Untuk memperoleh kualitas daging yang bermutu tidak hanya mengandalkan pengujian
akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan
sistem manajemen lingkungan, atau penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis, yaitu
(HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point) dan SNI (Standar nasional Indonesia).
Berdasarkan usulan dari Departemen Pertanian standar ini disetujui oleh Dewan Standardisasi
Nasional menjadi Standar Nasional Indonesia dengan nomor SNI 01 - 3932 – 1995 Penyusunan
standar karkas sapi ini dilakukan berdasarkan situasi dan kondisi di Indonesia mengenai sistem
peternakan /pemeliharaan sapi yang digunakan sebagai ternak potong, teknik penyembelihan
serta penanganan dan penilaian mutu/kualitas dari karkas sapi yang diperoleh.
PEMBAHASAN
Persyaratan Mutu
No Jenis Uji
I II III
1 Warna Daging Merah Terang Merah Kegelapan Merah Gelap
Skor 1-5 Skor 6-7 Skor 8-9
2 Warna Lemak Putih Putih Kekuningan Kuning
Skor 1-3 Skor 4-6 Skor 7-9
3 Marbling Skor 9-12 Skor 5-8 Skor 1-4
4 Tekstur Halus Sedang Kasar
Kualitas daging dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi keempukan atau kelembutan
daging, juiciness dan rasa, lemak intra muscular, susut masak, serta sifat kimia, yang
kesemuanya akan mempengaruhi selera konsumen. Keempukan daging merupakan kualitas
utama yang menjadi alasan bagi konsumen untuk membeli dan mengonsumsinya
(zackhoes,2011).
Warna merupakan salah satu indikator kualitas daging meskipun warna tidak
mempengaruhi nilai gizi. Penentuan warna tergantung dari konsentrasi mioglobin. Terdapat 2
jenis warna pada daging, yaitu merah dan putih. Daging pada ternak sapi,domba,kambing, kuda
tergolong daging berwarna merah. Sedangkan untuk ayam dan kelinci termasuk daging berwarna
putih. Kriteria daging sapi yang baik antara lain warna masih segar, mengkilap,tidak
berbaubusuk, dan tidak lengket. (Suhardi dan Marsono,1982). Tidak pucat, tidak berbau asam
atau busuk, bersifat elastis atau sedikit kaku, tidak lembek, jika dipegang terasa kebasahannya
namun tidak lengket di tangan (Sudarisman dan Elvina, 1996).
Tekstur memegang peranan penting terhadap keseluruhan palatabilitas daging. Tekstur
menentukan kelezatan daging karena mengandung komponen cita rasa dan membantu proses
fragmentasi serta pelunakan daging selama pengunyahan. Tekstur dipengaruhi oleh marbling
yang tersebar didalam serat-serat daging. Keasaman diukur pada awal pengukuran setelah setelah
pemotongan sampai 45 menit setelah pemotongan. Ph normal daging berkisar antara 5,4-5,8.
Secara fisiologis persepsi rasa melibatkan 4 basis yaitu asin,asam,manis, dan pahit oleh
ujung-ujung syarafmpermukaan lidah. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa dan aroma daging
ternak antara lain, species, bangsa, pakan, jenis kelamin, umur, lemak,serta umur daging setelah
pemotongan ternak. Daging sgar mempunyai rasa khas darah serta aroma yang anyir. Sebaliknya
daging yang tidak segar berbau busuk.
Adapun cara membedakan macam-macam daging ternak sesuai uji fisik dagingnya antara
lain:
a. Daging sapi muda : warna merah pucat, serabut halus, konsistensi lembek, bau dan rasa beda
dengan daging sapi dewasa,
b. Sapi dewasa : warna lebih merah, berserabut halus, konsistensi liat, bau dan rasa khas sapi.
c. Domba : warna merah muda, banyak lemak diotot, serabut halus, bau khas domba.
d. Babi : warna pucat merah muda, otot punggung mengandung lemak kelabu putih, serabut
halus, konsistensi padat, bau khas babi.
e. Kuda : merah kehitaman, serabut panjang, tidak ada lemak dalam serabut, bau manis(banyak
glikogen), serta lemak kuning emas.
f. Ayam : warna putih pucat, bagian dada-paha kenyal, bau amis khas daging ayam.
g. Kualitas daging yang baik ditentukan oleh marbling yang merata diantara serabut daging,
keempukan tekstur, serta warna dan cita rasa yang tergantung spesies ternak masing-masing.
Sedangkan daging yang buruk kualitasnya berasal dari ternak sakit dan ternak dalam kondisi
pengobatan.
Pengendalian mutu produk pangan menurut Hubeis (1999) erat kaitannya dengan sistem
pengolahan yang melibatkan bahan baku,proses,pengolahan, penyimpanan yang terjadi dan hasil
akhir. Secara internal (citra mutu pangan) dapat dinilai atas ciri fisik(penampilan: warna,
ukuran,bentk,dan cacat; kinestika: tekstur, kekentalan dan konsistensi, citarasa,sensasi,kombinasi
bau dan cicip) serta atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan mikroba). Sedangkan secara
eksternal (citra perusahaan) ditunjukkan oleh kemampuan untuk mencapai kekonsistenan mutu
yang ditentukan oleh pembeli.
Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap, bertekstur keras,
kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi. Daging ini dihasilkan akibat ternak
kelelahan setelah mengalami transportasi yang jauh, sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik,
kimia maupun sensori. Uji terhadap kualitas daging meliputi uji fisik, kimia dan biologis. Uji
fisik terdiri dari uji organoleptik, warna, uji bau, serta uji rasa. (suryati, arif 2006).
Sifat fisik daging biasanya berkaitan erat dengan kualitas daging. Sebab kualitas daging
dapat diartikan sebagai ukuran sifat-sifat daging yang diminati konsumen. (nurwanto, 2003).
Tekstur merupakan parameter yang sangat penting dalam menjaga mutu daging dan
produk turunannya. Keempukan daging adalah karakter yang krusial bagi daya terima
konsumen. Keseluruhan jaringan daging secara alami memiliki variabilitas yang dipengaruhi
banyak faktor. Secara umum, daging olahan memiliki tiga tipe, yaitu deli style, seperti turkey,
dan tipe bologna -yang yakni daging dengan bentuk khusus seperti meat balls, meat patties,
chicken patties, dan chicken nuggets. Tipe ketiga yakni sausage styles, yang biasanya dalam
bentuk tubular. Daging olahan sering diuji untuk mengetahui kombinasi ideal bahan tambahan
pangan yang digunakan, mengevaluasi pengaruh metode dan waktu pengolahan, serta untuk
mengontrol inkonsistensi kualitas (anonymous,2012).
Sifat organoleptik pada daging segar, merupakan aspek yang penting diperhatikan. Hal ini
berkaitan dengan pertimbangan konsumen dalam memilih daging. Biasanya konsumen akan
lebih mudah memilih daging melalui penampilan secara fisik yang meliputi warna, tekstur,
kekilapan, kebasahan serta intensitas aroma daging segar. Penampilan daging banyak
dipengaruhi oleh faktor selama pemeliharaan, penanganan sebelum pemotongan hingga
penanganan setelah pemotongan.
2.3 Peningkatan Mutu Produk
Hasil ternak merupakan bahan yang sangat mudah rusak sehingga perlu segera dilakukan
penanganan. Diversifikasi olahan produk ternak melalui teknologi pascapanen
(penanganan/pengawetan dan pengolahan) dapat meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.
Teknik-teknik penanganan dan pengolahan hasil ternak diharapkan dapat mengamankan hasil
produksi terhadap penurunan mutu agar dapat meningkatkan kualitas dan nilai tambah hasil
ternak, baik dari segi bobot, bentuk fisik, rupa dan gizi maupun rasa, bebas dari jazat renik
patogen serta residu bahan kimia, sehingga produk aman (food safety) dan dapat memenuhi
persyaratan pasar dalam dan luar negeri serta agroindustri pengolahan (Abubakar, 2004 dalam
Rudy (2014).
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain, genetik,
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif. Faktor setelah
pemotongan adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan
tambahan termasuk enzim pengempuk, hormon, lemak intra muskular atau marbling, metode
penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging. Menurut
Soeparno (1994) dalam Rudy (2014), marbling menjadikan daging empuk, karena marbling
berperan sebagai bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga berpengaruh
terhadap sari minyak (juiceness) dan aroma (flavor) daripada keempukan daging. Faktor kualitas
daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma
termasuk bau atau rasa, juicy daging. Disamping itu, lemak intramuskular, susut masak, retensi
cairan, ph daging ikut menentukan kualitas daging. Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat
keempukan yang dapat dinyatakan dengan sifat mudah dikunyah (Soeparno, 1994) dalam Rudy
(2014).
http://www.livestockreview.com/2012/03/standardisasi-pengukuran-sifat-fisik-daging/
Lukman,D.W. 2010. Pengambilan Dan Pengujian Contoh Daging. Kesmavet ipb press: Bogor.
Nurwanto ; mulyani, sri. 2003. buku ajar dasar teknologi hasil ternak. Undip press : semarang.
Sudarwanto, M. 2001. Higiene makanan. Bahan kuliah Pascasarjana. Program Studi Kesehatan
Suryati ; Maheswari . 2006. Sifat Fisik Daging Sapi Dark Firm Dry (DFD) Hasil Fermentasi
Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi