Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pollard (dedak gandum) telah menjadi bahan pakan favorit bagi peternak

terutama peternak babi baik di wilayah kota maupun di desa di Nusa Tenggara Timur

(NTT). Umumnya peternak menggunakan pollard sebagai pakan tunggal dan dalam

campuran dengan berbagai bahan pakan seperti: limbah sayur-sayuran, batang pisang,

sisa rumah tangga dan pakan lengkap tanpa memperhatikan kebutuhan nutrisi ternak.

Penggunaan secara tunggal dan dalam limbah paling banyak dilakukan karena

pollard dipahami sebagai jenis konsentrat yang dapat meningkatkan nilai nutrisi.

Pemahaman seperti itu adalah keliru karena pollard adalah jenis limbah dengan

kandungan nutrisi tidak lengkap dan berserat kasar tinggi (>8%), walaupun

mengandung protein mencapai 17% (Ly, et al., 2017). Dengan demikian, pollard

tidak boleh diberikan sebagai pakan tunggal tetapi seharusnya ditambahkan pakan

lain agar nilai nutrisinya lengkap supaya manfaat pollard menjadi maksimal bagi

ternak.

Salah satu upaya yang lazim dilakukan untuk memperbaiki nilai nutrisi pakan

rendah nutrisi adalah penggunaan konsentrat. Penggunaan konsentrat dalam

campuran pakan dasar pollard diharapkan dapat melengkapi kekurangan nutrisi

dalam pollard. Manfaat utama dari kehadiran konsentrat adalah peningkatan jumlah

dan kualitas protein dalam pakan karena konsentrat memiliki kandungan protein

1
tinggi dan protein yang seimbang. Dengan demikian penambahan konsentrat

diharapkan akan memperbaiki nilai manfaat protein bagi tubuh ternak babi sehingga

memungkin peningkatan kecernaan protein dan mendukung perbaikan kecernaan zat

nutrisi lainnya.

Jenis konsentrat untuk ternak babi di pasaran saat ini tersedia dalam berbagai

merk dan dalam 2 golongan peruntukan, yakni untuk ternak babi umur 2 minggu –

dewasa dan untuk penggemukan (grower-finisher). Menurut komposisi pada tabel

nutrisi dari berbagai jenis merk konsentrat tersebut ternyata dijumpai bahwa

umumnya memiliki kandungan nutrisi yang relatif sama namun berbeda dalam

komponen penysusunnya. Perbedaan komponen tersebut diduga dapat mempengaruhi

manfaat konsentrat bagi ternak.

Berdasarkan uraian tersebut maka akan dilakukan suatu penelitian untuk

mengkaji “Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Konsentrat Dalam Pakan

Berbasis Pollard Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Protein dan Energi Ternak

Babi fase Grower-Finsher.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh penggunaan berbagai jenis konsentrat dalam pakan

berbasis pollard terhadap konsumsi dan kecernaan energi dan protein pada ternk

babi fase grower-finisher?

2
1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan konsentrat KGP709, Hi-Grow 152,

Konsentrat Grower Babi (KGB) dan kombinasi ketiganya dalam pakan berbasis

pollard terhadap konsumsi dan kecernaan energi dan protein pada babi fase

grower-finisher

2. Untuk mendapatkan jenis konsentrat yang memberikan hasil terbaik dalam

campuran pakan berbasis pollard terhadap konsumsi dan kecernaan energi dan

protein pada babi fase grower-finisher.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai sumber informasi ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

dalam melakukan sebuah penelitian.

2. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh penggunaan

berbagai jenis konsentrat dalam pakan berbasis pollard terhadap konsumsi dan

kecernaan energi dan protein ?

3. Sebagai sumber informasi kepada pemerintah dalam merumuskan kebijakan

pembangunan peternakan ternak babi yang berkelanjutan khususnya di Nusa

Tenggara Timur (NTT).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pakan Ternak Babi

Pakan adalah segala bahan yang dapat disiapkan untuk diberikan dan dapat

dikonsumsi oleh ternak serta berguna bagi tubuhnya (Aritonang, 1993), sedangkan

ransum adalah campuran dari berbagai bahan pakan yang dikonsumsi ternak secara

baik dan juga dapat mensuplai zat-zat nutrisi dalam bentuk yang sedemikian rupa

sehingga fungsi-fungsi fisiologisnya yang ada di dalam tubuh dapat berjalan dengan

normal (Anggorodi, 1994). Parakkasi (1990) menyatakan bahwa kombinasi bahan

pakan yang dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat-zat pakan kedalam tubuh

ternak dengan perbandingan jumlah dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-

fungsi fisiologis tubuh dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Ternak babi sangat membutuhkan pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan,

produksi, dan reproduksi. Pertumbuhan ternak babi tergantung pada pakan yang

diberikan. Bahan pakan yang diberikan pada ternak harus memenuhi zat-zat nutrisi

pakan yang dibutuhkan oleh ternak yakni karbohidrat, protein, vitamin, lemak,

mineral, asam-asam amino, air dan serat kasar yang rendah (Sihombing, 2006).

2.2 Pollard

Pollard merupakan hasil sisa dari proses penggilingan gandum yang merupakan

campuran wheat milling dan dedak gandum. Wheat milling terdiri dari partikel halus,

dedak gandum, sedikit lembaga dan endosperm, sedangkan dedak gandum terdiri dari

4
lapisan kulit ari terluar (perikarp) dari gandum. Selama penggilingan akan dihasilkan

wheat pollard gandum sebesar 10% (Tangendjaja dan Pattyusra, 1993).


Menurut Bidura et al. (2014) bahwa pollard yang merupakan bahan pakan dari

proses penggilingan gandum dapat digunakan sebagai pakan alternatif sumber energi

dan protein yang murah bagi ternak. Hal itu karena kualitas protein pada pollard lebih

terjamin dari pada jagung, namun rendah dari pada kedelai, susu, ikan dan daging

serta banyak mengandung mineral dan vitamin yang bermanfaat bagi ternak

(Novitwati, 2009). Faktor pembatas penggunaanya adalah kandungan serat kasarnya

yang tinggi, akan tetapi masih tetap digunakan sebagai bahan pakan dalam

pencampuran ransum.

Mardiastuti (2004) melaporkan bahwa rata-rata kandungan nutrisi pollard yaitu

protein 15%, lemak 4% dan biasanya kadar seratnya tidak lebih dari 10%.

Novitawati, (2009) melaporkan bahwa beberapa kandugan mineral yang terkandung

didalamya yaitu fospor (P) sebesar 1,29% dan ferrum (Fe), tetapi hanya mengandung

kalsium (Ca) sebesar 0,13%. Pollard miskin akan vitamin A dan vitamin lainya,

namun kaya akan Niacin (vitamin B3) dan Thiamin (vitamin B1).

2.3 Konsentrat

Menurut Hendy et al. (1995) bahwa konsentrat merupakan golongan pakan

yang dengan konsnentrasi dan kecernaan nutrisi tinggi, umumnya mengandung serat

kasar rendah (<18% dari Bahan kering pakan). Selanjutnya diuraikan bahwa bahan

jenis pakan konsentrat umumnya berasal dari biji-bijian seperti jagung, menir, hasil

ikutan pertanian atau pabrik (dedak, bungkil kelapa, dan tetes) bernergi tinggi, yang

5
berfungsi untuk meningkatkan dan memperkaya nilai nutrisi pada bahan pakan lain,

yang nilai nutrisinya rendah dan sebagai sumber energi bagi ternak.
Pakan konsentrat (penguat) merupakan pakan yang mempunyai kandungan

nutrisi tertentu dengan kandungan energi relatif tinggi, serat kasar rendah dan daya

cerna relatif baik. Umumnya penggunaan bahan pakan ini untuk menambah zat

makanan yang ada pada campuran bahan pakan berkualitas rendah dengan

mengoreksi dan menyeimbangkanya (Mullik, 2017). Penggunaanya juga sudah

banyak memberikan manfaat bagi peternak dalam menigktkan produksi peternakan,

karena umumnya pakan konsentrat mempunyai nilai palatabilitas dan aseptabilitas

yang lebih tinggi dan mudah dicerna (Yogyantara, et al, 2014), serta mengandung

nilai nutrisi yang tinggi, sehingga ketersediaan zat-zat makanan untuk mensintesis

jaringan tubuh semakin banyak dan dapat meningkatkan produktivitas ternak

(Murtidjo, 1993).

Pemberian konsentrat dalam pakan berbasis pollard dilakukan dengan maksud

untuk menyediakan bahan-bahan pembentuk protein dan energi untuk ternak,

sehingga kualitas dan kauntitas dari pakan yang disediakan lebih baik nilai gizinya

dan memungkinkan ternak untuk mengonsumsinya lebih baik dan untuk

menghasilkan produksi yang optimal (Hendy et al., 1995).

