Anda di halaman 1dari 12

PENGENDALIAN MUTU PADA DAGING TERNAK BESAR

(SAPI) DAN OLAHANNYA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi berupa protein yang
mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot)
yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal
dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Perbedaan pengertian daging dan karkas terletak pada
kandungan tulangnya. Daging biasanya sudah tidak memiliki tulang, sedangkan karkas adalah
daging yang belum dipisahkan dari tulangnya (Heri Warsito, Rindiani 2015). Daging adalah
salah satu komoditi peternakan yang menjadi andalan sumber protein hewani dan sangat
menunjang untuk memenuhi kebutuhan dasar bahan pangan di Indonesia. Daging terbagi ke
dalam dua jenis, yaitu daging ternak besar seperti sapi dan kerbau, maupun daging ternak kecil
seperti domba, kambing, dan babi. Meski dengan adanya berbagai ragam jenis daging, produk
utama penjualan komoditi peternakan adalah daging sapi potong.
Daging merupakan suatu bahan pangan yang sifatnya mudah rusak (perishable food). Hal ini
dikarenakan daging merupakan media yang disukai oleh mikroorganisme, karena memiliki kadar
air yang tinggi dan mengandung protein yang tinggi sehingga mudah terkontaminasi. Maka dari
itu perlu adanya pengawasan  terhadap kualitas daging untuk melindungi masyarakat/konsumen
agar mengkonsumsi  daging yang memenuhi syarat kesehatan, mutu, gizi, dan sesuai dengan
keyakinan masyarakat. Undang-undang tentang pangan secara legal tercantum dalam yaitu
undang-undang No 7, tahun 1996. Adapun Tujuan disusunnya undang-undang pangan adalah
untuk melindungi konsumen dari resiko kesehatan serta membantu konsumen dalam
mengevaluasi, dan memilih bahan dan produk pangan yang akan mereka konsumsi. Undang-
undang pangan juga bertujuan untuk membantu dan membina produsen makanan dalam
meningkatkan mutu produk yang dihasilkan serta memfasilitasi terjadinya perdagangan yang
jujur. Disamping itu undang-undang pangan juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan masyarakat luas serta meningkatkan kegiatan ekonomi negara. Selain itu masih ada
dua undang-undang yang penting yaitu Undang-undang No 08, 1999 tentang perlindungan
konsumen serta undang-undang kesehatan No 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

Untuk memperoleh kualitas daging yang bermutu tidak hanya mengandalkan pengujian
akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan
sistem manajemen lingkungan, atau penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis, yaitu
(HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point) dan SNI (Standar nasional Indonesia).
Berdasarkan usulan dari Departemen Pertanian standar ini disetujui oleh Dewan Standardisasi
Nasional menjadi Standar Nasional Indonesia dengan nomor SNI 01 - 3932 – 1995 Penyusunan
standar karkas sapi ini dilakukan berdasarkan situasi dan kondisi di Indonesia mengenai sistem
peternakan /pemeliharaan sapi yang digunakan sebagai ternak potong, teknik penyembelihan
serta penanganan dan penilaian mutu/kualitas dari karkas sapi yang diperoleh.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dibuatnya makalah mengenai “Pengendalian Mutu Pada
Daging Ternak Besar (Sapi) dan Olahannya”, yaitu untuk mengetahui bagaimana pengendalian
mutu yang dilakukan terhadap daging ternak besar terutama komoditas sapi potong.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Uji Kualitas Daging


Titik awal rantai penyediaan pangan asal ternak adalah kandang atau peternakan.
Manajemen atau tata laksana peternakan akan menentukan kualitas produk ternak yang
dihasilkan seperti susu, telur, dan daging. Lingkungan di sekitar peternakan seperti air, tanah,
tanaman serta keberadaan dan keadaan hewan lain di sekitar peternakan akan mempengaruhi
kualitas dan keamanan produk ternak yang dihasilkan (Poernomo, 1994). Cemaran bahan kimia
atau cemaran biologi dari lingkungan peternakan akan terbawa dalam produk ternak yang
dihasilkan (McEwen dan McNab, 1997). Keamanan pangan asal ternak juga berkaitan dengan
kualitas pakan yang diberikan pada ternak. Pakan dan bahan pakan ternak harus jelas jenis dan
asalnya, serta disimpan dengan baik (Bastianelli dan Bas 2002).
Bakteri merupakan penyebab utama penyakit yang ditularkan dari ternak ke manusia
melalui pangan, antara lain Salmonella sp., Bacillus anthracis, Mycobacterium tuberculose, dan
Brucella abortus (Harjoutomo dkk., 1995). Bakteri tersebut menyerang ternak saat di kandang,
yang kemudian dapat menular ke manusia karena pemeliharaan dan proses panen yang tidak
higienis, seperti pemotongan ternak dan pemerahan susu. Pengolahan tidak selalu dapat
menghilangkan bakteri yang mencemari produk ternak saat di peternakan atau pada saat panen.
Spora bakteri antrak yang mencemari susu tidak dapat dihilangkan dengan pasteurisasi (Perdue
dkk., 2003). Pencemaran dapat dicegah dengan penerapan cara beternak yang baik (good
farming practices) dan penanganan panen yang baik pula (Cullor 1997).
Daging merupakan salah satu sumber gizi bagi manusia, selain itu juga merupakan sumber
makanan bagi mikoorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan menyebabkan
perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun
daya simpannya. Selain itu pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat
mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan
tersebut tidak layak dikonsumsi (Siagian, 2002).
Daging juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba karena mengandung
kadar air dan kandungan gizi yang tinggi seperti protein, lemak, vitamin, karbohidrat dan pH
yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Kandungan mikroba yang melebihi ambang batas
toleransi akan menimbulkan kondisi daging menjadi berlendir, ditumbuhi kapang, jamur dan
khamir, bau dan rasa yang tidak enak serta menimbulkan gangguan kesehatan ketika dikonsumsi
(Sudarwanto, 2001).
Makanan yang dikonsumsi dapat menjadi sumber penularan penyakit apabila telah
tercemar mikroba dan tidak dikelola secara higienes, makanan yang bepotensi tercemar adalah
makanan mentah terutama (Syam, 2004).
Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada
dua macam, yaitu (a). Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi
oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat; (b). Faktor
ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau
kondisi daging (Fardiaz, 1992).
Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan
bakteri sebab semakin tinggi temperatur semakin besar pula tingkat pertumbuhannya. Demikian
juga kadar pH ikut mempengaruhi pertumbuhan bakteri, hampir semua bakteri tumbuh secara
optimal pada pH 7 dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah penyembelihan
pH daging turun menjadi 5,6-5,8, pada kondisi ini bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik
dan cepat (Ramli, 2001).
Kualitas daging merupakan kumpulan sifat/ ciri/ faktor pada daging yang membedakan
tingkat pemuas atau aseptabilitas dari daging tersebut bagi konsumen/ pembeli. Ada beberapa
faktor yang menentukan daripada kualitas daging itu sendiri yang dapat diukur dan tidak dapat
diukur secara langsung dari daging tersebut. Sehingga dengan demikian diperlukan uji kualitas
daging. Pengujian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menguji keamanan dan
mutu produk hewan terhadap unsur bahaya (hazards) dan cemaran.
Uji kualitas pada daging yang sering dilakukan adalah :
1. Uji Organoleptik yaitu uji untuk mengetahui penampakan yang ada pada daging, warna,
tekstur serta konsistensinya.
2. Uji Eber yaitu uji untuk mengetahui awal terjadinya pembusukan pada daging.
3. Uji Melachit Green yauti untuk mengetahui pengeluaran darah hewan yang disembelih
dengan sempurna atau tidak.
4. Pemeriksaan Mikrobiologi yaitu untuk mengetahui kandungan mikrobia pada daging.
Selain itu, pengujian kualitas daging dapat dilakukan secara organoleptik, fisik,
mikrobiologik, dan kimiawi, berikut ini penjelasannya :
 Pengujian secara organoleptik
Pengujian terhadap kualitas daging yang dapat dilakuakn dengan menggunakan indera
manusia, seperti uji warna, bau, rasa, tekstur.
 Pengujian secara fisik
Pengujian terhadap kualitas daging yang dapat dilakuakn dengan menggunakaninstrumen
fisik, seperti pH meter, tenderometer, refraktometer, thermometer.
 Pengujian secara kimiawi
Pengujian terhadap kualitas daging yang dilakuakn untuk menentukan komposisi kimia
dan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral. Selain itu juga bias digunakan
untuk mengetahui adanya zat additive, misalnya penambahan hormone, bahan pengawet, serta
pencemaran logam berat pada daging.
 Pengujian secara mikrobiologik
Pengujian terhadap kualitas daging yang dilakukan untuk menentukan jenis dan jumlah
mikrobia pada daging, sebab daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable
food). Uji mikrobiologik ini dilakukan dengan harapan supaya daging yang di jual tidak
mengandung bakteri E.Coli dan Patoghen.
Dengan demikian, uji kualitas daging perlu dilakukan untuk mengurangi kandungan
mikrobia yang ada dalam daging, agar konsumen mengatahui daging yang layak untuk
dikonsumsi.

2.2. Persyaratan Mutu Daging Sapi


2.2.1. Mutu Fisik
Tingkatan mutu daging sapi secara fisik dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Tingkatan Mutu Daging (10687_SNI_3932_2008)

Persyaratan Mutu
No Jenis Uji
I II III
1 Warna Daging Merah Terang Merah Kegelapan Merah Gelap
Skor 1-5 Skor 6-7 Skor 8-9
2 Warna Lemak Putih Putih Kekuningan Kuning
Skor 1-3 Skor 4-6 Skor 7-9
3 Marbling Skor 9-12 Skor 5-8 Skor 1-4
4 Tekstur Halus Sedang Kasar

Kualitas daging dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi keempukan atau kelembutan
daging, juiciness dan rasa, lemak intra muscular, susut masak, serta sifat kimia, yang
kesemuanya akan mempengaruhi selera konsumen. Keempukan daging merupakan kualitas
utama yang menjadi alasan bagi konsumen untuk membeli dan mengonsumsinya
(zackhoes,2011).
Warna merupakan salah satu indikator kualitas daging meskipun warna tidak
mempengaruhi nilai gizi. Penentuan warna tergantung dari konsentrasi mioglobin. Terdapat 2
jenis warna pada daging, yaitu merah dan putih. Daging pada ternak sapi,domba,kambing, kuda
tergolong daging berwarna merah. Sedangkan untuk ayam dan kelinci termasuk daging berwarna
putih. Kriteria daging sapi yang baik antara lain warna masih segar, mengkilap,tidak
berbaubusuk, dan tidak lengket. (Suhardi dan Marsono,1982). Tidak pucat, tidak berbau asam
atau busuk, bersifat elastis atau sedikit kaku, tidak lembek, jika dipegang terasa kebasahannya
namun tidak lengket di tangan (Sudarisman dan Elvina, 1996).
Tekstur memegang peranan penting terhadap keseluruhan palatabilitas daging. Tekstur
menentukan kelezatan daging karena mengandung komponen cita rasa dan membantu proses
fragmentasi serta pelunakan daging selama pengunyahan. Tekstur dipengaruhi oleh marbling
yang tersebar didalam serat-serat daging. Keasaman diukur pada awal pengukuran setelah setelah
pemotongan sampai 45 menit setelah pemotongan. Ph normal daging berkisar antara 5,4-5,8.
Secara fisiologis persepsi rasa melibatkan 4 basis yaitu asin,asam,manis, dan pahit oleh
ujung-ujung syarafmpermukaan lidah. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa dan aroma daging
ternak antara lain, species, bangsa, pakan, jenis kelamin, umur, lemak,serta umur daging setelah
pemotongan ternak. Daging sgar mempunyai rasa khas darah serta aroma yang anyir. Sebaliknya
daging yang tidak segar berbau busuk.
Adapun cara membedakan macam-macam daging ternak sesuai uji fisik dagingnya antara
lain:
a. Daging sapi muda : warna merah pucat, serabut halus, konsistensi lembek, bau dan rasa beda
dengan daging sapi dewasa,
b. Sapi dewasa : warna lebih merah, berserabut halus, konsistensi liat, bau dan rasa khas sapi.
c. Domba : warna merah muda, banyak lemak diotot, serabut halus, bau khas domba.
d. Babi : warna pucat merah muda, otot punggung mengandung lemak kelabu putih, serabut
halus, konsistensi padat, bau khas babi.
e. Kuda : merah kehitaman, serabut panjang, tidak ada lemak dalam serabut, bau manis(banyak
glikogen), serta lemak kuning emas.
f. Ayam : warna putih pucat, bagian dada-paha kenyal, bau amis khas daging ayam.
g. Kualitas daging yang baik ditentukan oleh marbling yang merata diantara serabut daging,
keempukan tekstur, serta warna dan cita rasa yang tergantung spesies ternak masing-masing.
Sedangkan daging yang buruk kualitasnya berasal dari ternak sakit dan ternak dalam kondisi
pengobatan.

Pengendalian mutu produk pangan menurut Hubeis (1999) erat kaitannya dengan sistem
pengolahan yang melibatkan bahan baku,proses,pengolahan, penyimpanan yang terjadi dan hasil
akhir. Secara internal (citra mutu pangan) dapat dinilai atas ciri fisik(penampilan: warna,
ukuran,bentk,dan cacat; kinestika: tekstur, kekentalan dan konsistensi, citarasa,sensasi,kombinasi
bau dan cicip) serta atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan mikroba). Sedangkan secara
eksternal (citra perusahaan) ditunjukkan oleh kemampuan untuk mencapai kekonsistenan mutu
yang ditentukan oleh pembeli.

2.2.2. Mutu Mikrobiologis


Persyaratan mutu mikrobiologis daging sapi dapat dilihat dalam table 2 berikut ini :
Tabel 2. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi (SNI)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


1 Total Plate Count Cfu/g Maksimum 1x10^6
2 Coliform Cfu/g Maksimum 1x10²
3 Staphylococcus aureus Cfu/g Maksimum 1x 10²
4 Salmonella sp Per 25 g Negatif
5 Escherichia coli Cfu/g Maksimum 1x10¹

Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap, bertekstur keras,
kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi. Daging ini dihasilkan akibat ternak
kelelahan setelah mengalami transportasi yang jauh, sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik,
kimia maupun sensori. Uji terhadap kualitas daging meliputi uji fisik, kimia dan biologis. Uji
fisik terdiri dari uji organoleptik, warna, uji bau, serta uji rasa. (suryati, arif 2006).
Sifat fisik daging biasanya berkaitan erat dengan kualitas daging. Sebab kualitas daging
dapat diartikan sebagai ukuran sifat-sifat daging yang diminati konsumen. (nurwanto, 2003).
Tekstur merupakan parameter yang sangat penting dalam menjaga mutu daging dan
produk turunannya. Keempukan daging adalah karakter yang krusial bagi daya terima
konsumen. Keseluruhan jaringan daging secara alami memiliki variabilitas yang dipengaruhi
banyak faktor. Secara umum, daging olahan memiliki tiga tipe, yaitu deli style, seperti turkey,
dan tipe bologna -yang yakni daging dengan bentuk khusus seperti meat balls, meat patties,
chicken patties, dan chicken nuggets. Tipe ketiga yakni sausage styles, yang biasanya dalam
bentuk tubular. Daging olahan sering diuji untuk mengetahui kombinasi ideal bahan tambahan
pangan yang digunakan, mengevaluasi pengaruh metode dan waktu pengolahan, serta untuk
mengontrol inkonsistensi kualitas (anonymous,2012).
Sifat organoleptik pada daging segar, merupakan aspek yang penting diperhatikan. Hal ini
berkaitan dengan pertimbangan konsumen dalam memilih daging. Biasanya konsumen akan
lebih mudah memilih daging melalui penampilan secara fisik yang meliputi warna, tekstur,
kekilapan, kebasahan serta intensitas aroma daging segar. Penampilan daging banyak
dipengaruhi oleh faktor selama pemeliharaan, penanganan sebelum pemotongan hingga
penanganan setelah pemotongan.
2.3 Peningkatan Mutu Produk

Hasil ternak merupakan bahan yang sangat mudah rusak sehingga perlu segera dilakukan
penanganan. Diversifikasi olahan produk ternak melalui teknologi pascapanen
(penanganan/pengawetan dan pengolahan) dapat meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.
Teknik-teknik penanganan dan pengolahan hasil ternak diharapkan dapat mengamankan hasil
produksi terhadap penurunan mutu agar dapat meningkatkan kualitas dan nilai tambah hasil
ternak, baik dari segi bobot, bentuk fisik, rupa dan gizi maupun rasa, bebas dari jazat renik
patogen serta residu bahan kimia, sehingga produk aman (food safety) dan dapat memenuhi
persyaratan pasar dalam dan luar negeri serta agroindustri pengolahan (Abubakar, 2004 dalam
Rudy (2014).

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain, genetik,
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif. Faktor setelah
pemotongan adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan
tambahan termasuk enzim pengempuk, hormon, lemak intra muskular atau marbling, metode
penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging. Menurut
Soeparno (1994) dalam Rudy (2014), marbling menjadikan daging empuk, karena marbling
berperan sebagai bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga berpengaruh
terhadap sari minyak (juiceness) dan aroma (flavor) daripada keempukan daging. Faktor kualitas
daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma
termasuk bau atau rasa, juicy daging. Disamping itu, lemak intramuskular, susut masak, retensi
cairan, ph daging ikut menentukan kualitas daging. Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat
keempukan yang dapat dinyatakan dengan sifat mudah dikunyah (Soeparno, 1994) dalam Rudy
(2014).

Sehubungan dengan itu diversifikasi pangan daging untuk mensukseskan PSDSK,


diperlukan strategi peningkatan produk hasil ternak yang bermutu dan aman (food safety)
melalui pemilihan bibit ternak yang unggul, pemberian pakan dengan mutu baik, tatalaksana
pemeliharaan yang baik, pengendalian penyakit, teknologi pascapanen yang tepat guna, serta
menerapkan prinsipprinsip pengamanan sejak ditingkat produsen, perantara dan tingkat
pemasaran selanjutnya sampai konsumen secara terarah dan ber kesinambungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anonymous. 2012. Standarisasi pengukuran sifat fisik daging.

http://www.livestockreview.com/2012/03/standardisasi-pengukuran-sifat-fisik-daging/

diakses pada 1 april 2012.

Lukman,D.W. 2010. Pengambilan Dan Pengujian Contoh Daging. Kesmavet ipb press: Bogor.

Nurwanto ; mulyani, sri. 2003. buku ajar dasar teknologi hasil ternak. Undip press : semarang.

Sudarwanto, M. 2001. Higiene makanan. Bahan kuliah Pascasarjana. Program Studi Kesehatan

Masyarakat Veteriner. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suryati ; Maheswari . 2006. Sifat Fisik Daging Sapi Dark Firm Dry (DFD) Hasil Fermentasi

Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan IPB : Bogor.

Zackhoes. 2012. Uji kualitas fisik daging. http://zackhoes.blogspot.com/2011/12/uji-kualitas-

fisik-daging.html diakses pada 1 april 2012.

Anda mungkin juga menyukai