Oleh :
Kelas E
Kelompok 4
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
2
I
PENDAHULUAN
Sapi perah merupakan salah satu komoditas ternak yang cukup potensial
Indonesia, Frisian Holstein merupakan salah satunya bangsa sapi perah yang baik
dikembangkan di Indonesia.
Kecukupan produksi susu di Indonesia hingga saat ini masih belum bisa
didatangkan dari luar negeri. Peningkatan produkstivitas susu sapi perah harus
pemeliharaan sapi perah sangat menentukan jumlah produksi dan juga kualitas
susu tersebut, karena produktivitas ternak tidak lepas dari tiga poin besar yaitu
dan tipe kandang sapi perah berpengaruh kepada kenyamanan sapi yang kemudian
komposisi pakan sangat mempengaruhi kualitas susu. Pakan dengan kadar protein
yang tinggi dibutuhkan untuk sapi perah, begitupun dengan pakan yang tinggi
perlakuan pra dan pasca pemerahan berpengaruh pada produksi susu. Manajement
3
pemeliharaan sapi perah terdapat dua sistem yaitu system yang dilakukan di
Pembelajaran dan pemahaman akan hal ini sangat diperlukan oleh seluruh element
yang bergerak dibidang peternakan khususnya sapi perah, oleh karena itu pada
susu.
II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Sapi perah adalah salah satu hewan ternak penghasil susu. Tingginya
produksi susu yang dihasilkan mampu menyuplai sebagian besar kebutuhan susu
di dunia dibanding jenis hewan ternak penghasil susu yang lain seperti kambing,
domba dan kerbau, maka dari itu sapi perah mempunyai kontribusi besar terhadap
(Garnsworthy, P.C.1988).
Pada peternakan sapi perah ini terdiri dari beberapa fase yang terjadi pada
peternakan sapi perah ini. Fase-fase ini terus berlanjut dan selalu berhubungan
sehingga membentuk siklus yang terus terjadi sepanjang hidupnya. Fase-fase yang
Dari sejak melahirkan, produksi susu akan meningkat dengan cepat sampai
mencapai puncak produksi pada 35-50 hari setelah melahirkan. Setelah mencapai
puncak produksi, produksi susu harian akan mengalami penurunan. Lama diperah
atau lama laktasi yang paling ideal adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan. Sapi
perah yang laktasinya lebih singkat atau lebih panjang dari 10 bulan akan
berakibat terhadap produksi susu yang menurun pada laktasi yang berikutnya
(Siregar, 1993).
sebagian dari zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk pembentukan susu diambil
dari tubuh sapi. Pada saat itu juga sapi laktasi mengalami kesulitan untuk
5
memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sebab nafsu makannya rendah. Oleh
karena itu pemberian ransum terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu
Dari sejak melahirkan, produksi susu akan meningkat dengan cepat sampai
mencapai puncak produksi pada 35-50 hari setelah melahirkan. Setelah mencapai
puncak produksi, produksi susu harian akan mengalami penurunan rata-rata 2,5%
perminggu. Lama diperah atau lama laktasi yang paling ideal adalah 305 hari atau
sekitar 10 bulan. Sapi perah yang laktasinya lebih singkat atau lebih panjang dari
10 bulan akan berakibat terhadap produksi susu yang menurun pada laktasi yang
Produksi susu sapi perah perlaktasi akan meningkat terus sampai dengan
periode laktasi yang ke-4 atau pada umur 6 tahun, apabila sapi perah itu pada
umur 2 tahun sudah melahirkan (laktasi pertama) dan setelah itu terjadi penurunan
produksi susu. Selama laktasi, kesehatan dan kebersihan sapi perah harus selalu
harus benar-benar mendapat perhatian khusus. Diduga 70% dari sapi perah yang
Menurut Tillman, dkk (1991), bahwa masa laktasi normal sapi yang tiap
tahunnya dikawinkan dan mengandung adalah selama sekitar 44 minggu atau 305
hari. Perkawinan yang lebih lambat dalam periode laktasi akan memungkinkan
periode laktasi lebih panjang. Selain itu dikatakan bahwa umur sapi adalah suatu
faktor yang mempengaruhi produksi air susu. Pada umumnya, produksi pada
laktasi pertama adalah terendah dan akan meningkat pada periode-periode laktasi
reproduksi ternak sapi tersebut. Ternak sapi perah yang terlambat menjadi
menjadi panjang karena induk sapi perah akan terus diperah selama belum terjadi
Produksi susu induk sapi perah periode laktasi sangatlah bervariasi. Hal ini
seperti perubahan manajemen terutama pakan, iklim dan kesehatan sapi perah.
Kondisi iklim di lokasi induk sapi perah dipelihara sangat berpengaruh terhadap
kesehatan dan produksi susu. Suhu lingkungan yang ideal bagi ternak sapi perah
adalah 15,5ºC karena pada kondisi suhu tersebut pencapaian produksi susu dapat
optimal. Suhu kritis untuk ternak sapi perah Fries Holland adalah 27ºC
(Hadisutanto,2008). Ternak sapi perah Fries Holland yang berasal dari Eropa
tetapi di Fiji dengan rataan suhu lingkungan 24,4ºC dan tingkat kelembaban relatif
(Hadisutanto, 2008).
Berat dan kapasitas ambing mencapai puncak pada waktu sapi berumur 6
Selang beranak yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Jika selang beranak
diperpendek maka akan menurunkan produksi air susu sebesar 3,7-9% pada
laktasi yang sedang berjalan atau yang akan datang. Jika selang beranak
7
diperpanjang sampai 450 hari maka akan meningkatkan produksi air susu sebesar
3,5% pada laktasi yang sedang berjalan atau yang akan datang (Sudono, 2003).
Masa kering adalah sapi perah betina yang umur kebuntingan telah
mencapai 7 bulan. Jika sapi tersebut sapi dara dan baru pertama kali melahirkan,
belum dapat dikatakan sebagai sapi kering karena belum memproduksi susu.
Yang dikatakan masa kering adalah sapi perah betina pada laktasi pertama pada
umur kebuntingan 7 bulan tidak dilakukan pemerahan lagi sampai sapi tersebut
melahirkan. Pakan yang diberikan untuk masa kering pada sapi perah hanya
hijauan saja sampai sapi perah tersebut mencapai puncak produksinya. Ada
beberapa cara untuk melakukan masa kering pada sapi perah atau tidak diperah,
yaitu dilakukan pada hari ke 309, dilakukan pemerahan secara berselang atau
Memasuki bulan ketujuh kebuntingan, sapi tidak diperah lagi atau dikenal
dilaksanakan. Kegunaan dari masa kering ini adalah: 1). Memberi kesempatan
kepada kelenjar alveoli untuk beristirahat agar ada persiapan untuk masa produksi
yang akan datang; 2). Memberikan kesempatan kepada induk untuk menimbun
penyegaran pada masa istirahat; dan 4). Induk dapat menghimpun tenaga untuk
Masa kering pada sapi perah pada kebuntingan 7 bulan, produksi susunya
sudah sedikit (lebih kurang 4 liter) tidak begitu sulit, yang menjadi masalah
adalah apabila produksi susunya masih diatas 4 liter. Menurut Nurdin (2011) ada
beberapa cara untuk mengeringkan sapi tersebut adalah, yaitu : 1). Pemerahan
berselang, yaitu dengan memerah sapi tersebut 1 kali sehari kemudian 1 kali
dalam 2 hari, 1 kali dalam 3 hari dan selanjutnya tergantung kondisi produksi
susunya. Dengan adanya air susu yang tidak dikeluarkan atau tertinggal dalam
ambing, akan menekan alveoli sehingga tidak mensekresikan air susu lagi. Cara
ini sebenarnya kurang baik karena ambing masih akan mengeluarkan air susu,
tetapi sangat baik dilakukan pada sapi yang menderita mastitis pada akhir masa
kering; 2). Pemerahan tidak lengkap. Cara ini dilakukan dengan melakukan
pemerahan seperti biasa sampai air susu habis dalam 1 hari dan dilakukan
beberapa hari. Kemudian dilakukan pemerahan berselang sampai air susu tinggal
sedikit lalu pemerahan dihentikan. Cara ini sangat baik dilakukan pada sapi-sapi
yang berproduksi tinggi. Sebab jika penghentian pemerahan dilakukan pada tiba-
tiba akan mengakibatkan rasa sakit pada sapi tersebut dan ambing akan bengkak;
pengeringan, makanan penguat tidak diberikan dan rumput hanya diberikan lebih
kuran 2/3 dari biasanya. Susu yang tidak diperah akan terkumpul dalam ambing
sehingga sekresi alveoli ditekan dan susu tidak diproduksi lagi, sedangkan
pengurangan makanan juga akan mengurangi jumlah susu yang dihasilkan. Susu
yang berada di dalam ambing akan di absorbsi kembali oleh tubuh. Untuk
mencegah mastitis, dianjurkan untuk mencuci bersih ambing pada ambing pada
produksi dalam satu masa laktasi. Kering kandang atau masa istirahat yang
terlalu singkat menyebabkan produksi air susu pada masa laktasi berikutnya
menjadi rendah. Masa istirahat yang normal berlangsung sekitar 1,5 - 2 bulan.
Produksi air susu pada laktasi kedua dan berikutnya dipengaruhi oleh lamanya
masa kering kandang yang sebelumnya. Setiap individu sapi betina, produksi air
susunya akan naik dengan bertambahnya masa kering kandang sampai 7-8
minggu. Meskipun demikian, dengan masa kering kandang yang lebih lama lagi
perkawinan secara IB masih dibutuhkan adanya ternak sapi perah pejantan yang
berguna untuk mengawini sapi perah betina agar bunting dan akan menghasilkan
produk susu.
Pada proses pemeliharaan sapi perah pejantan ini tidak jauh berbeda
dengan sapi perah betina namun tentunya ada perbedaan dalam sistem pemberian
pakan maupun perawatan. Misalnya dalam hal pemberian nutrisi pada pakan
haruslah disesuaikan dengan kebutuhan hidup pokok ternak tersebut dan juga
III
PEMBAHASAN
menghindari ternak dari terik matahari, hujan, terpaan angin, dan gangguan
binatang buas atau ancaman dari luar (Sugeng, 2001). Kandang yang baik
jikaudara dapat keluar masuk dangan lancar dan mendapatkan sinar matahari yang
cukup, sehingga keadaan kandang tidak terlalu lembab. Kelembaban yang ada di
dalam kandang berkisar 65-93% dan di luar kandang sekitar 66-94%. Keadaan ini
setiap ekornya yang sudah dilengkapi dengan tempat makan dan minumnya serta
saluran pembuangan limbah. Luas tersebut akan berpengaruh terhadp gerak sapi
dan produksi susunya serta pekerja dalam berkativitas memerah susu. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sudono dkk, (2003) yang menyatakan bahwa setiap sapi
membutuhkan luas 2,8 m², untuk kenyamanan bagi ternak yang ada di dalamnya,
menyerap panas dan tahan lama. Atap kandang dapat menggunakan genting, seng,
atap kandang yang ideal di negara tropis adalah genting. Dengan pertimbangan
yakni genting dapat menyerap panas, mudah didapat, tahan lama, antara genting
yang satu dengan yang lain terdapat celah sehingga sirkulasi udara cukup baik.
11
Lantai kandang sapi laktasi di buat dari semen beton dengan kemiringan
lantai 3. Kemeringan lantai bertujuan agar feces dapat dengan mudah mengalir
jatuh keselokan saat pembesihan dan juga menghindari cekungan air karena
kondisi lantai harus terjaga tetap kering atau minim air. Bahan lantai kandang
sesuai dengan pendapat Siregar (1995) yang menyatakan bahwa bahan untuk
lantai kandang berupa semen beton atau kayu. Ditambahkan oleh Syarief dan
,kasar, dan tidak licin dengan tujuan agar sapi tidak mudah terpeleset atau jatuh.
Tempat pakan dan tempat minum diletakkan memanjang, dan untuk tempat pakan
sapi laktasi memiliki ukuran panjang 1,81 m ,lebar 0,68 m, dan kedalamannya
0,39 m. untuk tempat minumnya memiliki ukuran panjang 0,60m ,lebar 0,68 m
Kandang sapi laktasi dibuat dengan sistem terbuka sehingga udara dapat
keluar masuk. Dinding yang ada di peternakan ini adalah penyekat antara kandang
satu dengan kandang lainnya yang merupakan tempat pakan dengan ketinggian 75
cm. Bahan yang digunakan dalam pembuatan dinding adalah semen beton
sehingga diharapkan dapat bertahan lama dan mudah dibersihkan. Jarak gang
yang ada di tengah baris kandang adalah 1-1,20 cm. Hal ini sudah sesuai dengan
pendapat Untung (1996) bahwa gang yang ada di tengah harus memiliki lebar 1 m
untuk deretan sapi yang berhadapan. Selokan dibuat tepat di belakang jajaran sapi
Sapi perah laktasi dengan produksi susu tinggi harus diberi ransum dengan
jumlah banyak dan berkualitas dibandingkan dengan sapi perah yang produksi
susunya rendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya kebutuhan nutrien pada sapi
perah yang produksinya tinggi. Pakan yang diberikan untuk sapi laktasi pada
namun serat kasarnya relatif dan mudah dicerna. Konsentrat dapat berupa dedak,
bungkil kelapa dan sebagainya. Menurut Blakely dan Bade (1994), pakan
retensi nutrisi yang diperoleh akan lebih besar dan mempunyai efek perangsang
penguat atau konsentrat berfungsi untuk menutupi kekurangan zat gizi dalam
rumput atau hijauan, karena pakan penguat terdiri dari berbagai bahan pakan biji-
bijian dan hasil ikutan dari pengolahan hasil pertanian maupun industri lainnya.
Pakan hijauan merupakan bahan pakan yang berasal dari tumbuhan berupa
daun, batang dan ranting yang didapat dari hijauan atau legum. Pada Sapi Laktasi
membutuhkan sejumlah serat kasar yang sebagian besar berasal dari hijauan
sebagai sumber energi yang akan mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan.
sepanjang 5-10 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1995) yang
60%:40% (dalam BK). Menurut Siregar (1993) imbangan antara hijauan dan
konsentrat yang baik dalam formula ransum sapi yang sedang berproduksi susu
dengan tetap mempertahankan kadar lemak dalam batas normal adalah 60 : 40.
Ada tiga fase pemberian pakan pada sapi perah laktasi yaitu :
Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi
susu dicapai pada 4-6 minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak
kebutuhan. Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan 1-1,5 lb per hari untuk
problem tidak mau makan dan asidosis. Namun perlu diingat, proporsi konsentrat
yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat menyebabkan asidosis dan
kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang dari 18% ADF,
28% NDF, dan hijauan harus menyediakan minimal 21% NDF dari total ransum.
Bila zat makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi,
produksi puncak akan rendah dan dapat menyebabkan ketosis. Produksi puncak
rendah, dapat diduga produksi selama laktasi akan rendah. Bila konsumsi
konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan,
makanan :
6. Minimalkan stress.
banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK). Kualitas hijauan
tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot badan (berbasis BK)
untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang normal. Untuk
4. Meminimalkan stress
c. Fase Ketiga Pertengahan – laktasi akhir, 140 – 305 hari Setelah beranak.
periode ini produksi susu menurun, sapi dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat
makanan dengan mudah dapat dipenuhi atau melebihi kebutuhan. Level pem-
mulai mengganti berat badan yang hilang selama laktasi awal. Sapi laktasi
membutuhkan pakan yang lebih sedikit untuk mengganti 1 pound jaringan tubuh
15
daripada sapi kering. Oleh karena itu, lebih efisien mempunyai sapi yang
Air minum merupakan kebutuhan yang juga tidak bisa dilupakan karena
fungsinya untuk memproduksi susu dan membantu proses metabolis ternak. Sapi
laktasi diberikan air minum secara ad-libitum yang diletakkan dalam bak air
minum di samping bak pakan. Jumlah air yangdiminum tergantung pada ukuran
tubuh, temperature lingkungan kelembaban udara dan jumlah air yang ada pada
pakan Setiap susu yang diproduksi sebanyak 1 liter membutuhkan 4 liter air
jumlah air minum dibutuhkan untuk menghasilkan 1 liter susu adalah 4 liter.
Menurut Siregar (1995), air minum yang dibutuhkan ternak sapi perah
untuk memproduksi susu sekitar 30-40 liter per hari. Air minum tersebut
diperoleh dari sumur yang terdapat di dalam area peternakan. Air dari sumur
dipompa dengan mesin pompa air dan disalurkan kedalam bak penampung air
tempat minum, feses serta sisa pakan yang tercecer pada lantai kandang.
Lingkungan kandang yang bersih dimaksudkan agar sapi tidak terserang penyakit
dan susu yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh kotoran. Hal ini sesuai dengan
pendapat Williamson dan Pyne (1993), bahwa lingkungan kandang sapi harus
16
bersih supaya saat pemerahan susu tidak terkontaminasi serta menjaga kesehatan
sapi. Ternak dimandikan pada pukul 05.00 WIB yaitu dengan cara mengguyurkan
3.1.5 Pemerahan
kali sehari yaitu pagi dan sore. Sebelum dilakukan pemerahan ada hal yang perlu
dilakukam yaitu adalah kebersihan ambing dan peralatannya steril dari bakteri
kontaminan. Ambing dicuci terlebih dahulu agar susu tidak terkontaminasi dengan
kotoran, lalu peralatan yang digunakan yaitu :ember, minyak kelapa sebagai
pelicin dan penyaring susu disiapkan. Selain itu tangan pemerah harus bersih, dan
kuku tidak boleh panjang, karena dapat melukai puting susu dan juga untuk
pelicin. Menurut Blakely dan bade (1992) bahwa proses pelepasan susu akan
terganggu bila sapi merasa sakit dan ketakutan. Metode pemerahan yang
a. Whole Hand, dengan cara jari memegang puting susu pada pangkal puting
diantara ibu jari dan telunjuk dengan tekanan diawali dari atas yang diikuti jari
tengah, jari manis dan kelingking seperti memeras. Pemerahan secara Whole
hand membutuhkan waktu rata-rata 6,64 menit untuk memerah seekor sapi
b. Strippen, dengan cara puting dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk yang
Strippen rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memerah seekor sapi adalah
7,72 menit dan cara ini digunakan untuk sapi yang ukuran putingnya pendek.
(198) yang menyatakan bahwa whole hand merupakan cara terbaik untuk sapi
yang memiliki puting panjang dan produksi susu tinggi sedangkan cara
hanya saja dibedakan dengan dengan mesin. Pemerahan berjalan dan air susu
mengalir dalam ember. Lama pemerahan untuk setiap sapi perah kurang lebih
8 menit. Hal ini sangat tergantung pada banyaknya produksi susu yang
produksi susu adalah mastitis, brucellosis, dan milk fever. Upaya pencegahan
sehingga susu tidak dapat keluar melalui puting. Penyebab penyakit ini adalah
disebakan oleh bakteri Brucella abortus yang menyerang sapi, domba, kambing,
babi, dan hewan ternak lainnya. Brucellosis bersifat zoonosa artinya penyakit
18
tersebut dapat menular dari hewan ke manusia. Pada sapi, penyakit ini dikenal
sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan atau setelah melahirkan (72 jam
berakibat kepada seluruh tubuh. Penyerapan yang berlebihan terhadap ion Ca oleh
kelenjar susu dan dapat juga disebabkan oleh tinggi rendahnya kadar ion Ca
3.1.7 Handling
Cara menunutun sapi yang lebih muda dan juga jinak (pedet atau heifer
muda) cukup mudah. Tangan kanan mencengkram dagu (bagian bawah mulut)
sapi, sedangkan tangan kiri memegang erat tanduk atau telinga sapi
Masa kering kering pada sapi perah dilakukan pada waktu kira-kira
delapan minggu sapi menjelang melahirkan anaknya. Pada masa ini pemerehan di
hentikan total dengan tujuan memberi kesempatan sapi untuk beristirahat serta
mengoptimalkan peran pakan ternak meningkatkan bobot yang ideal dan tepat
susu pada laktasi berjalan dikompensasi oleh lebih banyak produksi susu yang
dihasilkan pada laktasi berikutnya (Gylay, 2005). Aplikasi lama kering yang
sesuai dengan demikian menjadi suatu faktor kritis untuk mencapai produksi susu
maksimal .
Menurut Siregar dalam Adika Putra (2009), masa kering sapi perah yang
terlalu pendek menyebabkan produksi susu turun. Masa kering sapi perah secara
normal adalah 80 hari dan pakan terus dijaga mutunya, terutama 2-3 bulan
Dalam pelaksanaan masa kering sapi perah dilakukan dengan dua sistem,
yaitu secara fisiologis dan secara mekanis. Secara fisiologis dilakukan dengan
cara memperhatikan kebutuhan konsumsi pakan serta keadaan kandang yang baik
untuk sapi masa kering. Sedangkan secara mekanis adalah adanya variasi
Pada saat sapi perah dalam kondisi kering, kebutuhan akan konsumsi
kesehatan sapi itu sendiri serta untuk menjaga kesehatan kandungan ternak
tersebut.
Secara umum pada kondisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan
sedangkan pada akhir masa kering hijauan diberikan dalam jumlah seperti biasa
20
pertambahan bobot badan. Pada kondisi ini konsumsi BK ransum harian yang
diberikan pada ternak tidak boleh melebihi dari 2% berat badan, konsumsi hijauan
cukup untuk program pemberian pakan sapi kering. Pada masa kering, sapi perah
harus di tekan jangan sampai terlalu gemuk atau BCS nya melebihi standar untuk
sapi bunting (2,5 – 3). Hal ini dimaksudkan agar sapi tersebut tidak ada kendala
seperti grass hay, baik diberikan pada kondisi ini dengan tujuan untuk membatasi
konsumsi hijauan. Pada kondisi kering kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi
Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian
dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus
disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang
cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained
plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet. Sedikit konsentrat perlu diberikan
Keberadaan kandang untuk sapi yang akan beranak atau kandang kering
kandang sangat penting. Hal ini disebabkan sapi yang akan beranak
di dalam kandang) untuk merangsang kelahiran normal. Di kandang ini, sapi tidak
diperah susunya selama sekitar 80 hari . Dengan demikian, pakan yang di makan
hanya untuk kebutuhan anak yang berada didalam kandungannya dan kebutuhan
Kandang sapi kering dapat dibuat secara koloni untuk 3 – 4 ekor sapi
tanpa disekat satu sama lain. Ukuran ideal kandang sapi kering per ekor adalah 2-
2,5 x 7 x 1 m (lebar 2-2,5 m , panjang 7 m dan tinggi 1 m). Ukuran tempat pakan
sama dengan ukuran tempat pakan di kandang sapi masa produksi, tempat pakan
ini biasa ditempatkan di tengah kandang. Untuk sapi bunting masa kering
kemiringan kandang tidak boleh melebihi dari 50 hal ini bertujuan agar ternak
tersebut tidak tergelincir yang bisa menyebabkan gangguan pada janin yang di
kandung.
menuju masa kering sapi perah dapat dilakukan dengan cara pengaturan
sebagai berikut :
diperah sekali sehari selama beberapa hari. Selanjutnya satu hari diperah dan
hari berikutnya tidak diperah. Kemudian induk diperah 3 hari sekali hingga
b) Pemerahan tidak lengkap yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi
setiap kali pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi
keempat puting itu diperah secara bergantian. Setiap kali memerah hanya 2
puting saja, dan hari berikutnya bergantian puting lainnya. Hal ini dilakukan
beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah sama sekali. Cara ini dilakukan
hijauan pun dikurangi tinggal seperempat bagian saja. Cara ini lebih efektif
Manaejemen pada pedet dilakukan dari mulai pedet baru lahir hingga sapi
lepas sapih. Penanganan ini terdiri dari tiga manajemen yaitu manajemen
Dalam penanganan pedet baik yang baru lahir atau perembangan pedet
Pedet yang baru lahir harus diberi perawatan secara cepat, tepat, dan
Pedet segera diberi susu dari ibunya sebanyak 2,5 liter dan diberikan
intensive pedet (calf intensive care pans). Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Williamson dan Panye (1993), pedet yang baru lahir perlu
serbuk gergaji.
Pada usia 56-72 jam, jika pedet menghisap susu menggunakan teat bar
Maternity.
Pada usia 72 jam-60 hari, jika pada waktu itu pedet masih harus
Umur 0-1jam pedet diberi 3 liter kolostrum dengan kualitas yang sangat
sapi laktasi ke-2 dan ke-3. Pedet rentan terhadap infeksi saluran
24
pencernaan oleh karena itu diberi interflox oral, sebagai antibiotik untuk
Umur 2-42 hari diberi campuran 50% susu bubuk 50% susu induk, susu
Pedet yang baru lahir segera diberi tanda RV - ID sebagai nomor catatan
recording data pedet tersebut. Nomor eartag diberikan 10-15 hari pasca
melahirkan. Pada ear tag, dicantumkan nama dan nomor sapi bagi betina. Bagi
pejantan hanya dicantumkan nomor sapi, hal tersebut dikarenakan pejantan tidak
dibesarkan melainkan akan dijual. Pada umur 48 jam sampai kurang dari 20
hari, pedet diberi 375 gr susu pengganti (milk replacer) yang dicampur dengan
antibiotik (demoxan) dan ditambah dengan air panas 3 liter dengan suhu
pemberian 36°C-38°C selama dua kali sehari. Suhu tersebut disesuaikan dengan
aliran darah, pemberian susu yang terlalu dingin menyebabkan diare pada pedet.
pemberian yang sedikit pada minggu pertama. Konsentrat yang tersedia selalu
diganti tiap harinya. Sisa pakan konsentrat selalu ditimbang untuk mengetahui
konsumsi pakan pedet. Pedet diberi konsentrat secara terus-menerus selama tiga
bulan. Saat umur tiga minggu, pedet dikenalkan dengan pakan TMR (Total
Pedet yang telah berumur kurang lebih 42 hari akan disapih dengan syarat
dua hari sebelumnya (minimal tiga hari berturut-turut konsumsi pakan 1,5 kg/
hari). Pakan yang terkonsumsi sebanyak 1,5 kg/ hari merupakan 1,8 kg dry
matter intake (bahan kering yang termakan). Apabila pedet dirasa masih kecil,
minggu guna pertumbuhannya. Hal tersebut sesuai dengan pejelasan Blakely dan
Bade (1998) yang menyatakan bahwa pedet sapi perah disapih pada umur 3-4
bulan, tergantung dari kondisi pedet. Cara penyapihan pedet sedikit demi sedikit
ditingkatkan sampai pada saatnya pedet itu disapih sehingga terbiasa dan tidak
setelah dilahirkan.
dehorning atau potong tanduk, hal ini dilakukan untuk keamanan peternak dan
keselamatan sapi saat dewasa atau kawin alam. Pedet yang telah disapih dapat
lepas sapih terkadang mendapatkan susu tambahan yang didapat darisisa hasil
pemerahan susu kolostrum dan susu mastitis. Alat dehorning yang digunakan di
B. Kesehatan Pedet
Setiap pedet yang ditemukan sakit harus segera ditangani dan ditempatkan
pada kandang hospital atau diisolasi. Ciri-ciri pedet yang harus mendapat
perawatan atau pengobatan yaitu lemas, nafsu makan menurun, kulit kering, tidak
mengkilat, mulut kering, kaki dan telinga saat dipegang terasa dingin dan mata
sayu. Penyakit yang sering terjadi pada pedet yaitu diare, bloat dan pnemonia
26
Sapi dara merupakan sapi betina hasil seleksi sejak lepas sapih sampai
dengan siap dikawinkan pada umur 15-18 bulan. Sapi dara FH (Fries Holand)
apabila memiliki bobot badan 350 kg atau 320 kg untuk Jersey Cross saat
kesehatannya juga harus baik. Apabila sudah mencapai bobot badan tersebut sapi
aktifitas sapi sehingga dapat dilakukan inseminasi atau natur service oleh bull.
Apabila telah dilakukan inseminasi atau natur service serta dalam keadaan
beranak.
Sapi heifer yang diinseminasi hanya menggunakan sexed semen dan hanya
satu kali inseminasi. Pada hari ke-40 setelah inseminasi, sapi heifer dilakukan
PKB yaitu pemeriksaan kebuntingan dengan metode palpasi rektal. Apabila sapi
tersebut tidak bunting, maka diberikan kesempatan kawin dengan cara natural
service oleh bull pada saat birahi selanjutnya. Sapi heifer yang positif bunting
A. Sapi dry
intramammary dengan dosis 5,4 ml/1 syr per puting. Pemberian antibiotik
dilakukan setelah pemerahan terlebih dahulu agar puting dapat terbuka dan tidak
luka saat penyuntikan. Sapi yang akan dikeringkan (dry) di puasakan selama 2-3
sehingga sulit untuk dijadikan bunting kembali, sedangkan masa kering yang
berproduksi) yang pendek. Menurut Lush dalam Sudono. dkk (2003) bahwa
sapi yang mempunyai longevity yang panjang akan menghasilkan susu yang
lebih banyak per unit pakan yang dimakan, dengan demikian akan lebih efisien
Sapi yang termasuk kedalam laktasi tinggi pada saat akan dikeringkan
akan dilakukan pemuasaan selama tiga hingga empat hari, jika tidak akan
langsung dimasukan kedalam kandang kering bunting. Pada umur tiga minggu
melihat umur kebuntingan dan pembebasan ambing dan diberi pakan TMR 30
kg. Satu minggu menjelang kelahiran, sapi akan dipindahkan kedalam kandang
transisi satu. Untuk sapi laktasi pertama ketika baru melahirkan maka
selalu dibersihkan setiap hari dengan alur penggantian Oxonia Activ (PA)-
dan kuman.
Sapi setelah melahirkan pedet , sapi diberi infuse 1 botol (500 ml)
calciject bawah kulit (subkutan), menggunakan jarum bersih dan steril. Sapi
diberi 20 liter air hangat ditambahkan dengan MPG mix dan 35 kg TMR. Hal
ini bertujuan agar pada saat naluri keibuan sapi muncul untuk menjilati anaknya
28
maka sekalian juga sapi memakan pakan TMR. Jika pada saat melahirkan sapi
tersebut dan perlu ditolong kemudian tangan operator masuk kedalam vagina
menggunakan tambang), maka secara otomatis sapi harus di inject pen strep 20
ml. Satu jam setelah sapi melahirkan sapi diperah susu kolostrumnya terlebih
Perawatan sapi jantan meliputi sanitasi kandang tersebut, dan dalam segi
pakan. Kandang sapi perah jantan harus selalu bersih, supaya sapi tidak mudah
terserang penyakit. Ukuran kandang untuk pejantan adalah 1,8 m x 2 m per ekor.
Sapi-sapi jantan memerlukan kandang yang luas dan kuat, selain itu perlu
Pakan yang diberikan juga harus sesuai dengan kebutuhan sapi. Jumlah
rumput yang dikonsumsi setiap hari bervarias tergantung dari ukuran berat badan
dan umur. Pada pejantan yang masih kecil dibutuhkan konsentrat yang banyak.
Dengan bertambanya usia akan membutuhkan nutrisi yang banyak dan banyak
laktasi. Makanan penguat terus diberikan dalam jumlah yang tergantung dari
kualitas hiajauan yang dimakannya agar kondisi tubuh tetap baik dantidak
kasar adalah cukup untuk sapi pejantan apabila diberikan bersama hijauan
berkualitas baik. Sapi jantan yang kegemukan dapat menurunkan nafsu seks,
stress, serta kesalahan urat pada kaki dan pahanya. Kalsium yang berlebihan
29
dalam ransum juga menyebabkan masalah pada sapi jantan tua. Bila legume
diberikan, maka makanan penguat tidak boleh mengandung suplemen Ca. Sapi
Karena itu, pejantan harus diberikan campuran makanan penguat yang berbeda
Pemeliharaan yang dilakukan untuk sapi jantan antara lain gerak latihan
dll. Untuk exercise, cara terbaik untuk gerak latih yaitu dengan menyediakan
lapangan yang cukup luas sekitar 4 kali 4,5 m setiap pejantan di halaman kandang.
Di halaman tersebut berjalan dan beristirahat pada radius palang berputar tersebut.
Untuk pemasangan Cincin hidung sebaiknya harus sudah dipasang sejak umur
enam bulan. Besar cincin hidung yang sesuai bagi pejantan muda kira-kira
berdiameter 2,75 cm. cincin hidung diganti dsengan yang agak besar bila sapi
dikawinkan untuk pertama kali pada umur 10 – 11 bulan sebanyak satu atau dua
digunakan secara terus menerus setiap hari selama dua minggu atau dalam satu
periode perkawinan selama tiga bulan. Sehingga seekor sapi pejantan sejak umur
dua tahun dapat mengawini 50 – 60 ekor sapi betina setiap tahunnya. Untuk
mendapatkan anak yang seragam dalam satu musim perkawinan selama tiga
bulan, seekor sapi pejantan dapat mengawini 20 – 25 ekor betina. Bila digunakan
30
untuk inseminasi buatan seekor pejantan dapat mengawini kira-kira 10.000 ekor
IV
KESIMPULAN
1. Sapi laktasi perlu diperhatikan sanitasinya, ransum atau pakan yang diberikan
dilakukan secara rutin. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat.
sehingga semakin tinggi nilai konsentrat berat jenis susu akan tinggi,
yaitu pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya diperah sekali sehari
dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali pemerahan tidak sekali puting atau
keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah secara bergantian,
3. Perawatan sapi jantan meliputi sanitasi kandang tersebut, dan dalam segi
pakan. Kandang sapi perah jantan harus selalu bersih, supaya sapi tidak mudah
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris kanisius. 1985. Beternak Sapi Perah. Cetakan keenam. Penerbit
kanisius. Yogyakarta. 49 – 50 .
Blakely, J dan D.H, Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi ke empat. Di terjemahkan
oleh Srigandono, B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ensminger, M.E. 1993. Dairy Cattle Science. Third Ed., the Interstate Publisher,
Inc., Danvile, Illionis. 407 – 422.
Foley, R.C., D.L. Bath, F.N. Dickinson, and H. A. Tucker. 1973. Dairy Cattle:
Principles, Practices, Problems, Profits. Lea & Febriger. Philadelphia.
288 – 289 .
Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.
Gylay, M.S . 2005. Altering the lactation cycle: Is a 60-day dry period too long?
Turk J. Vet. Animal Sci. 29:197-205.
Miller, W.J. 1979. Dairy Cattle Feeding and Nutrition. Animal and Dairy Science
Departement. Georgia. Page 333.
Jasper, D.E. 1980. Mastitis In Bovine Medicane and Surgery.Ed. H.E., Amstutz
Amer. Vet.Publ. Inc., Santa Barbara, California, USA.
Siregar, A.G.A. 1995. Pengaruh Cuaca dan Iklim Pada Produksi Susu. Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan. Jakarta.
Siregar, S.B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharan, dan Analisa Usaha.
P.T Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudono, A., R.R. Fina, dan S.B. Susilo. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta.
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
iii