2.4 Konsumsi ransum pada ternak babi

6
Menurut Parakkasi (1983) dalam Egedius, et al. (2014) bahwa ransum

merupakan makanan yang diberikan pada ternak, dimana pemberiannya dapat

dilakukan sekali atau beberapa kali selama waktu 24 jam. Sedangkan konsumsi

merupakan faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok dan produksi.

Selanjutnya Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa ada hubungan antara kecernaan

dan konsumsi pakan, semakin banyak bahan makanan yang dicerna, maka ruang yang

tersedia untuk penambahan makanan akan lebih banyak pula. Kecernaan pakan

sangat dipengaruhi oleh komposisi dari pakan, jumlah pakan, penyimpanan dan jenis

ternak. Menurut Egedius, et al. (2014) faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi

pakan adalah palatabilitas ransum, temperatur, kelembaban, kesehatan ternak,

genetik, pengolahan pakan dan ketersediaan air. Selain berpengaruh terhadap

konsumsi maka pengolahan pakan terlebih secara efektif menambah kadar protein

dan energi pakan yang berasal dari limbah (Sembiring, et al., 2017).

2.5 Kebutuhan Dan Kecernaan Energi dan Protein Pada Ternak Babi

Produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh jumlah pakan dan nutrisit yang

dapat dimanfaatkan oleh ternak. Sinaga dan Martini (2010) menyatakan bahwa

kebutuhan nutrisit untuk ternak babi terutama protein erat kaitannya dengan

ketersediaan energi dalam ransum dan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat

konsumsi ransum. Kandungan zat-zat makanan ransum akan menentukan koefisien

cerna dan metabolisme zat-zat makanan yang pada gilirannya mempengaruhi efisiensi

penggunaan makanan. Tingkat energi dan sumber energi ransum juga mempengaruhi

7
kecernaan zat-zat makanan didalam tubuh ternak. Kecernaan zat makanan

didefinisikan sebagai jumlah zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses atau

dengan asumsi bahwa zat makanan tersebut dicerna oleh ternak, apabila dinyatakan

dalam persentase maka disebut koefisien cerna (Tillman et al. 1998).


Menurut Tillman, et al. (1998) bahwa kualitas nutrisi dapat dilihat dari aspek

energi dan protein yang terkandung di dalam pakan yang dikonsumsi, tidak semuanya

dimanfaatkan oleh ternak, ada yang termanfaatkan, sebagian lainnya terbuang melalui

feses, urin, gas metan dan panas. Ternak akan menyerap energi di dalam pakan

terutama untuk hidup pokok, dan apabila masih ada kelebihan energi akan digunakan

untuk produksi, namun sebagian energi diserap di dalam tubuh akan dikonversi

menjadi panas tubuh. Pemanfaatan energi dipengaruhi oleh kualitas pakan yang

dikonsumsi, termasuk imbangan protein kasar (PK) dan Total Digestible Nutrisits

(TDN) atau energi.


Sihombing (2006), menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar pada ternak

babi fase grower sampai pengakhiran adalah 18 sampai 13,5% dengan energi yang

dapat dicerna rata-rata 3200 Kkal/kg. Malheiros et al. (2003), menyatakan bahwa

semakin rendah kandungan protein pakan maka semakin rendah juga pertumbuhan

dan konsumsi pakan jika dibandingkan dengan kandungan protein yang sedang atau

lebih tinggi. Sinaga (2002) dalam Sinaga dan Martini (2010), bahwa tinggi rendahnya

konsumsi ransum secara umum dipengaruhi oleh palatabilitas dan energi yang

terkandung dalam ransum. Palatabilitas tergantung pada bau, rasa, tekstur dan bentuk

dari makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Pujianti dkk (2013), menyatakan bahwa

protein dalam ransum dibutuhkan untuk membangun, menjaga, memelihara jaringan

8
dan organ tubuh, menyediakan asam-asam amino dan energi serta sumber lemak

dalam tubuh.
Prawitasari dkk (2012), salah satu faktor yang mempengaruhi kecernaan protein

kasar adalah kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi ternak. Ransum

dengan kandungan protein rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah

pula dan sebaliknya. Selanjutnya Tulung dkk (2015), juga mengemukakan bahwa

angka konsumsi ransum (bahan kering) yang hampir sama juga turut memberikan

andil tidak berbedanya kecernaan protein. Hal ini menggambarkan bahwa kecernaan

suatu bahan pakan atau ransum tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang

terkandung di dalamnya (Tillman dkk. 1998). Suatu penelitian yang dilakukan Sinaga

dkk (2011) mendapatkan bahwa kandungan protein ransum yang relatif sama pada

tiap perlakuan akan memberiakan dampak yang tidak berpengaruh nyata terhadap

kecernaan protein. kecernaan protein sangat tergantung pada kandungan protein

bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan.

9
BAB III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang mandiri milik Kelompok Usaha

Bersama (KUB) Moria milik Ibu Asry Ly Manutapen-Kecamatan Alak – Kota

Kupang. Waktu yang digunakan selama 9 minggu yang terdiri dari dua tahap yaitu

penyesuaian ransum selama 1 minggu dan pengumpulan data selama 8 minggu.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus sampai dengan 28 Oktober 2018.

3.2 Materi penelitian


3.2.1 Ternak dan kandang penelitian

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor ternak babi

jantan kastrasi peranakan landrace fase pertumbuhan berumur 3,5 bulan (105 hari).

Sedangkan kandang yang digunakan adalah kandang individu beratap seng, berlantai

dan berdinding semen sebanyak 12 petak dengan ukuran masing-masing petak yaitu

panjangnya 2,5 m, lebar 1,8 m dan tinggi 1,2 m dengan kemiringan lantai 20 yang

dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum.

3.2.2 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan adalah timbangan Duduk merek Matahari

berkapasitas 500kg dengan kepekaan 200g digunakan untuk menimbang ternak,

timbangan duduk merek Fife Goats berkapasitas 20kg dengan kepekaaan 100g untuk

menimbang ransum, drum fiber berkapasitas 3000 liter untuk penampungan air dan

alat pembersih merek Lakoni, ember, selang, sapu lidi yang digunakan untuk

10
memandikan ternak dan membersihkan kandang, serta Termometer Celcius, drum,

karung, terpal, dan sekop.

3.2.3 Pakan penelitian

Pakan yang diberikan kepada ternak babi selama penelitian adalah pakan

berbentuk tepung (mash) yang telah dicampur terlebih dahulu sebanyak 4 macam

yaitu P1, P2, P3 dan P4 (Tabel 2). Sedangkan bahan pakan yang digunakan dalam

menyusun pakan penelitian terdiri dari pollard, jagung dan tiga jenis konsentrat

berbeda yakni bermerk KGP 709, HG152, dan KGB. KGP709 merupakan merk

konsentrat buatan pabrik pakan PT. Sierad Produce Tbk, Jawa Timur (diberikan kode

P1); HG152 (Hi-Grow 152) merupakan merk konsentrat buatan pabrik pakan

Charoen Pokphand Indonesia Tbk, Jawa Timur (kode P2). KGB (Konsentrat Grower

Babi) merupakan merk konsentrat buatan pabrik Mentari Nusantara (Menara) Tulung

Agung, Jawa Timur (kode P3) dan kode P4 merupakan campuran ketiga konsentrat

tersebut. Komposisi kandungan nutrisi setiap bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 1

dan komposisi dan kandungan nutrisi masing-masing pakan penelitian ditampilkan

pada Tabel 2. Penyusunan pakan penelitian didasarkan pada kebutuhan protein kasar

(PK) dan energi metabolisme (EM) untuk babi fase grower yakni PK 15-20 % dan

EM 3160-3500 Kkal/kg sesuai rekomendasi NRC (1998).

11
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penyusun Pakan Penelitian.
Kandungan Nutrisi (BK%)
Bahan pakan
GE (Kkal/kg) PK LK SK Ca P
Pollard(a) 4282,71 17,01 4,41 8,41 0,15 0,72
Tepung jagung(b) 4140,09 8,84 4,8 2,27 0,07 0,21
Konsentrat. KGP 709(c) 4324,59(d) 38 2,96 7 4 1,6
Konsentrat. HG 152(c) 4314,76(d) 38 4 6 3 1,4
Konsentrat. KGB(c) 4285,27(d) 38 5 3 3,7 1,4
(a) (b) (c) (d)
Sumber: Bana, (2017); Ly, et al. (2017); Data pada label pakan; dihitung menggunakan rumus
Gross Energi= 3313 + (24,81 x PK) + (9,83 x SK) (Park, et al. 2012 dalam Sumadi, 2017).

Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Pakan Perlakuan


Pakan Perlakuan (%)
Bahan Pakan
P1 P2 P3 P4
Pollard 55 55 55 55
Tepung Jagung 35 35 35 35
Kons. KGP 709 10 --- --- ---
Kons. HG 152 --- 10 --- ---
Kons. KGB --- --- 10 ---
Kombinasi Konsentrat* --- --- --- 10
Jumlah 100 100 100 100
Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan
GE Kkal/kg 4236,98 4236,00 4233,05 4105,60
ME (Kkal/kg)** 3342,97 3342,20 3339,87 3239,32
Protein Kasar (%) 16,25 16,25 16,25 16,25
Lemak Kasar (%) 4,40 4,51 4,61 4,50
Serat Kasar (%) 6,57 6,47 6,17 6,41
Kalsium (%) 0,51 0,41 0,56 0,49
Phospor (%) 0,63 0,61 0,61 0,62
Keterangan: Hasil perhitungan berdasarkan Tabel. 1 (*)kombinasi: 3,33% KGP709 + 3,33% HG152 +
3,33% KGB; (**)Konversi GE ke ME = GE×78,9% (Sihombing, 2006).

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Prosedur Pencampuran Pakan Penelitian

Sebelum dicampur, jagung terlebih dahulu dihaluskan menggunakan mesin

penggiling hingga menjadi tepung. Selanjutnya, setiap bahan pakan yang digunakan

yakni, pollard, jagung dan konsentrat ditimbang sesuai komposisinya seperti pada

(Tabel 2). Setelah selesai penimbangan, masing-masing bahan pakan tersebut

dicampur mulai dari komposisi terkecil sampai komposisi terbesar sehingga pakan

12
tercampur merata. Campuran pakan perlakuan dimasukan kedalam karung yang telah

diberi label menurut perlakuan.

3.3.2 Prosedur Pengacakan ternak penelitian

Sebelum pengacakan, ternak percobaan ditimbang untuk mendapatkan berat

badan awal, kemudian dilakukan pemberian nomor (1-12) menurut urutan berat awal

dari terkecil hingga terbesar (Tabel 3). Setelah itu dilakukan perhitungan koefisien

variasi (KV) berat badan awal dan diperoleh KV sebesar 11,62%. Walaupun KV

memenuhi syarat untuk rancangan acak lengkap (RAL), namun mempertimbangkan

besarnya perbedaan antara berat badan terendah (34kg) dengan yang tertinggi (46kg),

maka digunakan rancangan acak kelompok (RAK) sehingga ternak dibagi dalam 3

kelompok berdasarkan urutan berat badan dengan 4 ekor/kelompok sesuai jumlah

perlakuan. Hasil pengelompokkan diperoleh keseragaman total berat badan awal

antar kelompok. Pengacakan ternak dan perlakuan dilakukan pada masing-masing

kelompok menggunakan sistem lotre. Berat badan awal, hasil pengelompokan dan

pengacakan ternak ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot Badan Awal Ternak Penelitianhasil Pengacakan


Perlakuan
Kelompok Total Rataan
P1 P2 P3 P4
I 35,00 (1) 36,00 (4) 34,00 (2) 35,00 (3) 140,00 35,00
II 42,00 (5) 44,00 (6) 41,00 (7) 43,00 (8) 170,00 42,50
III 46,00 (12) 46,00 (9) 46,00 (11) 45,00 (10) 183,00 45,75
Total 123,00 126,00 121,00 123,00 493,00 123,25
Rataan 41,00 42,00 40,33 41,00 164,33 41,08
Keterangan: Angka dalam kurung (1-12) merupakan nomor urut ternak berdasarkan berat badan
awal ternak tertimbang.

13
3.3.3 Prosedur Pengambilan Sampel Pakan dan Feses Ternak untuk dianalisis

Sampel pakan yang dianalisis diambil sebanyak 100 gram dari tiap kali

pencampuran kemudian dibawa ke Laboratorium untuk dianalisis. Sampel yang

digunakan untuk analisis adalah pakan hasil pencampuran dari masing-masing

perlakuan sesuai komposisinya. Sedangkan sampel feses diambil melalui metode

koleksi total yang dilakukan selama 14 hari terakhir penelitian. Berat feses segar

diperoleh dengan menimbang feses yang telah ditampung selama 24 jam dan

dikeringkan untuk mendapatkan berat kering feses kemudian diambil sebanyak 100

gram dari tiap kelompok perlakuan sebagai sampel untuk dianalisis di Laboratorium.

3.3.4 Prosedur Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan kepada ternak sebelumnya ditimbang terlebih dahulu

berdasarkan kebutuhan perhari yaitu 5% dari bobot badan ternak mingguan dan

ransum diberikan tiga kali dalam sehari yaitu pada pagi hari (pukul. 07:15 Wita),

(pukul 12:00 Wita) dan sore hari (pukul 16:00 Wita). Sedangkan air minum diberikan

secara ad libitum (tanpa batas) kepada ternak. Apabila air minum telah habis atau

kotor digantikan atau ditambahkan dengan air yang bersih. Pembersihan kandang dan

memandikan ternak dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari (pukul 06:00 Wita)

dan sore hari (pukul. 15:00 Wita). Pemercikan air pada setiap ekor ternak dilakukan

setiap hari pada pukul 12:00 hingga pukul 01:50 Wita yang bertujuan untuk

mengurangi pengaruh cekaman panas pada ternak penelitian.

14
3.4 Metode Penelitian
Metode penelitian ini bersifat eksperimental. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga diperoleh 12

unit percobaan. Keempat perlakuan yang dicobakan yaitu :

P1 : pollard 55%+ jagung 35% + 10% konsentrat KGP 709


P2 : pollard 55%+ jagung 35% + 10% konsentrat HG152
P3 : pollard 55%+ jagung 35% + 10% konsentrat KGB

P4 : pollard 55%+ jagung 35% + 10% campuran konsentrat (3,33% KGP +


3,33% HG152% + 3,33% KGB)

3.5 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Konsumsi Energi
Menghitung konsumsi energi harian (kkal/kg/hari) dilakukan menurut

petunjuk Parakkasi (1999), yakni: Konsumsi energi (Kkal/kg/hari) = Jumlah

konsumsi pakan x % BK pakan x kandungan energi bruto pakan.


2. Kecernaan Energi (DE)
Kecernaan energi tercerna dihitung menurut rumus Tillman et al. (1983):
DE =
Keterangan: DE = Jumlah energi yang tercerna (%), EI = Energi intake (jumlah
energi yang dikonsumsi), EF = Energi feses

15
3. Konsumsi Protein Kasar
Jumlah protein kasar dihitung dengan cara: jumlah pakan yang dikonsumsi x

% BK pakan x % PK pakan.
4. Kecernaan Protein Kasar
Kecernaan protein kasar dihitung menurut rumus Tillman et al. (1983)

sebagai berikut:
Kec. PK =
Keterangan: PK = jumlah protein kasar yang tercerna (%), CPI = crude protein
intake (jumlah protein kasar yang dikonsumsi), CPF = protein kasar feses

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian akan ditabulasi dan dilakukan analisis

menggunakan prosedur analisis sidik ragam (ANOVA) menggunakan metode

rancangan acak kelompok (RAK). Selanjutnya, untuk mengetahui pengaruh antar

perlakuan digunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menurut petunjuk Steel et al.

(1997).

Adapun model linear Rancangan Acak Kelompok (RAK) adalah:

Yij = µ + βj + τi + ∑ij

Dimana :

Yij = Nilai pengamatan kelompok ke- j yang mendapatkan perlakuan n ke- i


µ = Nilai rata-rata sebenarnya atau nilai tenggah umum
βj = Pengaruh kelompok ke – j
τi = Pengaruh perlakuan ke – i
∑ij = Pengaruh acak pada peta ke – j dari perlakuan ke – i atau galat percobaan pada
perlakuan ke – i kelompok ke–j

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Penelitian

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik feses dari

keempat perlakuan yakni; P1, P2, P3 dan P4 yang meliputi warna, bentuk dan berat

feses (segar dan kering) yang didatakan selama 2 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik feses per perlakuan selama 8 minggu penelitian.


Warna feses
Karakteristik feses
P1 P2 P3 P4
Hitam Hitam Hitam Hitam
Warna feses
kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan
Padat Padat Semi padat Padat
Bentuk feses
bergumpal bergumpal berserbuk bergumpal
Feses segar (g/hari) 733,33 741,67 826,67 720,00
Feses kering (g/hari) 470,00 496,67 500,00 488,33
Keterangan: Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama 2 minggu pegumpulan data
feses ternak babi penelitian.

Tabel 4 menunjukkan bahwa warna feses pada ternak yang mendapat P1, P2, P3

dan P4 berwarna hitam kecoklatan. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya senyawa

atau zat yang khas bahan-bahan pakan pada ketiga jenis konsentrat KGP 709, Hi-

grow 152 dan KGB yang diduga berkontribusi terhadap warna feses dalam penelitian

ini. Hal ini menggambarkan bahwa ketiga jenis konsentrat yang digunakan dalam

campuran pakan berbasis pollard diduga mempunyai pengaruh yang relatif sama

terhadap warna feses yang ditampilkan. Sedangkan bentuk feses yang ditampilkan

pada ketiga perlakuan yakni P1, P2 dan P4 adalah padat bergumpal yang

mengindikasikan tingkat kecernaan dan daya cerna ternak terhadap ketiga perlakuan

17
tersebut relatif sama dan lebih tinggi jika dibandingkan P3 yang berbentuk semi padat

berserbuk (Ly, 2016).

Perubahan bentuk feses yang terjadi pada P3 yang mengadung bahan campuran

(pollard 55%+ jagung 35% + 10% konsentrat KGB) diduga dipengaruhi oleh bentuk

partikel dan tekstur dari konsentrat KGB yang lebih halus dibandingkan HG152 dan

KGP709. Perbedaan tersebut diduga telah menyebabkan rendahnya homogenitas

dalam campuran pakan sehingga lebih sedikit diambil ternak menyebabkan bentuk

feses yang dikeluarkan nampak didominasi bentuk dari pada pollard (Sinaga, et al.,

2010; Moi, 2018).

Pada Tabel 4 tampak juga bahwa perbedaan berat feses basah dan kering

matahari pada seluruh perlakuan P1, P2, P3 dan P4, hal ini diduga dipengaruhi oleh

jumlah komposisi dan kandungan zat-zat nutrisi berbeda pada keempat perlakuan

pakan yang diberikan sehingga diduga mempengaruhi tingkat konsumsi, daya cerna

ternak dan kemungkinan tingkat penyerapan zat-zat nutrisi antar ternak juga berbeda

di antara kelompok perlakuan (Chee Weng, 2017); (Zhang and Adeola, 2017).

Hal ini mengindikasikan bahwa jenis dan komposisi kimia pakan juga turut

mempengaruhi kadar air feses sehingga diasumsikan adanya hubungan antara tingkat

kebutuhan air dan ekskresi dari ternak yang menyebabkan berbedanya berat feses

dalam kelompok perlakuan sebagaimana dalam penelitian ini (Tillman dkk., 1998).

Selama 8 minggu pengumpulan data penelitian dilakukan pada ternak dalam kondisi

sehat.

18
4.2. Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian

Komposisi zat-zat nutrisi dari keempat pakan penelitian hasil analisis proksimat

disajikan pada Tabel 5.


Tabel 5. Komposisi Zat-zat Nutrisi Pakan Penelitian Hasil Proksimat(1)

Perlakuan
Zat-zat makanan
P1 P2 P3 P4
Bahan Kering (%) 90,23 90,20 90,26 90,37
PK (%) 16,15 16,10 15,79 16,00
LK (%) 4,40 4,00 4,00 4,59
SK (%) 6,14 6,07 6,15 6,10
Ca (%) 1,67 1,76 1,65 1,71
P (%) 0,87 1,06 0,90 1,05
GE (Kkal/g(2) 4351,00 4345,00 4362,00 4348,00
ME (Kkal/g)(3) 3432,94 3428,21 3441,62 3430,57
Keterangan:(1)Hasil Analisis Laboratorium Kimia Tanah Faperta Undana Kupang, 2018. (2) Hasil
Analisis Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Politani Negeri Kupang, 2018 . (3) GE ke
ME = GE x 78,9 % (Sihombing, 1997)

Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan nutrisi seluruh pakan

perlakuan hasil proksimat berbeda dengan komposisi pakan hasil perhitungan

sebelum dianalisis (Tabel 2). Hal ini diduga karena kandungan nutrisi bahan pakan

yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan bahan pakan yang dijadikan

referensi, homogenitas keempat pakan penelitian dan tingkat ketelitian dalam

menganilisis dilaboratorium berbeda sehingga menampilkan kandungan nutrisi yang

berbeda pula diantara perlakuan. Tabel 5 juga menunjukkan bahwa kandungan nutrisi

untuk semua perlakuan relatif sama, dimana kandungan protein kasar (PK) dan energi

metabolis (EM) yang menjadi patokan penyusunan ransum terpenuhi dimana PK 16%

dan EM 3160-3500 Kkal/kg (NRC, 1998).

19
4.3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Protein Pakan

Rataan pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein ternak babi penelitian

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Data rataan konsumsi protein kasar ternak babi penelitan (gram/ekor/hari)
Perlakuan
Kelompok Total Rataan
P1 P2 P3 P4
I 265,94 272,29 252,97 267,50 1058,70 264,68
II 320,59 330,38 302,86 321,72 1275,54 318,89
III 349,73 344,90 338,49 343,41 1376,53 344,13
Total 936,26 947,57 894,32 932,62 3710,77 ---
Rataan 312,09 b 315,86 b 298,11 a 310,87 b --- 309,23
Keterangan: Rataan dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (P<0,05)

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa konsumsi protein pakan ternak babi per

kelompok 264,68-344,13 gram/ekor/hari dengan rataan keseluruhan adalah sebesar

309,23 gram/ekor/hari. Jika dilihat rataan konsumsi pada masing-masing perlakuan

menunjukkan bahwa ternak babi yang mendapat perlakuan P2 (HG152)

mengkonsumsi protein sebesar 315,86 gram/ekor/hari lebih tinggi 5,96% dari pada P3

(KGB) yakni 298,11 gram/ekor/hari; 1,60% pada P4 (campuran ketiga konsentrat)

310,87 gram/ekor/hari dan hanya 1,21% dibandingkan P1 (KGP709) sebesar 312,09

gram/ekor/hari.

Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan berbagai jenis

konsentrat dan campuran ketiganya berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi

protein kasar ternak babi. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan bahwa

adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) antara pasangan perlakuan P3: P1, P2, P4

namun berbeda tidak nyata (P>0,05) antara pasangan perlakuan P1, P2, P4. Hal ini

20
menunjukkan adanya kesamaan kualitas antara HG152 dan KGP709 namun

berbeda/lebih baik disbanding konsentrat KGB. Terlihat pula bahwa kualitas

konsentrat KGB akan lebih baik jika diberikan bersamaan/dalam campuran dengan

HG152 dan KGP709. Salah satu faktor yang diduga adalah perbedaan palatabilititas

yang diduga dipengaruhi oleh jenis dan komposisi komponen penyusun antar ketiga

konsentrat. Dugaan lainnya adalah perbedaan kesesuaian kandungan lemak juga

diduga telah menyebabkan konsumsi pakan diantara perlakuan berbeda sehingga

berpengaruh pula terhadap perbedaan tingkat konsumsi protein oleh ternak (Tabel 1)

(Chee Weng, 2017 dalam Magang, 2019). Perbedaan-perbedaan tersebut diduga telah

mempengaruhi kualitas pakan (keseimbangan asam amino), komposisi nutrisi pakan,

kecernaan nutrisi serta tingkat penyerapan zat-zat nutrisi pakan diantara perlakuan

berbeda sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi ternak (Suryana dkk.

2014).

Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa kelompok berpengaruh sangat

nyata (P<0.01). Hal ini membuktikan bahwa berat badan dan ukuran linear tubuh

sangat mempengaruhi konsumsi pakan dari ternak dan menunjukkan bahwa

pengelompokan ternak berdasarkan berat badan benar sehingga berhasil mengurangi

galat penelitian. Hasil penelitian ini relatif sama dengan hasil penelitian Ly (2017)

dalam suplementasi ragi roti dalam pakan berkualitas rendah.

Secara empiris rataan konsumsi protein kasar tertinggi terlihat pada ternak

yang mendapat P2 yang mengandung campuran bahan (55% pollard + 35% jagung +

10% HG152), kemudian diikuti oleh P1 (55% pollard + 35% jagung + 10%

21
KGP709); P4 (55% pollard + 35% jagung + 10% campuran konsentrat) dan terendah

pada P3 (55% pollard + 35% jagung + 10% KGB). Tingginya konsumsi protein kasar

yang relatif sama pada P1, P2 dan P4 disebabkan oleh jumlah komposisi dan

kandungan nutrisi terutama protein pada ketiga perlakuan tersebut relatif sama (Tabel

5) sehingga diduga kombinasi antar bahan pakan pada ketiga perlakuan saling

melengkapi terutama kandungan asam amino menyebabkan tidak adanya perbedaan

pengaruh diantara ketiga perlakuan tersebut (Suryana dkk. 2014; Dozier et al., 2008

dalam Varianti dkk., 2017).

Terlihat pula bahwa rataan konsumsi protein lebih tinggi pada kelompok

ternak dengan rataan berat badan awal yang lebih tinggi. Gambaran ini menunjukkan

bahwa makin tinggi berat badan makin tinggi pula konsumsi pakan. Hal ini dapat

diduga karena kecepatan pertumbuhan relatif sama pada setiap individu ternak dalam

kelompok perlakuan sejak awal hingga akhir percobaan sehingga menyebabkan

konsumsi pakan lebih tinggi pada babi yang berbobot badan lebih besar. Keadaan ini

berhubungan dengan kapasitas tampung lambung pada ternak yang berbobot badan

tinggi dan berukuran tubuh besar menunjukkan kemampuan yang lebih besar dalam

mengkonsumsi dan memanfaatkan pakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Ly (2017) dan sejalan dengan Sinaga dan Martini (2010) bahwa makin

besar bobot badan ternak maka konsumsi pakan juga semakin banyak. Tingginya

konsumsi pakan memungkinkan konsumsi protein juga tinggi. Selanjutnya Sinaga et

al. (2010) menyatakan bahwa masa pertumbuhan, umur ternak/status fisiologis,

22
ukuran dan kondisi tubuh serta rasio energi-protein juga mempengaruhi konsumsi

pakan secara keseluruhan dan protein.

Rendahnya rataan konsumsi protein kasar pada ternak yang mendapat P3 yang

mengadung bahan campuran (55% pollard + 35% jagung + 10% KGB) dapat

digubungkan dengan rendahnya konsumsi pakan yang diduga dipengaruhi oleh

rendahnya palatabilitas dari perlakuan pakan yang diberikan. Hal ini diduga adanya

perbedaan jenis dan komposisi komponen penyusun konsentrat KGB yang

menyebabkan rasa dan aroma kurang disukai ternak sehingga berpengaruh pula

terhadap tingkat konsumsi ternak (Chee Weng, 2017 dalam Magang, 2019). Hal ini

mungkin disebabkan oleh kerusakan asam lemak terutama asam lemak tidak jenuh

pada konsentrat KGB akibat proses oksidasi yang terjadi selama penyimpanan

menyebabkan pakan mengalami ketengikan sehingga palatabilitas pakan menjadi

rendah dan mempengaruhi tingkat konsumsi ternak (Tulung, 2015 Gumelar, dkk

2009; Harianto dkk., 2016). Palatabilitas merupakan faktor penting yang sangat

menentukan tinggi rendahnya tingkat konsumsi (Sinaga dan Silalahi, 2002) yang

meliputi bentuk, bau (aroma), rasa, warna dan tekstur dari pakan yang diberikan

(Sari, 2004). Dugaan lainya adalah kurang tepatnya keseimbangan antara protein dan

energi pakan pada perlakuan P3 (Tabel 5) diduga telah menyebabkan tingkat

konsumsi ternak rendah yang berakibat terhadap rendahnya konsumsi protein.

Zuprizal (2006) dalam Kusnadi dkk. (2014); (Sinaga dan Martini, 2010) menyatakan

bahwa pakan dengan rendah kandungan energi maka akan meningkatkan jumlah

konsumsi pakan, sebaliknya semakin tinggi kandungan energi yang tidak diimbangi

23
tingginya kandungan protein dalam pakan akan menyebabkan rendahnya konsumsi

pakan.

4.4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein Pakan

Rataan pengaruh perlakuan terhadap kecernaan protein ternak babi penelitian

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data kecernaan protein kasar ternak babi penelitian (%)


Kelompok Perlakuan
Total Rataan
P1 P2 P3 P4
I 93,37 94,09 91,31 93,33 372,10 93,03
II 93,00 95,13 90,04 93,28 371,44 92,86
III 94,26 92,74 90,87 94,25 372,11 93,03
Total 280,63 281,96 272,21 280,86 1115,66 ---
Rataan 93,54 b 93,99 b 90,74 a 93,62 b --- 92,97
Keterangan: rataan dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (P<0,05)

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kecernaan protein ternak babi penelitian

berkisar antara 92,86 - 93,03% dengan rataan keselurahan adalah sebesar (92,97%).

Sedangkan jika dilihat pada masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa rataan

kecernaan protein ternak babi yang mendapat perlakuan P2 (93,99%) kemudian

diikuti oleh perlakuan P4 (93,62%), P1 (93,54%) dan terendah pada ternak yang

mendapat P3 (90,74%). Rataan angka kecernaan protein dalam penelitian ini lebih

tinggi dari pada angka kecernaan yang direkomendasikan oleh beberapa sumber dan

penelitian, yaitu kecernaan protein ternak babi fase grower berkisar antara 75-90%

(Sihombing, 1997 dalam Tulung et al., 2015; Pelealu, 2009 dalam Kaligis et al.,

2017). Hal ini menunjukkan campuran pakan yang digunakan dalam penelitian ini

mempunyai nilai cerna yang lebih tinggi.

24
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan 3 jenis

konsentrat dan campuran ketiganya berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

kecernaan protein pakan ternak babi. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) antara pasangan

perlakuan P3: P1, P2, P4 namun berbeda tidak nyata (P>0,05) antara pasangan

perlakuan P1, P2, P4. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan konsentrat KGP709,

HG152, dan campuran ketiganya secara nyata memiliki kecernaan protein yang lebih

baik dibandingkan KGB pada ternak babi penelitian. Faktor yang diduga

menyebabkan perbedaan tersebut adalah jenis, komponen penyusun dan komposisi

nutrisi dari ketiga jenis konsentrat. Tampak pada label ketiga konsentrat ternyata

bahwa komponen penyusun HG152 relatif sama dengan penyusun KGP 709, namun

keduanya berbeda dengan komponen penyusun KGB. Hal ini dapat menyebabkan

kontribusi terhadap kualitas protein pakan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut

diduga telah menyebabkan perbedaan kecernaan protein, dan diasumsikan bahwa

kualitas protein KGB lebih rendah dibandingkan dengan kedua konsentrat lainnya

sehingga menghasilkan nilai kecernaan protein pakan yang lebih rendah (Zhang and

Adeola, 2017). Pencampuran KGB dalam campuran dengan HG152 dan KGP 709

diduga telah terjadi perbaikan kualitas protein oleh kehadiran 2 konsentrat sehingga

saling melengkapi. Gambaran ini menunjukkan bahwa manfaat penggunaan KGB

akan dapat maksimal jika dicampurkan dengan konsentrat lain. Tampak pada (Tabel

6) bahwa pola kecernaan protein mengikuti pola konsumsi protein yang

menggambarkan bahwa banyaknya protein tercerna dalam saluran pencernaan sangat

25
dipengaruhi jumlah konsumsi dan kandungan protein yang terkandung dalam pakan

(Sinaga et al., 2011).

Tingginya kecernaan protein pada perlakuan P1, P2 dan P4 yang relatif sama

disebabkan oleh relatif samanya kandungan dan kualitas protein dari kedua jenis

konsentrat (Tabel 5) sehingga memberikan kontribusi yang relatif sama sehingga

menyebabkan tingkat konsumsi dan kecernaan protein yang relatif sama pula di

antara pelakuan (Sinaga dan Martini, 2010). Sedangkan rendahnya kecernaan protein

pada perlakuan P3 disebabkan oleh lebih rendahnya kandungan dan kualitas protein

dibandingkan 2 konsentrat lain sehingga menghasilkan tingkat konsumsi dan

kecernaan protein yang lebih rendah juga (Mahardika dan Sudiastra, 2015). Hal ini

sejalan dengan yang dinyatakan oleh Sinaga dan Martini (2010) dan Sinaga et al.,

(2011) bahwa tinggi rendahnya tingkat konsumsi dan kecernaan pakan sangat

ditentukan oleh keseimbangan nutrisi yang terkandung dari pakan yang diberikan.

Pakan dengan rendah kandungan protein maka akan menghasilkan tingkat konsumsi

dan kecernaan juga rendah begitupun sebaliknya, sedangkan pakan dengan rendah

kandungan energi maka konsumsi dan kecernaan juga akan meningkat dan sebaliknya

(Tillman dkk., 2005).

Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Ly et al (2017)

tentang suplementasi Saccharomyces cerevisiae dalam pakan berkualitas rendah pada

babi lokal starter-grower. Hal ini dapat disebabkan oleh 2 faktor, yakni: perbedaan

umur dan jenis ternak ternak dan pakan dasar yang digunakan dalam kedua

penelitian.

26
4.5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Energi Pakan

Rataan pengaruh perlakuan terhadap kosumsi energi ternak babi penelitian

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data rataan konsumsi energi ternak babi penelitian (kkal/ekor/hari)


Kelompok Perlakuan
Total Rataan
P1 P2 P3 P4
I 7164,78 7348,48 6988,43 7269,18 28770,87 7192,72
II 8637,00 8916,16 8366,43 8742,66 34662,24 8665,56
III 9422,18 9308,08 9350,71 9332,06 37413,02 9353,26
Total 25223,95 25572,71 24705,56 25343,91 100846,14 ---
Rataan 8407,98a 8524,24a 8235,19a 8447,97a --- 8403,84
Keterangan: rataan dengan nilai pada baris yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata (P>0,05)

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa konsumsi energi pakan ternak babi

berkisar antara 7192,72-9353,26 kkal/ekor/hari dengan rataan keselurahan adalah

sebesar 8403,84 kkal/ekor/hari. Sedangkan jika dilihat rataan konsumsi pada masing-

masing perlakuan menunjukkan bahwa ternak babi yang mendapat perlakuan P2

mengkonsumsi energi sebesar 8524,24 kkal/ekor/hari lebih tinggi 3,51% pada P3

(KGB) 8235,19 kkal/ekor/hari; 1,38% pada P1 (KGP709) 8407,98 kkal/ekor/hari; dan

hanya 0,90% dibandingkan P4 (campuran konsentrat) sebesar 8447,97 kkal/ekor/hari.

Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan berbagai

jenis konsentrat dan campuran ketigaya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap

konsumsi energi ternak babi. Hal ini mengindikasikan bahwa masing-masing

perlakuan memberikan respon yang sama terhadap konsumsi energi ternak babi

penelitian. Hal ini disebabkan oleh relatif samanya kandungan energi dari perlakuan

pakan yang diberikan (Tabel 5) yang diduga menyebabkan tidak adanya perbedaan

27
dalam tingkat konsumsi bagi ternak sehingga jumlah konsumsi diantara perlakuan

juga tidak berbeda (Poluan dkk. 2017; Mahardika dan Sudiastra, 2015). Dugaan

lainya adalah kesesuaian umur ternak ketika mendapatkan perlakuan selama

penelitian juga diduga sesuai dengan peruntukan ketiga jenis konsentrat sehingga

menyebabkan relatif samanya konsumsi energi dalam penelitian ini.

Walaupun demikian, dari data numerik menunjukkan bahwa adanya

peningkatan konsumsi dari ternak yang mendapat perlakuan P1, P2 dan P4 yang lebih

tinggi jika dibandingkan P3. Hal ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan bobot badan

awal dan ukuran linear tubuh antar ternak dalam kelompok perlakuan P1, P2 dan P4

lebih tinggi sehingga diduga mempunyai jumlah kebutuhan konsumsi yang lebih

banyak dan juga kapasitas tampung lambung, daya cerna serta penyerapan zat-zat

nutrisi dalam tubuh lebih efisien jika dibandingkan pada ternak yang berbobot badan

dan berukuran tubuh lebih kecil dan lebih rendah seperti pada perlakuan P3 (Ly,

2017; Ly dan Kallau, 2014). Hal ini dapat dibuktikan dengan sangat nyatanya

(P<0,01) pengaruh kelompok terhadap nilai rataan konsumsi energi dalam penelitian

ini.

Secara empiris tingginya rataan konsumsi energi pada ternak yang mendapat

perlakuan P1 dan P2 diduga karena rendahnya kandungan energi pakan sehingga

menyebabkan tingginya jumlah konsumsi ternak termasuk energi juga tinggi pada

kedua perlakuan tersebut (Sinaga dkk, 2010). Hal ini sejalan dengan Anggorodi (1985

dalam Jaya, 2015) menyatakan bahwa konsumsi ransum akan meningkat apabila

diberi ransum dengan kandungan energi rendah dan sebaliknya akan menurun apabila

28
diberi ransum dengan kandungan energi yang tinggi. Sedangkan perubahan konsumsi

energi pada P4 diduga karena kombinasi antara ketiga jenis konsentrat (KP709,

HG152 dan KGB) dalam perlakuan tersebut diduga saling melengkapi dan

kandungan zat-zat nutrisinya terutama kandungan asam amino berimbang sehingga

menyebabkan kebutuhan ternak dapat terpenuhi (Fachiroh dkk., 2012). Hal ini

diasumsikan bahwa tingginya konsumsi energi pada perlakuan P4 juga dipengaruhi

oleh kandungan protein pakan yang diberikan sehingga palatabilitas pakan, tingkat

kecernaan dan penyerapan zat-zat nutrisi pakan juga meningkat dan mempengaruhi

tingkat konsumsi ternak (Sinaga dan Martini, 2010; Tulung, 2015). Hal ini sesuai

dengan Ly (2017) bahwa konsumsi energi suatu makanan tergantung pada keserasian

atau ketergantungan pada keserasian atau keseimbangan zat makanan yang

terkandung didalamnya.

Menurunnya konsumsi energi pada P3 diduga disebabkan oleh tingginya

kandungan energi dari perlakuan tersebut (Tabel 5) menyebabkan rendahnya tingkat

konsumsi ternak sehingga berpengaruh pula terhadap jumlah konsumsi dari perlakuan

tersebut lebih rendah dibandingkan perlakuan lainya (Adesehinwa, 2008). Dugaan

lainya adalah rendahnya bobot badan awal dan pertambahan bobot badan ternak dari

perlakuan tersebut selama penelitian juga diduga sebagai faktor yang turut

menyebabkan rendahnya konsumi pakan termasuk energi juga rendah (Sinaga dkk.,

2011). Hal ini selaras dengan Frank et al. (1983) bahwa walaupun konsumi

dipengaruhi tingkat energi dalam ransum, tetapi keragaman jumlah konsumsi dari

hari ke hari juga dipengaruhi oleh ternak itu sendiri.

29
4.6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Energi Pakan

Tabel 8. Data rataan kecernaan energi ternak babi penelitian (%)


Kelompok Perlakuan
Total Rataan
P1 P2 P3 P4
I 79,97 79,76 78,39 78,99 317,11 79,28
II 80,10 82,13 79,79 79,49 321,52 80,38
III 82,37 78,11 79,90 81,64 322,01 80,50
Total 242,44 240,01 238,08 240,11 960,64
Rataan 80,81a 80,00 a
79,36a 80,04a 80,05
Keterangan: rataan dengan nilai pada baris yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata (P>0,05)

Data pada Tabel menunjukkan bahwa kecernaan energi pakan ternak babi

berkisar antara 79,28-80,50% dengan rataan keselurahan adalah sebesar 80,05%.

Akan tetapi jika dilihat pada masing-masing perlakuan mununjukkan bahwa rataan

kecernaan energi pada ternak yang mendapat perlakuan P1 (80,81%) lebih tinggi

kemudian diikuti oleh perlakuan P4 (80,04%), P2 (80,00%) dan terendah pada

perlakuan P3 (79,36%). Kisaran angka kecernaan energi dalam penelitian ini masih

sesuai dengan yang dianjurkan oleh beberapa sumber dan peneliti yakni berkisar

antara 70-90% (Tillman et al., 1991 dalam Tulung et al., 2015); (Utama et al., 2016).

Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan penggunaan ketiga jenis

konsentrat dan campuran ketiganya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap

kecernaan energi ternak babi. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan

pakan memberikan respon yang sama terhadap kecernaan energi ternak babi

penelitian. Akan tetapi dilihat secara numerik tampak bahwa adanya peningkatan

kecernaan energi yang berbeda dari ternak yang mendapat perlakuan P1, P2 dan P4

yang lebih tinggi jika dibandigkan P3. Gambaran ini tampaknya hampir sama dengan

30
kondisi yang terjadi pada konsumsi energi, sehingga diasumsikan bahwa jumlah

konsumsi dan kandungan energi pakan dapat mempengaruhi kecernaan energi

(Tulung et al., 2015).

Secara empiris tinggi rendahnya kecernaan energi pada seluruh perlakuan P1,

P2, P3 dan P4 diduga disebabkan oleh jumlah konsumsi pakan yang diikuti pula oleh

konsumsi energi serta bobot badan ternak (Marisa dkk. 2016). Tidak adanya pengaruh

kecernaan energi di atas diduga disebabkan oleh komposisi zat-zat dalam pakan

perlakuan yang diberikan relatif sama dan juga bentuk dan ukuran yang sama

(Sinaga, dkk., 2011). Moi (2019) melaporkan bahwa kandungan energi pakan yang

relatif sama pada tiap perlakuan memberikan dampak yang relatif sama terhadap

kecernaan energi. Dugaan lainya adalah kandungan serat kasar (SK) yang relatif sama

pada seluruh perlakuan (Tabel 5) diduga merupakan komponen SK mudah dicerna

yang berfungsi sebagai sumber RAC (readily available carbohydrates) (Evans, 1985)

sehingga menyebabkan jumlah konsumsi dan kecernaan energi juga tidak berbeda

diantara perlakuan. Hal ini didukung oleh Sihombing (2006) bahwa kecernaan energi

dipengaruhi oleh komposisi karbohidrat, seperti selulosa dan hemiselulosa.

31
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Hasil Penggunaan tiga jenis konsentrat (KGP709, Hi-Grow 152, KGB) dan

campuran ketiganya dalam pakan berbasis pollard memberikan hasil yang

berbeda terhadap konsumsi dan kecernaan protein, tetapi memberikan hasil yang

relatif sama terhadap konsumsi dan kecernaan energi ternak babi fase grower-

finisher.
2. Hasil penggunaan konsentrat Hi-Grow152, KGP709 dan campuran ketiga

konsentrat memberikan rataan konsumsi dan kecernaan protein yang relatif sama

namun lebih tinggi dibandingkan hasil penggunaan KGB pada ternak babi fase

grower-finisher.

5.1. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan kepada peternak untuk

memilih dan menggunakan salah satu konsentrat KGP709, HG152 atau KGB sesuai

umur ternak. Penggunaan 10% konsentrat KGP709, Hi-Grow152 dapat disarankan

sejak awal fase grower hingga finisher, sedangkan KGB disarankan untuk diberikan

pada akhir fase grower atau awal finisher.

32
DAFTAR PUSTAKA

Adesehinwa, A.O.K. 2008 “Energi and Protein requirements of pigs and


Theutilization of fibrous feedstuffs in Nigeria”: A riview. African Journal of
Biotechnology 7 (25): 4798-4806
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan ke-5. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Aritonang, D. 1993. Babi Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Bidura, I G. N. G., Puspani, E., Warmadewi, D. A., Susila, T. G. O., dan Sudiastra, I
W. 2014. Pengaruh Penggunaan Pollard Terfermentasi Dengan Ragi Tape
Dalam Ransum Terhadap Produksi Telur Ayam Lohmann Brown. Majalah
Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Vol 17
(1) : 4-9 Tahun 2014
Bolarinwa O and O Adeola. 2016. Regression and Direct Methods do not give
different estimates of digestible and metabolizable energi values of barley,
sorghum, and wheat for pigs. J. Anim Sci, 94 (2016), pp.610-616.
https://academic.oup.com/jas/arcticle-abstract/94/2/610/4701564?
redirectedFrom=fultext. Download Mei 2018.
Chee Weng, R. 2017. Dietary fat preference and effect on performance of piglets at
weaning. Asia-Australas J Anim. Sci Vol. 30, No. 6:834-842 June 2017.
http://doi.org/105713/ajas.16.049. pISSN 1011-2367 eISSN 1976-5517. AJAS-
Australasia Journal of Animal Science.
Egedius, L. L., K. Budaarsa, K. dan I G.Mahardika. (2014). Penampilan Ternak Babi
yang Diberikan Pakan Mengandung Tepung Bekicot (Achatina fulica) Sebagai
Pengganti Tepung Ikan. Prosiding Seminar Nasional Ternak Babi, Denpasar
2014.
Evans, M., 1985. Nutrient Composition of Feedstuffs for Pigs and Poultry.
Queensland Department of Primary Industries, Brisbane.
Fachiroh. L., B.W.H.E Prasetiyono dan A. Subrata. 2012. Kadar protein dan urea
darah kambing perah peranakan etawa yang diberikan wafer pakan komplit
berbasis limbah agroindustri dengan suplementasi protein terproteksi. Animal
Agriculture Journal 1(1): 443-451.
Frank, G. R., F. X. Aherne, & A. H. Jensen. 1983. A study of the relationship between
performance and dietary component digestibilities by swine fed different levels
of dietary fiber. J. Anim. Sci. 57:645–654.

33
Gumelar, G.G, Zackiyah, G. Dwiyanti, H, Siti H.M. 2009. Pengaruh Pemanasan
Terhadap Profil Asam Lemak Tak Jenuh Minyak Bekatul. Jurnal Pengajaran
MIPA Vol.14. No 2. Hal:143-150.
Gultom, S.M., Supratman, R.D.H., Abun., 2014. Pengaruh Imbangan Energi dan
Protein Ransum Terhadap Bobot karkas dan bobot lemak abdominal ayam
broiler umur 3-5 minggu. Jurnal Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran,
Bandung.
Hakim, L. 2017. Imbangan Efisiensi Protein Ransum Ayam Broiler Yang
Mengandung Tepung Bulu Ayam Hasil Fermentasi dengan bacillus spp. dan
lactobacillus spp. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Jambi, 2017.
Harianto, D.K., A.D susanti dan M. Fitrani. 2016. pengaruh perbedaan lama waktu
penyimpanan pakan berprebiotik terhadap kualitas pakan. issn. 2303-2960.
jurnal akuakultur rawa indonesia vol. 4 (2) hal: 117-127
Haryanto, T.N. 2008. Pengaruh Penggantian Konsentrat Dengan Tepung Sampah
Organik Dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan
Organik Pada Domba Lokal Jantan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta, 2008.
Hendy C.R.C., U. Kleih, R. Crawshaw and M. Philllips, 1995. Interaction between
Livestock Production System and the Environment. Food and Agriculture
Organization (FAO) Corporate Document Repository. Produced by Agriculture
and Costumer Protection. http://www.fao.org/ag/portal/index_en.html
Jaya K., Mahardika I.G, Suasta IM. 2015. Pengaruh penggantian ransum komersial
dengan ampas tahu terhadap penampilan babi ras. Peternakan Tropika. 3 (3):
482-491.
Kaligis, F.S., Umboh, J.F., Pontoh, Ch.J., Rahasia,C.A. 2017. Pengaruh Substitusi
Dedak Halus dengan Tepung Kulit Buah Kopi dalam Ransum terhadap
Kecernaan Energi dan Protein pada Ternak Babi Fase Grower. Fakultas
Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado. Jurnal Zootek (“Zootek”
Journal ) Vol. 37 No. 2 : 199 - 206 (Juli 2017).
Kusnadi. H, Sidadolog J.H.P, Zuprizal, Wardono H.P. 2014. Pengaruh tingkat protein
dan imbangan energi yang sama terhadap pertumbuhan ayam leher gundul dan
normal sampai umur 10 minggu. Buletin peternakan. Vol.38 No (3) : 163-173.
Ly, J dan Kallau N.H.G. 2014. Pengaruh Suplementasi Saccharomyces cerevisiae
Sebagai Probiotik Dalam Pakan Berbasis Pakan Lokal Terhadap Performan Dan
Kecernaan Nutrisi Pada Babi Lokal Fase Starter. Jurnal Kajian Veteriner Vol. 2
No. 2 : 111-118. ISSN : 2356-4113.
Ly, J. 2016. Evaluasi Nilai Nutrisi Biji Asam Terfermentasi Saccharomyces cerevisiae
Sebagai Suplemen Pakan Indukdan Implikasinya Terhadap Kinerja Induk Dan

34
Anak Babi Pra-Sapih. Disertasi. Program Doktor Ilmu Ternak. Program Pasca
Sarjana, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang 2016.
Ly J., O. Sjofjan, I. H. Djunaidi and S. Suyadi. 2017. Effect of Supplementing
Saccharomyces cerevisiae into low quality local-based feeds on performance
and nutrient digestibility of late starter local pigs. Journal of Agricultural
Science and Technology A 7 (2017) 346-350. doi: 10.17265/2161-
6256/2017.05.006. https://www.davidpublisher.org/index.php/Home/Article/index?
id=33272.html.
https://scholar.google.com/citations?user=V5gZwIUAAAAJ&hl=en#d=gs_md_cita-
d&u=%2Fcitations%3Fview_op%3Dview_citation%26hl%3Den%26user
%3DV5gZwIUAAAAJ%26citation_for_view%3DV5gZwIUAAAAJ%3AIjCSPb-OGe4C
%26tzom%3D-480
Magang, A. L. 2019. Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Konsentrat dalam Pakan
Berbasis Pollard terhadap Performans dan Income Over Feed Cost (IOFC)
Ternak Babi Fase Starter-Grower. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas
Nusa Cendana, Kupang. 2019.
Mahfudz, L.D., K. Hayashi, A. Ohtsuka and Y. Tomita. 1997. Effek Shochu Distillery
By produk Terhadap Promosi Pertumbuhan Ayam Broiler. Majalah Ilmiah Sain
Teks IV (4) : 58–65.
Mahardika, I.G dan Sudiastra, I.W. 2015. Pemanfaatan Dedak Padi Terfermentasi
Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Babi. Grup Riset Fisiologi Nutrisi Ternak,
Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Nopember 2015
Malheiros R.D., M. B Moraes, A Collin, PJ Janssens, E Decuypere and J Buyse.
2003. Dietary Macronutrisits, Endocrine Functioning and Intermediary
Metabolism in Broiler Chickens. Nutr. Res., 23:567–578.
Mardiastuti, E.S. 2004. Pengaruh Penggunaan Dedak Gandum (Wheat Pollard)
Terfermentasi Terhadap Kualitas Telur Ayam Arab. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Marisa, v. Ango, Mien Th. R. Lapian, Jeanette M. E. Soputan, Surtijono E.
Siswosubroto. 2016. Tebal Lemak Punggung dan Luas Daging Mata Rusuk
Babi Grower yang Diberi Gula Aren (Arenga pinnata Merr) Dalam Air Minum.
Jurnal Zootek Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115.
Moi, M.A . 2019. Pengaruh Penggunaan Konsentrat Sierad Dalam Pakan Lokal
Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Protein dan Energi pada Ternak Babi
Peranakan Landrace. Skripsi. Fakultas peternakan, Universitas Nusa Cendana,
kupang 2019.
Moi, M.G . 2019. Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Konsentrat Dalam Pakan
Berbasis pollard Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Protein Kasar dan Energi

35
Ternak Babi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Kupang
2019.
Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong Dan Perah.
Yogyakarta. Kanisius.
McDonald P, R.A. Edwards, JFD. Greenhalgh. 1994. Animal Nutrition. 4th Edition.
Longman Scientific & Technical. Copublished in USA with John Wiley & Sons,
Inc. New York.
Novitawati, R.T. 2009. Pemanfaatan Pollard (Limbah Penggilingan Gandum) Untuk
Produksi Pemanis Xilitol. Skripsi. FMIPA UI, Depok.
Parakasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa,
Bandung.
Piliang, W.G dan S.D Al-Haj. 1991. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayat Institute Pertanian Bogor.
Prawitasari, R. H., V. D. Y. B. Ismadi, I. Estiningdriati. 2012. Kecernaan Protein
Kasar Dan Serat Kasar Serta Laju Digesta Pada Ayam Arab Yang Diberi
Ransum Dengan Berbagai Level Azolla microphylla. Animal Agriculture
Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 471 – 483. Fakultas Peternakan Dan Pertanian
Universitas Diponegoro, Semarang.
Pujianti, A. N, Jaelani. A, Widaningsih. N. 2013. Penambahan Tepung Kunyit
(Curcuma Domestica) Dalam Ransum Terhadap Daya Cerna Protein dan Bahan
Kering Pada Ayam Pedaging. Volume 36 Nomor 1, Halaman 49-59 ISSN 1412-
1468. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan
Muhammad Arsyad Al Banjary Banjarmasin.
Rizal, Y., D. Tami, E. Suryanti Dan I. Hayati. 2003. Kecernaan serat kasar, retensi
nitrogen dan rasio efisiensi protein ayam broiler yang diberi ransum
mengandung daun ubi kayu yang difermentasi dengan Asp.ergillus niger. J.
Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan.IX(I): 60 – 69.
Sari K. A , Sukamto B dan Dwiloka B. 2014. Efisiensi Penggunaan Protein pada
Ayam Broiler dengan Pemberian Pakan Mengandung Tepung Daun Kayambang
(Salvinia molesta). 2014 Agripet Vol (14) No. 2 : 76-83.
Sari, M.L. 2004. Konsumsi Dan Konversi Ayam Pedaging Bibit Periode Pertumbuhan
Dengan Perlakuan Pembatasan Pakan Pada Lantai Kawat Dan Litter. J. Indon.
Trop Anim Agric. Vol. 29 (2): 87.
Sembiring, S., Trisunuwati, P., Sjofjan, O., and Junaidi I. 2017. Evaluation of Kepok
Banana Corn Fermented With Saccharomyces Cerevisiae and Aspergillus Niger
as Feeds. Faculty of Animal Husbandry. University of Brawijaya, Indonesia.

36
Sihombing, D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sinaga, S. dan M. Silalahi. 2002. Performan Produksi Babi Akibat Tingkat Pemberian
Manure Ayam Petelur Sebagai Bahan Pakan Alternatif. JITV 7 (4): 207–213.
Sinaga, S dan S. Martini. 2010. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Curcuminoid
Pada Ransum Babi Priode Starter Terhadap Efisiensi Ransum. Jurnal Ilmu
Ternak. Vol 10 No. 2 Tahun 2010.
Sinaga, S, Sihombing, D.T.H, Kartiarso, dan Bintang, M. 2011. Kurkumin Dalam
Ransum Babi Sebagai Pengganti Antibiotik Sintetis Untuk Perangsang
Pertumbuhan. Bionatura Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol. 13, No. 2, Juli
2011 : 125 – 132. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Sumedang.
Sinaga S, D.T.H. Sihombing, M. Bintang dan Kartiarso. 2010. Pemberian Curcumin
Dalam Pakan Babi Sebagai Pengganti Antibiotik Sintetis Untuk Perangsang
Pertumbuhan. Forum Pascasarjana Vol. 33 (2): 123-131. April 2010:
Steel, R.G.D., J.H. Torie and D.A. Dickey., 1997. Principles and Procedures of
Statistics: a biometrical approach 3rd editon. McGraw-Hill. New York. Book.
Suthama, N., Wahyuni, H.I., dan Mangitsah, I., 2010. Laju pertumbuhan berdasarkan
degradasi proten tubuh pada ayam kedu dipelihara ex situ. Prosiding Seminar
Nasional Tentang Unggas Lokal ke-IV. Semarang 7 Oktober 2010. Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Hal. 138 – 146.
Suryana, I.K. A., Mastika, I. M dan Puger, A.W. 2014. Pengaruh tingkat protein
ransum terhadap penampilan ayam kampung umur 22-33 minggu. Jurnal
Peternakan Tropika. 2(2): 287-296.
Tampubolon dan Bintang, P.P., 2012. Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum
terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler. Jurnal Fakultas
Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Tillman A.D., S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo Dan S. Lebdosoekojo. 1998.
Ilmu Makanan Ternak Dasar . Gadjah Mada University Press, Yokyakarta
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tulung, C,J.F., Umboh, F.N., Sompie, Ch dan J. Pontoh. 2015. Pengaruh Penggunaan
Virgin Coconut Oil (VCO) Dalam Ransum Terhadap Kecernaan Energi Dan

37
Protein Ternak Babi Fase Grower. Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol. 35 No.
2 : 319 – 327. Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Utama D. A, E. Hendradi, D. M. Hariyadi, 2013. Pengaruh Kecepatan Pengadukan
Terhadap Karakteristik Fisik Mikrosfer Ovalbumin-Alginat dengan Metode
Aerosolisasi. PharmaScientia, Vol.2, No.2, Desember 2013.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-pharm81d724b1402full.pdf.
Varianti, N.I, Atmomarsono U, Mahfudz, L.D. 2017. Pengaruh pemberian pakan
dengn sumber protein berbeda terhadap efisiensi penggunaan protein ayam
lokal persilangan. Jurnal Agripet. Vol.17 No.1: 53-59. diakses 7 November
2018.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahyuni, S. 2008. Pengaruh Penggunaan Campuran Ampas Bir Dan Onggok dalam
konsentrat terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik domba lokal
jantan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2008.
Winedar, H. Shanti Listyanti dan Sutarno. 2004. Daya Cerna Protein Pakan,
Kandungan Protein Daging, Dan Pertambahan Berat Bdan Ayam Broiler
Setelah Pemberian Pakan Yang Difermentasi Dengn Effective
Microorganisms(EM-4). Bioteknologi 3 (1): 14-19.
Yogyantara A.P., I.K.D, Suarna I W., dan Suryani N. N. 2014. Pengaruh Level
Konsentrat Dalam Ransum Terhadap Komposisi Tubuh Kambing Peranakan
Etawah. Majalah Ilmiah Peternakan vol (17) 3:113-116 ISSN : 0853-8999
Tahun 2014
Zhang, F., and Adeola, O. 2017. Techniques for evaluating digestibility of energi,
amino acids, phosphorus, and calcium in feed ingredients for pigs. Journal of
Animal Nutrition 3 (2017) 344 -352.
http://www.keaipublishing.com/en/journals/aninu/. Review Article. Akses Juni
2018.

38

Anda mungkin juga menyukai