ABSTRAK
Kebutuhan protein hewani di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat bahwa protein hewani sangatlah
penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Salah satu sumber protein hewani adalah
daging. Sumber daging yang paling banyak dikonsumsi adalah daging ayam. Untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani perlu adanya keberadaan peternakan ayam
pedaging, dimana ayam pedaging memiliki waktu pertumbuhan yang relatif cepat dan
masa panen yang singkat. Keberhasilan peternakan untuk memproduksi ayam pedaging
yang berkualitas, dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan pakan dan pemeliharaan
yang baik. Pakan yaitu semua bahan yang dapat dimakan, dicerna, diserap, dan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak. Salah satu contoh pengaplikasiannya
adalah pemberian senyawa kromanon deamina sebagai bahan tambahan dalam pakan.
Setelah ayam disembelih, daging ayam akan mengalami perubahan fisiologis secara 3
fase yaitu pre rigor, rigor mortis, dan pasca rigor, dimana ketiga fase tersebut
berpengaruh terhadap kualitas daging yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektivitas kromanon deamina sebagai bahan tambahan dalam pakan
ayam broiler terhadap waktu rigor mortis daging bagian dada ayam broiler setelah
penyembelihan dan perubahan fisiologis selama proses rigor mortis. Dosis kromanon
deamina yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0cc/kg (kontrol); 0,025cc/kg;
0,05cc/kg; 0,075cc/kg; 0,1cc/kg dan 0,125cc/kg pada pakan ayam broiler selama
pemeliharaan. Ayam broiler yang memiliki umur 4 minggu dipanen dan diambil daging
bagian dada. Bagian dada tersebut dipisahkan dari tulangnya kemudian dianalisis
perubahan fisiologisnya dengan parameter kadar glikogen, pH, kadar air, aktivitas air
(Aw), daya ikat air (DIA) dan tekstur selama fase prerigor, rigor, dan pasca rigor.
Kata kunci : kromanon, dada, ayam broiler, pre rigor, rigor, pasca rigor
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini, kebutuhan protein hewani di Indonesia sangat tinggi, hal itu ditandai dengan
bertambahnya jumlah penduduk serta meningkatnya kesadaran masyarakat bahwa
protein hewani sangatlah penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Protein hewani
sangat berguna bagi kesehatan tubuh manusia, hal tersebut dikarenakan protein hewani
mengandung asam-asam amino esensial yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh
manusia untuk menunjang kebutuhan pokoknya (Bahri dkk., 2005). Salah satu sumber
protein hewani yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah daging, hal ini
dikarenakan daging mempunyai kandungan zat gizi yang tinggi. Sumber daging yang
paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah ayam. Ayam yang
dagingnya banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia ada 3 jenis yaitu ayam
kampung, ayam broiler (ras pedaging), dan ayam ras petelur (Dewayani dkk, 2015).
Kebutuhan daging ayam di Indonesia semakin meningkat dibandingkan daging lain,
dikarenakan daging ayam lebih murah, rendah lemak, kaya protein, mudah diolah
menjadi produk bernilai tinggi, mudah disimpan, dan mempunyai rasa yang dapat
diterima semua kalangan (Nareswari, 2006). Salah satu solusi yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia yaitu keberadaan
peternakan ayam pedaging, dimana ayam pedaging memiliki waktu pertumbuhan yang
relatif cepat dan masa panen yang singkat. Keberhasilan peternakan untuk memproduksi
ayam pedaging yang berkualitas, dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu penyediaan bibit
unggul, terpenuhinya kebutuhan pakan dan pemeliharaan yang baik (Ahmad et al.,
2018). Pakan merupakan semua bahan yang dapat dimakan, dicerna, diserap, dan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak serta meningkatkan produktivitas secara
optimal. Jumlah konsumsi pakan dan kandungan zat-zat yang ada dalam pakan, harus
diperhatikan dengan baik, karena sangat berpengaruh terhadap kualitas daging yang
dihasilkan.
Pemotongan ayam merupakan suatu proses mengubah ayam hidup menjadi karkas
ayam. Karkas merupakan bagian daging ayam tanpa darah, bulu, kepala, kaki, dan
jeroan (organ dalam), yang diperoleh dari hasil pemotongan ayam yang dilakukan
dengan baik dan benar. Berat karkas pada ayam memiliki persentase yang bervariasi
yaitu rata-rata antara 65% (jantan) dan 75 % (betina) dari berat hidup. Karkas yang
sehat dan bermutu, diperoleh dari ayam hidup yang sehat. Ayam sehat memiliki
beberapa karakteristik seperti mata waspada dan aktif, bulu halus, serta tulang dada
sempurna dengan daging dada yang montok dan penuh. Proses pemotongan dilakukan
dalam ruangan yang sama, mulai dari tahap penyembelihan hingga tahap pengemasan
atau ayam siap dibawa ke pasar. Menurut Koswara (2009), ada beberapa tahapan proses
pemotongan ayam yang dilakukan untuk memperoleh karkas yaitu dimulai dari tahap
pemeriksaan ayam hidup, penyembelihan, penuntasan darah, perendaman air panas atau
penyeduhan, pencabutan bulu, dan dressing (pemotongan kaki, pengambilan jeroan, dan
pencucian).
1.2.4. Glikogen
Glikogen yaitu sumber polisakarida utama pada sel hewan yang terletak pada semua
jaringan tubuh diantaranya jaringan otot. Banyak sedikitnya jumlah glikogen dalam
berbagai jaringan dipengaruhi oleh ketersediaan glukosa dan kebutuhan energi. Menurut
(Baynes (2005) dalam Fathoni dkk. (2018), kadar glikogen lebih banyak terdapat di hati
(3-5%) daripada di otot (0,5-1%), tetapi jumlah glikogen seluruhnya lebih banyak di
otot karena massa otot lebih banyak. Glikogen merupakan hasil akhir dari proses
pemecahan glukosa dalam tubuh yang tersimpan dalam otot dan hati sebagai cadangan
energi. Glukosa merupakan karbohidrat atau zat pati yang telah melalui rangkaian
proses metabolisme dalam tubuh sampai membentuk glukosa sebagai cadangan pati.
Menurut Arsana (2016) dalam Fathoni dkk. (2018), glukosa adalah biomolekul yang
memiliki peranan penting dalam pembentukan energi untuk sel-sel di seluruh tubuh
secara keseluruhan. Menurut Forrest et. al., 1975 dalam Anggraeni (2005), karbohidrat
dalam daging ayam terdapat dalam bentuk glikogen dan asam laktat. Kadar glikogen
kurang dari 1% sedangkan asam laktat merupakan hasil utama dari proses glikolisis
glikogen pada fase postmortem dan ketika ayam disembelih.
1.2.5. pH
Hewan yang masih hidup memiliki pH daging yang berkisar antara 6,7–7,2. Setelah
pasca mortem, akan terjadi penurunan pH, dikarenakan adanya penimbunan asam laktat
dalam jaringan otot akibat proses glikolisis secara anaerobik. Penurunan pH daging
ayam akan mencapai nilai 5,8-5,9 setelah melewati fase pasca mortem selama 2-4 jam.
Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen dalam otot habis.
Daging post mortem memiliki pH ultimat normal 5,5 yang sesuai dengan titik
isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein miofibril. Perubahan pH
setelah hewan disembelih dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsik meliputi spesies, tipe otot dan variasi lainnya dari ternak, sedangkan
faktor ekstrinsik meliputi penanganan ternak sebelum dipotong dan suhu penyimpanan
daging. Jika suhu penyimpanan tinggi, maka laju penurunan pH karkas setelah
disembelih akan berlangsung cepat, sedangkan suhu penyimpanan rendah maka laju
penurunan pH berlangsung lambat. Nilai akhir pH pada rentang 5,1-6,1, akan membuat
struktur daging menjadi lebih terbuka, sedangkan nilai akhir pH pada rentang 6,2–7,2
akan menghasilkan struktur daging yang tertutup dan kompak, berwarna merah gelap,
dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan mikroba. Jika pH rendah, maka daging
akan berwarna pucat, flavor hambar, dan memiliki daya awet yang baik sehingga tidak
memungkinkan terjadinya pertumbuhan mikroba (Hermanianto, 2008).
1.2.9. Tekstur
Tekstur daging merupakan bagian luar daging yang berfungsi untuk mengetahui kasar
atau halusnya suatu daging, tekstur berhubungan dengan keempukan pada daging.
