Anda di halaman 1dari 15

Makalah teknologi hasil ternak daging segar

Makalah…!!!

DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK

OLEH:

VINA EKA PRASETIA NUR AULIA ANISA


L1A1 14 059
B

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah,
rahmat dan karunia-Nya serta kelapangan berpikir dan waktu, sehingga saya dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah dengan judul “Daging Segar Dan Cara
Mempertahankan Kesegarannya”. Makalah ini  disusun sebagai tugas yang
diberikan oleh dosen mata kuliah "Dasar Teknologi Hasil Ternak".
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami
peroleh dari buku, serta informasi dari media elektronik (internet) yang
berhubungan dengan “Daging Segar Dan Cara Mempertahankan Kesegarannya”.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah “Dasar
Teknologi Hasil Ternak” atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata pengantar saya mengucapkan terima kasih karena telah
berkenan membaca makalah ini. Semoga memberikan manfaat kepada kita
semua. 

Kendari, 29, september 2015

penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Ringkasan
BAB IPENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
B.       Rumusan Masalah
C.       Tujuan
BAB II ISI
A.      Pengertian Daging Segar
B.       Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Daging
C.       Cara Mempertahankan Kesegaran Daging
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan
fisik dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan
lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan
sebagainya.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain,
protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Karakteristik kualitas daging merupakan karakteristik yang dinilai oleh
konsumen dalam memenuhi palatabilitasnya, berkaitan dengan penilaian sensorik
atau organoleptik. Kualitas daging atau bahan pangan pada umumnya, dinilai oleh
konsumen pada awalnya melalui pendekatan organ-organ panca indera. Sehingga
karakteristik kualitas pada daging menyangkut warna, keempukan, citarasa
(flavour), dan kebasahan (juiciness).
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially
hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging
terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit),
bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat),
dan bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca). Oleh sebab
itu, penanganan daging harus dilakukan secara higienis dengan cara mendiginkan
dan membekukan daging.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.         Pengertian Daging Segar
2.      Faktor yang mempegaruhi Kualitas Daging
3.      Cara Mempertahankan Kesegaran Daging/Karkas

C.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.         Untuk mengetahui Pengertian Daging segar
2.         Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi kualitas Daging
3.         Untuk mengetahui Cara Mempertahankan Kesegaran Daging/Karkas

BAB II
ISI
A.      Pengertian Daging Segar
Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik
dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan lebih
lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan
sebagainya. Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi.
Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging
lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga
mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food)
dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially
hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging
terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit),
bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat),
dan bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca).
B.       Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Daging
Dalam pemotongan ternak ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kualitas daging
yaitu:
1.      Faktor Sebelum pemotongan terdiri dari
a.       Genetic/Keturunan
Nilai heritabilitas keempukan daging sapi sekitar 45%, artinya
45% keempukan daging sapi saat dimasak ditentukan oleh faktor
genetik atau tetua ternak yang dipotong. Faktor genetik akan menentukan
keempukan daging antargrade dan potongan daging sejenis.
b.      Spesies
Dari taksonomi ternak yang paling diperhatikan yaitu spesiesnya, karena spesies
menentukan apakah ternak tersebut banyak dipelihara di Indonesia, mampu
memproduksi daging atau susu, serta mempunyai produksi daya adaptasi yang
tinggi, dan sebagainya. Spesies menentukan tingkat perdagingan suatu ternak.
c.       Bangsa
Bangsa ternak termasuk kedalam factor genetic atau factor keturunan. Bangsa
suatu ternak juga menentukan kualitas suatu daging ternak itu sendiri. Misalnya
ternak sapi-sapi introduksi, seperti: 1) sapi limousine, persentase daging dalam
karkas cukup tinggi, 2) sapi angus, mempunyai kemampuan dalam menurunkan
marbling (perlemakan dalam daging) ke anak-anaknya. 3) sapi Hereford,
perdagingannya tebal. Dan sebagainya. Jadi dilihat dari bangsa ternak itu sendiri
sangat penting dalam mennentukan kualitas daging.
d.      Tipe ternak
Tipe ternak menentukan keempukan daging itu sendiri, seperti tipe ternak potong
dan tipe ternak perah. Tipe ternak potong lebih empuk daripada tipe ternak perah.
Karena tipe ternak potong itu sendiri dipelihara untuk menghasilkan daging, dan
sebaliknya.
e.       Umur
Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging
yang dihasilkan semakin liat, jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan
memiliki konsistensi kenyal (padat). Umumnya daging yang berasal dari sapi tua
akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Hasil
penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi berkorelasi positif dengan
keempukan daging yang dihasilkannya, artinya makin tua ternak sudah dapat
dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi tua baunya
lebih menyengat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda.
Ternak sapi tua yang gemuk akan menghasilkan daging yang berlemak oleh
karena itu rasanya akan lebih gurih dan banyak disukai konsumen. Selain itu
daging yang berlemak kandungan airnya lebih sedikit sehingga pada saat dimasak
penyusutannya tidak terlalu besar.
Umur ternak saat dipotong berpengaruh terhadap keempukan daging. Sapi yang
dipotong pada umur 9-30 bulan umumnya memiliki daging yang empuk. Sapi
betina yang digunakan sebagai induk, dagingnya menjadi kurang empuk saat
umurnya tua. Keempukan daging menurun sejalan dengan bertambahnya umur
ternak.
f.       Pakan dan Bahan Aditif (Hormone, Antibiotic, dan Mineral)
Ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian cenderung mencapai bobot
potong lebih cepat dibanding ternak yang mendapat pakan dari padang
penggembalaan. Dengan demikian, daging dari ternak yang diberi pakan biji-
bijian biasanya lebih empuk karena ternak dipotong pada umur lebih muda.
g.      Keadaan Stress
      DFD (Dark Firm Dry)
Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap, bertekstur keras,
kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi. Daging ini
dihasilkan akibat ternak kelelahan setelah mengalami transportasi yang jauh,
sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori. pigmen yang
memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi
dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin.
     PSE (Pale Soft Exudatife)
Daging PSE (Pale Soft Exudative) disebabkan Stress dalam waktu yang lama
sebelum penyembelihan sehingga pH tetap tinggi setelah penyembelihan.
Produksi asam laktat postmortem dari glikogen yang sangat cepat dan tidak
terkendali, sehingga mengakibatkan pH daging yang sangat rendah sesaat setelah
pemotongan, sementara temperatur otot masih tetap tinggi. Daya ikat air oleh
proteinnya sangat rendah. Penurunan pH yang cepat, seperti pada saat pemecahan
ATP yang cepat, akan mengakibatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA
protein. Demikian pula suhu yang tinggi akan mempercepat penurunan pH otot
pascamerta, dan akan meningkatkan penurunan DIA sebagai akibat dari
meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air keruang
ekstraselular.
2.    Faktor Sesudah Pemotongan terdiri dari:
a.       Metode Pelayuan
Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara
menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik
beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar atau swalayan adalah daging
yang telah mengalami proses pelayuan. Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim
yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat
mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat. Hewan
yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-
perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah
digerakkan. Keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis.
Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam laktat
dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan
terhambat, (2) pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar daging
menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan,
(4) untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta
cita rasa khas.
b.         Metode Pemasakan
Daging dengan jaringan ikat sedikit seperti has, dianjurkan dimasak dengan
pemanasan kering (goreng, bakar, panggang, barbeque). Daging dengan jaringan
ikat banyak seperti sengkel, dianjurkan dimasak secara lama dan lambat dengan
suhu rendah dan menggunakan sedikit air. Suhu pemasakan memengaruhi
keempukan daging. Jika daging tanpa lemak dipanaskan, protein kontraktil
mengeras dan cairan hilang sehingga menurunkan keempukan daging. Potongan
daging yang empuk bila dimasak pada suhu rendah akan menjadi lebih empuk
dibanding pemasakan pada suhu sedang, dan dengan pemasakan suhu sedang,
daging lebih empuk dibanding pemasakan dengan suhu tinggi. Oleh karena itu,
suhu pemasakan perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging yang empuk.
Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau
pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin
besar kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak
merupakan indicator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus
daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus
daging merupakan komponen dari daging yang ikut menetukan keempukan
daging.

