahui

pengaruh perbedaan waktu pemberian pakan awal terhadap kinerja


pertumbuhan ayam broiler.
Manfaat Praktikum
Manfaat dilakkukannya praktikum pemeliharaan ayam broiler
dengan

perbedaan

waktu

pemberian

pakan

awal

adalah

untuk

mengetahui cara pemeliharaan ayam broiler yang baik dan mampu


mencari permasalahan pemeliharaan serta menemukan solusinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas
Ayam Broiler
Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa genetik yang
memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat
sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging
berserat lemat, timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit . Ayam
broiler digolongkan ke dalam kelompok unggas penghasil daging yang
artinya dipelihara khusus untuk menghasilkan daging. Umumnya memiliki
ciri-ciri kerangka tubuh besar, pertumbuhan badan cepat, pertumbuhan
bulu yang cepat, lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging.
(Hardjoswaro dan Rukminasih, 2000). Ensminger (2002) menjelaskan
bahwa ayam broiler dipelihara sampai umur 6 sampai 8 minggu.
Ayam broiler yang dipelihara pada praktikum Industri Ternak
Unggas adalah strain Lohman MB-202, yang diproduksi oleh PT. Japfa
Comfeed TBK, Indonesia. Tantalo (2009) menjelaskan bahwa ayam
dengan strain Lohman mempunyai ciri-ciri fisik antara lain bulu berwarna
putih kekuningan, jengger tunggal, dan kaki berwarna kuning. Konversi
pakan rata-rata ayam broiler strain lohmann MB 202 berkisar 1,46.
Perkandangan
Kandang merupakan bangunan yang dibuat untuk ternak agar
terlindung

dari

pengaruh

luar

yang

merugikan

dan

memberikan

kenyamanan hidup selama pemeliharaan sehingga dapat diperoleh


produksi optimal (Sidadolog, 1999). Kandang yang baik adalah kandang
yang dapat memberikan kenyamanan bagi ayam, mudah dalam tata
laksana,

dapat

memberikan

produksi

yang

optimal,

memenuhi

persyaratan kesehatan dan bahan kandang mudah didapat serta murah


harganya. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan yang
memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut bisa berfungsi

untuk

melindungi

mempermudah

ternak

tata

terhadap

laksana,

lingkungan

menghemat

yang

tempat,

merugikan,

menghindarkan

gangguan binatang buas, dan menghindarkan ayam kontak langsung


dengan ternak unggas lain (Wihandoyo et. al, 2008).
Kepadatan kandang. Kepadatan kandang akan mempengaruhi
pertumbuhan dan performans ayam broiler, sebab kepadatan kandang
yang tepat dapat menyebabkan rasa nyaman bagi ternak. semakin tinggi
kepadatan ternak dalam kandang semakin banyak pula panas dan uap air
yang dilepaskan ke lingkungan kandang. Kandang yang panas dan
lembab akan menyulitkan ternak menyeimbangkan panas tubuhnya
(Nuriyasa dan Astiningsih, 2002).
Tipe kandang. Berdasarkan lantai atau alasnya tipe kandang
dibedakan menjadi 3, yaitu

alas (litter), slat, dan wire Sistem

perkandangannya bisa open house dan close house. Kondisi di negara


Indonesia yang merupakan negara tropik maka tipe kandang yang paling
sesuai adalah open house dengan menggunakan litter (Murni, 2009).
Santoso (2002) menjelaskan bahwa ayam broiler yang dipelihara pada
kandang tipe litterakan menghasilkan ayam dengan berat badan lebih
tinggi dibandingkan dengan pemeliharaan pada kandang tipe cage.
Pakan. Pakan unggas adalah makanan atau asupan yang
diberikan kepada ternak unggas. Bagi ternak unggas, pakan mempunyai
peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan
tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga dapat
digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna dan
rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan,
reproduksi, perbaikan metabolisme lemak dan lain-lain. Pemberian pakan
berlebih dapat membuat hewan peliharaan menjadi rentan terhadap
penyakit, produktifitasnya pun akan menurun (Reksohadiprodjo, 1995).
Penampilan Produksi
Feed Intake. Konsumsi pakan adalah banyaknya pakan yang
dimakan pada waktu tertentu. Konsumsi merupakan faktor yang sangat

berpengaruh

pada

pertumbuhan

ayam

broiler

dan

konsumsi

itu

dipengaruhi oleh suhu, sistem pemberian pakan, frekuensi pakan,


kesehatan ayam, kualitas pakan serta sifat genetik dari ayam broiler
(Rasyaf, 2003).
Water Intake. Air merupakan unsur gizi yang paling dibutuhkan
oleh semua makhluk hidup, mulai dari yang terendah hingga tertinggi,
tidak terkecuali ayam broiler. Salah satu sifat ayam broiler adalah senang
minum sehingga bila tidak ada air, dalam waktu beberapa jam saja, ayam
broiler bisa mati. Hal ini tidak berlaku bila ayam kekurangan makanan, jika
tidak ada tetapi air tetap tersedia, ayam masih dapat bertahan hidup lebih
dari 10 hari (Rasyaf, 2008).
Gain. Pertumbuhan adalah proses pertambahan berat sejak
pembuahan dan lahir hingga mencapai berat dan ukuran dewasa. Ichwan
(2003) menjelaskan bahwa konsumsi pakan yang masuk ke dalam tubuh
ayam mengakibatkan pakan terserap oleh tubuh sehingga terjadi
pembentukan tubuh. Abidin (2002) menyatakan bahwa, faktor yang
mempengaruhi terhadap pertambahan berat badan adalah konsumsi
pakan.
Feed Convertion Ratio (FCR). Rasyaf (2003) menjelaskan bahwa,
konversi pakan adalah jumlah ransum yang dikonsumsi seekor ayam
dalam waktu tertentu untuk membentuk daging atau berat badan. Faktor
yang mempengaruhi tingkat konversi pakan antara lain strain, kualitas
pakan, keadaan kandang dan jenis kelamin. Sehingga makin kecil angka
konversi pakan menunjukkan semakin baik efisiensi penggunaan
pakan.Bila angka perbandingan kecil berarti kenaikanberat badan
memuaskan atau ayam makan tidak terlalu banyakuntuk meningkatkan
berat badannya (Sidadolog, 1999).
Vaksinasi dan Pencegahan Penyaki.
Vaksin adalah

bahan

anti

genik

yang

digunakan

untuk

menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat


mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau

liar. Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan


untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri,
virus, atau toksin. Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem
imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat
melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan
vaksin (Rasyaf, 2000).
Efek Pemberian Pakan Awal
Ayam yang mendapatkan penanganan dan pemberian pakan
lebih

awal akan mengkonsumsi pakan lebih banyak. Hal tersebut

berdampak pada pertumbuhan yang lebih baik dan pertumbuhan usus


yang lebih baik. Namun, penundaan penanganan dan pemberian pakan
tidak memberi pengaruh terhadap konsumsi air minum dan konversi
pakan (Hardianti, 2012).
Sulistyonigsih
pada

ayam

(2004) menyatakan bahwa pemberian ransum

seawal

mungkin

perkembangan usus. Ville

akan

memang
berkembang

berpengaruh

terhadap

sempurna,

peristaltik

akan dipacu seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus


berlangsung

baik.

Enzim

pankreas

dan garam

empedu

digertak

seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. Berat badan


berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal,
sehingga ayam yang diberi ransum lebih dini mempunyai penampilan
akhir lebih baik.

BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum pemeliharaan yaitu
canggul, sabit, sikat, selang, ember, korek gas, tali, karung bekas, kawat,
tempat pakan, tempat minum, botol tetes, jarum suntik, timbangan, trash
bag, sapu lidi, plastik, pisau, lampu 60 watt, dan meteran
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum pemeliharaan
yaitu sabun, air, pakan komersial crumbel PK 21% ME 3200 kcal , DOC
Lohman MB 202, disinfektan, vaksin ND 1, vaksin ND 2, vaksin Gumboro,
dan litter serutan kayu.
Metode
Persiapan kandang
Metode yang dilakukan saat praktikum persiapan kandang adalah
Kandang terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran dan debu hingga jarak 2
meter dari kandang menggunakan sapu, sapu lidi, sabit, dan air. Kandang
yang telah bersih kemudian dilakukan pemberian disinfektan formaldehid
dan fumigasi agar kandang terbebas dari mikroorganisme pathogen. Sisi
kandang kemudian diberi penutup dari karung. Kandang yang telah diberi
penutup kemudian diberi sekat-sekat lalu ditaburkan litter sebagai alas
kandang. Lampu kemudian dipasang sebaga pemanas. Lubang juga digali
disamping kandang untuk membuang sampah-sampah dari proses
pemeliharaan.
Pemeliharaan
Pemberian pakan awal. Metode yang dilakukan saat praktikum
pemberian pakan awal adalah pemberian pakan berbeda waktunya
masing-masing
P6 : Pemberian pakan dan minum setelah 6 jam menetas.
P12 : Pemberian pakan dan minum setelah 12 jam menetas.
7

P18 : Pemberian pakan dan minum setelah 18 jam menetas.


P24 : Pemberian pakan dan minum setelah 24 jam menetas.
P30 : Pemberian pakan dan minum setelah 30 jam menetas.
P36 : Pemberian pakan dan minum setelah 36 jam menetas.

Pemberian pakan dan minum harian. Pakan dan minum


diberikan setiap pagi pukul 06:30 WIB dan sore hari pukul 15:00. Pakan
yang telah ditimbang dimasukkan pada tempat pakan. Air minum yang
akan diberikan pada ayam ditakar terlebuh dahulu kemudian dimasukkan
dalah tempat minum. Pakan dan minum kemudian diberikan pada ternak.
Vaksinasi. Metode yang dilakukan saat praktikum vaksinasi adalah
vaksinasi dilakukan pada hari ke-3, ke-10, dan ke-17. Vaksinasi pada hari
ke-3 yaitu vaksinasi ND I yang dilakukan dengan cara dimasukkan
kedalam tubuh ayam melalui mata ayam dengan menggunakan botol
tetes. Mata dan lidah ayam akan berwarna biru yang menandakan vaksin
telah masuk ke tubuh ayam. Vaksinasi pada hari ke-10 yaitu vaksinasi
gumboro yang dilakukan dengan cara dimasukkan pada tubub ayam
dengan melalui air minum. Vaksin sebelumnya ditakar terlebih dahulu
sesuai dengan dosis kemudian dimasukkan dalam air minum ayam.
Vaksinasi hari ke-17 yaitu vaksinasi ND II yang dilakukan dengan cara
dimasukkan dalam tubuh ayam dengan cara disuntikan melalui bagian
dada sebelah kanan ayam sebanyak 0,5 mL.
Pengambilan data
Gain (g/ekor). Pencatatan gain dilakukan setiap minggu. Gain
dihitung dengan cara ayam ditimbang satu per satu dengan timbangan
kemudian bobot ayam yang diperoleh dikurangkan dengan bobot ayam
minggu sebelumnya.
Feed intake. Bobot pakan yang diberikan ditimbang terlebih
dahulu. Bobot pakan yang tersisa kemudian ditimbang. Bobot pakan yang

diberikan kemudian dikurangkan dengan bobot pakan sisa. Hasil


pengurangan bobot pakan tersebut adalah feed intake.
Water intake (ml).

water intske dicatat setiap hari dengn cara

jumlah pemberian minum dikurangi air yang tersisa dalam tempat minum.
Pemberian minum dilakukan setiap pagi dan sore hari pukul 07:00 WIB
dan 15:00 WIB.
Feed Convertion Ratio (FCR). FCR ayam dihitung dengan
membandingkan gain dan feed intake ayam selama satu minggu. Gain
yang diperoleh kemudian dibagi dengan feed intake. Hasil yang diperoleh
merupakan FCR dari ayam.
Panjang dan berat usus. Ayam disembelih kemudia dikeluarkan
organ dalamnya selanjutnya usus halus dipotong perbagian duodenum,
jejunum, ileum. Panjang dan berat tiap bagian diukur dan dicatat.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produktivitas
Data produktivitas ayam broiler yang telah dipelihara dapat dilihat
pada Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Data produktivitas ayam broiler
Parameter
Perlakuan
P6
P12
P18
P24
P30
P36
Feed Intake (g)
2454
1975,1
2454
2454
2454
1744,32
7
5
Water Intake (ml)
3516,5 3292,5 3480,3 3433,5
Gain (g)
1627.3
1456.6 1215.5 1302.4
1294.9
1244.19
3
4
8
3
FCR
1,37
1,35
1,29
1,32
1,07
1,14
Feed intake. Hasil feed intake perlakuan P6, P12, P18, P24 , P30
dan P30 yaitu masing-masing 2454 g, 1975,17 gram, 2454 gram, 2454
gram,dan 1744,325 gram. Menurut PT. Japfa Comfeed indonesia (2008)
standar feed intake rata-rata ayam broiler dipelihara selama 28 hari yaitu
1736 gram. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa pemeliharaan
ayam pada semua perlakuan lebih baik dari literatur.
3000
2500
2000
Feed Intake (gram)

1500
1000
500
0
1
Perlakuan

Grafik 1. Jumlah feed intake Lohman MB 202 pola 6


Dilihat dari data feed intake menunjukan perlakuan mana yang paling
tinggi dan perlakuan mana yang paling rendah. Apa yang menyebabkan

10

hal tersebut (menurut literatur). Kenapa p1 paling tinggi dan p6 paling


rendah. Sidadolog (2001) Konsumsi pakan ayam broiler dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain adalah kualitas pakan, metode pemberian
pakan,

kondisi

kesehatan

ayam,

temperatur

lingkungan,

bentuk

pemeliharaan dan tempat pakan.


Pengaruh pemberian pakan awal dapat menmpengaruhi apa
terhadap feed intake sehingga dapat meningkat atau menurun.
Water intake
Hasil water intake perlakuan P6, P12, P18, P24 , P30 dan P30
yaitu masing-masing 2454 g, 1975,17 gram, 2454 gram, 2454 gram,dan
1744,325 gram.Konsumsi air saat kegiatan praktikum sudah sesuai
dengan standar yang sudah ada.
Berikut merupakan tabel perbandingan water intake ayam berbagai
kelompok.
Tabel 2. Perbandingan Water Intake ayam selama pemeliharaan
Water Intake (mL/ekor/hari)
Minggu
Klp 7
Klp 11
Klp 15
Klp 16
Rata-rata
I
440
392,5
332,5
282,5
361,8
II
770
665
735
760
732,5
III
1078,3
985
1050
1174
1071,8
IV
1192
1250
1316
1300
1264,5
Total
3480,3
3292,5
3433,5
2832,5
3430,6
Berdasarkan tabel yang tersedia, maka apabila dilihat secara grafik
adalah sebagai berikut.

11

1400
1200
1000
Kelompok 7

800

Kelompok 11
Kelompok 15

600

Kelompok 16
400
200
0

II

III

IV

Grafik 2. Perbandingan Water Intake ayam selama pemeliharaan


Berdasarkan grafik tersebut, maka dapat dilihat bahwa feed intake
kelompok 15 kelompok 16 kelompok 11 kelompok 7. Kebutuhan air
pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaotu faktor ransum yang
diberikan, faktor lingkungan, kesanggupan menahan air, aktivitas ternak,
dan kondisi fisiologis ternak (Church dan Pond, 1998). Jumlah kebutuhan
air minum yang normal untuk ayam berumur 1 hingga 4 minggu berturutturut adalah 225, 480, 725, 1000 mL/ekor/minggu (National Research
Council, 1995). Penundaan penanganan dan pemberian pakan tidak
memberi pengaruh terhadap konsumsi air minum dan konversi pakan
(Hardianti, 2012).
Gain
Data kelompok 15 (P5) sebanyak 303,89 gram, kelompok 7 (P4)
gain ayam broiler sebanyak 406,83 gram, kelompok 11 (P3) sebanyak
323,6 gram, kelompok 13 (P6) sebanyak 364,16 gram, kelompok 16 (P2)
sebanyak 325,6 gram, dan kelompok 25 (P1) sebanyak 311,04 gram.
Berdasarkan data gain yang telah diperoleh, maka dapat diketahui bahwa
gain yang paling tinggi adalah pada kelompok 7 (P4) yaitu sebanyak
406,83 gram, sedangkan yang paling rendah adalah gain kelompok 15
(P5) yaitu 303,89 gram. Rata-rata pertambahan bobot badan ayam yang

12

dipelihara

mengalami

kenaikan.

PT.

Chaeron

Pokphand

(2006)

menyatakan bahwa pertambahan rata-rata bobot badan ayam broiler


dalam waktu 4 minggu adalah 356,3 gram. Hasil pertambahan bobot
badan pada saat praktikum tidak sesuai dengan literatur.
Manurung (2011) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pertambahan bobot badan adalah galur ayam, jenis kelamin, dan faktor
lingkungan. Pertambahan bobot badan ayam berlangsung sesuai dengan
kondisi fisiologis ayam, yaitu bobot badan ayam akan berubah ke arah
bobot badan dewasa. Perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid
yaitu meningkat perlahan-lahan kemudian cepat dan perlahan lagi atau
berhenti. Secara garis besar, terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan, yaitu interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Kemampuan genetik akan terwujud secara optimal apabila
kondisi lingkungan memungkinkan bagi ternak yang bersangkutan
sehingga penampilan yang diharapkan dapat tercapai.
Hardianti (2012) mengemukakan bahwa tingkat
ayam

pada pemberian pakan awal 12

berbeda

dengan

pertumbuhan

jam setelah menetas tidak

pemberian pakan awal 42

jam setelah menetas

namun, nyata lebih tinggi dibanding pemberian pakan awal 72 jam


setelah menetas. Penundaan penanganan dan pemberian pakan 72 jam
setelah menetas pertambahan berat badan lambat dan cenderung
menurun.

Ayam

pedaging

yang

terlambat

ditangani

akan

mengakibatkan pertambahan berat badannya cenderung semakin lebih


rendah dan tingkat pertumbuhannya lebih lambat.
Hardianti (2012) menyatakan bahwa penundaan penanganan dan
pemberian pakan 12 jam, 42 jam dan 72 jam setelah menetas tidak
memberi pengaruh (P>0,05) terhadap konversi pakan ayam ras pedaging.
Angka konversi ransum yang semakin

rendah merupakan salah satu

faktor keberhasilan dalam usaha ayam ras pedaging. Konversi ransum


sebaiknya rata-rata 2 atau bila kurang dari 2 lebih baik. Makin sehat ayam
ras pedaging semakin baik konversi pakannya. Ayam yang lebih sehat

13

akan lebih banyak jumlah pakan yang dikonsumsi untuk diubah menjadi
daging. Abidin (2002) menyatakan bahwa, faktor yang mempengaruhi
terhadap pertambahan berat badan adalah konsumsi pakan.

Gain
1800
1600
1400
1200

Gain

1000
800
600
400
200
0
1

Grafik 3. Gain ayam broiler total per ekor


FCR
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan diperoleh hasil
Tabel 3. FCR Ayam selama Pemeliharaan
Pemeliharan pada Minggu KeFCR
1
1,75
2
1,065
3
1,4
4
2,09
Total FCR selama Pemeliharaan
1,07
Tabel 4. FCR Lohman MB 202
Minggu keFCR
1
0,89
2
1,11
3
1,3
4
1,45
Sumber : PT Japfa (2008)
Hasil praktikum pemeliharaan unggas yang dilakukan, FCR ayam
minggu pertama yaitu 1,75, minggu kedua 1,065, minggu ketiga 1,4,
minggu keempat 2,09 dan FCR total pemeliharaan yaitu 1.07. PultryHub

14

(2016) menyatakan bahwa FCR broiler umur 21 sampai 43 dengan berat


rata-rata 2,3 kg adalah 1,85. Hasil yang diperoleh saat praktikum, FCR
ayam broiler 1,07 lebih rendah dibandingkan dengan literatur. Menurut
sumber dari PT . Japfa (2008) untuk karakteristik FCR pada Lohman MB
202 nilai FCR setiap minggunya sangat berbeda dengan hasil praktikum.
PT. Charoen Pokphand (2006) menyatakan bahwa FCR pada ayam
Lohman MB 202 yaitu 1,435. Yunilas (2005) menyatakan bahwa
perbedaan itu disebabkan karena terdapat faktor-faktor penyebeb
perbedaan FCR yaitu kondisi ayam, kondisi lingkungan, jenis ransum dan
cara pemeliharaan.
Tabel 5. FCR setiap Perlakuan
Perlakuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kelompok
25
16
11
7
15
13

FCR
1,37
1,35
1,29
1,32
1,07
1,14

FCR
1.5
1

FCR

0.5
0
P1

P2

P3

P4

P5

P6

Grafik 4. FCR setiap Perlakuan


Berdasarkan grafik diatas, FCR dari setiap perlakuan bisa diperoleh
hasil bahwa FCR yang baik yaitu perlakuan 5 yaitu pemberian pakan 30
jam setelah penetasan. FCR yang dihasilkan oleh kelompok 15 yaitu 1,07,
artinya untuk memproduksi 1 kg daging dibutuhkan 1,07 kg pakan.
Semakin kecil nilai FCR maka semakin baik konversi pakannya. FCR
15

yang dibutuhkan harus kecil karena berhubungan dengan pakan. Biaya


pakan pada umumnya 70% dari total produksi. Pemberian pakan 30 jam
setelah menetas, berdasarkan hasil yang diperoleh ternyata FCR-nya
lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Menurut The Poultry Club
(2016) bahwa DOC tidak membutuhkan makanan untuk 24 jam pertama
setelah menetas karena mereka masih menyerap terakhir dari kuning
telur. DOC di periode ini sedang istirahat karena semua energi dibutuhkan
untuk keluar dari cangkang telur. Berdasarkan literatur tersebut bisa
diketahui bahwa selama 30 jam ketika ayam belum diberi pakan, ternyata
ayam memanfaatkan kuning telur yang masih tersisa dari telur sebelum
menetas.

16

Perkembangan Usus Halus


Kinerja perkembangan usus ayam broiler yang telah dipelihara
dapat dilihat pada Tabel 2. Di bawah ini.
Tabel 6. Perkembangan Usus Ayam Broiler
Minggu
ke 1
2
3
4

Duodenum
Panjang
Berat
(cm)
(g)
14
1.53
17
2.69
20
2.50
21
5.69

Jejunum
Panjang
Berat
(cm)
(g)
29
3.46
39.5
6.92
42
6.25
47
13.29

Ileum
Panjang
Berat
(cm)
(g)
23
2.2
28
4.33
34
5.16
39
9.24

Berdasarkan tabel, diketahui bahwa panjang duodenum dari


minggu ke-1, 2, 3, 4 pemeliharaan adalah 14 cm, 17 cm, 20 cm, dan 21
cm. Berat duodenum dari minggu ke-1, 2, 3, 4 pemeliharaan adalah 1.53
gr, 2.69 gr, 2.50 gr, dan 5.69 gr. Panjang jejunum dari minggu ke-1, 2, 3, 4
pemeliharaan adalah 29 cm, 39.5 cm, 42 cm, dan 47 cm. Berat jejunum
dari minggu ke-1, 2, 3, 4 pemeliharaan adalah 3.46 gr, 6.92 gr, 6.25 gr,
dan 13.29 gr. Panjang ileum dari minggu pertama pemeliharaan hingga
minggu keempat adaah 23 cm, 28 cm, 34 cm, dan 39 cm. Berat ileum dari
minggu pertama pemeliharaan hingga minggu keempat pemeliharaan
adalah 2.2 gr, 4.33 gr, 5.16 gr, dan 9.24 gr.
Kemampuan pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan dapat
dipengaruhi oleh luas permukaan epithel usus, jumlah lipatan-lipatannya,
dan banyaknya vili dan mikrovili yang memperluas bidang penyerapan
dan dipengaruhi juga oleh tinggi dan luas permukaan vili, duodenum,
jejunum, dan ileum. Selanjutnya, luas penampang usus halus dapat juga
berpengaruh terhadap kemampuan pencernaan dan penyerapan zat-zat
makanan. Luas penampang usus halus dipengaruhi oleh panjang dan
lebarnya. Pertambahan berat dan panjang usus halus disertai juga oleh
pertambahan besar rongga di dalam usus halus, dan pertambahan luas
permukaan usus halus. Usus halus broiler yang bertubuh berat adalah
lebih panjang dan lebih luas bidang absorpsinya dibanding dengan usus
17

halus unggas yang bertubuh lebih ringan. Variasi dalam ukuran-ukuran


fisik usus halus ternyata berpengaruh pada variasi-variasi dalam ukuran
berat hidup. Variasi dalam ukuran-ukuran fisik usus halus dapat
berpengaruh pada kapasitas dan potensi usus halus dalam mencerna dan
menyerap zat-zat makanan bagi keperluan tubuh. Luas intestinum yang
lebih besar dapat lebih memperbesar volume makanan yang ditampung,
dicerna, dan diserap oleh pembuluh darah vena portae dan lalu diangkut
ke hepar. Dengan demikian, luas penampang usus halus merupakan
salah satu faktor penting yang berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan
unggas yang tergolong tipe berat. Luas penampang usus halus
dipengaruhi oleh ukuran panjang dan lebarnya (Ibrahim, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh saat praktikum panjang dan berat
duodenum, jejunum, dan ileum mengalami pertambahan ukuran dari awal
pemeliharaan hingga minggu keempat. Pertambahan ukuran tersebut
dipengaruhi oleh faktor pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Jones dan
Taylor (2001) yang menyatakan bahwa panjang usus halus dapat
bertambah akibat ayam broiler diberi ransum yang banyak mengandung
serealia dan serat yang tinggi. Ibrahim (2008) menyatakan bahwa
pemberian grit untuk broiler secara bebas atau voluntarily dalam feeder
yang lain dapat juga menambah panjang usus halus, meskipun sedikit
atau tidak berpengaruh pada berat hidup. Pemberian ransum dalam
choice feeding system dapat memacu perkembangan tractus digestivus
ternak unggas.
Perkembangan usus halus terutama sekali perkembangan organ
fungsional intestinum itu sendiri dalam umur dini dari periode post
hatching anak-anak ayam. Dalam periode ini terjadi satu perubahan yang
cepat dalam fungsi intestinum, panjang intestinum bertambah lebih kurang
empat kali dari panjangnya dari mulai saat menetas hingga berumur 28
hari, sementara perkembangan panjang jejunum dan ileum adalah sama
selama sempat minggu pertama. Penambahan kecepatan pertumbuhan
tractus digestivus anak-anak ayam itu dengan segera setelah menetas,

18

menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan dalam perkembangan


organ-organ ini. Kemudian, pertambahan tractus digestivus dan fungsi
pencerna pada anak unggas yang baru menetas tidak berkembang
dengan penuh. Pertambahan umur anak-anak ayam diikuti secara
konsisten oleh pertambahan ukuran panjang usus halus. Anak-anak ayam
yang berumur 20 hari memiliki panjang usus, panjang duodenum, dan
panjang jejunum/ileum 85 cm, 22 cm, dan 49 cm secara berturut-turut.
Kemudian pada umur 1,5 tahun, panjangnya adalah 210 cm, 20 cm, dan
120 cm. Volume tractus digestivus adalah suatu faktor pembatas dalam
konsumsi makanan, terutama bagi anak-anak ayam tipe pedaging
(Ibrahim, 2008).
Ukuran panjang usus pada minggu ketiga atau pada umur 20 hari
yaitu 96 cm. Panjang duodenum pada umur 21 hari yaitu 20 cm. Panjang
jejunum pada umur 21 hari yaitu 42 cm, sedangkan panjang ileum yaitu 34
cm. Panjang usus secara keseluruhan tidak sesuai dengan literatur.
Panjang usus halus berada di atas ukuran normal. Lalu panjang
duodenum, jejunum, dan ileum berada di bawah ukuran normal.

19

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pemberian pakan dengan perlakuan 5 memberikan performa yang terbaik
pada ayam broiler dibandingkan dengan perlakuan lain. FCR dan feed
intake perlakuan 5 lebih rendah dibandingkan perlakuan lain serta gain
perlakuan 5 berada di urutan ke tiga. Water intake ayam berada diurutan
ketiga. Perkembangan pertumbuhan ayam perlakuan 5 sangat bagus jika
dilihat dari feed intake dan FCR ayam. Perkembangan saluran percernaan
ayam dengan perlakuan 5 juga menunjukkan pertumbuhan setiap
minggunya.
Saran
Ketika praktikum, tidak usah ada pembagian waktu kegiatan
praktikum dalam satu shift yang sama. Setiap acara praktikum hendaknya
diberi waktu 2 hari agar praktikan bias bertukar jadwal bila ada praktikum
yang berbenturan.

20

Daftar Pustaka
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Angromedia Pustaka.
Jakarta.
Achmanu, M. dan Rachmawati, R. (2011) Meningkatkan Produksi Ayam
Pedaging Melalui Pengaturan Proporsi Sekam, Pasir Dan Kapur
Sebagai Litter. .J. Ternak Tropika 12: 38- 45.
Anang, Asep dan Suharyanto. 2009. Panaen Ayam Kampung dalam 7 Minggu
Bebas Flu Burung. Penebarswadaya. Jakarta

Church & Pond. 1988. Basic Animal Nutrition dan Feeding. 4th Edition.
John Wiley and Sons Inc, New York, USA.
DMello, J.P.F., 2003. Responses of growing poultry to amino acids. In:
DMello, J.P.F. (ed) Amino Acids in Farm Animal Nutrition. CAB
International, Wallingford, UK, pp: 237-263.
Djaenudin, M. 2001. Beternak Ayam Kampung Secara Sehat. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ensminger, M.E. 2002. Poultry Science.The 3rd Edition. Interstate
Publisher, Inc. Danville, Illionis.
Fadilah, Roni. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah
Tropis. Jakarta. Agromedia Pustaka.
Hardianti. 2012. Pengaruh Penundaan Penanganan Dan Pemberian
Pakan Sesaat Setelah Menetas Terhadap Performans Ayam Ras
Pedaging. Skripsi Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin.
Makasar.
Hardjosworo dan Rukminasih. 2000. Peningkatan Produksi Ternak
Unggas. Arta Pustaka. Jakarta.
http://www.poultryclub.org/eggs/after-hatching/ diakses pada 13 April 2016
pukul 16.30 WIB
http://www.poultryhub.org/family-poultry-training-course/trainersmanual/broiler-production/ diakses pada 13 April 2016 pukul 16.00
WIB
Ibrahim, Sulaiman. 2008. Hubungan Ukuran-Ukuran Usus Halus Dengan
Berat Badan Broiler. Agripet : Vol (8) No. 2: 42-46.
Ichwan, W.W.M. 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Angromedia
Pustaka. Jakarta.
Jones, G.P.D. and Taylor, R.D., 2001. The incorporation of whole grain into
pelleted broiler chicken diets: Production and physiological
responses, Br. Poult. Sci. 42:477-483.

21

Manurung, E. J. 2011. Performa Ayam Broiler pada Frekuensi dan Waktu


Pemberian Pakan yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Murni, M.C.. 2009. Mengelola Kandang dan Peralatan Ayam Pedaging.
Departemen Peternakan. Cianjur.
National Research Council. 1995. Nutrient Requirments of Poultry. 9th
Revised Edition. National Academy Press. Washington, D.C.
Nuriyasa, I M. dan Astiningsih, N.K. 2002. Pengaruh Tingkat Kepadatan
Ternak dan Kecepatan Angin dalam Kandang terhadap Tabiat
Makan Ayam Pedaging. Majalah Ilmiah Peternakan. Fakultas
Peternakan Unud. Vol: 3. No: 5.
PT. Charoen Pokphand Indonesia. 2006. Manajemen broiler modern. Kiatkiat memperbaiki FCR. Technical Service dan Development
Departement, Jakarta.
PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008. Broiler Management Program.
Jakarta.
Ramli, N., Suci, D.M., and Aditya, C.B., 2004. Penampilan Ayam Broiler
yang Diberi Protein Sel Tunggal (PST) Sebagai Sumber Protein
Pengganti Tepung Ikandalam Pakan. Media Peternakan, Desember.
pp.129-133.
Rasyaf, M. 2000. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keempat Belas.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1995. Bahan Makanan Ternak Limbah Pertanian dan
Industri. BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Santoso, U. 2002. Pengaruh Tipe Kandang dan Pembatasan Pakan di
Awal Pertumbuhan terhadap Performans dan Penimbunan Lemak
pada Ayam Pedaging Unsexed. JITV 7(2): 84-89.
Sidadolog, J. H.P. 1999. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sidadolog,J.H.P., 2001. Manajemen Ternak Unggas. Laboratorium Ilmu
Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Sulistyonigsih, 2004. Avian spare yolk and its assimilation. Auk 61:235
241.

22

Sugiarto, Bagus. 2008. Performans ayam broiler dengan pakan komersial


yang mengandung tepung kemangi (Ocimum basilicum). Skripsi
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tantalo, S. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler yang
Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol.
X12. No.3.
Tillman, A. D., H., Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S.
Prawirokusumo dan
S.Lebdosoekodjo. 2001. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Cetakan
Kelima.Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Wahyu, T. 2003. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Wihandoyo., Heru S., Sri S., dan Tri Y. 2008. Industri Ternak Unggas.
Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yunilas. (2005) Performans Ayam Broiler Yang Diberi Berbagai Tingkat
Protein Hewani Dalam Ransum. Jurnal Agribisnis Peternakan,
Vol.1, No.1.
Yunus, R. 2009. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam
Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi
Sulawesi Tengah. Tesis. Undip. Semarang.

23

LAMPIRAN
Perhitungan FCR
FI total selama pemeliharaan

= 1754,45 gram/ekor

Gain total selama pemeliharaan = 3609 gram


Jumlah ayam yang dipelihara

= 3 ekor

FCR = FI total selama pemeliharaan x Jumlah ayam yang dipelihara


Gain total selama pemeliharaan
FCR = 1754,45 x 3
3609
FCR = 1,07

24

Anda mungkin juga menyukai