Tekstur daging dapat diketahui dengan 2 cara yaitu menggunakan indera penglihatan
secara langsung dan nilai shear force daging. Apabila nilai shear force daging tinggi
maka daging tersebut alot, sedangkan nilai shear force daging rendah, maka daging
tersebut empuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur daging adalah kandungan
jaringan ikat serta ukuran berkas otot dan keaktifan enzim kalpain yang merupakan
enzim proteolitik yang ada pada daging yang dipengaruhi oleh tingkat keasaman dari
produk pangan (Jengel, 2016). Tekstur daging menjadi faktor penentu terhadap kualitas
daging yang dihasilkan. Menurut Merthayasa (2015), faktor yang mempengaruhi tekstur
daging ada 2 faktor yaitu faktor ante mortem dan faktor post mortem. Faktor yang
berasal dari fase ante mortem meliputi genetik dan termasuk bangsa, spesies dan
fisiologi, faktor umur, jenis kelamin dan stress. Sedangkan faktor post mortem meliputi
metode pelayuan (chilling), refrigerasi dan pembekuan termasuk faktor lama dan
temperatur penyimpanan serta metode pengolahan termasuk metode pemasakan dan
penambahan bahan pengempuk.
2. METODELOGI PENELITIAN
2.2. Alat
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah gasolec, tempat pakan, tempat air
minum, lingkar pembatas (chickguard), lampu, tirai penutup, ember, timbangan, koran,
unit pemanas, thermometer, sekam padi, kapur, pisau, talenan, stopwatch, beaker glass,
mortar dan alu, pengaduk, labu takar, corong, gelas arloji, timbangan digital, meat pH
meter, oven, desikator, nampan, waterbath, penjepit kayu, cawan porselin, penjepit
cawan porselin, sentrifuge, tabung sentrifuge, spektrofotometer, vorteks, Aw meter dan
LLOYD texture analyzer.
2.3. Bahan
Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah 400 ekor ayam broiler umur dua
hari (day old chick/DOC-2) strain Cobb galur CP 707 yang dari PT. Charoen Pokphand
Indonesia tanpa dilakukan pemisahan antara jantan dan betina, air minum yang berasal
dari sumber air dalam di sekitar lokasi kandang, pakan komersial untuk ayam broiler
dari PT. Charoen Pokphand Indonesia, suplementasi kromanon deamina sesuai tingkat
perlakuan yang dilakukan, daging ayam broiler bagian dada, larutan buffer pH 4 dan 7,
larutan KOH 30%, larutan anthrone 0,2%, asam sulfat 95%, etanol, larutan NaCl jenuh,
dan aquades.
2.4. Metode
2.4.1. Desain Penelitian
Dilakukan pengujian kadar glikogen, pH, kadar air, aktivitas air, daya ikat air,
dan tekstur.
2.4.3. Pengujian pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan meat pH meter. Sebelum digunakan,
pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4 dan 7.
Setelah dikalibrasi, meat pH meter kemudian ditusukkan dalam sampel dan dibiarkan
hingga angka yang tertera pada pengukuran digital tidak berubah lagi. Setelah selesai
digunakan, katoda meat pH meter dibilas dengan aquades dan dikeringkan sebelum
digunakan lagi (Hajrawati, 2016). Pengukuran pH dilakukan terhadap daging ayam
bagian dada setelah penyembelihan setiap 3 jam sekali.
3. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., Rehana Rehman, Saida Haider, Zehra Batool, Fatima Ahmed, Saad Bilal
Ahmed, Tahira Perveen, Sahar Rafiq, Sadia Sadir, Sidrah Shahzad. (2018).
Quantitative and qualitative assessment of additives present in broiler chicken feed
and meat and their implications for human health. Journal of the Pakistan Medical
Association. Aga Khan University Hospital, Karachi.
Anggitasari, S., Osfar Sjofjan, dan Irfan Hadji Djunaidi. (2016). Pengaruh Beberapa
Jenis Pakan Komersial Terhadap Kinerja Produksi Kuantitatif Dan Kualitatif Ayam
Pedaging. Buletin Peternakan Vol. 40 (3): 187-196, ISSN-0126-4400, E-ISSN-
2407-876X. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.
Anggraeni, Y. (2005). Sifat Fisik Daging Dada Ayam Broiler Pada Berbagai Lama
Postmortem Di Suhu Ruang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bourne, M.C. (2002). Food Texture and Viscosity Concept and Measurement Second
Edition. Academic Press. London.
Dewayani, R.E., Halim Natsir dan Osfar Sjofjan. (2015). Pengaruh Penggunaan Onggok
Dan Ampas Tahu Terfermentasi Mix Culture Aspergillus niger dan Rhizopus
oligosporus Sebagai Pengganti Jagung Dalam Pakan Terhadap Kualitas Fisik
Daging Ayam Pedaging. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Hal 9-17,
Vol.10, No.1, ISSN:1978 – 0303.
Fathoni, N., M. Anwar Djaelani dan Sri Isdadiyanto. (2018). Glikogen Otot Rangka
Ayam Broiler (Gallus gallus) setelah Pemberian Teh Kombucha dalam Air Minum.
Departemen Biologi Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Gumilar, J. (2011). Pengaruh Berbagai Jenis Daging (Ayam, Babi, Dan Sapi) Dan Fase
Postmortem (Pada Daging Babi) Terhadap Kualitas Dan Mikrostruktur Surimi
(Surimi Like Material/SLM). Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
Hajrawati, Fadliah M., Wahyuni, I. I. Arief. (2016). Kualitas Fisik, Mikrobiologis, dan
Organoleptik Daging Ayam Broiler pada Pasar Tradisional di Bogor. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan Vol. 04 No. 3. Depaetemen Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,IPB.
Hardini, Sri Y.P.K. (2004). Pertumbuhan Awal Ayam Merawang yang Dipelihara
bersama Ayam Broiler. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi, Vol.5 No.1,
Jurusan Biologi FMIPA universitas Terbuka.
Hermanianto, Joko and Nurwahid, Mochamad and Azhar, Elfizar. (2008). Pengetahuan
Bahan Daging dan Unggas. Universitas Terbuka, Jakarta, pp. 1-64. ISBN
9790110111.
Jengel, E.N., E.H.B. Sondakh, F.S. Ratulangi, C.K.M. Palar. (2016). Pengaruh Lama
Perendaman Menggunakan Cuka Saguer Terhadap Peningkatan Kualitas Fisik
Daging Entok (Chairina moschata). Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 36 No.
1 : 105 – 112, ISSN 0852 -2626. Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Kosim, A., T. Suryati, A. Gunawan. (2015). Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan
Dendeng Daging Sapi dengan Penambahan Stroberi (Fragaria ananassa) sebagai
Bahan Curing. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, ISSN 2303-
2227 Vol.3 No.3. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Merthayasa, J.D., I Ketut Suada, Kadek Karang Agustina. (2015). Daya Ikat Air, pH,
Warna, Bau dan Tekstur Daging Sapi Bali dan Daging Wagyu. Indonesia Medicus
Veterinus 4(1): 16–24, ISSN : 2301-7848. Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Udayana, Denpasar.
Purnamasari, E., M. Zulfahmi dan I. Mirdhayati. (2012). Sifat Fisik Daging Ayam
Petelur Afkir Yang Direndam Dalam Ekstrak Kulit Nenas (Ananas Comosus L.
Merr) Dengan Konsentrasi Yang Berbeda. Jurnal Peternakan Vol 9 No 1, ISSN
1829 – 8729. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau.
Seifter, S., Dayton S. (1950). The estimation of glycogen with the anthrone reagent.
Arch Biochem. 25(1):191–200.
Suradi, K. (2006). Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama
Penyimpanan Temperatur Ruang (Change of Physical Characteristics of Broiler
Chicken Meat Post Mortem During Room Temperature Storage). Jurnal Ilmu
Ternak, Vol.6 No.1, 23–27. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
Wulandari, A., Sri Waluyo, dan Dwi Dian Novita. (2013). Prediksi Umur Simpan
Kerupuk Kemplang Dalam Kemasan Plastik Polipropilen Beberapa Ketebalan.
Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 2: 105-114.
Zulfahmi, M. (2010). Daya Ikat Air, Kadar Air, Ph Dan Organoleptik Daging Ayam
Petelur Afkir Yang Direndam Dalam Ekstrak Kulit Nenas (Ananas comosus L.
Merr) Dengan Konsentrasi Yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Peternakan,
Fakultas Pertanian Dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau, Pekanbaru.