c.     Tingkat Keasaman (pH) Daging


Nilai pH merupakan salah satu criteria dalam penentuan kualitas daging,
khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH).  Setelah pemotongan hewan (hewan
telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam
jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke
jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung.  Salah satu proses yang
terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian
(36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis
anaerob atau glikolisis postmortem.  Dalam glikolisis anaerob ini, selain
dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam laktat.  Asam laktat tersebut
akan terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH
jaringan otot.
Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging)
saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral).  Setelah hewan disembelih (mati),
nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam
laktat.  Penurunan nilai pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani dengan baik
sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar
7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6 – 5,7
dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-
5,6.  Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai
pada otot setelah pemotongan (kematian).   Nilai pH daging tidak akan pernah
mencapai nilai di bawah 5,3.  Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah
5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja.
d.      Bahan Tambahan (Termasuk Enzim Pengempuk Daging)
Enzim dari tanaman, seperti papain (dari pepaya), bromelin (dari nenas), dan fisin
(getah pohon daun ara), baik berbentuk cair maupun bubuk, dapat digunakan
untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dari nenas juga banyak digunakan
untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dapat menguraikan serat-serat
daging sehingga menjadi lebih empuk. Buah nenas yang belum matang
mengandung bromelin lebih sedikit dibandingkan buah nenas matang yang masih
segar. Kandungan bromelin paling banyak terdapat dalam bagian kulit.
Marinasi adalah cara meningkatkan keempukan daging dengan menambahkan
bahan perasa, seperti garam atau kecap, asam (cuka, jeruk lemon), dan enzim
(papain, bromelin, fisin atau jahe).
e.    Lemak Intramuscular (Marbling)
Berdasarkan marbling, karkas sapi dibedakan menjadi: 1) prime, bila marbling-
nya berlebih, 2) choice, bila marbling-nya sedang, 3) seledt, bila marbling-nya
sedikit, 4) standart, bila marbling-nya sangat sedikit.
Marbling adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular). 
Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging
pada waktu dipanaskan.  Marbling berpengaruh terhadap citarasa daging. Selama
proses penggemukan, peningkatan lemak karkas akan mempengaruhi komposisi
karkas dan hasil daging.
f.     Metode Penyimpanan dan Pengawetan
Ada beberapa yang dilakukan dalam menentukan kualitas daging dengan metode
penyimpanan dan pengawetan, antara lain sebagai berikut:
1). Laju Pendingin
Karkas sebaiknya cepat didinginkan setelah pemotongan untuk mencegah
penurunan kualitas. Jika karkas didinginkan sebentar, hasilnya adalah pendinginan
singkat dan menyebabkan daging keras/alot. Pendinginan singkat terjadi pada saat
otot didinginkan kurang dari 60°F sebelum rigor mortis selesai. Jika karkas
dibekukan sebelum rigor mortis selesai, hasilnya adalah rigor cair (thaw rigor) dan
daging menjadi keras/alot. Pada kondisi pendinginan normal, karkas yang
terlindungi lemak sekitar rib eye kurang dari 1,2 cm mungkin akan menurunkan
keempukan karena pendinginan singkat. Pelayuan karkas hasil pendinginan
singkat atau rigor cair dapat memengaruhi keempukan. Agar daging lebih empuk,
harus dihindari pendinginan singkat, 6-12 jam pertama setelah ternak dipotong
(mati).
2). Pembekuan
Pembekuan kurang memengaruhi keempukan daging. Bila daging
dibekukan secara cepat akan terbentuk kristal es kecil, dan bila
daging dibekukan lambat/lama akan terbentuk kristal es besar. Terbentuknya
kristal es besar dapat mengganggu serat otot daging sehingga sangat sedikit
meningkatkan keempukan. Kristal es yang besar dapat menurunkan cairan daging
selama thawing (pencairan). Daging yang kurang berair akan kurang empuk jika
dimasak.
3). Thawing
Daging beku yang sudah mengalami pencairan secara lambat dalam
refrigerator umumnya lebih empuk dibanding yang dimasak dalam kondisi beku.
Pencairan secara lambat mengurangi kekerasan dan jumlah cairan daging yang
hilang. Pencairan menggunakan microwave hendaknya dilakukan dengan daya
yang rendah.
Akibat proses pengolahan dan komponen bumbu yang digunakan, beberapa
produk olahan tersebut memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan daging
segarnya. Produk olahan daging tersebut dapat juga digunakan sebagai alternatif
sumber protein hewani.
g.        Macam Otot Daging
Keempukan daging bervariasi sesuai dengan jenis otot atau letak
daging pada karkas. Contoh, daging sapi jenis has dalam lebih empuk dibanding
daging sengkel karena adanya perbedaan jaringan ikat pada jenis daging tersebut.
Has dalam memiliki jaringan ikat yang lebih sedikit dibandingkan dengan
sengkel. Jumlah jaringan ikat berkaitan dengan fungsi otot pada ternak hidup.
Sengkel terutama digunakan dalam pergerakan sehingga memiliki jaringan ikat
lebih banyak. Sementara itu, has dalam hanya mendukung fungsi ternak sehingga
jaringan ikatnya lebih sedikit
h.        Lokasi Otot
penyebab utama kealotan daging adalah karena terjadinya pemendekan otot pada
saat proses rigormortis sebagai akibat dari ternak yang terlalu banyak bergerak
pada saat pemotongan. Otot yang memendek menjelang rigormortis akan
menghasilkan daging dengan panjang sarkomer yang pendek, dan lebih banyak
mengandung kompleks aktomiosin atau ikatan antarfilamen, sehingga daging
menjadi alot. Kontribusi jaringan ikat pada kekerasan daging juga sangat penting
seperti pada jaringan muskuler. Kandungan, kualitas dan penyebaran jaringan ikat
dalam otot merupakan penanggung jawab utama terhadap perbedaan kekerasan
antar otot.

C.     Cara Mempertahankan Kesegaran Daging


Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) karenanya itu kita inginkan kesegaran daging tetap terjaga meski di simpan
dalam waktu yang cukup lama, untuk mempertahankan kesegaran daging dapat di
lakukan dengan 2 cara yaitu:
1.       Cara Pendinginan Daging
Pendinginan daging dilakukan untuk menurunkan suhu karkas/daging
menjadi di bawah +7 oC dan di atas titik beku daging (-1,5 oC). Tujuan
pendinginan daging adalah untuk mempertahankan kesegaran daging,
memperpanjang masa simpan daging, memberikan bentuk atau tekstur daging
yang lebih baik, dan mengurangi kehilangan bobot daging. Dengan pendinginan,
maka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging akan dihambat,
serta aktivitas enzim-enzim dalam daging dan reaksi-reaksi kimia juga akan
dihambat.
Secara umum, karkas atau daging sebaiknya didinginkan hingga suhu bagian
dalam daging (internal temperature) mencapai suhu < +7 oC. Suhu internal
karkas/daging sapi sebaiknya dicapai < +7 oC dalam waktu <>< +3 oC secepat
mungkin.
Metode pendinginan karkas/daging sapi yang saat ini umum dilaksanakan
adalah pendinginan cepat (quick chilling) yang menggunakan suhu ruang
pendingin -1 oC sampai +1 oC, kelembaban 85 - 90%, kecepatan udara 1 - 4
m/detik dan lama pendinginan (untuk mencapai suhu internal daging < +7 oC) 24 -
36 jam.

Metode pendinginan karkas/daging sapi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Metode Pendinginan Karkas/Daging Sapi

Metode Suhu (oC) Kelembaban Kecepatan Waktu


Relatif (%) Udara (m/detik) (jam)
Cepat (+SL) -1 s/d +1 85 – 90 1–4 24 – 36
Sangat Cepat -5 90 1-4 2
(+SL)
Keterangan:

SL= Stimulasi listrik (penerapan stimulasi listrik pada proses pemotongan)

Hal yang perlu diperhatikan pada pendinginan karkas/daging sapi secara


cepat adalah terjadinya kekakuan otot (rigor mortis) pada saat daging didinginkan,
yang dikenal dengan istilah cold shortening. Cold shortening terjadi akibat daging
yang belum mengalami rigor mortis (atau nilai pH daging > 5,9) telah mencapai
suhu < +12 oC. Daging yang mengalami cold shortening memiliki kualitas yang
rendah, karena keempukan daging tersebut sangat menurun (liat atau alot).

Untuk mencegah terjadinya cold shortening pada metode pendinginan


cepat tersebut diperlukan perhatian agar rigor mortis (ditandai dengan nilai pH
otot sekitar 5,9) terjadi pada suhu internal daging > +15 oC. Suhu internal daging
yang optimal untuk rigor mortis agar kualitas daging tetap baik adalah +20 oC
sampai +25 oC. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mempercepat terjadinya rigor
mortis dengan cara menerapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada
karkas dalam proses pemotongan.

Stimulasi listrik adalah pemberian aliran listrik pada karkas setelah


pengeluaran darah. Tujuan stimulasi listrik ini adalah membantu pengeluaran
darah dan mempercepat terjadinya rigor mortis.

2.    Cara Pembekuan Daging


Pembekuan daging diperoleh dengan menurunkan suhu daging di bawah
titik beku daging (< -1,5 oC). Pembekuan bertujuan untuk memperpanjang masa
simpan daging tanpa mengubah susunan kimiawi daging.
Pembekuan yang baik diperoleh dengan menurunkan suhu bagian dalam
daging minimum sampai -12 oC. Saat ini pembekuan daging sapi diperoleh
dengan membekukan daging pada suhu udara -25 oC sampai -45 oC dengan
kecepatan udara antara 2 sampai 9 meter per detik. Sebelumnya daging tersebut
harus didinginkan hingga suhu bagian dalam daging mencapai +10 oC. Sedangkan
pada pembekuan cepat (deep frozen) menggunakan blast freezer diterapkan suhu
ruang < -18 oC dengan kecepatan udara > 1 cm per jam.
Kecepatan proses pembekuan didasarkan atas kecepatan udara di dalam
ruang pembeku yang dinyatakan dalam cm per jam. Berdasarkan kecepatan
pembekuan tersebut, maka proses pembekuan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Pembekuan lambat: kecepatan udara 0,1 – 0,2 cm/jam
2. Pembekuan cepat: kecepatan udara 0,5 – 3,0 cm/jam
3. Pembekuan ultra cepat: kecepatan udara 5,0 cm/jam.
Di Jerman pembekuan untuk karkas seperempat sapi dilakukan dengan
terlebih dahulu mendinginkan karkas tersebut hingga mencapai suhu +7 oC
kemudian membekukan karkas tersebut dengan suhu ruang -25 sampai -30 oC
dengan kecepatan udara 2 – 3 m/detik selama 24 jam. Setelah itu, karkas disimpan
pada cold storage bersuhu -18 oC.
Pembekuan daging harus dilakukan setelah proses rigor mortis berlangsung.
Jika daging belum mengalami rigor mortis dan sudah dibekukan, maka rigor
mortis akan terjadi pada saat daging tersebut dicairkan (thawed). Proses tersebut
dikenal dengan thaw rigor. Daging yang mengalami thaw rigor akan kehilangan
cairan daging (jus daging) yang relatif banyak dan relatif keras (liat atau alot).
Agar daging/karkas dapat relatif segera dibekukan setelah proses pemotongan,
maka perlu diterapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada proses
pemotongan.

BAB III

PENUTUP
Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan
fisik dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan
lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan
sebagainya.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain,
protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) karenanya itu kita inginkan kesegaran daging tetap terjaga meski di simpan
dalam waktu yang cukup lama, untuk mempertahankan kesegaran daging dapat di
lakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara pendinginan dan pembekuan dengan
suhu yang telah di tentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriessen, E.H. 1987. Meat Inspection and Veterinary Public Health in


Australia. Rigby Publisher, Chatswood.
Arka, 1994. Ilmu Pengetahuan Daging dan Teknologinya. Universitas
Udayana. Denpasar.
Hafid, H.H., dan R. Priyanto.  2006. Faktor yang Mempengaruhi
Kesegaran Daging. Jurusan Produksi Ternak Faperta Universitas Haluoleo.
Sirajuddin, Saifuddin dan Zakaria. 2011. Pedoman Praktikum Analisis
Bahan Pakan. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Winarmo, F.G.2004. Cara Mempertahankan Kesegaran Daging.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarat.

http://vinaekaprasetianaa.blogspot.com/2016/12/makalah-teknologi-hasil-ternak-
daging.html

Anda mungkin juga menyukai