Manusia setiap hari membutuhkan zat-zat dan gizi yang harus dikonsumsi untuk memnuhi kebutuhan tersebut manusia harus mengkonsumsi makanan yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan sumbernya bahan makanan terdiri atas dua golongan yaitu lauk-pauk hewani dan lauk-pauk nabati. Lauk-pauk hewani yaitu semua bahan makanan yang berasal dari hewan, terutama dari hewan peliharaan, dan sebagian dari ternak, unggas dan ikan, termasuk susu dan telur (Sediaoetama, 2004). Daging merupakan bahan pangan yang penting bagi manusia karena daging bisa memenuhi kebutuhan manusia dalam hal zat-zat yang dibutuhkan oleh manusia. Zat-zat tersebut adalah protein, karbohidra, lemak, mineral, vitamin, dan air. Daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena daging kandungan gizinya yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi (Soeparno, 1998:1). Walaupun komoditi daging masih dianggap sebagai bahan pangan yang mewah dan cenderung mahal. Kandungan gizi dari daging terdiri dari air 75%, protein 18-20%, karbohidrat 1%, oleh karena itu salah satu daging hewan yaitu sapi sangat berguna bagi pertumbuhan sumber daya manusia kedepanya. Semakin bertambahnya penduduk maka akan semakin bertambah pula daging yang dikonsumsi oleh manusia. Daging yang berasal dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi (Nugraheni, 2012). Oleh sebab itu daging sangat diminati oleh kebanyakan masyarakat selain karena rasanya yang lezat juga daging bisa memenuji kebutuhan gizi yang diperlukan oleh manusia. Oleh karena itu konsumsi hewan ternak semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk di Indonesia, Kebutuhan akan hewan ternak yang meningkat menyebabkan mau tidak mau harus menjaga kualitas daging agar tetap memiliki gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, dalam hal menjaga kualitas daging agar tetap prima ketika sampai ke konsumen banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti teknik pemotongan hewan dan lain-lain. Daging juga memiliki karakteristik masing-masing dan tergantung pada selera masyarakat ingin mengkonsumsi daging apa, pada intinya daging hewan ternak memiliki tingkat pemenuhan gizi yang baik bagi manusia, oleh karena itu daging yang dikonsumsi oleh manusia harus diproses dengan baik dan benar. I.II Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pemotongan hewan ternak yang baik dan benar? 2. Komponen dari daging? 3. Karakteristik jening daging (sapi, kambing, domba, babi, dan kerbau)? 4. Bagaimana karaktersitik daging sapi sehingga cocok dibuat produk pangan/masakan? 5. Pengaruh waktu penyembelihan (pagi, siang, malam) dengan kulitas daging? 6. Pengaruh jenis makanan dan umur panen dengan kualitas daging? BAB II PEMBAHASAN
II.I Bagaimana proses pemotongan hewan ternak yang baik dan benar?
Pemotongan ternak adalah proses memotong ternak yang ditujukan untuk
mengambil dagingnya. Pemotongan ternak sendiri merupakan suatu proses yang dimulai dari pemilihan ternak sampai dengan dihasilkan daging. Tidak hanya dilakukan pada hari besar saja akan tetapi pemotongan hewan ternak juga bisa dilakukan didalam keseharian. Pemotongan hewan ternak yang dilakukan dalam keseharian biasanya dilakukan oleh rumah potong hewan (RPH) atau tempat pemotongan hewan (TPH). Rumah potong hewan (RPH) merupakan suatu kompleks bangunan yang didesain secara khusus dan dengan konstruksi tertentu untuk dapat menjadi tempat pemotongan hewan. Rumah potong hewan (RPH) memiliki perbedaan dengan tempat potong hewan perbedaan ini terletak pada status kepemilikanya, RPH dikelola oleh pemerintah setempat sedangkan TPH dikelola oleh swasta dan TPH ini didirikan dengan tujuan untuk membantu RPH dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi daging hewan. Pemotongan hewan tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pemotongan hewan ternak. Pemotongan hewan ternak harus memiliki atau memenuhi aspek sebagai berikut aspek aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pemotongan ternak harus dapat memenuhi standar halal, karena khususnya bagi umat muslim apapun yang dikonsumsi haruslah halal. Berdasarkan hal tersebut maka daging yang dihasilkan harus memenuhi aspek aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) (Soeparno, 2009). Pemenuhan kebutuhan daging dinilai penting karena berpengaruh terhadap ketahanan pangan karena ketahanan pangan harus dijaga khususnya kebutuhan pokok karena daging sendiri adalah kebutuhan pokok manusia. Permintaan akan kebutuhan daging juga akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Walaupun permintaan akan daging akan terus meningkat tetap harus memperhatikan populasi ternak. Populasi ternak menjadi penting didalam upaya swasembada daging. Swacita (2013) mengatakan bahwa, kesejahteraan hewan harus memperhatikan kenyamanan, kesenangan maupun kesehatan dari hewan. Hal yang harus diperhatikan pada proses penyembelihan sesuai dengan penerapan animal welfare, yaitu: 1. Penggiringan Penggiringan hewan dari kandang penampungan rumah pemotongan hewan menuju ruang potong yang berarti memperhatikan cara menggiring sapi dengan baik yang bertujuan agar sapi tidak bringas sehingga tidak mengakibatkan cedera pada tukang potong hewan, tidak ada barang atau orang yang berdiri di depan sapi yang dapat menyebabkan sapi takut bergerak, dan berdiri disamping sejajar dengan paha sapi. 2. Perebahan Merebahkan sapi dengan perlahan dan tidak dibanting agar menghasilkan kualititas daging yang baik tidak memar, serta mengikat kaki sapi dengan benar. 3. Penyembelihan Proses penyembelihan dengan segera setelah hewan rebah dan terikat, penyembelihan sapi sudah harus siap dengan tempat penampungan darah dan alat penyembelihan seperti pisau harus bersih, menggunakan pisau tajam, pisau yang cukup panjang, dan pisau dipegang dengan baik. 4. Penilaian Kematian Otak Penilaian kematian otak ditentukan dengan menyentuh lembut sudut mata menggunakan jari untuk melihat refleks kornea. Prosedur pemisahan kepala dan kaki dilakukan minimal 2 menit setelah hewan di sembelih. Dengan prosedur tahapan diatas dilakukan dengan baik maka daging yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik tidak menurunkan kandungan gizi serta tidak membahayakan kesehatan masyarakat ketika mengkonsumsi daging tersebut. Kualitas kimia daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, lemak intramuskular (marbling), tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot (Astawan, 2004).
II.IIKomponen dari daging?
Menurut Tien dan Sugiono (1992), daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga, yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Menurut “Food and Drug Administration”, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi, atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk diopotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat, yaitu yang berasal dari muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan esofagus, tidak termasuk bibir, moncong, telinga, dengan atau tanpa lemak yang menyertainya, serta bagian- bagian dari tulang, urat, urat syaraf, dan pembuluh-pembuluh darah. Daging merupakan komponen utama karkas. Komponen utama daging terdiri dari otot, lemak (marbling), sejumlah jaringan ikat (kolagen, elastin dan retikulin), serta pembuluh darah, epithel dan syaraf. Otot terdiri dari beberapa berkas otot (muscle bundle), berkas otot berisi serat otot (muscle fiber) yang merupakan sel otot berupa benang panjang, tidak bercabang dan sedikit meruncing pada kedua ujungnya. Serat otot berisi benang otot (miofibril), sedangkan miofibril terdiri dari beberapa sarkomer. Dalam sarkomer terdapat filamen-filamen halus (miofilamen) yang tebal dan tipis. Filamen yang tebal disebut miosin dan yang tipis disebut aktin (Forrest, dkk., 1975). II.III Karakteristik jening daging (sapi, kambing, domba, babi, dan kerbau)? 1. Daging Sapi Daging sapi berwarna merah ceri dan cerah, bau tidak menyimpang (tidak berbau amis, menyengat, dan asam). Permukaan daging lembab (tidak kering dan tidak basah), bersih dan tidak ada darah. Serabut daging relatif kasar dan dapat disimpan dalam kondisi dingin (1 0C – 10 0C). Daging sapi menjadi salah satu bahan pangan hewani dengan sumber protein yang bermutu tinggi. Protein pada daging sapi memiliki kandungan asam amino essensial lengkap dan seimbang yang dibutuhkan tubuh namun tidak diproduksi oleh tubuh, sehingga sangat penting untuk tubuh. Selain protein, daging sapi juga memiliki lemak yang menjadikan daging memiliki rasa gurih dan enak. Kandungan gizi yang lengkap pada daging menimbulkan kepuasan dan kenikmatan bagi konsumennya. 2. Daging Kambing Daging kambing merupakan salah satu jenis daging yang berasal dari ternak ruminansia kecil yaitu kambing, yang memiliki karakteristik warna lebih gelap dibanding warna daging sapi (light red to brick red), serat yang halus dan lembut, mempunyai bau yang lebih keras jika dibandingkan dengan daging sapi, lemak daging kambing keras dan kenyal serta berwarna putih kekuningan 4 (Winarno, 2004). Daging kambing mempunyai nilai kalori sebasar 152 kkal, protein 16,6% dan lemak 9,2% (Karyadi dan Muhilal, 1992). 3. Daging Domba Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba, jenis kelamin, dan tingkat perlemakan. Daging domba memiliki bobot jaringan muskuler atau urat daging yang berkisar 46% - 65% dari bobot karkas (Lawrie, 2003). Daging domba memiliki kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan daging sapi. 4. Daging Babi Daging babi memiliki karakteristik yang berbeda dari daging lainnya. Adapun ciri-ciri dari daging babi adalah: baunya khas, daging lebih kenyal dan mudah direnggangkan, cenderung berair, warna lebih pucat, harga pasaran lebih murah dibandingkan daging sapi, seratnya lebih halus daripada daging sapi, lemaknya tebal dan cenderung berwarna putih, serta elastis. Kemudian lemak babi juga sangat basah dan sulit dipisah dari dagingnya (Kumari, 2009). 5. Daging Kerbau Daging kerbau pada dasarnya sama dengan daging sapi. Daging kerbau memiliki karakteristik nilai pH daging 5,4; kadar air 76,6%; protein 19% dan kadar abu 1%. Daging kerbau memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan daging sapi dan lemak kerbau berwarna lebih putih. 6. Daging Kuda Hikmah (2003) mengatakan bahwa daging kuda mempunyai kandungan protein yang tinggi (19,72%) dengan kandungan lemak yang rendah (4,84%). Padahal dapat dilihat dari kandungan daging kuda bahwa daging kuda sangat berpotensi sebagai sumber protein bagi konsumsi masyarakat, sehingga permintaan daging kuda cenderung tidak stabil. II.IV Bagaimana karaktersitik daging sapi sehingga cocok dibuat produk pangan/masakan? Permukaan daging lembab (tidak kering dan tidak basah), bersih dan tidak ada darah. Serabut daging relatif kasar dan dapat disimpan dalam kondisi dingin (1 0C – 10 0C). Daging sapi menjadi salah satu bahan pangan hewani dengan sumber protein yang bermutu tinggi. Protein pada daging sapi memiliki kandungan asam amino essensial lengkap dan seimbang yang dibutuhkan tubuh namun tidak diproduksi oleh tubuh, sehingga sangat penting untuk tubuh. Selain protein, daging sapi juga memiliki lemak yang menjadikan daging memiliki rasa gurih dan enak. Kandungan gizi yang lengkap pada daging menimbulkan kepuasan dan kenikmatan bagi konsumennya. II.V Pengaruh waktu penyembelihan (pagi, siang, malam) dengan kulitas daging? Waktu penyembelihan mempengaruhi kualitas daging karena suhu pagi siang malam berbeda. Di luar negeri, daging di daerah pegunungan, misal di Italia temperaturnya di bawah 5 derajat. Suhu yang dibutuhkan untuk mencegah bakteri berkembang. Karena bakteri berkembang di atas suhu 5 derajat. Saat setelah penyembelihan, daging akan melepas kandungan enzim yang ada. Sehingga daging hewan yang sebelumnya tegang akibat pemotongan bisa meregang dan tidak menyebabkan daging keras saat diolah. Hal tersebut sulit dilakukan di daerah tropis seperti Indonesia yang cenderung bersuhu panas. Penyembelihan lebih baik dilakukan saat suhu udara tidak panas sehingga banyak dijumpai pasar daging tradisional yang beroperasi saat malam agar suhu udara tidak sepanas saat pagi hingga sore. II.VI Pengaruh jenis makanan dan umur panen dengan kualitas daging? Terkait pakan, ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian atau konsentrat cenderung lebih empuk dibandingkan dengan pemberian rumput saja. Hal ini dikaitkan dengan cepat atau lamanya pemotongan yang didasarkan atas capaian bobot badannya. Selain jenis pakan, jenis otot atau potongan komersial daging juga mempengaruhi keempukan daging. Keempukan daging sapi dengan kambing, domba, kerbau atau lainnya juga berbeda, karena perbedaan spesies. Sama-sama sapi, tetapi beda bangsa, misal sapi Bali dengan sapi peranakan Limousin, akan menghasilkan perbedaan keempukaan atau kualitas daging lainnya. Secara umum, keempukan daging juga akan menurun dengan bertambahnya umur ternak. Hal ini terjadi karena perubahan secara alami kolagen (protein jaringan ikat daging). Kolagen menjadi lebih kompleks dan lebih kuat dengan bertambahnya umur. BAB III
KESIMPULAN
Manusia dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh mereka akan
mengkonsumsi makanan yang kaya akan gizi tersebut seperti daging contohnya yang kaya akan gizi dan bisa memenuhi kebutuhan dari manusia. Daging memiliki ragam gizi dan zat-zat yang penting akan tubuh akan tetapi dalam prosesnya juga akan berpengaruh terhadap kualitas daging tersebut. Proses tersebut bisa terjadi sebelum, pada saat, dan sesudah penyembelihan. Saat sebelum penyembelihan cara merawat hewan tersebut seperti pakan apa yang dipakai kulitas kebersihan kendang, dan cara merawat akan berpengaruh terhdapat bagaiana kualitas daging yang akan dihasilkan. Sedangkan pada saat penyembelihan berlangsung emotongan yang dilakukan pada kondisi stress, kelelahan akan mengakibatkan daging yang kurang baik, yaitu pH tinggi, warna merah gelap, tekstur keras dan kering atau dikenal dengan istilah daging DFD (dark, firm and dry). Pada proses pemotongan juga biasanya dilakukan pada malam hari atau pagi hari, ada juga pemotongan yang berlangsung siang atau sore hari, pemotongan pada malam hari dimaksudkan untuk mempersiapkan daging yang akan dijual ke pasar pada keadaan masih segar pada pagi harinya dan menghindari lalat dan wabah penyakit. Untuk meminimalisir stress akibat pengaruh lingkungan sekitar, sebaiknya ternak dipisahkan dari ternak lainnya sebelum dipotong, tidak melihat rekannya dikuliti, tidak melihat genangan dan mencium bau amis darah. Setelah pemotongan juga daging harus di istirahatkan agar memiliki kualitas atau tekstur yang bagus seperti di dinginkan di lemari pendingin dan sebagaianya. Daging juga memiliki berbagai macam jenis dan karakteristik sendiri, seperti daging sapi berwarna merah ceri dan cerah, bau tidak menyimpang (tidak berbau amis, menyengat, dan asam). Dan Daging babi memiliki karakteristik yang berbeda dari daging lainnya. Adapun ciri-ciri dari daging babi adalah: baunya khas, daging lebih kenyal dan mudah direnggangkan, cenderung berair, warna lebih pucat, harga pasaran lebih murah dibandingkan daging sapi, seratnya lebih halus daripada daging sapi, lemaknya tebal dan cenderung berwarna putih, serta elastis.dan sebagainya, Akan tetapi tetap pada intinya daging memiliki beragam kebaikan bagi tubuh manusia. DAFTAR PUSTAKA
Intan Tolistiawaty, et. al., “Gambaran Rumah Potong Hewan/Tempat Pemotongan
Hewan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah”, II (2015), Vektor Penyakit, hlm. 45-52. Dewan Ketahanan Pangan, “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009, Jurnal Gizi dan Pangan, I (Juni 2006), hlm. 57-63 Soeparno, 2009, Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-4, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 46-51. Swacita IBN. 2013. Kesrawan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Hal. 1 - 5. Forrest, dkk. 1975. Principles of Meat Science. Fourth Edition. W.H. Freeman and Company. San Francisco, United States of America. 177-178 Tien dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU IPB dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Kumari. 2009. Waspada Flu Babi. Galasutra. Yogyakarta. Astawan, M., S. Koswara dan F. Herdiani. 2004. “Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan Pada Pengolahan Selai dan Dodol”. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. 15 No. 1: 61-69. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Karyadi, Darwin dan Muhilal. 1992. Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan . Jakarta: PT Gramedia. Lawrie, RA. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta. Hikmah. 2003. Karakteristik fisik, kimia dan organoleptik daging kuda di Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pacasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.