Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Manusia setiap hari membutuhkan zat-zat dan gizi yang harus dikonsumsi
untuk memnuhi kebutuhan tersebut manusia harus mengkonsumsi makanan yang
bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan sumbernya bahan makanan terdiri
atas dua golongan yaitu lauk-pauk hewani dan lauk-pauk nabati. Lauk-pauk hewani
yaitu semua bahan makanan yang berasal dari hewan, terutama dari hewan
peliharaan, dan sebagian dari ternak, unggas dan ikan, termasuk susu dan telur
(Sediaoetama, 2004).
Daging merupakan bahan pangan yang penting bagi manusia karena daging
bisa memenuhi kebutuhan manusia dalam hal zat-zat yang dibutuhkan oleh
manusia. Zat-zat tersebut adalah protein, karbohidra, lemak, mineral, vitamin, dan
air. Daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya
karena daging kandungan gizinya yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk
hidup dapat terpenuhi (Soeparno, 1998:1).
Walaupun komoditi daging masih dianggap sebagai bahan pangan yang
mewah dan cenderung mahal. Kandungan gizi dari daging terdiri dari air 75%,
protein 18-20%, karbohidrat 1%, oleh karena itu salah satu daging hewan yaitu sapi
sangat berguna bagi pertumbuhan sumber daya manusia kedepanya. Semakin
bertambahnya penduduk maka akan semakin bertambah pula daging yang
dikonsumsi oleh manusia.
Daging yang berasal dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai
bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga
merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi (Nugraheni, 2012). Oleh
sebab itu daging sangat diminati oleh kebanyakan masyarakat selain karena rasanya
yang lezat juga daging bisa memenuji kebutuhan gizi yang diperlukan oleh
manusia.
Oleh karena itu konsumsi hewan ternak semakin meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk di Indonesia, Kebutuhan akan hewan ternak yang
meningkat menyebabkan mau tidak mau harus menjaga kualitas daging agar tetap
memiliki gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, dalam hal menjaga kualitas
daging agar tetap prima ketika sampai ke konsumen banyak faktor yang perlu
diperhatikan seperti teknik pemotongan hewan dan lain-lain.
Daging juga memiliki karakteristik masing-masing dan tergantung pada
selera masyarakat ingin mengkonsumsi daging apa, pada intinya daging hewan
ternak memiliki tingkat pemenuhan gizi yang baik bagi manusia, oleh karena itu
daging yang dikonsumsi oleh manusia harus diproses dengan baik dan benar.
I.II Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana proses pemotongan hewan ternak yang baik dan benar?
2. Komponen dari daging?
3. Karakteristik jening daging (sapi, kambing, domba, babi, dan
kerbau)?
4. Bagaimana karaktersitik daging sapi sehingga cocok dibuat produk
pangan/masakan?
5. Pengaruh waktu penyembelihan (pagi, siang, malam) dengan kulitas
daging?
6. Pengaruh jenis makanan dan umur panen dengan kualitas daging?
BAB II
PEMBAHASAN

II.I Bagaimana proses pemotongan hewan ternak yang baik dan benar?

Pemotongan ternak adalah proses memotong ternak yang ditujukan untuk


mengambil dagingnya. Pemotongan ternak sendiri merupakan suatu proses yang
dimulai dari pemilihan ternak sampai dengan dihasilkan daging. Tidak hanya
dilakukan pada hari besar saja akan tetapi pemotongan hewan ternak juga bisa
dilakukan didalam keseharian. Pemotongan hewan ternak yang dilakukan dalam
keseharian biasanya dilakukan oleh rumah potong hewan (RPH) atau tempat
pemotongan hewan (TPH). Rumah potong hewan (RPH) merupakan suatu
kompleks bangunan yang didesain secara khusus dan dengan konstruksi tertentu
untuk dapat menjadi tempat pemotongan hewan. Rumah potong hewan (RPH)
memiliki perbedaan dengan tempat potong hewan perbedaan ini terletak pada status
kepemilikanya, RPH dikelola oleh pemerintah setempat sedangkan TPH dikelola
oleh swasta dan TPH ini didirikan dengan tujuan untuk membantu RPH dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi daging hewan.
Pemotongan hewan tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan protein
hewani. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pemotongan hewan ternak.
Pemotongan hewan ternak harus memiliki atau memenuhi aspek sebagai berikut
aspek aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pemotongan ternak harus dapat
memenuhi standar halal, karena khususnya bagi umat muslim apapun yang
dikonsumsi haruslah halal. Berdasarkan hal tersebut maka daging yang dihasilkan
harus memenuhi aspek aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) (Soeparno, 2009).
Pemenuhan kebutuhan daging dinilai penting karena berpengaruh terhadap
ketahanan pangan karena ketahanan pangan harus dijaga khususnya kebutuhan
pokok karena daging sendiri adalah kebutuhan pokok manusia. Permintaan akan
kebutuhan daging juga akan terus meningkat seiring dengan peningkatan
pendapatan masyarakat. Walaupun permintaan akan daging akan terus meningkat
tetap harus memperhatikan populasi ternak. Populasi ternak menjadi penting
didalam upaya swasembada daging.
Swacita (2013) mengatakan bahwa, kesejahteraan hewan harus
memperhatikan kenyamanan, kesenangan maupun kesehatan dari hewan. Hal yang
harus diperhatikan pada proses penyembelihan sesuai dengan penerapan animal
welfare, yaitu:
1. Penggiringan
Penggiringan hewan dari kandang penampungan rumah pemotongan
hewan menuju ruang potong yang berarti memperhatikan cara
menggiring sapi dengan baik yang bertujuan agar sapi tidak bringas
sehingga tidak mengakibatkan cedera pada tukang potong hewan,
tidak ada barang atau orang yang berdiri di depan sapi yang dapat
menyebabkan sapi takut bergerak, dan berdiri disamping sejajar
dengan paha sapi.
2. Perebahan
Merebahkan sapi dengan perlahan dan tidak dibanting agar
menghasilkan kualititas daging yang baik tidak memar, serta
mengikat kaki sapi dengan benar.
3. Penyembelihan
Proses penyembelihan dengan segera setelah hewan rebah dan
terikat, penyembelihan sapi sudah harus siap dengan tempat
penampungan darah dan alat penyembelihan seperti pisau harus
bersih, menggunakan pisau tajam, pisau yang cukup panjang, dan
pisau dipegang dengan baik.
4. Penilaian Kematian Otak
Penilaian kematian otak ditentukan dengan menyentuh lembut sudut
mata menggunakan jari untuk melihat refleks kornea. Prosedur
pemisahan kepala dan kaki dilakukan minimal 2 menit setelah
hewan di sembelih.
Dengan prosedur tahapan diatas dilakukan dengan baik maka daging yang
dihasilkan memiliki kualitas yang baik tidak menurunkan kandungan gizi serta
tidak membahayakan kesehatan masyarakat ketika mengkonsumsi daging
tersebut.
Kualitas kimia daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan
dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor
setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan,
metode pemasakan, lemak intramuskular (marbling), tingkat keasaman (pH)
daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), metode
penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot (Astawan,
2004).

II.IIKomponen dari daging?


Menurut Tien dan Sugiono (1992), daging didefinisikan sebagai urat daging
(otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan
telinga, yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Menurut “Food and
Drug Administration”, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak
sapi, babi, atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk diopotong,
tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat, yaitu yang berasal dari
muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan esofagus, tidak termasuk
bibir, moncong, telinga, dengan atau tanpa lemak yang menyertainya, serta bagian-
bagian dari tulang, urat, urat syaraf, dan pembuluh-pembuluh darah.
Daging merupakan komponen utama karkas. Komponen utama daging
terdiri dari otot, lemak (marbling), sejumlah jaringan ikat (kolagen, elastin dan
retikulin), serta pembuluh darah, epithel dan syaraf. Otot terdiri dari beberapa
berkas otot (muscle bundle), berkas otot berisi serat otot (muscle fiber) yang
merupakan sel otot berupa benang panjang, tidak bercabang dan sedikit meruncing
pada kedua ujungnya. Serat otot berisi benang otot (miofibril), sedangkan miofibril
terdiri dari beberapa sarkomer. Dalam sarkomer terdapat filamen-filamen halus
(miofilamen) yang tebal dan tipis. Filamen yang tebal disebut miosin dan yang tipis
disebut aktin (Forrest, dkk., 1975).
II.III Karakteristik jening daging (sapi, kambing, domba, babi, dan kerbau)?
1. Daging Sapi
Daging sapi berwarna merah ceri dan cerah, bau tidak menyimpang (tidak
berbau amis, menyengat, dan asam). Permukaan daging lembab (tidak kering
dan tidak basah), bersih dan tidak ada darah. Serabut daging relatif kasar dan
dapat disimpan dalam kondisi dingin (1 0C – 10 0C). Daging sapi menjadi salah
satu bahan pangan hewani dengan sumber protein yang bermutu tinggi. Protein
pada daging sapi memiliki kandungan asam amino essensial lengkap dan
seimbang yang dibutuhkan tubuh namun tidak diproduksi oleh tubuh, sehingga
sangat penting untuk tubuh. Selain protein, daging sapi juga memiliki lemak
yang menjadikan daging memiliki rasa gurih dan enak. Kandungan gizi yang
lengkap pada daging menimbulkan kepuasan dan kenikmatan bagi
konsumennya.
2. Daging Kambing
Daging kambing merupakan salah satu jenis daging yang berasal dari ternak
ruminansia kecil yaitu kambing, yang memiliki karakteristik warna lebih gelap
dibanding warna daging sapi (light red to brick red), serat yang halus dan
lembut, mempunyai bau yang lebih keras jika dibandingkan dengan daging sapi,
lemak daging kambing keras dan kenyal serta berwarna putih kekuningan 4
(Winarno, 2004). Daging kambing mempunyai nilai kalori sebasar 152 kkal,
protein 16,6% dan lemak 9,2% (Karyadi dan Muhilal, 1992).
3. Daging Domba
Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba, jenis
kelamin, dan tingkat perlemakan. Daging domba memiliki bobot jaringan
muskuler atau urat daging yang berkisar 46% - 65% dari bobot karkas (Lawrie,
2003). Daging domba memiliki kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan
daging sapi.
4. Daging Babi
Daging babi memiliki karakteristik yang berbeda dari daging lainnya. Adapun
ciri-ciri dari daging babi adalah: baunya khas, daging lebih kenyal dan mudah
direnggangkan, cenderung berair, warna lebih pucat, harga pasaran lebih murah
dibandingkan daging sapi, seratnya lebih halus daripada daging sapi, lemaknya
tebal dan cenderung berwarna putih, serta elastis. Kemudian lemak babi juga
sangat basah dan sulit dipisah dari dagingnya (Kumari, 2009).
5. Daging Kerbau
Daging kerbau pada dasarnya sama dengan daging sapi. Daging kerbau memiliki
karakteristik nilai pH daging 5,4; kadar air 76,6%; protein 19% dan kadar abu
1%. Daging kerbau memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan daging
sapi dan lemak kerbau berwarna lebih putih.
6. Daging Kuda
Hikmah (2003) mengatakan bahwa daging kuda mempunyai kandungan protein
yang tinggi (19,72%) dengan kandungan lemak yang rendah (4,84%). Padahal
dapat dilihat dari kandungan daging kuda bahwa daging kuda sangat berpotensi
sebagai sumber protein bagi konsumsi masyarakat, sehingga permintaan daging
kuda cenderung tidak stabil.
II.IV Bagaimana karaktersitik daging sapi sehingga cocok dibuat produk
pangan/masakan?
Permukaan daging lembab (tidak kering dan tidak basah), bersih dan tidak
ada darah. Serabut daging relatif kasar dan dapat disimpan dalam kondisi dingin (1
0C – 10 0C). Daging sapi menjadi salah satu bahan pangan hewani dengan sumber
protein yang bermutu tinggi. Protein pada daging sapi memiliki kandungan asam
amino essensial lengkap dan seimbang yang dibutuhkan tubuh namun tidak
diproduksi oleh tubuh, sehingga sangat penting untuk tubuh. Selain protein, daging
sapi juga memiliki lemak yang menjadikan daging memiliki rasa gurih dan enak.
Kandungan gizi yang lengkap pada daging menimbulkan kepuasan dan kenikmatan
bagi konsumennya.
II.V Pengaruh waktu penyembelihan (pagi, siang, malam) dengan kulitas daging?
Waktu penyembelihan mempengaruhi kualitas daging karena suhu pagi
siang malam berbeda. Di luar negeri, daging di daerah pegunungan, misal di Italia
temperaturnya di bawah 5 derajat. Suhu yang dibutuhkan untuk mencegah bakteri
berkembang. Karena bakteri berkembang di atas suhu 5 derajat. Saat setelah
penyembelihan, daging akan melepas kandungan enzim yang ada. Sehingga daging
hewan yang sebelumnya tegang akibat pemotongan bisa meregang dan tidak
menyebabkan daging keras saat diolah. Hal tersebut sulit dilakukan di daerah tropis
seperti Indonesia yang cenderung bersuhu panas. Penyembelihan lebih baik
dilakukan saat suhu udara tidak panas sehingga banyak dijumpai pasar daging
tradisional yang beroperasi saat malam agar suhu udara tidak sepanas saat pagi
hingga sore.
II.VI Pengaruh jenis makanan dan umur panen dengan kualitas daging?
Terkait pakan, ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian atau
konsentrat cenderung lebih empuk dibandingkan dengan pemberian rumput saja.
Hal ini dikaitkan dengan cepat atau lamanya pemotongan yang didasarkan atas
capaian bobot badannya. Selain jenis pakan, jenis otot atau potongan komersial
daging juga mempengaruhi keempukan daging.
Keempukan daging sapi dengan kambing, domba, kerbau atau lainnya juga
berbeda, karena perbedaan spesies. Sama-sama sapi, tetapi beda bangsa, misal sapi
Bali dengan sapi peranakan Limousin, akan menghasilkan perbedaan keempukaan
atau kualitas daging lainnya. Secara umum, keempukan daging juga akan menurun
dengan bertambahnya umur ternak. Hal ini terjadi karena perubahan secara alami
kolagen (protein jaringan ikat daging). Kolagen menjadi lebih kompleks dan lebih
kuat dengan bertambahnya umur.
BAB III

KESIMPULAN

Manusia dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh mereka akan


mengkonsumsi makanan yang kaya akan gizi tersebut seperti daging contohnya
yang kaya akan gizi dan bisa memenuhi kebutuhan dari manusia. Daging
memiliki ragam gizi dan zat-zat yang penting akan tubuh akan tetapi dalam
prosesnya juga akan berpengaruh terhadap kualitas daging tersebut.
Proses tersebut bisa terjadi sebelum, pada saat, dan sesudah
penyembelihan. Saat sebelum penyembelihan cara merawat hewan tersebut
seperti pakan apa yang dipakai kulitas kebersihan kendang, dan cara merawat
akan berpengaruh terhdapat bagaiana kualitas daging yang akan dihasilkan.
Sedangkan pada saat penyembelihan berlangsung emotongan yang dilakukan
pada kondisi stress, kelelahan akan mengakibatkan daging yang kurang baik,
yaitu pH tinggi, warna merah gelap, tekstur keras dan kering atau dikenal
dengan istilah daging DFD (dark, firm and dry).
Pada proses pemotongan juga biasanya dilakukan pada malam hari atau
pagi hari, ada juga pemotongan yang berlangsung siang atau sore hari,
pemotongan pada malam hari dimaksudkan untuk mempersiapkan daging yang
akan dijual ke pasar pada keadaan masih segar pada pagi harinya dan
menghindari lalat dan wabah penyakit.
Untuk meminimalisir stress akibat pengaruh lingkungan sekitar,
sebaiknya ternak dipisahkan dari ternak lainnya sebelum dipotong, tidak melihat
rekannya dikuliti, tidak melihat genangan dan mencium bau amis darah. Setelah
pemotongan juga daging harus di istirahatkan agar memiliki kualitas atau tekstur
yang bagus seperti di dinginkan di lemari pendingin dan sebagaianya.
Daging juga memiliki berbagai macam jenis dan karakteristik sendiri,
seperti daging sapi berwarna merah ceri dan cerah, bau tidak menyimpang (tidak
berbau amis, menyengat, dan asam). Dan Daging babi memiliki karakteristik
yang berbeda dari daging lainnya. Adapun ciri-ciri dari daging babi adalah:
baunya khas, daging lebih kenyal dan mudah direnggangkan, cenderung berair,
warna lebih pucat, harga pasaran lebih murah dibandingkan daging sapi,
seratnya lebih halus daripada daging sapi, lemaknya tebal dan cenderung
berwarna putih, serta elastis.dan sebagainya, Akan tetapi tetap pada intinya
daging memiliki beragam kebaikan bagi tubuh manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Intan Tolistiawaty, et. al., “Gambaran Rumah Potong Hewan/Tempat Pemotongan


Hewan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah”, II (2015), Vektor Penyakit,
hlm. 45-52.
Dewan Ketahanan Pangan, “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009,
Jurnal Gizi dan Pangan, I (Juni 2006), hlm. 57-63
Soeparno, 2009, Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-4, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, hlm. 46-51.
Swacita IBN. 2013. Kesrawan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Hal. 1 - 5.
Forrest, dkk. 1975. Principles of Meat Science. Fourth Edition. W.H. Freeman and
Company. San Francisco, United States of America. 177-178
Tien dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. PAU IPB dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kumari. 2009. Waspada Flu Babi. Galasutra. Yogyakarta.
Astawan, M., S. Koswara dan F. Herdiani. 2004. “Pemanfaatan Rumput Laut
(Eucheuma cottonii) Untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan
Pada Pengolahan Selai dan Dodol”. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,
Vol. 15 No. 1: 61-69.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Karyadi, Darwin dan Muhilal. 1992. Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan . Jakarta:
PT Gramedia.
Lawrie, RA. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta.
Hikmah. 2003. Karakteristik fisik, kimia dan organoleptik daging kuda di Sulawesi
Selatan. Tesis. Program Pacasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai