Anda di halaman 1dari 15

SISTEM PERTANIAN TERPADU

LAPORAN PENGOLAHAN PAKAN TERNAK

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Ir. Agnitje Rumambi, M.Si
Ir. Abraham Fredy Pendong, M.Sc

DISUSUN OLEH:
NAMA : ISLAMIAH TRI ADINDA
NIM : 20041404074
JURUSAN ASAL : PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS ASAL : UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PROGRAM PERMATA-SAKTI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ternak ruminansia (pemakan rumput) seperti sapi, kerbau, kambing dan
domba membutuhkan tumbuhan hijau sebagai pakan berupa rumput dan daun-
daunan. Tumbuhan merupakan sumber penting bagi perkembangan dan
pertumbuhan ternak ruminansia. Tumbuhan hijau bisa didapatkan baik secara
liar (tidak sengaja ditanam dan tumbuh dengan sendirinya) dan tumbuhan yang
dibudidayakan (sengaja ditanam dan dipupuk). Tanaman liar dapat berupa
berbagai jenis rumput, leguminoceae dan tanaman lainnya. Sedangkan tanaman
yang dibudidayakan hanya merupakan satu species rumput atau bercampur
dengan species rumput lain.
Permasalahan tanaman hijau sebagai pakan dapat mengalami keterbatasan
dalam ketersediaanya, hal ini menyebabkan peternak memanfaatkan sumber
pakan yang berasal dari sisa-sisa pertanian seperti jerami padi. Kendala utama
dari pemanfaatan jerami padi sebagai salah satu bahan pakan ternak adalah
kandungan serat kasar tinggi dan protein serta kecernaan yang rendah. Sutrisno
et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan protein kasar jerami padi rendah
(3-5%), serat kasarnya tinggi (>34%), kekurangan mineral, ikatan
lignoselulosanya kuat dan kecernaannya rendah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penggunaan jerami sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi
pasokan nutrisi yang dibutuhkan ternak.
Nutrisi dan kecernaan dari jerami padi ini dapat ditingkatkan melalui proses
amoniasi dan fermentasi. Perbedaan antara amoniasi dan fermentasi menurut
Gunawan dan Muhamad (2007) yaitu amoniasi adalah cara pengolahan pakan
secara kimia menggunakan amoniak (NH3) sehingga mampu meningkatkan
daya cerna dari bahan pakan berserat sekaligus meningkatkan kadar N
(proteinnya). Sedangkan fermentasi adalah proses perombakan dari struktur
keras secara fisik, kimia dan biologi sehingga bahan dari struktur yang
komplek menjadi sederhana sehingga daya cerna lebih efisien.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari pembahasan ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara mengawetkan tanaman hijau agar tetap segar
dengan cara silase.
2. Untuk mengetahui cara pembuatan amoniasi serta peningkatan daya
cerna dan kualitas bahan pakan berserat.
3. Untuk mengetahui cara pembuatan jerami fermentasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Silase
Silase adalah pakan ternak yang berbahan baku tanaman hijau, hasil samping
pertanian atau bijian berkadar air tertentu yang telah diawetkan dengan cara
disimpan dalam tempat kedap udara selama kurang lebih tiga minggu.
Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut menyebabkan terjadinya
fermentasi pada bahan silase. Tempat penyimpanannya disebut silo. Silo bisa
berbentuk horizontal ataupun vertikal. Silo yang digunakan pada peternakan skala
besar adalah silo yang permanen, bisa berbahan logam berbentuk silinder ataupun
lubang dalam tanah. Silo juga bisa dibuat dari drum atau bahkan dari plastik.
Prinsipnya, silo memungkinkan untuk memberikan kondisi anaerob pada bahan
agar terjadi proses fermentasi. Bahan untuk pembuatan silase bisa berupa hijauan
atau bagian-bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti
rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan lain-
lain. Kadar air bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75% . Kadar air
tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering
menyebabkan terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah juga meningkatkan suhu
silo dan meningkatkan resiko kebakaran
Proses pembuatan silase lebih optimal apabila diberi penambahan akselerator.
Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam laktat ataupun karbohidrat
mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk menambahkan
bahan kering untuk mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada
silase, mempercepat proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk
dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan
nutrien dari silase (Schroeder, 2004).
Fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet
sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri
asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat
dilakukan fermentasi secara alami, untuk menghindari kegagalan fermentasi
dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL)
yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat.
Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan asam, enzim
atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai probiotik,
karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak dan
silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat
badan pada sapi (Weinberg et al., 2004).
Silase yang baik beraroma dan berasa asam, tidak berbau busuk. Silasedari
tanaman hijau yang baik akan berwarna hijau kekuning-kuningan, dipegang terasa
lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir). Silase yang baik juga tidak
menggumpal dan tidak berjamur. Kadar keasamanya (pH) apabila dilakukan
analisa lebih lanjut adalah 3,2-4,5. Silase yang berjamur akan warna kehitaman,
berair dan aroma tidak sedap adalah silase yang mempunyai kualitas rendah
(Rukmana, 2005).
Silase bisa digunakan sebagai salah satu atau satu satunya pakan kasar dalam
ransum sapi potong. Pemberian pada sapi perah sebaiknya dibatasi tidak lebih 2/3
dari jumlah pakan kasar. Silase juga merupakan pakan yang bagus bagi domba
tetapi tidak bagus untuk kuda maupun babi. Silase merupakan pakan yang disukai
ternak terutama bila cuaca panas. Ternak yang belum terbiasa mengkonsumsi
silase, maka pemberiannya dapat dilakukan secara sedikit demi sedikit dicampur
dengan hijauan yang biasa dimakan (Hanafi, 2008).
2. Jerami Amoniasi
Amoniasi merupakan suatu poses perombakan dari struktur keras menjadi
struktur yang lebih lunak (hanya struktur fisiknya) dan penambahan unsur N saja,
prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber
amoniak yang dicampurkan ke dalam bahan. Urea dalam proses amoniasi
berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa dan silika yang
terdapat pada bahan pakann. Lignin, selulosa dan silika merupakan faktor
penyebab rendahnya daya cerna bahan pakan. Amoniasi merupakan proses
perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian yang pada umumnya jerami
padi dengan cara menambahkan bahan kimia berupa NaOH, sodium hidroksida
(KOH atau CO(NH2)2) (Kartadisastra, 2007).
Teknik amoniasi dapat meningkatkan daya cerna jerami. Ternak akan lebih
mudah mengonsumsi jerami hasil amoniasi dibandingkan dengan jerami yang
tidak diolah. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-
ikatan lignin, selulosa dan silika yang merupakan faktor penyebab rendahnya daya
cerna jerami bagi ternak. Lignin merupakan zat kompleks yang tidak dapat
dicerna oleh ternak. Lignin ini terkandung dalam bagian fibrosa dari akar, batang,
dan daun pada tumbuhan. Jerami dan rumput-rumput kering mengandung lignin
yang sangat banyak (Chenost, 2007). Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti asal atau bahan pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan
kondisi an-aerob pada proses amoniasi berlangsung. Manfaat amoniasi adalah
merubah tekstur jerami yang semula keras berubah menjadi lunak, warna berubah
dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua. Kualitas dari amoniasi yang baik tidak
terjadinya penggumpalan pada seluruh atau sebagian jerami (Regan, 2007).
Keberhasilan proses urea amoniasi setelah proses tersebut selesai (paling cepat
2 minggu) dapat diamati secara fisik, kimia maupun biologis. Secara fisik, urea
amoniasi mempunyai bau amonia yang kuat pada saat tempat pemeraman (silo)
dibuka. Bau amonia yang kuat menunjukkan bahwa urea telah terhidrolisis secara
maksimal menjadi amonia. Amonia hasil hidrolisis urea terikat/terserap oleh
jerami padi dan bertindak sebagai penyebab meningkatnya kualitas jerami padi.
Warna jerami padi yang diamoniasi dengan baik akan berubah dari coklat muda
kekuningan menjadi coklat tua dan merata. Tekstur jerami amoniasi menjadi lebih
lembut dan lunak meskipun jerami tersebut sudah dikeringkan. Amonia dalam
proses urea amoniasi dapat mencegah tumbuhnya jamur, sehingga tidak terdapat
jamur pada jerami padi amoniasi walaupun diperam dalam jangka waktu yang
lama. pH jerami amoniasi 8 (basa) karena sifat penambahan amonia membuat
keadaan menjadi basa (Marjuki, 2008).
3. Jerami
Fermentasi adalah suatu proses anaerob (tanpa membutuhkan udara) dengan
memanfaatkan campuran beberapa bakteri seperti mikroba proteolitik, lignolitik,
selulolitik dan lipolitik (Gunawan dan Muhamad, 2009). Nista et al. (2007)
menambahkan bahwa kandungan air dalam proses fermentasi sangat penting
karena berfungsi untuk menunjang siklus hidup mikroba baik dalam keadaan
anaerob maupun aerob. Kandungan air dalam jerami dalam proses fermentasi
agar menghasilkan hasil yang optimal adalah 60%.
Cara pembuatan jerami padi fermentasi yaitu dengan menumpuk jerami padi
setinggi 30 cm. tumpukan ini kemudian ditaburi urea dan serbuk prebiotik, serta
disemprotkan molasses dan air. Biarkan selama 21 hari pada tempat yang teduh
(terhindar dari sinar matahari dan hujan). Setelah 21 hari, bongkar dan jemur
dibawah sinar matahari, setelah kering ditumpuk kembali dan simpan ditempat
teduh dan jerami siap diberikan pada ternak. Jerami padi fermentasi yang baik
mempunyai ciri-ciri berbau agak harum, warna dasar jerami masih nampak yaitu
kuning kecoklatan, teksturnya lemas (tidak kaku) dan tidak busuk atau berjamur
(Gunawan dan Muhamad, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Silase
Tata cara yang dipakai:
1. Rumput yang sudah dicacah sekitar 5 cm dicampur dengan molases.
2. Cacahan rumput dimasukkan ke dalam plastik, kemudian dilakukan
penekanan untuk setiap lapisan agar padat.
3. Plastik kemudian ditali agar keadaanya anaerob.
4. Pemeraman dilakukan selama 14 hari.
5. Identifikasi silase setelah 14 hari. Silase dikeluarkan dari plastik
kemudian diangin-anginkan.
6. Silase yang berjamur dipisahkan untuk ditimbang.
7. Melakukan identifikasi silase meliputi warna, bau, tekstur dan pH.
2. Jerami Amoniasi
Tata cara yang dipakai:
1. Melarutkan urea dengan air.
2. Larutan urea di semprotkan ke jerami padi agar kandungan airnya
menjadi 60%.
3. Jerami padi dimasukkan kedalam plastik dan dilakukan penekanan agar
menjadi padat.
4. Plastik yang berisi jerami padi kemudian ditali dan diperam selama 14
hari.
5. Identifikasi dilakukan setelah 14 hari. Plastik yang berisi amoniasi
dibuka.
6. Jerami amoniasi di angin-anginkan.
7. Melakukan identifikasi meliputi pH, warna, tekstur dan bau.
3. Jerami Fermentasi
Tata cara yang dipakai:
1. Melarutkan urea dan molases dengan air secukupnya.
2. Jerami ditumpuk setinggi 30 cm kemudian larutan urea dan molases
tadi dipercikkan di atas tumpukkan.
3. Menaburkan starbio dan stimulator plus di atas tumpukan.
4. Mengulangi perlakuan di atas hingga ketinggian sekitar 1 meter.
5. Proses fermentasi berlangsung 7 hari.
6. Melakukan identifikasi terhadap jerami fermentasi yang sudah jadi
meliputi warna, bau, tekstur dan pH.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Silase
Tabel 1. Identifikasi Silase
Pengamatan Kondisi Awal Kondisi Akhir
Warna Hijau Hijau kecoklatan
Tekstur Segar Masih jelas, seperti aslinya
Bau Tidak berbau Bau asam, khas silase
pH - 4

b. Jerami Amoniasi
Tabel 2. Identifikasi Jerami Amoniasi
Pengamatan Kondisi Awal Kondisi Akhir
Warna Coklat muda Coklat tua
Tekstur Kasar dan kaku Lebih lembut dan lunak
Bau Tidak berbau Menyengat
pH - 8
Kenampakan Tidak berlendir Tidak berlendir

c. Jerami Fermentase
Tabel 3. Identifikasi Jerami Fermentasi
Pengamatan Kondisi Awal Kondisi Akhir
Warna Coklat kekuningan Kecoklatan
Tekstur Keras Remah-remah
Bau Tidak berbau Khas fermentasi, harum
pH 6 5

2. Pembahasan
a. Silase
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan silase yaitu rumput
raja. Selama proses pembuatannya, rumput yang telah dicampur dengan
molases dimasukan ke dalam silo secara berlapis dan dilakukan
pengepresan sehingga dicapai kondisi anaerob. Silo yang digunakan
dalam praktikum ini terbuat dari plastik dan di peram selama 14 hari.
selama proses pembuatannya, rumput dalam silo disimpan dalam tempat
kedap udara selama kurang lebih tiga minggu. Penyimpanan pada kondisi
kedap udara tersebut menyebabkan terjadinya fermentasi pada bahan
silase.
Silase yang baik beraroma dan berasa asam, tidak berbau busuk.
Silase hijauan yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan. Apabila
dipegang terasa lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir) . Silase
yang baik juga tidak menggumpal dan tidak berjamur. Kadar keasamanya
(pH) apabila dilakukan analisa lebih lanjut yaitu 3,2-4,5. Silase yang
berjamur, berwarna kehitaman, berair dan aroma tidak sedap berarti
mempunyai kualitas yang rendah.
b. Jerami Amoniasi
Cara pembuatan jerami amoniasi yang dilakukan pada saat
praktikum yaitu dengan melarutkan 87 gram urea dalam 1 liter air
untuk dipercikan ke dalam 1 kg jerami padi dengan kadar air 60%.
Jerami ini kemudian diperam ke dalam kantong plastik selama 14 hari.
Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau
bahan pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi anaerob
pada proses amoniasi berlangsung. Oleh karena itu, selama
pembuatannya, temperatur penyipanan harus diatur, dan plastik yang
digunakan untuk memeram jerami diikat kencang kondisi anaerob
dapat tercapai. Hasil jerami amoniasi yaitu berwarna kecoklat-
coklatan, tekstur lembut dan lunak, berbau menyengat, pH 6 serta
tidak berlendir dan berjamur. Hal ini berarti amoniasi yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang baik.
Secara fisik, urea amoniasi mempunyai bau amonia yang kuat pada
saat tempat pemeraman (silo) dibuka. Bau amonia yang kuat
menunjukkan bahwa urea telah terhidrolisis secara maksimal menjadi
amonia. Amonia hasil hidrolisis urea terikat/terserap oleh jerami padi
dan bertindak sebagai penyebab meningkatnya kualitas jerami padi.
Warna jerami padi yang diamoniasi dengan baik akan berubah dari
coklat muda kekuningan menjadi coklat tua dan merata. Tekstur
jerami amoniasi menjadi lebih lembut dan lunak meskipun jerami
tersebut sudah dikeringkan.
c. Jerami Fermentasi
Bahan yang digunakan adalah starbio, molases, urea dan stimulator
plus. Jerami padi pada suatu tempat ditumpuk setinggi 30 cm dan
ditaburi dengan campuran starbio dengan stimulator plus dan disemprot
air yang telah dicampur dengan molases dan urea pada tiap lapis hingga
ketinggian sekitar satu meter. Jerami difermentasi selama 7 hari, setelah
itu dibongkar dan diangin-anginkan. Tumpukan ini kemudian ditaburi
urea dan serbuk prebiotik, serta disemprotkan molases dan air. Biarkan
selama 21 hari pada tempat yang teduh (terhindar dari sinar matahari dan
hujan). Setelah 21 hari, bongkar dan jemur dibawah sinar matahari,
setelah kering ditumpuk kembali dan simpan ditempat teduh dan jerami
siap diberikan pada ternak.
Jerami sebelum fermentasi berwarna coklat kekuningan, bertekstur
keras, berbau khas jerami, dan pH sebesar 6. Sedangkan jerami setelah
difermentasi berwarna kecoklatan, bertekstur remah, berbau khas
fermentasi dan harum, serta pH berubah menjadi 5. Hasil fermentasi
yang kami amati mempunyai kualitas yang baik.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV, dapat disimpulkan bahwa:
1. Perlu usaha untuk menyediakan hijauan segar saat musim kemarau dengan
metode silase. Silase yang dibuat berwarna hijau kecoklatan, dengan
tekstur yang masih jelas seperti awalnya, bau asam yang khas dengan pH
4. Pembuatan silase dari bahan rumput dengan penambahan urea, molases
dengan kadar air 60% ini dapat menambah umur simpan rumput.
2. Jerami padi sebagai pakan ternak dengan serat kasar yang tinggi dan
protein serta kecernaan yang rendah dapat diatasi melalui proses amoniasi.
Hasil amonasi jerami mempunyai ciri-ciri berwarna kecoklat-coklatan,
tekstur lembut dan lunak, berbau menyengat, pH 6 serta tidak berlendir dan
berjamur. Pembuatan jerami amoniasi dari bahan jerami padi yang
ditambahkan urea dan air mampu meningkatkan kandungan protein dan
kecernaan.
3. Jerami padi yang mempunyai kecernaan rendah karena kandungan
lignoselulosanya yang kuat dapat diatasi dengan metode fermentasi. Hasil
jerami fermentasi yang dibuat mempunyai warna kecoklatan, berbau khas
fermentasi dan harum, bertekstur remah dengan pH 5. Pembuatan jerami
fermentasi daroi bahan jerami padi dengan penambahan urea, starbio,
molases, stimulator plus dan air dapat memecah ikatan lignoselulosa dalam
jerami padi menjadi struktur yang ebih sederhana, sehingga meningkatkan
kecernaan jerami.
Pakan jerami yang mengandung sedikit nutrient, dalam pemberiannya sebagai
pakan ternak perlu disuplementasi dengan Urea Molases Blok (UMB). UMB yang
berwarna coklat matang, berbau khas molases (bau karamel), bertekstur padat dan
remah-remah mampu memacu pertumbuhan dan aktivitas mikrobia rumen. Oleh
karena iru pakan basal (jerami) yang diberi suplemen UMB dapat ditingkatkan
kecernaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Chenost. 2007. Teknologi Penglahan Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak. Dian
Grahita, Bandung.
Dixon , A. E. 2006. Increasing Digestive Energy Intake Of Ruminant Given
Fibrouse Diet Supplement. In: Ruminant Feeding System Utilizing
Fibrous Agricuktural Residues1985. IDP of Australia University And
College Ltd.Canbera.
Djarijah, A. S. 2006. Teknologi Tepat Guna Usaha Ternak Kambing. Kanisius.
Yogyakarta.
Gunawan, A dan Muhamad. 2009. Jerami Amoniasi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, BPTP. Jawa Barat.
Hanafi, ND. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Universitas Sumatera
Utara.
Haryanto, B, Supriyati Dan S.N. Jarmani. 2004. Pemanfaatan Probiotik dalam
Bioproses untuk Meningkatkan Nilai Nutrisi Jerami Padi untuk Pakan
Domba. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 298 –
304.
Kartadisastra, H. R. 2007. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak
Ruminansia. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Komar, A. 2004. Teknologi Penggolahan Jerami Sebagai Bahan Makanan
Ternak. Dian grahita, Bandung.
Martawidjaja, M. dan I-G.M. Budiarsana. 2004. Pengaruh Pemberian
Jerami Padi Fermentasi dalam Ransum terhadap Performan
Kam Peranakan Etawah Betina. Pros. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Bogor:
Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 407 – 415.
Regan, C.S. 2007. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics for Small
Landholder Farmers. Thesis.Faculty of Science, Nothern Territory
University, Darwin Austalia.
Rukmana, R, H. 2005. Seri Budi Daya ; Budi Daya Rumput Unggul; Hijauan
Pakan Ternak. Kasisius. Yogyakarta.
Schroeder, J. W. 2004. Silage Fermentation and Preservation. Extension Dairy
Specialist. AS-1254.
Shiddieqi, M. I. 2005. Pakan Ternak Jerami Olahan. Departemen Produksi
Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Sutrisno, C. I., Sulistyanto, Widyati S., Nurwantoro., Mukodiningsih, S.,
Surahmanto, dan Tristiarti. 2006. Peningkatan Kualitas Jerami
sebagai Pakan. (cited 2006 Dec. 10). Available from : URL : http://
www.dikti.org / p3m / abstrakHB / AbstrakHBO5.pdf. Diakses 7 Juni
2014.
Syamsu, J.A. 2006. Kajian Penggunaan Starter Mikroba dalam Fermentasi
Jerami Padi sebagai Sumber Pakan pada Peternakan Rakyat di
Sulawesi Tenggara. Seminar Nasional Bioteknologi. Puslit
Bioteknologi LIPI: Bogor.
Weinberg, Z.G., R.E. Muck, P.J. Weimer, Y. Chen, and M. Gamburg. 2004.
Lactic Acid Bacteria used in Inoculants for Silage as Probiotics for
Ruminants. Applied Biochemistry and Biotechnology 118: 1-10

Anda mungkin juga menyukai