Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging ayam merupakan bahan pangan asal ternak yang digemari
oleh masyarakat karena gizinya tinggi, harganya tergolong murah dan penting
untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (Delfita rina, 2013). Kehalalan
dan keamanan asal ternak harus di perhatiakan, mulai dari proses pemotongan
hinga dikonsumsi oleh konsumen. Sebagaian masyarakat kurang begitu
memahami tentang keamanan pada pangan termasuk pada daging ayam,
kondisi ini cukup memprihatinkan, karena daging ayam merupakan salah satu
bahan pangan yang mudah rusak dan sangat mudah terkontaminasi bakteri.
Selain keamanan pangan, produk makanan juga harus halal termasuk
pada daging ayam boiler yang di konsumsi, sesuai dengan UU No 33 2014
terkait jaminan produk halal, yang dimana pada pasal 4 di terangkan bahwa
produk yang masuk dan beredar di Indonesia harus bersertifikasi halal, oleh
karena itu kehalalan pada produk sangat penting termasuk pada daging ayam
boiler karena ada beberapa titik kritis seperti pada penyembelihannya.
Kehidupan seorang muslim berkaitan erat dengan konsep halal dan
haram. Konsep ini bersifat menyeluruh karena tidak hanya di aplikasikan
pada makanan dan minuman, namun juga memperoleh nafkah, tata cara
berpakayan dan berkomunikasi dengan mahluk hidup lainnya (Riaz dan
Chaudry, 2004).
Makanan merupakan salah satu yang sangat di perhatikan dalam agama islam, dan
makananan yang sifatnya halal. Dalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat 168, berbunyi :

Artinya :”Wahai manusia, makanlah apa-apa yang saja yang ada dipermukaan bumi ini yang
halal lagi baik. Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya
setan itu adalah musuh kamu yang nyata” (QS al-baqarah : 168).
Selain dari penyembelihan ayam, pengeluaran darah pada ayam juga sangat penting
untuk di perhatikan, karena penyembelihan ayam menurut islam yang sempurna yaitu dengan
memotong oesophagus, Trachea, Vena jagularis, dan arteri carotis sampai putus sehingga
darah dapat pengucur keluar sampai habis. Dan apabila pengeluaran darah tidk sempurna
darah akan mengendap pada daging, sedangkan darah merupakan salah satu yang haram
untuk dikonsumsi. Untuk mengetahui pengeluaran darah dilakukan secara sempurn,
dilakukan uji Malachite Green.
Metode pengujian yang digunakan dalam diteksi daging bangkai yaitu metode
Malachite Gree (MG).Penelitian ini merupakan modifikasi dari uji malachite green (MG)
yang digunakan untuk pengujian kesempurnaan pengeluaran darah pada pemotongan hewan
sapi, Pada dasarnya MG berkompetisi dengan hemoglobin (Hb) untuk mengikat oksigen.
Karena Hb mempunyai afinitas lebih tinggi duri MG, maka Hb akan mengikat Oksigen lebih
dahulu. Pengeluaran darah positif (+) tidak sempurna jika latutan campuran ekstrak daging, 1-
1202 (3%) dan MG (2%) berwarna hijau keruh, sedang hasil negatif sempurna jika larutan
berwarna hijau-biru jemih (Anonim, 1996b).
Mengingat Hb mempakan faktor penting dalam uji MG, dan daging ayam merupakan
daging putih yang memiliki jumlah mioglobin (heme) jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan daging sapi (daging merah) (Forrest dkk„ 1975 dan Libby, 1975), maka konsentrasi
ekstrak daging harus ditingkatkan untuk mendapatkan jumlah mioglobin (heme) lebih
banyak, Konsentrasi H2O2 dan MG juga perlu disesuaikan dengan konsentrasi ekstrak
daging.Perubahan warna dalam uji MG terhadap daging bangkai yang telah busuk
kemungkinan juga dipengaruhi adanya H2S yang membentuk mioglobin menjadi
sulf•mioglobin.Selanjutnya sulf-mioglobin berikatan dengan MG membentuk warna hijau
(Lawrie, 1995).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan
untuk menganalisis faktor titik kritis dan uji Malachite Green untuk menentukan status
halal ayam potong di tempat pemotongan ayam Kecamatan Menes.

1.2 Pembatas Masalah


Agar penelitian memiliki arah dan ruang lingkup yang jelas, maka perlu adanya suatu

pembatas masalah. Adapun pembatas masalah sebagai berikut:

1. Subjek penelitian adalah deteksi apakah objek penelitian( daging ayam ) disembelih

dengan halal atau tidak ?

2. Subjek penelitian adalah analisa apakah objek penelitian ayam broiler mengalami

pengeluaran darah secara sempurna atau tidak ?

3. Subjek penelitian adalah analisa apakah objek penelitian karkas daging ayam broiler

tercemar mikroba atau tidak ?

1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :


1. Bagaimana deteksi salah satu titik kritis kehalalan pada teknik Penyembelihan ayam

broiler di TPA Kecamatan Menes

2. Apakah daging ayam yang di sembelih megeluarkan darah secara sempurna ?

3. Apakah karkas ayam tercemar mikroba ?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengevaluasi pemotongan ayam broiler di 4 TPA di wilyah Kecamatan Menes sesuai

dengan syariat islam

2. Menguji pengeluaran darah dari ayam broiler tersebut dengan menggunakan uji

Malachite Green

3. Melihat kualitas penanganan terhadap kontaminasi Escherichia Coli pada karkas

ayam broiler.

1.5. Lokasi

Lokasi pengambilan sampel yang di teliti yaitu di daerah Kecamatan Menes, Kabupaten

Pandeglang. Populasi sampel diambil di TPA ( Tempat Pemotongan Ayam ) Kecamatan

Menes.

1.1 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat tentang

keamanan dari kehalalan Daging ayam yang beredar di kecamatan menes. Sehingga

masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam mengkonsumsi daging ayam boiler.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ayam Boiler
Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat penting,
sehingga ketersediannya harus selalu terjamin baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Hampir semua lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi daging ayam broiler sebagai sumber
protein hewani. Hal ini disebabkan daging ayam merupakan salah satu pangan yang mudah
diperoleh, harganya cukup terjangkau, dan mudah cara pengolahannya. Hal tersebut
menjadikan daging ayam selalu dibutuhkan dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat,
sehingga permintaannya terus meningkat (Pratama et al., 2015)

Daging ayam broiler merupakan salah satu bahan pangan yang cukup popular dan
banyak diminati oleh masyarakat. Daging ayam biasanya dijual di pasar-pasar dalam bentuk
karkas ayam yang utuh, potongan karkas, maupun dalam bentuk fillet. Karkas ayam
merupakan bagian tubuh ayam yang telah dilakukan penyembelihan secara halal dan telah
dilakukan pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, paru-paru serta ginjal, sehingga didapatkan
daging ayam tanpa kepala, leher, dan kaki (SNI, 2009).
Menurut Badan Pusat Statistik (2015). konsumsi rata-rata per kapita daging ayam
pada tahun 2012 mencapai 0.076 kg, tahun 2013 mencapai 0,078 kg dan tahun 2014
mencapai 0,086 kg. Meningkatnya permintaan daging ayam diikuti dengan semakin
maraknya kasus-kasus negative menyangkut penjualan daging ayam.
Daging ayam biasanya dijual kepada konsumen dalam bentuk karkas utuh, belahan
karkas kiri dan kanan, seperempat karkas, atau potongan-potongan.Potongan komersial
ayam broiler meliputi kaki, paha, paha atas, dada, punggung dan sayap.Komposisi nutrisi
daging ayam dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1.Komposisi Nutrisi Daging Broiler.


Komponen Nutrisi Jumlah (%)
Air 25
Protein 21
Lemak 3
Mineral 1
Vitamin Kurang dari 1
Karbohidrat Kurang dari 1
Sumber : Soeparno (1994)

2.2 Proses Penyembelihan Halal


1. Penyembelihan
Pemotongan dilakukan dengan pisau kecil, bagian yang di potong adalah di
dasar rahang, tempat memotong vena jagularis dan ateri corotis. Darah dituntaskan
dengan di tamping . Lama penuntasan sekitar 50-70 detik (Metia, 2016)
Proses penyembelihan yang halal sebelum di sembelih, ayam-ayam
diistirahatkan , agar ayam tidak stress, sehingga pada proses pengeluaran darah , darah
yang keluar menjadi encer. Petugas penyembelih adalah muslim yang berusia lebih dari
18 tahun. petugas penyembelihan dalam keadaan sehat. Penyembelihan menghadap kiblat
dan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim”. Penyembelihan di lakukan dengan
memotong oesophagus, trachea, vena jagularis dan ateri carotis (saluran pencernaan dan
saluran darah). melakukan satu kali sembelih ( tidak mengangkat pisau setelah di
sembelih), dan penyembelihan dilakukan dari bagian leher depan dan tidak memutus
tulang leher, sebelum memasuki proses berikutnya ayam harus benar-benar mati (2
menit). Karkas dan jeroan yang tidak halal di buang (Delfita, 2013).

2. Pencelupan air panas


Setelah ayam broiler dipotong rendamkan kedalam air panas dengan suhu
tertentu. Pencelupan bertujuan untuk memudahkan pencabutan bulu, pencelupan terlalu
lama bisa menyebabkan kulit terlalu lengket setelah dicabut bulunya. Pencelupan
kedalam air panas untuk mempercepat pencabutan bulu.
Dimana ada dua cara yang dipakai adalah : Dengan air bersuhu 52-55 C selama
45 detik. Biasa dilakukan pada untuk ayam broiler yang dipotong pada usia 5-6 minggu,
agar dihasilkan kualitas karkas yang baik.Dengan air bersuhu 55–60 C selama 90 detik
Biasa dilakukan pada untuk ayam broiler yang dipotong pada usia 7- 8 minggu. Kulit
menjadi lebih kering (Metia, 2016).

3. Pencabutan bulu
Bulu ayam, setelah melalui proses perendaman dilakukan pembersihan atau
pencabutan, segera setelah perendaman dengan menggunakan mesin pencabut bulu
(plucking machine). Mesin pencabut bulu memiliki semacam jari-jari dari bahan karet
yang berputar sehingga dapat mencabut bulu unggas. Tetapi, pencabutan bulu bisa juga
dengan menggunakan tangan langsung, tetapi cara ini memakan waktu.
Pencabutan bulu setelah proses pencelupan ayam potong kedalam dalam air panas
selesai baru proses pencabutan bulu ayam dilakukan dengan memakai mesin pencabut
bulu 2 (dua) selinder berupa selinder karet, yang pada kedua permukaannya terdapat duri-
duri lunak yang terbuat dari karet. Kedua selinder berputar dengan arah yang berlawanan,
sehingga jika karkas ayam broiler diletakan didalamnya bulu-bulunya akan terkait dan
tercabut dari permukaannya (Metia , 2016).
4. Pengeluaran jeroan
Proses pengeluaran jeroan dilakukan dengan menyayat bagian kloaka, isi perut
dikeluarkan (hati, jantung, empedu, usus dan tembolok), empedu langsung dipisahkan
dari jeroan lainnya untuk mencegah kemungkinan pecah dan mengotori jeroan lainnya
dan karkas ayam (Delfita ,2013).
5. Pendinginan
Pendinginan bertujuan untuk menghilangkan panas badan yang tersisa, disamping
untuk mencegah bibit penyakit, dan bertujuan agar daging ayam potong tahan lama.
Pendinginan dapat dilakukan didalam dengan memakai freezer dengan suhu dibawah
100C (Metia ,2016).

2.3 Kerusakan ayam


Pada saat setelah penyembelihan, pemanenan atau pengolahan, pangan mempunyai
mutu yang terbaik, tapi hal ini hanya berlangsung sementara. Pada umumnya waktu yang
lebih lama akan menyebabkan kerusakan bahan yang lebih besar dan dikenal sebagai
kebusukan.
Proses pembusukan dalam arti sempit adalah perubahan aroma, rasa, serta tekstur
dari daging, sedangkan dalam arti luas adalah penguraian struktur dan komposisi dasar
daging. Perubahan fisik daging yang terlihat pada pembusukan daging adalah berubahnya
warna menjadi merah coklat agak kehijauan (mioglobin dan oksimioglobin berubah menjadi
metmioglobin), aspek suram serta daging menjadi tidak kenyal disebabkan karena hilangnya
elastisitas serat-serat daging akibat aktifitas mikroorganisme yang mengeluarkan eksoenzim
yang bersifat hidrolitik. Menurut Ressang (1982) dalam Sunarlim (1983) akibat proses
enzimatik yang berlangsung terus menerus pada daging (post mortem) akan mengundang
mikroorganisme yang mengakibatkan pembusukan pada daging. Pembusukan kemudian
dibedakan menjadi pembusukan yang diakibatkan oleh kuman pada permukaan luar
(pembusukan luar) dan pembusukan yang dimulai dari dalam daging tanpa menampakkan
perubahan pembusukan di bagian luar (pembusukan dalam).
Menurut Adnan (1982) dalam Yuanisa (2005) menyatakan bahwapembusukan
merupakan proses mikrobiologis, kimiawi atau enzimatik, atau kombinasi dari ketiganya.
Menurut Winarno (1980) pembusukan bahan pangan atau daging dapat disebabkan oleh
pertumbuhan atau aktivitas mikroba (bakteri, khamir, kapang), aktifitas enzim dalam bahan
pangan, serangga parasit atau tikus, suhu pemanasan dan pendinginan, kelembaban udara,
sinar serta jangka waktu penyimpanan.Frazier dan Westhoff (1978) menambahkan bahwa
kelemahan karkas ayam adalah merupakan media yang baik untuk perkembangan bakteri.
Kelemahan dari daging dingin normal adalah perubahan pada permukaan.Selama
pendinginan konsistensi jaringan ikat berubah. Permukaan otot akan kehilangan air dengan
sangat cepat dan hal ini akan menaikkan konsentrasi dari garam-garam yang menyebabkan
oksidasi dari pigmen otot yang menjadikan warna dari metmioglobin keabuan atau coklat
(Lawrie, 2003).
Pembusukan daging oleh bakteri dapat digolongkan berdasarkan ada tidaknya
udara.Pembusukan pada keadaan aerobik ditandai oleh adanya lendir, perubahan warna
pigmen daging, perubahan lemak, rasa, dan bau. Pembusukan pada keadaan anaerobik
ditandai oleh campuran bau dan rasa asam yang disebabkan oleh asam format, asam formiat,
asam asetat, asam butirat, asam propionat, dan asam lemak bebas dalam jumlah banyak serta
dekomposisi protein yang menyebabkan bau busuk (Frazier dan Westhoff, 1978).
2.4 Hukum Tentang Ayam Bangkai
1. Syariat Agama Islam
Kehalalan produk hewani telah memiliki pedoman yang baku, terutama bagi umat
Islam. Beberapa ayat Al-Qur’an menerangkan tentang hukum mengkonsumsi daging
bangkai, diantaranya Surat Al Baqarah : 173, Al Maidah : 6, Al Anam : 145, dan surat An
Nahl : 115. Sesuai penjelasan dalam surat tersebut, produk hewan menjadi haram karena
empat sebab, yaitu haram karena jenis binatangnya (daging babi), haram karena tidak
disembelih (bangkai), haram karena niat atau haram secara aqidah, dan haram karena
matinya. Beberapa prinsip Islam tentang Halal dan Haram pernah diungkapkanoleh
Qardhawi (2002). Prinsip tersebut meliputi:

1. Segala sesuatu pada asalnya mubah.


2. Menghalalkan dan mengharamkan adalah hak Allah semata.
3. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram samadengan syirik.
4. Mengharamkan yang halal akan mengakibatkan timbulnya keburukan dan bahaya.
5. Pada yang halal terdapat hikmah yang bisa menghindarkan yang haram.
6. Apa saja yang membawa kepada yang haram adalah haram.
7. Bersiasat atas yang haram adalah haram.
8. Niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram.
9. Menjauhkan diri dari yang syubhat karena takut terjatuh ke dalam yang haram.
10. Tidak ada pilih kasih dan pemilah-milahan terhadap segala sesuatu yang haram.
11. Apa yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun haram.

Penjualan ayam tiren dengan alasan apapun haram hukumnya. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dengan tegas menyatakan ayam bangkai haram untuk dikonsumsi umat
Islam.Sementara dari sisi kesehatan, tingkat bahaya akibat mengonsumsi ayam bangkai
ditentukan oleh penyebab, lama kematian, dan kondisi sanitasi lingkungan saat hewan
ternak tersebut mati.

2.5. Standar atau Syarat Penyembelihan Halal


Standar atau syarat penyembelihan hewan menurut Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009 :
2.5.1. Standar Hewan yang di sembelih
1. Hewan yang boleh dimakan
2. Dalam keadaan hidup
3. Memenuhi standar Kesehatan
2.5.2. Standar Penyembelih
1. Beragama islam
2. Paham tata cara penyembelihan secara syar’i
3. Memiliki keahlian dalam penyembelihan
2.5.3. Standar Alat penyembelihan
1. Harus tajam
2. Bukan kuku, gigi/taring atau tulang
2.5.4. Standar Proses Penyembelihan
1. Niat dan menyebut asma Allah SWT
2. Mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan, saluran pernafasan/
tenggorokan, dan dua pembuluh darah
3. Dilakukan satu kali dengan cepat
4. Pastikan ada aliran darah dan gerakan hewan
5. Pastikan matinya hewan karena penyembelihan
2.5.5. Standar pengolahan, Penyimpanan, dan Pengiriman
1. Pengolahan dilakukan setelah hewan mati karena penyembelihan
2. Hewan yang gagal penyembelihan harus dipisahkan
3. penyimpanan dilakukan dengan terpisah antara yang halal dan non halal
4. Saat pengiriman harus ada informasi dan jaminan kehalalannya

2.5.6. Lain-lain
1. Hewan disunahkan menghadap kiblat
2. Penyembelihan semaksimal mungkin dilakukan secara manual ( tanpa stunning )
3. Stunning ( Pemingsanan ) untuk mempermudah penyembelihan hewan
hukumnya boleh
4. Haram melakukan penggelongan hewan

Di butuhkan sebuah sistem pendekatan berupa cara-cara produksi pangan asal


hewan yang baik pada setiap mata rantai produksi, mulai dari peternakan sampai ke meja
makan guna memperoleh produk daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).
Salah satu tahap produksi yang dapat menjadi titik kritis dan kehalalan daging adalah tahap
pemotongan hewan (penyembelihan) (Abubakar, 2009).
Soeparno (2009) menyatakan bahwa terdapat dua teknik pemotongan ternak
yaitu teknik pemotongan ternak secara langsung dan secara tidak langsung. Pemotongan
ternak secara langsung dilakukan setelah ternak dinyatakan sehat setelah dilakukan
pemeriksaan dan dapat disembelih pada bagian leher.

2.1 Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal


dijelaskan secara langsung mengenai standar-standar yang harus dipenuhi agar suatu produk
dapat dikategorikan sebagai produk halal, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 ini hanya
memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada masyarakat muslim agar memperoleh
produk halal pada setiap produk yang beredar di Indonesia, karena berbagai peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan produk halal belum memberikan kepastian dan
jaminan hukum, termasuk dalam produk hewan, karena telah dijelaskan pada pasal 7 dan 8
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal (BPJPH) bekerjasama dengan Kementrian dan/atau lembaga terkait,
Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia. Bentuk kerja sama BPJPH
dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian
misalnya dalam hal penetapan persyaratan rumah potong hewan/unggas dan unit potong
hewan/unggas, pedoman pemotongan hewan/unggas dan penanganan daging hewan serta
hasil ikutannya, pedoman sertifikasi kontrol veteriner pada unit usaha pangan asal hewan,
dan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan hasil pertanian.
Dalam hal penyembelihan hewan, yaitu Pasal 18 dan 19 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang berbunyi:
Pasal 18
1) Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (3) meliputi:
a. bangkai;
b. darah;
c. babi; dan/atau
d. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat.

2) Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa MUI.
Pasal 19
1) Hewan yang digunakan sebagai bahan Produk wajib disembelih sesuai dengan syariat
dan memenuhi kaidah kesejahteraan hewan serta kesehatan masyarakat veteriner.
2) Tuntunan penyembelihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.11
Pasal 18 tersebut memberi penegasan bahwa setiap hewan yang akan diedarkan untuk
selanjutnya diolah sebagai produk, harus disembelih sesuai dengan syari‟at Islam.
Sedangkan pada Pasal 19 memberikan makna bahwa dalam pasal tersebut dijelaskan
bahwa ketentuan yang mengatur tentang kriteria halal menurut Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2014 tersebut mengacu pada syariat Islam yang diatur dalam Fatwa Majelis Ulama
Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal dan
kaidah kesejahteraan hewan serta kesehatan masyarakat venteriner yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Mayarakat Venteriner
dan Kesejahteraan Hewan.
Aspek fisik dari pemotongan ayam yang tidak diinginkan adalah tidak
terpotongnya esofagus, trakea dan pembuluh darah (arteri karotis dan vena jugularis).
Aspek estetika yang tidak memenuhi syarat yaitu ayam tidak diistirahatkan, ditumpukkan
dalam satu tempat sebelum mati (Soeparno 2004).

Gambar 2.6 Salah satu penyembelihan ayam secara sempurna


Sumber : Otri Yana, dkk (2017)
Keterangan :

1. Esofagus
2. Trakea
3. Pembuluh darah (V. Jugularis)
4. Arteri karotis

Penyembelihan dilakukan secara Islami dengan memotong esofagus, trakea, dan


pembuluh darah sampai putus (Gambar 2.5). Selain itu proses penyembelihan telah
menggunakan pisau yang tajam. Dapat dikatakan bahwa semua petugas penyembelih di
RPU telah melakukan penyembelihan dengan benar sesuai dengan tuntutan yang ada
dalam hadits Rasulullah SAW menyuruh mengasah pisau dan dijauhkan dari pandangan
hewan lain. Sabdanya adalah : “Jika salah seorang diantara kamu menyembelih, maka
dilakukan hendak dengan cepat “ (HR.Ahmad Ibnu Umar). Marwan, (2012) menyatakan
penyembelihan harus dilakukan di leher binatang karena merupakan tempat terputusnya
pembuluh darah atau kerongkongannya. (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Penyembelihan bagian depan tidak memutus bagian leher.

Sumber : Hasil penelitian (2019)


Dari hasil pengamtan terlihat bahwa penyembelihan telah dilakukan dengan
sempurna, yaitu telah memutuskan esofagus, trakea, pembuluh darah (vena jugularis dan
arteri karotis), dilakukan satu kali sembelihan (tidak mengangkat pisau ketika
menyembelih), dan penyembelihan dilakukan di leher bagian depan dan tidak memutuskan
tulang leher. Sebelum melakukan proses berikutnya ayam harus benar-benar mati selama 2
menit. Menurut Wahab (2004) penyembelih adalah seorang muslim yang mengerti dasar
dan kondisi yang berhubungan dengan penyembelihan, cara penyembelihan dengan
mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim” hal ini sesuai dengan Al-Qur’an bahwa “Dan
janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya” (QS. Al An’am:121).

2.7 Malachite Green


Uji Malachite Green test untuk mengetahui hewan disembelih dengan sempurna
atau tidak. Hasil pemeriksan yang kami dapat dari daging sapi segar posif sedangkan pada
daging ayam negatif. Penyembelihan dan rilis darah yang tidak akan diketahui, karena H2O2
3% yang mereduksi Malachite Green dengan menggunakan darahnya akan dijumpai banyak
Hb dalam daging. Dengan O2 dari H2O2 dalam reaksi, maka yang terjadi Hb tidak akan
mengoksidasi warna larutan. Jika tidak ada Hb, maka O2 akan mengoksidasi Malachite
Green menjadi warna biru. Pengeluaran darah yang sempurna menyempurnakan daging
cepat memperbaiki proses selanjutnya. Pengeluaran darah efektif hanya dapat dikeluarkan
50% saja dari jumlah total darah (Lawrie,1995).
Malachite Green (MG) berkompetisi dengan hemoglobin (Hb) untuk
meningkatkan oksigen, karena Hb memiliki afinitas lebih tinggi dari MG maka Hb akan
mengikat oksigen lebih dulu. Pengeluaran darah positif (+) tidak sempurna jika mengandung
ekstrak daging, H2O2 (3%) dan MG (2%) berwarna hijau keruh, sedangkan hasil negatif (-)
sempurna jika mengandung warna hijau-biru jernih (Anonim, 1996). Konsentrasi H2O2 dan
MG juga perlu disesuaikan dengan konsentrasi ekstrak daging. Perubahan warna dalam uji
MG terhadap daging bangkai yang dimiliki busuk juga menunjukkan adanya H2S yang
membentuk mioglobin menjadi sulf-mioglobin. Selanjutnya sulf-mioglobin berikatan
dengan MG membentuk warna hijau (Lawrie, 1995).
2.8 Cemaran Mikroba (Escherichia coli)
Bahan pangan asal hewani (daging, susu, telur) dan olahannya merupakan media
yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan menjadikannya sebagai bahan pagan yang
mudah rusak. Food borne illness adalah penyakit yang di sebabkan oleh mikroorganisme
patogen yang mencemari makanan, seperti Escherichia coli, salmonella sp, Staphylococus
aureus, Clostridium botulinum, dan Campylobacter sp (Adiningsih,2009).
Escherichia coli termasuk kedala agen patogen dari foodborne illness karena
beberapa galur Esceherichia coli bersifat patogenik pada manusia dan hewan (Ray, 2004).
Sumber pencemaran Escherichia coli pada daging unggas biasanya karena proses selama
pemotongan yang kontak dengan feses (Bhunia, 2008). Escherichia coli telah digunakan
dalam produk unggas untuk menilai keamana mikrobiologis, kondisi sanitasi selama
pengolahan, dan menjaga kualitas produk kesehatan masyarakat seluruh dunia (Alvarez-
Astorga dkk.,2002)
Menurut persyaratan yang telah ditentukan dalam SNI 01-7388-2009 tentang
Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam pangan, bahwa batas maksimum
cemaran Escherichia coli yang ada pada daging segar adalah kurang dari 1 x 101 cfu/gr
(SNI, 2009).
Tabel 2.7. Batas Maksimun Cemaran Mikroba (BMCM) Pada Daging Unggas
(CFU/gram)
Batas Maksimum Cemaran
Komponen Residu Mikroba ( CFU/Gram )

Coliform 1 x 102
Escherichia Coli 1 x 101
S. Aureus 1 x 102
Salmonella sp (*) Negatif/25 gram
Chemphylobacter sp Negatif/25 gram
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2009)

Anda mungkin juga menyukai