Anda di halaman 1dari 23

PROBLEM SOLVING

MANAJEMEN TERNAK UNGGAS


KUALITAS KARKAS RENDAH

OLEH:
KELOMPOK 1B
1. Akbar Satria B. D1A015033
2. Rahmat Hidayat D1A015041
3. Rasanti Sandra D1A015051
4. Merryafinola I. D1A015163
5. Deya Dwi Putra D1A015164
6. Nandya Restu P. D1A015168
7. Birochmad F. D1A015173
8. Popy Eri Y. D1A015193
9. Nur Khikmah F. D1A015205
10. Ilham Budi S. D1A015138
11. Darto D1A015213
12. Yoga Bekti D1B016006
13. Rizki Ahmad S. D1B017008

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
2017
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai rencana. Makalah ini
merupakan salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Manajemen Ternak Unggas.
Makalah ini membahas tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi di
peternakan unggas khususnya ayam niaga pedaging yang berpengaruh pada kualitas
karkas.
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu matakuliah Manajemen Ternak Unggas khususnya Ir. Roesdijanto, MS.
yang telah memberikan saran dan masukan untuk menjadikan makalah ini lebih
baik, serta rekan-rekan kelas B angkatan 2015 ang telah memberikan bantuan dan
dukungan atas terselesaikannya makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna sehingga penyusun membuka pintu selebar-lebarnya untuk
kritik dan saran yang membangun agar kedepannya menjadi lebih baik.

Purwokerto, Oktober 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

PRAKATA .................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................. 4
II. PERMASALAHAN............................................................................................... 5
2.1 Permasalahan Pra-Panen ..................................................................................... 6
2.2 Permasalahan Pasca-Panen .................................................................................. 8
III. PEMECAHAN MASALAH ................................................................................. 11
3.1 Manajemen Pra-Panen ....................................................................................... 11
3.1.1 Manajemen Perkandangan .......................................................................... 11
3.1.2 Manajemen Pakan ....................................................................................... 13
3.1.3 Manajemen Kesehatan ................................................................................ 13
3.2 Permasalahan Pasca Panen ................................................................................ 18
3.2.1 Manajemen Transportasi............................................................................. 18
3.2.2 Manajemen Pemotongan ................................................................................ 19
3.2.3 Manajemen Pengolahan .............................................................................. 20
IV. KESIMPULAN .................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak pada


peningkatan konsumsi produk peternakan (daging, telur, susu). Meningkatnya
kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya
protein hewani juga turut meningkatkan angka perminataan produk
peternakan. Daging banyak dimanfaatkan olehmasyarakat karena mempunyai
rasayang enak dan kandungan zat gizi yang tinggi. Salah satu sumber daging yang
paling banyak dimanfaatkan olehmasyarakat Indonesia adalah ayam. Daging ayam
yang sering dikonsumsi oleh masyarakat diperoleh dari pemotongan ayam broiler,
petelur afkir, dan ayam kampung.
Ayam broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar protein hewani asal
ternak dan merupakan komoditas unggulan. Industri ayam broiler berkembang pesat
karena daging ayam menjadi sumber utama menu konsumen. Daging ayam broiler
mudah didapatkan baik di pasar modern maupun tradisional. Produksi daging ayam
broiler lebih besar dilakukan oleh rumah potong ayam modern dan tradisional. Proses
penanganan di RPA merupakan kunci yang menentukan kelayakan daging untuk
dikonsumsi. Perusahaan rumah potong ayam (RPA) atau tempat pendistribusian
umumnya sudah memiliki sarana penyimpanan yang memadai, namun tidak dapat
dihindari adanya kontaminasi dan kerusakan selama prosesing dan distribusi.
Mengingat tingginya kewaspadaan masyarakat terhadap keamanan pangan,
menuntut produsen bahan pangan termasuk pengusaha peternakan untuk
meningkatkan kualitas produknya. Walaupun kualitas karkas tergantung pada
preferensi konsumen namun ada standar khusus yang dijadikan acuan. Karkas yang
layak konsumsi harus sesuai dengan standar SNI mulai dari cara penanganan, cara
pemotongan karkas, ukuran dan mutu, persyaratan yang meliputi bahan asal,
penyiapan karkas, penglolahan pascapanen, bahan pembantu, bahan tambahan, mutu
produk akhir hingga pengemasan. Untuk itu perlu ada penerapan manajemen yang
baik sejak masih di sektor hulu sampai ke sektor hilir.

1.2 Tujuan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan-


permasalahan yang terjadi di peternakan ayam niaga pedaging, rumah potong ayam
dan pasar yang berkaitan dengan rendahnya kualitas karkas ayam niaga pedaging
serta mencari solusi pemecahannya.

II. PERMASALAHAN

Sekarang ini masyarakat lebih cenderung memilih karkas dengan kualitas


yang baik untuk mendapatkan bahan pangan yang sehat. Walaupun demikian, definisi
kualitas karkas baik sulit ditentukan secara objektif karena tergantung pada preferensi
konsumen sendiri. Namun paling tidak ada standar yang dapat dijadikan acuan untuk
menentukan karkas yang baik dan sehat. Indikator dari kualitas karkas dapat
diketahui dari bentuk, warna, aroma, dan tekstur karkas. Oleh karena itu, SNI telah
mengeluarkan standar mutu
Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Karkas
Tingkatan Mutu
No Faktor Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1. Konformasi Sempurna Ada sedikit Ada kelainan
kelainan pada pada tulang
tulang dada atau dada
paha dan paha
2. Perdagingan Tebal Sedang Sedikit
3. Perlemakan Banyak Banyak Sedikit
4. Keutuhan Utuh Tulang utuh, kulit Tulang ada
robek sedikit, yang patah,
tetapi tidak pada ujung sayap
bagian dada terlepas ada
kulit yang
robek ada
bagian dada
5. Perubahan warna Bebas dari Ada memar Ada memar
memar dan sedikit tetapi sedikit tetapi
atau “freeze tidak pada bagian tidak ada
burn” dada dan tidak “freeze burn”
“freeze burn”
6. Kebersihan Bebas dari Ada bulu tunas Ada bulu tunas
bulu tunas yang menyebar
(pin feather) tetapi tidak pada
bagian dada
(SNI, 2009)
Syarat Mutu Mikrobiologis Karkas
No Jenis Satuan Persyaratan
1 Total Plate Count cfu/g maksimum 1 x 106
2 Coliform cfu /g maksimum 1 x 102
3 Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1 x 102
4 Salmonella sp per 25 g negatif
5 Escherichia coli cfu/g maksimum 1 x 101
6 Campylobacter sp per 25 g negatif
(SNI, 2009)
Fletcher dan Carpenter (1993) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas karkas, diantaranya genetik, pakan, umur, jenis kelamin, dan
manajemen. Secara umum, permasalahan yang muncul berkaitan dengan rendahnya
kualitas karkas ayam disebabkan karena manajemen pra panen dan perlakuan pasca
panen yang kurang baik. Soeparno (1998) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kualitas karkas yaitu faktor sebelum pemotongan dan sesudah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging
antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk
bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan
yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi
listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling,
metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot
daging. Beberapa permasalahan yang menyebabkan rendahnya kualitas karkas ayam
yang berkaitan dengan pelaksanaan manajemen adalah sebagai berikut.

2.1 Permasalahan Pra-Panen

a. Manajemen Perkandangan
Manajemen perkandangan terdiri atas jenis kandang, atap dan lantai. Pengaruh
sistem kandang berkaitan dengan keamanan tehadap penyakit. Kandang tertutup
cenderung lebih aman dari gangguan penyakit dibandingkan dengan kandang terbuka.
Penyakit yang timbul akan mengganggu produksi baik kualitas maupun kuantitasnya
termasuk didalamnya adalah karkas. Namun untuk membangun kandang tertutup
(close house) membutuhkan biaya yang besar sehingga peternak rakyat yang
memiliki biaya terbatas tidak punya pilihan untuk membangun kandang tertutup.
Oleh karena itu peternak rakyat baik mandiri maupun kemitraan lebih banyak
membangun kandang tipe terbuka. Pemeliharaan dalam kandang terbuka melahirkan
konsekuensi pada manajemen sanitasi dan kesehatan yang lebih intens untuk
mengontrol penyebaran penyakit.
Selain jenis kandang, yang termasuk dalam menajemen perkandangan adalah
tipe atap.Tipe atap berpengaruh secara tidak langsung pada kualitas kerkas yang
dihasilkan. Tipe atap yang mampu memberikan sirkulasi udara yang baikakan
membuat kondisi dalam kandang menjadi lebih nyaman bagi ayam. Kondisi nyaman
ini berkaitan dengan temperatur dan kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban
adalah dua hal yang menjadi momok bagi peternakan di daerah tropis. Temperatur
tinggi menyebabkan ternak mudah mengalami heat stress, ditambah lagi dengan
kelembaban yang tinggi menjadi lingkungan ideal bagi perkembangan bibit penyakit.
Kebanyakan peternak rakyat yang memiliki kandang tipe terbuka lebih banyak
membuat atapnya dengan tipe gable. Tipe gable cenderung sulit untuk mengalirkan
udara yang masuk dan keluar kandang. Hal ini menyebabkan pertukaran udara kotor
dari dalam kandang dan udara bersih dari luar sulit terjadi. Jenis atap yang mampu
memberikan sirkulasi udara yang baik adalah tipe monitor, namun pembuatan atap
tipe ini tidak sederhana dan membutuhkan teknik dan pengetahuan khusus.
Kondisi lantai juga sangat berpengaruh terhadapkualitas karkas. Kondisi lantai
yang rusak dapat menyebabkan ayam terperosok sehingga kejadian memar dan lebam
pada ayam akan meningkat. Kejadian ayam terperosok akan banyak terjadi pada
lantai slat dan wire, sedangkan pada lantai litter jarang terjadi. Namun begitu, tetap
ada segi positif dari lantai berlubang ini, diantaranya adalah lebih bersih, sirkulasi
udara lebih terjamin sehingga suplai O2 ke dalam kandang dan pembuangan CO2 dan
NH3 lebih lancar. Lantai rapat (litter) memiliki beberapa keuntungan yaitu rendahnya
kejadian ayam terperosok sehingga penurunan kualitas karkas nantinya dapat
dikontrol. Selain itu keadaan kandang lebih hangat dan pengolahannya lebih mudah.
Namun disamping itu ada beberapa kerugian dari lantai litter yaitu, terjadinya
fermentasi litter yang menghasilkan gas metan dan ammonia sehingga menyebabkan
perubahan tingkah laku yaitu timbulnya sifat agresif (Duncan dan Wood-Gush,
1971). Permasalahan-permasalahan ini nantinya akan mempengaruhi kualitas dari
karkas yang dihasilkan.
b. Manajemen Pakan
Pakan dengan kualitas dibawah standar, terutama untuk pakan grower dan
finisher dapat berpengaruh terhadap kualitas karkas dari ayam broiler. Penambahan
lemak baik asal nabati maupun hewani untuk tujuan meningkatkan kandungan energi
metabolis dalam sediaan pakan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
kandungan lemak tubuh. Adanya efek positif dari digestibility terhadap lemak jenuh
dan tak jenuh, yang mana kedua-duanya ditambahkan kedalam sediaan pakan dan
terlebih lagi karena didukung ketidakseimbangan antara protein dengan energi dalam
sediaan pakan dapat memicu terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam
jaringan tubuh. Penambahan jenis lemak tidak jenuh dalam pakan grower dan finisher
menyebabkan karkas yang diproduksi Nampak berminyak. Dengan demikian, tanpa
adanya perlakuan khusus (cool storage), waktu penyimpanan karkas menjadi lebih
singkat yang kemungkinan disebabkan karena terjadinya proses oksidasi dan
ketengikan karkas tersebut.

c. Manajemen Kesehatan
Usaha peternakan ayam niaga, baik ayam niaga petelur maupun pedaging
tidak pernah lepas dari manajemen kesehatan. Kesehatan ternak sangat
mempengaruhi produksi baik secara kuantitas maupun kualitas. Pelaksanaan
biosekuriti yang kurang baik menjadi salah satu penyumbang penyebaran penyakit
dalam suatu peternakan. Peternakan rakyat umumnya kurang memperhatikan
biosekuriti. Walaupun sanitasi kandang sudah diterapkan ditingkat peternakan rakyat,
namun faktor lainnya seperti lalu-lintas manusia, hewan liar dan kendaraan yang
keluar masuk kandang belum terlalu diperhatikan.
Tak dipungkiri, adanya rekayasa genetik baik pada ayam pedaging maupun
petelur, selain berdampak positif karena produksi yang lebih cepat dan tinggi ternyata
memiliki dampak negatif. Pertumbuhan berat badan yang cepat tidak diimbangi
dengan pertumbuhan organ dalam seperti jantung sehingga organ tersebut harus
bekerja ekstra keras. Selain itu, pertumbuhan bulu pun semakin diperlambat demi
efisiensi alokasi pakan guna mendapatkan karkas yang jauh lebih besar.Tak heran,
sedikit gangguan/kondisi yang tidak nyaman mampu “mengobrak-abrik” sistem
pertahanan tubuh ayam.Alhasil ayam pun mudah terinfeksi oleh bibit penyakit yang
ada di lingkungan. Disadari atau tidak, hampir setiap saat ayam selalu kontak dengan
bibit penyakit yang ada di lingkungan.
Fakta yang ada, bibit penyakit akan selalu berusaha menginfeksi ayam, namun
ayam akan selalu berusaha mengeliminasi bibit penyakit. Layaknya pertahanan
negara, di dalam tubuh ayam pun juga dilengkapi tentara-tentara penghalau
musuh/bibit penyakit yang menginfeksi.Dengan demikian, untuk mampu
menimbulkan sakit, agen bibit penyakit harus mampu melewati sederetan sistem
pertahanan tersebut.

2.2 Permasalahan Pasca-Panen

a. Manajemen Transportasi
Kondisi peredaran ayam telah menimbulkan permasalahankesehatan
lingkungan yang sangat serius. Proses pengangkutan dalam truk terbukadapat
menebarkan bakteri dan virus penyebab berbagai penyakit di sepanjang jalanyang
dilalui oleh unggas tersebut hingga ke tempat penampungan. Selain itu,
kondisitempat pemotongan ayam yang berada di rumah-rumah penduduk serta
dekatdengan pemukiman penduduk menimbulkan berbagai permasalahan
pencemaran lingkungan dan memperburuk masalah sanitasi di pemukiman. Kondisi
tersebut juga tidak baik untuk ayam potong yang dihasilkan karena selama proses
pemotongan, pembersihan dan pengepakan ayam dilakukan dalam satu tempat,
sehingga rawan terjadi kontaminasi dari berbagai sumber penyakit.

b. Manajemen Pemotongan
Salah satu permasalahan yang paling penting dalam proses produksi karkas
adalah permasalahan kelayakan Rumah Pemotongan Ayam (RPA). Bahkan RPA
merupakan penentu dari proses panjang perjalanan produk peternakan ayam.
Meskipun ayam tersebut dinyatakan sehat dari peternakan (farm), jika ditingkat RPA
(hilir) pemotongannya tidak memenuhi kriteria pemotongan yang baik maka
kecenderungan menimbulkan penyakit akan semakin besar. RPA tradisional dalam
pelaksanaannya relatif kurang memperhatikanpersyaratan teknis higiene dan sanitasi.
RPA tradisional relatif tidak mempunyaipembagian daerah kerja sehingga proses
pengolahan dilakukan dalam suatu ruanganyang menyatu, RPA tersebut terletak di
pasar-pasar tradisional.
Sanitasi pada rumah potong ayam adalah sesuatu yang paling diperhatikan
mulai dari pemotongan, karena sanitasi yang baik akan meperkecil kontamianan.
Sanitasi yang ada ditemukan adalah dalam kondisi yang kurang baik, dimana
kandang yang kurang bersih dan eksreta juga terlihat numpuk dan air yang tergenang,
lantai kandang, tempat pemotongan karkas serta kebersihan petugas dalam
penanganan ayam. Lantai kandang walaupun terlihat bersih tapi tetap saja rawan
terkontaminasi. Penanganan dari pekerja juga harus bersih untuk memastikan tidak
terkontaminasi dalam penanganan.

c. Manajemen Pengolahan
Sebagian besar peternakan rakyat (60 – 70 %) menjual ayam broiler dalam
bentuk hidup, dimana pedagang pengecer mengolah ayam tersebut menjadi karkas
ayam siap dijual pada konsumen. Proses pengolahan ayam hidup menjadi karkas
ayam segar, mulai dari penyembelihan, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan,
pencucian, pengemasan, pendinginan dan pengangkutan belum sesuai dengan norma
dan kaidah kesehatan. Sama halnya dengan proses pemotongan, proses pengolahan
karkas juga memiliki faktor resiko terhadap bahaya mikrobiologis di setiap
tahapannya. Keberadaan bakteri Salmonella dan Campylobacter sangat sulit untuk
dieliminasi pada saat proses pengolahan karkas di rumah pemotongan ayam. Selain
bahaya biologis, bahaya kimiawi juga menjadi ancaman karena banyak reaksi-reaksi
kimia yang terjadi selama pengolahan karkas yang pada akhirnya berpengaruh
terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya. Tidak hanya proses kimia secara
alami, penambahan bahan-bahan kimia berbahaya seperti boraks dan formalin juga
sering terjadi di industri pengolahan daging. Oleh karena itu mutu dan keamanan
pangan karkas ayam menjadi rendah, bahkan tingkat kehalalnnya masih diragukan
sehingga harganya turun dan peluang pasarnya rendah.
III. PEMECAHAN MASALAH

3.1 Manajemen Pra-Panen

3.1.1 Manajemen Perkandangan


Bentuk kandang yang disarankan untuk meminimalisir munculnya penyakit
adalah kandang close house, namun untuk membangunnya memerlukan biaya yang
relatif mahal. Oleh karena itu, untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan
membangun kandang terbuka yang memiliki panggung.Kandang panggung
memungkinkan adanya pemisahan feces dengan kandang sehingga kebersihan ternak
dan alas kandang dapat dijaga. Selain itu sirkulasi udara dalam kandang menjadi lebih
baik.
Tinggi kandang menyesuaikan dengan besar dan luasnya kandang. Namun
sebagai perbandingan, untuk iklim tropis seperti di Indonesia, kandang ayam broiler
dibuat dengan ketinggian dari lantai hingga atap teratas sekitar 6-7 meter, dan dari
lantai hingga atap terendah sekitar 3,5 hingga 4 meter. Untuk kandang yang dibuat
dengan sistem panggung, maka tinggi kandang akan lebih tinggi sekitar 1 hingga 1,5
meter pula. Untuk lebar kandang bisa menyesuaikan kebutuhan, namun agar tidak
terlalu sumpek setidaknya dibuat dengan lebar minimal 6 meter dan maksimal 8
meter. Sedangkan panjang kandang, bisa menyesuaikan lahan yang tersedia.Tujuan
dari penentuan ukuran kandang ini adalah untuk menciptakan temperatur dan
kelembaban yang ideal bagi ternak.
Kandang harus dibuat dari bahan yang kuat, tahan lama, namun sebisa
mungkin tetap menggunakan bahan yang harganya relatif murah.Untuk bagian
tiangnya bisa memakai balok kayu seperti kayu gelugu (batang pohon kelapa). Untuk
penyangga atapnya bisa dari bilah bambu atau lembaran kayu. Sedangkan untuk
dindingnya bisa memakai anyaman bilah bambu atau kawat kasa. Untuk sekat-sekat
kandangnya bisa memakai bilah bambu, lembaran seng, atau lembaran triplek.
Kandang lantai litter panggung keadaannya akan lebih nyaman dibandingkan
kandang litter sekam di tanah karena gaya gesek udara pada lantai litter panggung
lebih rendah. Keuntungan utama dari penggunaan alas litter ini adalah ayam lebih
merasa nyaman karena terhindar dari lepuh pada bagian dada atau bagian lainnya
lantaran bergesekan dengan lantai. Namun, kelemahan dari penggunaan alas litter ini
adalah mudah dan cepat basah sehingga bisa menimbulkan bau yang tidak sedap atau
tengik. Selain itu, alas litter yang basah juga bisa mengundang berbagai bibit penyakit
seperti CRD/penyakit saluran pernapasan dan snot. Untuk itulah, peternak harus rajin
mengganti bahan litter dengan yang masih segar bilamana sudah terlihat basah
ataupun lembab.
Litter yang bagus harus memiliki daya serap yang tinggi, beratnya ringan,
ukuran partikelnya sedang dan cepat mengering. Litter seharusnya yang lembut dan
nyaman untuk ayam berjalan. Materi yang ada dari litter tersebut memiliki daya jual
sebagai pupuk yang bagus. Litter yang bau atau bau pengap dan berdebu sebaiknya
dibuang.
Litter yang ideal harus memiliki ukuran partikel yang seragam, tidak
menggumpal dengan kandungan uap air 25-30% dan rendah level amonianya.
Kondisi litter yang ideal dapat dipelihara dengan manajemen litter yang baik,
termasuk memahami prinsip ventilasi dan temperatur, seperti halnya faktor penting
lainnya yang menjadi bagian dari manajemen pemeliharaan ayam yang diperlukan
agar ayam tetap sehat. Sebagian dari faktor tambahan lain, meliputi :
 Pastikan ventilasi cukup dan suhu kandang dapat dipertahankan agar
kelembaban litter tetap pada 25- 30%. Level debu akan meningkat jika
kelembaban litter menurun menjadi 20% atau kurang, sehingga menimbulkan
permasalahan dengan kualitas udara. Jika kelembaban lebih dari 40% litter
akan menjadi basah dan menggumpal. Ketika litter digenggam kemudian
genggaman dilepaskan maka litter akan sedikit melekat dan perlahan akan
buyar. Jika litter sangat lembab maka akan mudah dibentuk bulatan bola,
sedangkan litter yang terlalu kering akan sulit dibentuk bulatan bola.
 Litter yang basah dan menggumpal harus seringkali diganti, terutama di area
sekitar tempat pakan dan minum.
 Ganti dengan litter baru jika litter sudah terlalu basah.
 Ganti litter yang menggumpal tanpa menyebabkan banyak debu atau amonia.
 Lakukan kontrol terhadap tempat minum untuk mencegah kebocoran air.
Manajemen tempat minum termasuk frekuensi pergantian tempat minum,
tinggi tempat minum, kedalaman dan banyaknya tempat minum juga perlu
diperhatikan.
 Litter dibawah tempat pakan dan minum harus sering dibolak balik agar litter
tetap kering. Panas dan lembab litter dibawah tempat pakan dan minum
merangsang pertumbuhan larva kumbang dan lalat.
 Jika mungkin simpan litter di area yang kering sebelum digunakan. Tempat
yang ideal untuk penyimpanan litter adalah dengan kelembaban 20-25%
sebelum ditebar di kandang. Untuk menjaga kualitas litter selama periode
pemeliharaan maka perlu evaluasi tiap hari terhadap temperatur kandang,
ventilasi, manajemen drinker dan fisik litter.
Atap kandang sebaiknya mempergunakan bahan-bahan yang tidak
menhantarkan panas seperti genting, rumbia, ataupun anyaman daun kelapa.Paling
disarankan adalah memakai atap dari genting karena tidak mudah bocor, tahan lama,
daya refleksi terhadap panas matahari cukup bagus, dan tidak menjadi sarang tikus
sebagaimana bila menggunakan atap dari daun kelapa. Namun, bila menggunakan
atap dari bahan yang bisa menghantarkan panas seperti seng, maka di bawahnya
dilapisi dengan bahan-bahan yang bisa menyerap panas seperti bambu atau kayu.Atap
ditata dengan kemiringan tertentu agar suhu kandang tidak terlalu panas. Selain itu,
bentuk atap bisa dibuat ganda dengan lubang angin yang disebut dengan sistem
monitor dengan tujuan agar pertukaran udara di dalam kandang lebih terjaga. Namun,
bisa juga dengan memakai sistem atap tunggal dengan lubang udara yang disebut
sistem semimonitor.
Dinding kandang bisa dibuat sistem semiterbuak agar pertukaran udara dalam
kandang bisa berjalan dengan baik sehingga bau kotoran atau pakan bis akeluar atau
berganti dengan udara segar. Bahan yang dipergunakan untuk dinding kandang pada
bagian bawah (dinding gedhek), sedangkan bagian atasnya dibuat dari potongan
bambu yang dibelah atau dihaluskan, atau dengan menggunakan kawat ram.Bila
menggunakan bilah bambu, jarak antara bilah satu dengan yang lain kira-kira selebar
dua jari orang dewasa atau 5-6 cm, yang dipasang dalam posisi tegak berdiri.Dinding
juga dilengkapi dengan tirai dari plastik atau kain, tujuannya agar bila sewaktu-waktu
ada angin kencang atau hujan, tirai tersebut bisa bermanfaat sebagai pelindung.

3.1.2 Manajemen Pakan


Penambahan asam linoleat dalam pakan dengan kandungan lemak cukup
tinggi sangat membantu untuk mengurangi kandungan lemak karkas. Level
maksimum dari kandungan asam linoleat adalah 25% dari kandungan lemak pada
pakan ayam broiler grower dan finisher. Selain itu, penambahan protein sebanyak 1%
akan mengurangi kandungan lemak dalam karkas sampai 0,5% dan mengurangi
kandungan lemak perut (abdominal fat) antara 0,1 sampai 0,15% dan sebagai
akibatnya dapat meningkatkan hasil karkas secara keseluruhan sebanyak 0,1 sampai
0,15%.

3.1.3 Manajemen Kesehatan


a. Kontrol lalu lintas
Biosekuritas ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas
orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung, atau mengizinkan
masuk orang tertentu dan personil yang dibutuhkan (profesional) setelah mereka
didesinfeksi, mandi semprot, lalu memakai sepatu khusus, baju penutup, dan topi
khusus yang telah didesinfeksi. Tangan orang bisa juga menyebabkan infeksi dan
harus didesinfeksi sebelum masuk bangunan kandang atau meninggalkannya. Pada
peternakan yang harus menjalankan biosekuritas dengan ketat (Grand parent stock)
akan menerapkan prosedur dengan sangat ketat misalnya tamu yang akan masuk
sebelumnya tidak boleh mengunjungi farm pada level dibawahnya (Parent stock,
komersial, prosesing dll) paling sedikit tiga hari setelah kunjungan tersebut.
Kontrol lalu lintas tidak hanya berlaku untuk orang tetapi juga untuk hewan
seperti burung-burung liar , tikus, kumbang predator, serangga dan lainnya. Kucing
dan anjing seringkali dianggap sebagai pembawa penyakit yang potensial, tetapi
bukti-bukti kurang mendukung, dan manfaatnya dalam mengendalikan tikus cukup
nyata dibandingkan kerugian yang ditimbulkannya.Konstruksi bangunan yang
terbuka sebaiknya diberi kawat pelindung untuk mencegah masuknya serangga
terbang atau predator, meskipun tidak efektif paling tidak dapat mengurangi resiko.
Kebersihan halaman dan teras dinding serta pemotongan rumput harus teratur.
Konstruksi kandang dan ruang penyimpan pakan dibuat yang tidak memungkinkan
binatang-binatang seperti tikus, burung, kumbang dan lainnya secara leluasa dapat
memasukinya (rodent proof). Program pengendalian tikus dapat dibuat secara
berkesinambungan, dengan menempatkan kotak pengumpan di pinggir kandang
dengan selang 15-20 meter. Umpan tikus perlu dimonitor dalam jangka waktu
tetrtentu misalnya setiap 5 hari sekali dengan umpan yang disukai tikus. Limbah
kotoran ayam dan sekam basah, harus segera disingkirkan agar tidak mengundang
lalat berkembang biak . Pada saat musim lalat dilakukan pengendalian baik dengan
insektisida untuk membunuh lalat dewasa atau larva.
Lalu lintas kendaraan yang memasuki areal peternakan juga harus dimonitor
secara ketat. Kendaraan yang memasuki farm harus melewati kolam desinfeksi yang
terdapat di belakang gerbang.Kendaraan yang bisa masuk ke areal peternakan adalah
kendaraan pengangkut makanan, doc, ataupun peralatan kandang lainnya. Pada
peternakan pembibitan yang memerlukan biosekuritas lebih ketat, begitu masuk
kolam desinfeksi kendaraan harus berhenti, lalu seluruh bagian mobil bagian bawah,
sekitar ban disemprot desinfektan dengan sprayer tekanan tinggi.Sementara itu
penumpangnya harus berjalan kaki lewat pintu khusus untuk lalu lintas orang. Di
tempat ini ia harus mandi semprot untuk didesinfeksi. Di peternakan yang
memerlukan biosekuritas sangat ketat terdapat pemisahan dan batas yang jelas
mengenai daerah sanitasi kotor dengan atau daerah sanitasi semi bersih atau bersih.
Dengan demikian akan selalu ada kontrol lalu lintas baik barang, bahan ataupun
manusia.
b. Vaksinasi
Aspek lain dari biosekuritas adalah mencegah penyakit melalui vaksinasi.
Antibiotika digunakan untuk memberantas infeksi bakteri. Karena tidak ada obat
yang dapat melawan infeksi virus, maka vaksinasi sebelum infeksi terjadi di dalam
flok ayam menjadi pilihan utama untuk melindungi ayam.
Vaksin virus yang ideal terbuat dari suatu virus yang tidak menimbulkan
penyakit, tetapi virus yang sangat tinggi imunogenesitasnya. Kombinasi ini agak
jarang oleh karena itu virus-virus terpilih harus memberikan reaksi yang kecil sekali
dan menyebabkan kekebalan yang tinggi. Perusahaan vaksin mempunyai kombinasi
faktor-faktor yang terbaik terhadap virus yang ada sesuai dengan yang diharapkan.
Vaksin bisa dalam bentuk hidup atau mati.Keduanya memberikan
reaksi.Vaksin hidup terdiri atas mikroorganisme hidup. Vaksin ini dapat diberikan
pada umur lebih muda daripada vaksin mati, dan diberikan melalui injeksi, air
minum, inhalasi, atau tetes mata. Kontaminasi vaksin harus dicegah karena dapat
menimbulkan gangguan yang serius. Mikroagen yang terdapat dalam vaksin hidup
akan berkembang di dalam tubuh unggas, dan bila terdapat infeksi sekunder pada saat
itu, dapat terjadi reaksi yang hebat. Ketika menggunakan vaksin hidup, peternak
harus menyadari bahwa peternakannya mengandung agen penyakit yang berasal dari
vaksin.
Semua vaksin mati, yang pemberiannya harus disuntikkan, dapat juga
menimbulkan reaksi yang berasal dari zat pembawanya. Reaksi yang paling umum
adalah terjadinya pembentukan jendolan pada tempat penyuntikan (granuloma).Usia
unggas pada saat vaksinasi terhadap penyakit tertentu dan kapan perlu diulang
merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkat, kualitas dan lamanya
kekebalan. Yang penting diingat adalah vaksinlah sesuai dengan keperluan.
c. Pencatatan Riwayat Flok
Mencatat riwayat flok adalah cara yang mudah untuk menjaga kesehatan flok
ayam. Ayam harus secara rutin diperiksa kesehatannya ke laboratorium, dengan
mengecek titer darahnya terhadap penyakit tertentu, monitoring bakteriologis dan
sampling lainnya. Laporan hasil pemeriksaan laboratorium harus disimpan bersamaan
dengan data performans setiap flok atau kandang. Laporan ini sangat bermanfaat
begitu masalah muncul.
d. Pencucian Kandang Ayam
Pencucian kandang ayam merupakan kegiatan biosekuritas yang paling
berat.Segera setelah flok ayam diafkir dan liter diangkat keluar kandang, tindakan
berikutnya adalah pembersihan dan desinfeksi terhadap seluruh kandang dan
lingkungannya. Gumpalan liter harus diangkat dan sisa-sisa yang menempel harus
disikat dan disemprot air. Peralatan seperti penggaruk, sekop, truk pengangkut,
wadah-wadah pengankut kotoran (manure), dan lain-lain semuanya harus dibersihkan
dan didesinfeksi setelah dipakai. Pencucian kandang ayam broiler bisa dilakukan
secara total atau menyeluruh. Secara total artinya dilakukan terhadap seluruh kandang
secara lengkap dari bagian atas sampai ke bawah. Hal ini dilakukan paling tidak
setahun sekali.Pencucian bisa juga secara parsial biasanya dilakukan tidak
menyeluruh, tetapi hanya bagian bawah (lantai) dan sekitarnya. Cara pencucian
secara menyeluruh bisa dilakukan sebagai berikut:
 Angkat liter keluar dari kandang sejauh mungkin, atau paling tidak 100 yard.
Usahakan liter tidak berceceran, tidak mencemari jalan atau pintu masuk
kandang, dan tutuplah rapat-rapat.
 Sapulah dengan bersih dari atas sampai dasar kandang atau lantai, termasuk
seluruh rangkaian kabel listrik, kipas angin, dan kisi-kisi jendela. Lepaskan
lampu-lampu bohlam bersihkan dan ganti yang sudah putus dengan yang
baru.
 Gosok, sikat dan bersihkan seluruh instalasi air, tempat makanan, dan
peralatan lainnya. Keluarkan peralatan seperti brooder guard, tempat minum,
tempat makan, dari kandang, lalu rendam, sikat, bersihkan dan desinfeksi
sebelum dipakai lagi untuk flok ayam berikutnya.
 Seluruh atap, korden, dinding, partisi, tempat makan dan minum, dan
peralatan lainnya, setelah dibersihkan debunya, disomprot dengan air sabun,
dibilas, lalu didesinfeksi dengan menggunakan desinfektan yang kuat dan
larut dalam air seperti senyawa fenol dengan konsentrasi sesuai aturan yang
terdapat pada label. Peningkatan konsentrasi desinfektan tidak akan menutupi
pekerjaan pencucian yang tidak sempurna. Penyemprotan dilakukan pada
tekanan minimum 200 psi (pounds per square inch) agar penetrasi
berlangsung baik. Hati-hati jangan sampai semprotan mengenai bagian dalam
motor listrik, oleh karena itu harus diselubungi dahulu sebelum disemprot,
setelah selesai buka kembali, atau bisa juga dilepas dahulu motornya.
Penyemprotan dilakukan dari belakang dan bekerja mulai dari atap bangunan
pertama kali, lalu dinding dan terakhir lantai. Bagian luar kandang seperti
teras, saluran air, kawat, atap dan halaman juga diperlakukan sama. Jika
pencucian telah selesai, perbaikan pada bagian-bagian kandang yang rusak
dapat dilakukan.
 Setelah lantai kering dan bersih maka liter baru dan peralatan kandang untuk
DOC yang baru dapat dipasang dan disebar merata. Liter umumnya berupa
sekam atau tatal dengan ketebalan 10 cm (minimal 8cm).
 Gunakan insektisida yang sesuai pada bagian atas liter baru bila terdapat
masalah serangga. Bila terdapat banyak kumbang (Alphitobius spp), maka
semprotlah dindingnya dengan insektisida.
 Sediakan bak dekontaminasi sepatu di depan pintu masuk kandang. Sediakan
pula baskom dekontaminasi untuk mencuci kandang. Gunakan desinfektan
sesuai anjuran pabriknya. Desinfektan merupakan racun, dan pemakaian
sesuai dengan aturan yang dianjurkan dalam label dapat menjamin
terbunuhnya patogen yang ingin dibasmi. Bila desinfektan tidak dipakai
dalam proporsi yang dianjurkan seperti pada label, maka orang, ternak ayam,
dan mahluk hidup lainnya dapat turut teracuni.
e.Kontrol terhadap pakan
Biosekuritas terhadap pakan harus dilakukan terutama ditingkat pabrik
pengolahan. Hal ini harus secara ketat dilakukan mengingat banyaknya agen penyakit
dan toksin yang dapat mencemari makanan. Upaya yang harus dilakukan untuk
mengamankan pakan ayam adalah:
 Menghilangkan atau mengurangi dampak resiko terjadinya kesalahan
formulasi pakan seperi kelebihan garam dan lain-lain.
 Melakukan pengawasan atas kualitas bahan baku secara teratur, seperti kadar
air, kadar aflatoksin, uji ketengikan, sampling terhadap kandungan
mikroorganisme, dan analisis proksimat untk mengetahui kualitas kandungan
pakan.
 Memenuhi permintaan konsumen misalnya konsumen dari breeding
farm biasanya minta persayaratan pakan tertentu untuk mencegah terjadinya
salmonellosis. Pakan yang diinginkan melalui perlakuan panas (pada suhu 65-
90°C) dan penambahan vitamin, crumbelling/pelleting, dan
penambahan acidifier (asam format, asam laktat, asam proprionant, asam
butirat, atau asam sitrat).
 Melakukan upaya pencegahan berkembangnya toksin jamur dengan
menambahkan toxin binder.
 Melakukan sanitasi truk pengangkut pakan, baik sebelum berangkat maupun
setibanya di farm konsumen.
 Memperhatikan lama penyimpanan bahan baku ataupun penyimpanan pakan
jadi.
f. Kontrol Air
Air merupakan sumber penularan penyakit yang utama selain melaui pakan
dan udara. Berbagai penyakit yang ditularkan melaluiair antara lain Salmonellosis,
Kolibasilosis, Aspergillosis dan Egg Drop Syndrome. Oleh karena itu monitoring
untuk program biosekuritas air adalah:
 Melakukan pemeriksaan kualitas air minimal sekali dalam satu tahun yang
meliputi pemeriksaan kimiawi (kesadahan, metal, mineral) dan bakteriologis.
 Melakukan pemeriksaan air secara kultur paling tidak sebulan sekali untuk
menguji tingkat higienitas air minum ayam (kualitatif dan kuantitatif).
Pengujian dilakukan secara berurutan dari hulu ke hilir, mulai dari sumber air
sampai ketempat minum ayam (drinker).
 Perlakuan sanitasi air minum ayam diperlukan tergantung dari tingkat
pencemarannya. Umunya sanitasi dilakukan dengan cara klorinasi, tetapi saat
ini sudah banyak produk komersial lain seperti pemberian asam organik.
 Secara teratur melakukan flushing (penggelontoran) air di instalasi air di
dalam kandang minimal seminggu sekali. Perlakuan ini dilakukan mengingat
seringnya peternak memberikan vitamin, mineral ataupun antibiotik melalui
air minum. Munculnya jonjot (semacam lendir) organik pada pipa-pipa air
minum dapat mengakibatkan tersumbatnya pipa-pipa saluran tersebut.
 Kontrol limbah (sisa-sisa) produksi dan ayam mati
Dalam tatalaksana usaha peternakan ayam sisa-sisa produksi atau limbah
sudah jelas akan dijumpai. Limbah ini harus dijauhkan dan dimusnahkan sejauh
mungkin sari areal produksi. Bila mungkin harus ada petugas khusus yang
mengambil sisa produksi ini secara teratur untuk dibuang atau dimusnahkan di luar
areal produksi. Apabila tidak mungkin dibuang atau dimusnahkan di luar, maka harus
dipilih di lokasi di dalam wilayah peternakan yang memungkinkan sisa-sisa produksi
ini tidak mengganggu kegiatan produksi lainnya serta mencegah pencemaran
lingkungan.
Liter basah atau liter yang sudah menggumpal segera mungkin diangkat dan
diangkut ke tempat yang telah di sediakan.Ayam mati sesegera mungkin diambil dari
kandang dan setelah dilakukan pemeriksaan bedah pasca mati maka secepatnya
dibakar dan dibuang ke tempat lubang pembuangan (disposal pit) di dalam
peternakan.

3.2 Permasalahan Pasca Panen

3.2.1 Manajemen Transportasi


Pada umumnya lokasi produksi karkas ayam jauh dari konsumen dengan jarak
tertentu. Jarak dan waktu tempuh akan memberikan koknsekuensi terhadap
perubahan sifat fisik, kimia dan mikrobiologis sebagai suatu indikator mutu dan
keamanan pangan karkas ayam. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu dan
keamanan karkas selama transportasi adalah kondisi karkas,alat transportasi, waktu
tempuh dan suhu ruangan/lingkungan.Dalam pengangkutan karkas ayam, kondisi
karkas harus ASUH.Alat transpoortasi yang digunakan harus tertutup (berupa box)
dan temperatur ruangan harus -4 – 0°C, yang memungkinkan dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme selama transportasi.Waktu tempuh transportasi yang
singkat, tempat tertutup pada suhu ruang tersebut dapat mempertahankan mutu dan
keamanan karkas ayam.
3.2.2 Manajemen Pemotongan

Seluruh ayam dari unit budidaya ditampung di RPA sesuai dengan bobot yang
diminta oleh RPA.Apabila ayam besar dari unit budidaya tidak memenuhi standar
dan kualitas RPA, maka ayam tersebut dapat dijual ke pasar luar. Di unit RPA ini
dibutuhkan cold storage dengan kapasitas yang cukup besar, yang sewaktu-waktu
dipakai apabila harga ayam besar turun sehingga RPA dapat memotong ayam dalam
jumlah yang sangat banyak dan apabila harga sudah membaik kembali, maka RPA
tinggal mengeluarkan stok ayam di gudang. RPA yang dipakai sebaiknya RPA kelas
menengah/ semi modern, mengingat RPA yang modern membutuhkan investasi dan
modal yang sangat besar.
Pelaksanaan kegiatan pemotongan dapat menerapkan prinsip HACCP (Hazard
Analysis Control Critical Point) dimana secara garis besar evaluasinya dapat
dilakukan melalui tahapan berikut:
1. Penerimaan/penyimpanan ayam hidup
2. Hanging/menggantung
3. Stunning/pemingsanan
4. Killing/menyembelih
5. Bleeding/mengeluarkan darah
6. Scalding/pencelupan-pemanasan
7. Picking/mencabut bulu
8. Head removal/pemotongan kepala
9. Washing/pencucian
10. Hock cutter/pemotongan
11. Transfer/rehang penggantungan kembali
12. oil sac cutter/memotong pundi-pundi
13. Venting/opening eviscerating membuka rongga abdomen dan dada
14. Presenting/penampakan
15. Inspection/pemeriksaan/pengamatan
16. Helper/pembantu
17. Condemn/pengafkiran
18. Offine prosedure/kemungkinan kesalahan prosedur
19. Liver, heart harvest/ pemanenan hati, jantung
20. Gut cutter/pemotongan saluran pencernaan
21. Gizzard harvest/pemanenan ingkluves
22. Neck and giblet chiller/leher dan jerohan
23. Cropping/pemotongan retail
24. Neck breaking/pemotongan leher
25. Lung removal/pengambilan paru-paru
26. Trimmer/pemotongan
27. House checker/pengontrolan ruangan
28. Final washer/pencucian akhir
Kenyataan dilapangan penerapan konsep HACCP di RPA sulit dilakukan,
tidak hanya karena tiadanya sarana yang tersedia, tetapi disebabkan oleh faktor
ketidaktahuan pengusaha pemotongan, ketidakpraktisan proses pemotongan dan tidak
adanya pembinaan dari dinas peternakan setempat. Konsep HACCP yang disyaratkan
memang sangat ideal untuk diterapkan, tetapi sangat berhubungan dengan investasi
untuk pengadaan sarana RPA dan komitmen pengusaha.Untuk itu penerapan konsep
ini harus dimodifikasi seperlunya sehingga dapat diterapkan untuk daerah-daerah
yang tidak tersedia RPA modern atau jauh dari kota-kota besar yang mempunyai
RPA semi modern.

3.2.3 Manajemen Pengolahan


Untuk mencegah perkembangan bakteri, maka pada proses pengemasan karkas
ayam, suhu karkas sebelum dikemas maksimal 7 – 10°C, dengan bahan pengemas
plastik yang tidak toksik, tidak bereaksi dengan produk dan mampu mencegah
terjadinya kontaminasi pada proluk. Teknik pendinginan karkas ayam yang baik
adalah menggunakan air pada temperatur maksimal 4 – 5°C dengan total es yang
dibutuhkan 1,5 – 2,0 kg/ekor ayam, dengan waktu pendinginan 15 – 20 menit, dalam
waktu tidak lebih dari 8 jam setelah penyembelihan, sehingga kondisi fisik, kimia dan
mirobiologi karkas ayam tetap baik. Fungsi utama pengemasan adalah untuk
melindungi karkas dari kerusakan yang terlalu cepat, baik kerusakan fisik, perubahan
kimiawi, maupun kontaminasi mikroorganisme, dan untuk menampilkan produk
dengan cara yang menarik.
Penyimpanan karkas juga harus memperhatikan beberapa faktor. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi mutu karkas saat penyimpanan adalah temperatur, tingkat
kebersihan karkas sebelum disimpan, tempat penyimpanan, cara
pemotongan/penanganan, dan bahan pengemas. Agar karkas ayam tidak mudah
rusak, rasa dan nilai gizinya dapat dipertahankan, teknik penyimpanan bertujuan
untuk melindungi konsumen dari berbagai reaksi senyawa yang dikandung karkas
ayam, akibat kontaminasi mikroba patogen yang dapat meracuni konsumen. Teknik
penyimpanan karkas ayam yang baik adalah menggunakan suhu ruangan -4oC–0°C.
Teknik ini dapat mempertahankan dan melindungi karkas dari berbagai kontaminan
berbahaya, mutu fisik dapat dipertahankan, mutu gizinya tetap baik dan dapat
menekan pertumbuhan bakteri, sihingga dapat memperpanjang daya simpan 1 – 3
bulan. Penyimpanan karkas dingin sebaiknya dibatasi dalam waktu yang relatif
singkat, karena adanya perubahan-perubahan kerusakan yang meningkat sesuai
dengan lama penyimpanan. Oleh karena itu penambahan bahan pengawet berbahaya
dapat ditekan.
IV. KESIMPULAN

Definisi kualitas karkas sulit untuk ditentukan secara objektif karena


pendefinisiannya tergantung pada preferensi konsumen. Setiap orang memiliki
pandangan yang berbeda-beda dalam menentukan kualitas suatu karkas. Namun telah
ada standar yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui apakah suatu
karkas baik dan aman untuk dikonsumsi. Standar yang dapat dijadikan acuan
diantaranya adalah SNI-3924:2009.
Perjalanan untuk mendapatkan karkas yang baik dan aman sangat panjang
sejak penanganan pra panen hingga pasca panen. Oleh karena itu, sejak pertama kali
DOC datang hingga panen dan sampai ke tangan konsumen sangat diperlukan
penerapan manajemen yang baik. Sehingga karkas dan daging yang diperoleh
memiliki kualitas yang baik dan aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 2008. Standarisasi Rumah Potong Ayam (RPA) “Tradisional” dan Penerapan
HACCP dalam Proses Pemotongan Ayam di Indonesia. Prosiding PPI Standarisasi.
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Bogor.

Astiningsih, NK. 1997. Pengaruh Bahan Atap Kandang dan Strain Terhadap Penampilan
Ayam Pedaging. Jurusan Produksi Ternak Universitas Udayana. Denpasar.

Badan Standarisasi Nasional.2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam.Standar Nasional


Indonesia. SNI-3924:2009

Hadi, Upik Kesumawati. 2003. Pelaksanaan Biosekuritas pada Peternakan Ayam.


Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Bogor.

Haitook, Theerachai. Study on Chicken Meat Production for Small-Scale Farmers in


Northeast Thailand. Journal of Agriculture and Rural Development in the Tropics
and Subtrophics. German Institute for Tropical and Subtropical
Agriculture.Witzenhausen.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI. 2010. Position Paper Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Terhadap Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 4 Tahun 2007
Tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas.

Puspani, Eny, dkk. 2008. Pengaruh Tipe Lantai Kandang dan Kepadatan Ternak Terhadap
Tabiat Makan Ayam Pedaging Umur 2-6 Minggu. Makalah Ilmiah Peternakan. 11(1)

Romindo Privatecom. 2004. Manjemen Pemeliharaan Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta.

Triyantini, dkk. 2000. Mutu Karkas Ayam Hasil Teknik Pemotongan Berbeda.
Disampaikan pada Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor

Anda mungkin juga menyukai