OLEH:
KELOMPOK 1B
1. Akbar Satria B. D1A015033
2. Rahmat Hidayat D1A015041
3. Rasanti Sandra D1A015051
4. Merryafinola I. D1A015163
5. Deya Dwi Putra D1A015164
6. Nandya Restu P. D1A015168
7. Birochmad F. D1A015173
8. Popy Eri Y. D1A015193
9. Nur Khikmah F. D1A015205
10. Ilham Budi S. D1A015138
11. Darto D1A015213
12. Yoga Bekti D1B016006
13. Rizki Ahmad S. D1B017008
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai rencana. Makalah ini
merupakan salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Manajemen Ternak Unggas.
Makalah ini membahas tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi di
peternakan unggas khususnya ayam niaga pedaging yang berpengaruh pada kualitas
karkas.
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu matakuliah Manajemen Ternak Unggas khususnya Ir. Roesdijanto, MS.
yang telah memberikan saran dan masukan untuk menjadikan makalah ini lebih
baik, serta rekan-rekan kelas B angkatan 2015 ang telah memberikan bantuan dan
dukungan atas terselesaikannya makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna sehingga penyusun membuka pintu selebar-lebarnya untuk
kritik dan saran yang membangun agar kedepannya menjadi lebih baik.
Penyusun
DAFTAR ISI
PRAKATA .................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................. 4
II. PERMASALAHAN............................................................................................... 5
2.1 Permasalahan Pra-Panen ..................................................................................... 6
2.2 Permasalahan Pasca-Panen .................................................................................. 8
III. PEMECAHAN MASALAH ................................................................................. 11
3.1 Manajemen Pra-Panen ....................................................................................... 11
3.1.1 Manajemen Perkandangan .......................................................................... 11
3.1.2 Manajemen Pakan ....................................................................................... 13
3.1.3 Manajemen Kesehatan ................................................................................ 13
3.2 Permasalahan Pasca Panen ................................................................................ 18
3.2.1 Manajemen Transportasi............................................................................. 18
3.2.2 Manajemen Pemotongan ................................................................................ 19
3.2.3 Manajemen Pengolahan .............................................................................. 20
IV. KESIMPULAN .................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
II. PERMASALAHAN
a. Manajemen Perkandangan
Manajemen perkandangan terdiri atas jenis kandang, atap dan lantai. Pengaruh
sistem kandang berkaitan dengan keamanan tehadap penyakit. Kandang tertutup
cenderung lebih aman dari gangguan penyakit dibandingkan dengan kandang terbuka.
Penyakit yang timbul akan mengganggu produksi baik kualitas maupun kuantitasnya
termasuk didalamnya adalah karkas. Namun untuk membangun kandang tertutup
(close house) membutuhkan biaya yang besar sehingga peternak rakyat yang
memiliki biaya terbatas tidak punya pilihan untuk membangun kandang tertutup.
Oleh karena itu peternak rakyat baik mandiri maupun kemitraan lebih banyak
membangun kandang tipe terbuka. Pemeliharaan dalam kandang terbuka melahirkan
konsekuensi pada manajemen sanitasi dan kesehatan yang lebih intens untuk
mengontrol penyebaran penyakit.
Selain jenis kandang, yang termasuk dalam menajemen perkandangan adalah
tipe atap.Tipe atap berpengaruh secara tidak langsung pada kualitas kerkas yang
dihasilkan. Tipe atap yang mampu memberikan sirkulasi udara yang baikakan
membuat kondisi dalam kandang menjadi lebih nyaman bagi ayam. Kondisi nyaman
ini berkaitan dengan temperatur dan kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban
adalah dua hal yang menjadi momok bagi peternakan di daerah tropis. Temperatur
tinggi menyebabkan ternak mudah mengalami heat stress, ditambah lagi dengan
kelembaban yang tinggi menjadi lingkungan ideal bagi perkembangan bibit penyakit.
Kebanyakan peternak rakyat yang memiliki kandang tipe terbuka lebih banyak
membuat atapnya dengan tipe gable. Tipe gable cenderung sulit untuk mengalirkan
udara yang masuk dan keluar kandang. Hal ini menyebabkan pertukaran udara kotor
dari dalam kandang dan udara bersih dari luar sulit terjadi. Jenis atap yang mampu
memberikan sirkulasi udara yang baik adalah tipe monitor, namun pembuatan atap
tipe ini tidak sederhana dan membutuhkan teknik dan pengetahuan khusus.
Kondisi lantai juga sangat berpengaruh terhadapkualitas karkas. Kondisi lantai
yang rusak dapat menyebabkan ayam terperosok sehingga kejadian memar dan lebam
pada ayam akan meningkat. Kejadian ayam terperosok akan banyak terjadi pada
lantai slat dan wire, sedangkan pada lantai litter jarang terjadi. Namun begitu, tetap
ada segi positif dari lantai berlubang ini, diantaranya adalah lebih bersih, sirkulasi
udara lebih terjamin sehingga suplai O2 ke dalam kandang dan pembuangan CO2 dan
NH3 lebih lancar. Lantai rapat (litter) memiliki beberapa keuntungan yaitu rendahnya
kejadian ayam terperosok sehingga penurunan kualitas karkas nantinya dapat
dikontrol. Selain itu keadaan kandang lebih hangat dan pengolahannya lebih mudah.
Namun disamping itu ada beberapa kerugian dari lantai litter yaitu, terjadinya
fermentasi litter yang menghasilkan gas metan dan ammonia sehingga menyebabkan
perubahan tingkah laku yaitu timbulnya sifat agresif (Duncan dan Wood-Gush,
1971). Permasalahan-permasalahan ini nantinya akan mempengaruhi kualitas dari
karkas yang dihasilkan.
b. Manajemen Pakan
Pakan dengan kualitas dibawah standar, terutama untuk pakan grower dan
finisher dapat berpengaruh terhadap kualitas karkas dari ayam broiler. Penambahan
lemak baik asal nabati maupun hewani untuk tujuan meningkatkan kandungan energi
metabolis dalam sediaan pakan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
kandungan lemak tubuh. Adanya efek positif dari digestibility terhadap lemak jenuh
dan tak jenuh, yang mana kedua-duanya ditambahkan kedalam sediaan pakan dan
terlebih lagi karena didukung ketidakseimbangan antara protein dengan energi dalam
sediaan pakan dapat memicu terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam
jaringan tubuh. Penambahan jenis lemak tidak jenuh dalam pakan grower dan finisher
menyebabkan karkas yang diproduksi Nampak berminyak. Dengan demikian, tanpa
adanya perlakuan khusus (cool storage), waktu penyimpanan karkas menjadi lebih
singkat yang kemungkinan disebabkan karena terjadinya proses oksidasi dan
ketengikan karkas tersebut.
c. Manajemen Kesehatan
Usaha peternakan ayam niaga, baik ayam niaga petelur maupun pedaging
tidak pernah lepas dari manajemen kesehatan. Kesehatan ternak sangat
mempengaruhi produksi baik secara kuantitas maupun kualitas. Pelaksanaan
biosekuriti yang kurang baik menjadi salah satu penyumbang penyebaran penyakit
dalam suatu peternakan. Peternakan rakyat umumnya kurang memperhatikan
biosekuriti. Walaupun sanitasi kandang sudah diterapkan ditingkat peternakan rakyat,
namun faktor lainnya seperti lalu-lintas manusia, hewan liar dan kendaraan yang
keluar masuk kandang belum terlalu diperhatikan.
Tak dipungkiri, adanya rekayasa genetik baik pada ayam pedaging maupun
petelur, selain berdampak positif karena produksi yang lebih cepat dan tinggi ternyata
memiliki dampak negatif. Pertumbuhan berat badan yang cepat tidak diimbangi
dengan pertumbuhan organ dalam seperti jantung sehingga organ tersebut harus
bekerja ekstra keras. Selain itu, pertumbuhan bulu pun semakin diperlambat demi
efisiensi alokasi pakan guna mendapatkan karkas yang jauh lebih besar.Tak heran,
sedikit gangguan/kondisi yang tidak nyaman mampu “mengobrak-abrik” sistem
pertahanan tubuh ayam.Alhasil ayam pun mudah terinfeksi oleh bibit penyakit yang
ada di lingkungan. Disadari atau tidak, hampir setiap saat ayam selalu kontak dengan
bibit penyakit yang ada di lingkungan.
Fakta yang ada, bibit penyakit akan selalu berusaha menginfeksi ayam, namun
ayam akan selalu berusaha mengeliminasi bibit penyakit. Layaknya pertahanan
negara, di dalam tubuh ayam pun juga dilengkapi tentara-tentara penghalau
musuh/bibit penyakit yang menginfeksi.Dengan demikian, untuk mampu
menimbulkan sakit, agen bibit penyakit harus mampu melewati sederetan sistem
pertahanan tersebut.
a. Manajemen Transportasi
Kondisi peredaran ayam telah menimbulkan permasalahankesehatan
lingkungan yang sangat serius. Proses pengangkutan dalam truk terbukadapat
menebarkan bakteri dan virus penyebab berbagai penyakit di sepanjang jalanyang
dilalui oleh unggas tersebut hingga ke tempat penampungan. Selain itu,
kondisitempat pemotongan ayam yang berada di rumah-rumah penduduk serta
dekatdengan pemukiman penduduk menimbulkan berbagai permasalahan
pencemaran lingkungan dan memperburuk masalah sanitasi di pemukiman. Kondisi
tersebut juga tidak baik untuk ayam potong yang dihasilkan karena selama proses
pemotongan, pembersihan dan pengepakan ayam dilakukan dalam satu tempat,
sehingga rawan terjadi kontaminasi dari berbagai sumber penyakit.
b. Manajemen Pemotongan
Salah satu permasalahan yang paling penting dalam proses produksi karkas
adalah permasalahan kelayakan Rumah Pemotongan Ayam (RPA). Bahkan RPA
merupakan penentu dari proses panjang perjalanan produk peternakan ayam.
Meskipun ayam tersebut dinyatakan sehat dari peternakan (farm), jika ditingkat RPA
(hilir) pemotongannya tidak memenuhi kriteria pemotongan yang baik maka
kecenderungan menimbulkan penyakit akan semakin besar. RPA tradisional dalam
pelaksanaannya relatif kurang memperhatikanpersyaratan teknis higiene dan sanitasi.
RPA tradisional relatif tidak mempunyaipembagian daerah kerja sehingga proses
pengolahan dilakukan dalam suatu ruanganyang menyatu, RPA tersebut terletak di
pasar-pasar tradisional.
Sanitasi pada rumah potong ayam adalah sesuatu yang paling diperhatikan
mulai dari pemotongan, karena sanitasi yang baik akan meperkecil kontamianan.
Sanitasi yang ada ditemukan adalah dalam kondisi yang kurang baik, dimana
kandang yang kurang bersih dan eksreta juga terlihat numpuk dan air yang tergenang,
lantai kandang, tempat pemotongan karkas serta kebersihan petugas dalam
penanganan ayam. Lantai kandang walaupun terlihat bersih tapi tetap saja rawan
terkontaminasi. Penanganan dari pekerja juga harus bersih untuk memastikan tidak
terkontaminasi dalam penanganan.
c. Manajemen Pengolahan
Sebagian besar peternakan rakyat (60 – 70 %) menjual ayam broiler dalam
bentuk hidup, dimana pedagang pengecer mengolah ayam tersebut menjadi karkas
ayam siap dijual pada konsumen. Proses pengolahan ayam hidup menjadi karkas
ayam segar, mulai dari penyembelihan, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan,
pencucian, pengemasan, pendinginan dan pengangkutan belum sesuai dengan norma
dan kaidah kesehatan. Sama halnya dengan proses pemotongan, proses pengolahan
karkas juga memiliki faktor resiko terhadap bahaya mikrobiologis di setiap
tahapannya. Keberadaan bakteri Salmonella dan Campylobacter sangat sulit untuk
dieliminasi pada saat proses pengolahan karkas di rumah pemotongan ayam. Selain
bahaya biologis, bahaya kimiawi juga menjadi ancaman karena banyak reaksi-reaksi
kimia yang terjadi selama pengolahan karkas yang pada akhirnya berpengaruh
terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya. Tidak hanya proses kimia secara
alami, penambahan bahan-bahan kimia berbahaya seperti boraks dan formalin juga
sering terjadi di industri pengolahan daging. Oleh karena itu mutu dan keamanan
pangan karkas ayam menjadi rendah, bahkan tingkat kehalalnnya masih diragukan
sehingga harganya turun dan peluang pasarnya rendah.
III. PEMECAHAN MASALAH
Seluruh ayam dari unit budidaya ditampung di RPA sesuai dengan bobot yang
diminta oleh RPA.Apabila ayam besar dari unit budidaya tidak memenuhi standar
dan kualitas RPA, maka ayam tersebut dapat dijual ke pasar luar. Di unit RPA ini
dibutuhkan cold storage dengan kapasitas yang cukup besar, yang sewaktu-waktu
dipakai apabila harga ayam besar turun sehingga RPA dapat memotong ayam dalam
jumlah yang sangat banyak dan apabila harga sudah membaik kembali, maka RPA
tinggal mengeluarkan stok ayam di gudang. RPA yang dipakai sebaiknya RPA kelas
menengah/ semi modern, mengingat RPA yang modern membutuhkan investasi dan
modal yang sangat besar.
Pelaksanaan kegiatan pemotongan dapat menerapkan prinsip HACCP (Hazard
Analysis Control Critical Point) dimana secara garis besar evaluasinya dapat
dilakukan melalui tahapan berikut:
1. Penerimaan/penyimpanan ayam hidup
2. Hanging/menggantung
3. Stunning/pemingsanan
4. Killing/menyembelih
5. Bleeding/mengeluarkan darah
6. Scalding/pencelupan-pemanasan
7. Picking/mencabut bulu
8. Head removal/pemotongan kepala
9. Washing/pencucian
10. Hock cutter/pemotongan
11. Transfer/rehang penggantungan kembali
12. oil sac cutter/memotong pundi-pundi
13. Venting/opening eviscerating membuka rongga abdomen dan dada
14. Presenting/penampakan
15. Inspection/pemeriksaan/pengamatan
16. Helper/pembantu
17. Condemn/pengafkiran
18. Offine prosedure/kemungkinan kesalahan prosedur
19. Liver, heart harvest/ pemanenan hati, jantung
20. Gut cutter/pemotongan saluran pencernaan
21. Gizzard harvest/pemanenan ingkluves
22. Neck and giblet chiller/leher dan jerohan
23. Cropping/pemotongan retail
24. Neck breaking/pemotongan leher
25. Lung removal/pengambilan paru-paru
26. Trimmer/pemotongan
27. House checker/pengontrolan ruangan
28. Final washer/pencucian akhir
Kenyataan dilapangan penerapan konsep HACCP di RPA sulit dilakukan,
tidak hanya karena tiadanya sarana yang tersedia, tetapi disebabkan oleh faktor
ketidaktahuan pengusaha pemotongan, ketidakpraktisan proses pemotongan dan tidak
adanya pembinaan dari dinas peternakan setempat. Konsep HACCP yang disyaratkan
memang sangat ideal untuk diterapkan, tetapi sangat berhubungan dengan investasi
untuk pengadaan sarana RPA dan komitmen pengusaha.Untuk itu penerapan konsep
ini harus dimodifikasi seperlunya sehingga dapat diterapkan untuk daerah-daerah
yang tidak tersedia RPA modern atau jauh dari kota-kota besar yang mempunyai
RPA semi modern.
Abubakar. 2008. Standarisasi Rumah Potong Ayam (RPA) “Tradisional” dan Penerapan
HACCP dalam Proses Pemotongan Ayam di Indonesia. Prosiding PPI Standarisasi.
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Bogor.
Astiningsih, NK. 1997. Pengaruh Bahan Atap Kandang dan Strain Terhadap Penampilan
Ayam Pedaging. Jurusan Produksi Ternak Universitas Udayana. Denpasar.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI. 2010. Position Paper Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Terhadap Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 4 Tahun 2007
Tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas.
Puspani, Eny, dkk. 2008. Pengaruh Tipe Lantai Kandang dan Kepadatan Ternak Terhadap
Tabiat Makan Ayam Pedaging Umur 2-6 Minggu. Makalah Ilmiah Peternakan. 11(1)
Triyantini, dkk. 2000. Mutu Karkas Ayam Hasil Teknik Pemotongan Berbeda.
Disampaikan pada Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor