Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging adalah salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein dimana protein daging

mengandung susunan asam amino yang lengkap. Secara umum konsumsi protein

dalam menu rakyat Indonesia sehari-hari masih di bawah kebutuhan minimum,

terutama protein hewani. Rendahnya jumlahyang dikonsumsi disebabkan oleh

harga protein hewani yang relatif lebih mahal dan sumber dayanya yang terbatas.

Daging juga merupakan semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan

termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati,ginjal dan

lain-lain. Soeparno (1992) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan

semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut maka organ-organ dalam

(jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging.

Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging

adalah semata-mata jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama

penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.

Daging juga dapat dibedakan atas daging merah dan daging putih

tergantung perbedaan histologi, biokimia, dan asal ternak. Daging merah adalah

daging yang memiliki serat yang sempit, kaya akan pigmen daging (mioglobin),

mitokondria dan enzim respirasi berhubungan dengan tingginya aktivitas otot

serta kandungan glikogen yang rendah. Daging putih merupakan daging yang

berserat lebih besar dan lebar, sedikit mioglobin, mitokondria dan enzim respirasi

berhubungan dengan aktivitas otot yang singkat/cepat serta kandungan glikogen

1
2

yang tinggi. Daging putih mempunyai kadar protein lebih tinggi dibanding daging

merah namun daging merah memiliki kadar lemak jenuh dan kolesterol lebih

tinggi dibanding daging putih. Daging sapi berwarna merah terang/cerah,

mengkilap, dan tidak pucat. Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak

lembek. Jika dipegang masih terasa basah dan tidak lengket di tangan. Dari segi

aroma.

Abon adalah makanan dibuat dari daging yang disuwir--suwir atau

dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu-bumbu dan digoreng. Daging

yang umum digunakan untuk pembuatan abon adalah daging sapi atau kerbau.

Meskipun demikian, semua jenis daging termasuk daging ikan dapat digunakan

untuk pembuatan abon. Abon tergolong produk olahan daging yang awet. Untuk

mempertahankan mutunya selama penyimpanan, abon dikemas dalam kantong

plastik dan ditutup dengan rapat. Dengan cara demikian, abon dapat disimpan

pada suhu kamar selama beberapa bulan.


PEMBAHASAN

Daging adalah merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil

penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan. Hewan-hewan yang khusus

diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies mamalia seperti

sapi, kerbau, kambing domba dan babi dan berbagai spesies unggas seperti ayam,

kalkun dan bebek atau itik. Dengan berkembangnya ilmu-ilmu peternakan,

beberapa spesies hewan seperti sapi, domba, babi dan ayam telah diseleksi khusus

sebagai penghasil daging yang mana hewan-hewan tersebut mengkonversi

sebahagian besar dari ransum yang dimakan untuk pertumbuhan jaringan otot.

Hewan-hewan yang demikian disebut tipe potong atau tipe daging mempunyai

bentuk badan yang menunjukkan pertumbuhan otot yang sempurna pada seluruh

permukaan tulang-tulangnya dengan kaki yang pendek.

Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada

kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal

dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Daging

didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan

sebagai makanan. Disamping itu, daging juga merupakan bahan pangan yang

mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang

sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba

perusak.

Untuk memperoleh daging yang berkualitas baik, faktor-faktor yang harus

diperhatikan pada waktu penyembelihan hewan adalah sebagai berikut : a.

Permukaan kulit hewan harus dalam keadaan bersih b. Hewan harus dalam

3
4

kondisi prima, tidak lelah, tidak kelaparan dan tenang c. Pengeluaran darah harus

berlangsung dengan cepat dan sempurna d. Perlakuan-perlakuan yang

menyebabkan terjadinya memar dan luka pada jaringan otot harus dihindari e.

Kontaminasi dengan mikroorganisme harus dihindari dengan menggunakan alat-

alat yang bersih.

Daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroba.

Kerusakan dagingditandai oleh adanya perubahan bau dan timbulnya lendir

yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta sel

atau lebih per 1 cm luas permukaan daging. Kerusakan mikroba pada daging terutama

disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut:

a. Pembentukan l e n d i r

b. P e r u b a h a n w a r n a

c. Perubahan bau menjadi busuk karena terjadi pemecahan

proteindanterbentuknyasenyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia,

H2S dansenyawa lain-lain.

d. P e r u b a h a n r a s a m e n j a d i a s a m d a n p a h i t k a r e n a p e r t u m b u h a n

b a k t e r i pembentukasam dan senyawa pahit.

e. Terjadi ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging

Sebaiknya daging hewan yang baru saja disembelih tidak cepat-

cepat dimasak, tetapi ditunggu beberapa lama atau dilayukan terlebih dahulu.

Untuk daging sapi atau daging kerbau dapat dimasak sesudah pelayuan selama 12-

24 jam; daging kambing, domba, babi sesudah 8–12 jam, sedangkan

untuk daging pedet (anak sapi) sesudah 4-8 jam. Usaha pengawetan
5

daging diperlukan untuk memenuhi selera atau kebutuhan konsumen serta dapat

mempermudah dalam pengangkutan.

Abon adalah makanan dibuat dari daging yang disuwir—suwir atau

dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu-bumbu dan digoreng. Daging

yang umum digunakan untuk pembuatan abon adalah daging sapi atau kerbau.

Meskipun demikian, semua jenis daging termasuk daging ikan dapat digunakan

untuk pembuatan abon. Abon tergolong produk olahan daging yang awet. Untuk

mempertahankan mutunya selama penyimpanan, abon dikemas dalam kantong

plastik dan ditutup dengan rapat. Dengan cara demikian, abon dapat disimpan

pada suhu kamar selama beberapa bulan. Dari segi teknologi, pembuatan abon

relatif mudah, tidak memerlukan modal yang besar dan sudah lama dikenal dan

digemari oleh semua golongan masyarakat Indonesia. Sehingga, pembuatan abon

mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai industri kecil atau

industri rumah tangga.

Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses

penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan

yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi

dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak

goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses

penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada

daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil

pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas

yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti

vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi


6

dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan

mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim

lipoksidasi lemak akan dipercepat.

Pengawetan daging bertujuan untuk memperpanjang masa simpannya

sampai sebelum dikonsumsi. Berdasarkan metode, pengawetan daging dapat

dilakukan dengan 3 metode yaitu pengawetan secara fisik, biologi, dan kimia.

Pengawetan secara fisik meliputi proses pelayuan (penirisan darah selama 12-24

jam setelah ternak disembelih), pemanasan (proses pengolahan daging untuk

menekan/membunuh kuman seperti pasteurisasi, sterilisasi) dan pendinginan

(penyimpanan di suhu dingin refrigerator suhu 4-10°C, freezer suhu <0°C),

pengawetan secara biologi melibatkan proses fermentasi menggunakan mikroba

seperti pembuatan produk salami, sedangkan pengawetan kimia merupakan

pengawetan yang melibatkan bahan kimia. Pengawetan secara kimia dibedakan

menjadi pengawetan menggunakan bahan kimia dari bahan aktif alamiah dan

bahan kimia (sintetis). Pengawetan menggunakan bahan aktif alamiah antara lain

menggunakan rempah-rempah (bawang putih, kunyit, lengkuas, jahe), metabolit

sekunder bakteri (bakteriosin), dan lain-lain yang dilaporkan memiliki daya

antibakteri, antimikroba, dan bakterisidal. Pengawetan menggunakan bahan kimia

seperti garam dapur, sodium tripolyphosphate (STPP), sodium nitrit, sodium

laktat, sodium asetat, sendawa (kalium nitrat, kalsium nitrat, natrium nitrat), gula

pasir dan lain-lain dan lain-lain. Dengan jumlah penggunaan yang tepat,

pengawetan dengan bahan kimia sangat praktis karena dapat menghambat

berkembangbiaknya mikroba jamur, kapang/khamir dan bakteri patogen.


PENUTUP

Pengawetan daging bertujuan untuk memperpanjang masa simpannya

sampai sebelum dikonsumsi. Berdasarkan metode, pengawetan daging dapat

dilakukan dengan 3 metode yaitu pengawetan secara fisik proses pelayuan

(penirisan darah selama 12-24 jam setelah ternak disembelih), pemanasan (proses

pengolahan daging untuk menekan/membunuh kuman seperti pasteurisasi,

sterilisasi) dan pendinginan (penyimpanan di suhu dingin refrigerator suhu 4-

10°C, freezer suhu <0°C), pengawetan secara biologi melibatkan proses

fermentasi menggunakan mikroba seperti pembuatan produk salami, sedangkan

pengawetan kimia merupakan pengawetan yang melibatkan bahan kimia.

Salah satu teknologi pengawetan pada daging ialah dengan cara

membuatnya menjadi abon, dimana kita tahu sendiri bahwa abon dapat bertahan

lama dikarenakan adanya bahan-bahan pengawet secara alami yang terbentuk dari

bahan-bahan yang dicampurkan. Proses pembuatan abon melalui proses

penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi perubahan-perubahan

fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak gorengnya.

Dari segi teknologi, pembuatan abon relatif mudah, tidak memerlukan

modal yang besar dan sudah lama dikenal dan digemari oleh semua golongan

masyarakat Indonesia. Sehingga, pembuatan abon mempunyai prospek yang baik

untuk dikembangkan sebagai industri kecil atau industri rumah tangga.

7
DAFTAR PUSTAKA

Koswara, S. 2009. Teknologi praktis pegolahan daging. http://e-bookpangan.com.

Suharyanto. 2008. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Jurusan Peternakan


Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai