Anda di halaman 1dari 18

DR. IR. ARIF, MS.

ILMU DAN TEKNOLOGI TERNAK PERAH 01

KAMBING PERAH
NAMA ANGGOTA:
REISTI YUNIA DAMAN 2010611026
NURAZIZAH 2010611055
LATAR BELAKANG

Kambing perah merupakan salah satu jenis ternak penghasil susu yang banyak dipelihara di
Indonesia selain sapi perah, ternak kambing yang biasa dipelihara adalah kambing Peranakan
Etawa (PE). Kambing PE yaitu kambing persilangan dari Kambing Etawa dengan Kambing lokal
Indonesia (Kambing Kacang). Selain sebagai penghasil susu kambing PE juga menghasilkan daging
dengan produktivitas yang tinggi jika dilakukan pemeliharaan dan manajemen yang baik. Susu
Kambing merupakan cairan yang berasal dari ambing kambing yang sehat dan bersih, diperoleh
dengan cara pemerahan yang baik dan benar, serta kandungan alaminya tidak dikurangi atau
ditambah suatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun.
Untuk mengurangi risiko terjadinya kerusakan pada susu kambing maka selain susu diperah
dari ambing yang bersih dan sehat serta lingkungan kandang yang bersih penanganan pasca
pemerahan juga harus di perhatikan terutama pada bagian penyimpanan. Salah satu cara
adalah dengan menyimpan susu dalam bentuk beku menggunakan freezer pada suhu
terendah yaitu – 40C. Pembekuan merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
memperpanjang masa simpan susu untuk saat ini (Sumoprastowo, 2000). Untuk
mengkonsumsi susu kambing segar yang dibekukan perlu perlakuan terlebih dahulu agar
dapat dikonsumsi dengan mudah yaitu dengan cara di thawing (mencairkan). Prinsip dari
thawing adalah mengembalikan keadaan zat ke bentuk aslinya, dalam hal ini yaitu
mencairkan kembali susu yang telah beku.
2.1 manajemen Pemeliharaan
• Memilih bibit kambing yang baik dengan ciri-ciri:sehat dan tidak cacat fisik, nafsu makan
besar dan aktif, bulu bersih dan mengkilat, dada lebar, kaki lurus dan kuat, berasal dari
keturunan kembar dan induk yang tidak sedarah.

• Usia minimal kambing siap kawin: betina 10-12 bulan jantan lebih dari 12 bulan.

• Kambing yang sedang hamil dipelihara secara terpisah.

• Pemberian pakan hijau setiap hari 10% atau lebih dari bobot kambing. Anjurannya,
pemberian pakan hijau dua kali lipat dari kebutuhan kambing.

• Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari pagi dan sore. Berikan garam dapur dan ampas
tempe untuk mencukupi kebutuhan mineral.
2.2 Seleksi
Salah satu jenis kambing lokal di Indonesia adalah kambing Peranakan Etawah. Produktivitas
kambing menentukan pendapatan usaha ternak dan hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya jumlah anak per kelahiran (litter size), kemampuan hidup anak prasapih, selang
beranak, dan bobot badan (Land dan Robinson, 1985). Dalam perkembangannya, kambing
lokal tidak selalu menunjukkan produktivitas yang baik dan hal tersebut dapat disebabkan
oleh mutu genetik yang rendah. Menurut Hardjosubroto (1994), efisiensi reproduksi kambing
merupakan nilai yang menunjukkan penampilan kemampuan reproduksi kambing. Efisiensi
reproduksi ditentukan oleh umur pertama kali kawin, jumlah perkawinan, dan jarak beranak.
Semua aspek reproduksi tersebut akan tercermin pada dua hal pokok, yaitu umur pertama
kali beranak dan jarak beranak.
Peubah yang diamati adalah sebagai berikut:

• Umur induk saat melahirkan; Umur induk (bulan) pada saat melahirkan kesatu dan kedua
digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan bobot sapih terkoreksi
(Hardjosubroto, 1994).

• Bobot lahir; Bobot lahir (kg) merupakan bobot pada saat cempe dilahirkan yang diperoleh
dari hasil penimbangan cempe sesaat setelah dilahirkan (Hardjosubroto,1994).

• Tipe kelahiran; Tipe kelahiran merupakan jumlah cempe dalam satu kelahiran yang dapat
dikelompok - kan menjadi tipe kelahiran tunggal atau kembar dua dan ketiga
(Hardjosubroto, 1994).

• Bobot sapih terkoreksi. Bobot sapih (kg) merupakan hasil dari penimbangan cempe
kelahiran kesatu dan kedua pada saat disapih selanjutnya dikoreksi terhadap umur induk
dan tipe kelahiran (Hardjosubroto, 1994).
Data yang dapat digunakan seperti;

• Data bobot sapih terkoreksi; Data bobot sapih dikoreksi terhadap umur induk, jenis
kelamin, dan umur sapih 90 hari dengan rumus sesuai rekomendasi

• Nilai MPPA

• Efisiensi Reproduksi

• Nilai IPI
2.3 Proses Sintesa Susu

Produktivitas kambing PE dapat dilihat dari jumlah dan bobot lahir anak serta produksi
susu yang dihasilkan, dan ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan termasuk
nutrisi dan manajemen. Produksi susu kambing PE masih sangat beragam (0,45-2,1
liter/hari) dan angka kelahiran tunggal sering terjadi, padahal ternak ini mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan anak lebih dari satu. Salah satu faktor penyebab
rendahnya tingkat kelahiran adalah karena adanya kematian embrio (10-30%) yang
umumnya terjadi sebelum hari ke-12 (Wodzicka-Tomaszewska et al., 1991).

Kambing PE betina rata-rata dapat menghasilkan susu 1,2 liter/ekor/hari (Irine,


2011), ditinjau dari segi kualitasnya susu kambing PE memiliki kualitas dan
komposisi susu yang lebih baik dibandingkan dengan susu kambing Saanen,
meskipun jumlah produksi susu kambing PE masih lebih rendah.
Pemberian pakan dan gizi yang efisien, paling besar pengaruhnya dibanding faktor-
faktor lain, dan merupakan cara yang sangat penting untuk peningkatan produktivitas
(Devendra dan Burns, 1994). selanjutnya Menurut Sutama et al., (1994), dengan
perawatan biasa, induk kambing PE dapat menghasilkan susu sekitar 0,25-0,50 liter per
hari. Kalau perawatannya diperbaiki, mutu, jumlah pakannya ditingkatkan,
kesehatannya baik, dan diberi pakan penguat maka seekor induk kambing PE dapat
menghasilkan susu sekitar 1,50- 2,00 liter per hari dan lama produksinya bisa
diperpanjang sampai 6-7 bulan.
2.4 Anatomi dan Fisiologi

Ambing merupakan karakteristik utama pada semua Mammalia. Ambing berasal dari kelenjar kulit dan
dikelompokkan sebagi kelenjar eksokrin. Ambing berfungsi mengeluarkan susu untuk makanan anaknya
setelah lahir. Ambing ini tumbuh selama kebuntingan dan mulai mengeluarkan susu setelah beranak.
Berbagai hormon yang menentukan reproduksi juga mengatur ambing. Karena itu, perkembangan ambing
dan laktasi adalah bagian integral dari reproduksi.

Ambing/kelenjar susu sapi terdiri dari empat (4) bagian terpisah. Bagian kiri dan kanan terpisah jelas, bagian
ini dipisahkan oleh sulcus yang berjalan longitudinal yang disebut sulcus intermammaria. Kuartir depan dan
belakang jarang memperlihatkan batas yang jelas. Jika dilihat dari samping, dasar ambing sebaiknya rata,
membesar ke depan dan melekat kuat ke dinding tubuh perut. Pertautan pada bagian belakang sebaiknya
tinggi dan lebar, dan tiap kuartir sebaiknya simetris. Gambaran eksternal ini memberi arti produktivitas
seumur hidup dan merupakan kriteria penting yang digunakan untuk menilai sapi perah pada pameran ternak
dan penilaian klasifikasi bangsa.
Berat ambing tergantung umur, masa laktasi, banyaknya susu di dalam ambing, dan faktor genetik.
Beratnya berkisar antara 11,3527,00 kg atau lebih tidak termasuk susu. Kapasitas ambing adalah 30,5 kg.
Berat dan kapasitasnya naik sesuai dengan bertambahnya umur. Setelah sapi mencapai umur 6 tahun
berat dan kapasitas ambing tidak naik lagi.

Susu dari tiap kelenjar disalurkan ke luar melalui puting, puting susu berbentuk silindris atau kerucut
yang berujung tumpul. Puting susu belakang biasanya lebih pendek dibandingkan puting susu depan.
Sifat terpenting puting untuk pemerahan efisien adalah (1) ukuran sedang, (2) penempatan baik, dan (3)
cukup tegangan pada otot spinkter sekitar lubang puting agar memudahkan pemerahan dan susu tidak
menetes.
Jaringan penunjang pada ambing yakni,

• kulit walaupun perananan kecil sebagai jaringan penunjang dan stabilisator ambing, namun kulit ini
sangat besar peranan sebagai jaringan pelindung bagian dalam ambing dari luka dan bakteri.

• Ligamen suspensori lateral. Ligamen suspensori lateral merupakan salah satu jaringan penunjang
utama ambing. Ligamen suspensori lateral membesar sepanjang kedua sisi ambing dan bagian ujung
jaringan masuk ke dalam ambing untuk menopang bagian dalam ambing.

• Ligamen suspensori median kelenturan ligamen suspensori median berguna agar ambing dapat
membesar bila berisi susu.
• Sistem saluran ambing terdiri atas serangkaian saluran alir yang berawal pada alveoli dan berakhir
pada saluran keluar.

• Puting tertutup oleh kulit tak berambut yang tidak memiliki kelenjar keringat. Pada dasar puting
terdapat saluran pengeluaran tempat susu mengalir ke luar. Panjang saluran pengeluaran biasanya
812 mm dan merupakan garis dengan sel yang membentuk serangkaian lipatan serta akan menutup
saluran pengeluaran selama selang pemerahan.

• Sisterne Kelenjar Sistern puting terletak tepat setelah saluran pengeluaran bersatu dengan sisterne
kelenjar pada dasar ambing. Sisterne kelenjar berfungsi sebagai ruang penyimpanan terbatas karena
menerima tetesan dari jaringan sekretori. Umumnya sisterne kelenjar berisi 1 pint (473,18 cc) susu
yang kemampuan nyatanya berbeda pada tiap-tiap sapi.
2.5 Laktasi

Suatu ternak dapat dikategorikan sebagai ternak perah apabila memilki produksi susu
melebihi kebutuhan dari anaknya sehingga kelebihan susu tersebut dapat diambil dan
dikonsumsi manusia. Tidak semua hewan mamalia dapat dikategorikan sebagai ternak
perah. Kambing peranakan etawah (PE) merupakan salah satu jenis kambing yang umum
untuk dijadikan ternak perah. Kambing PE yang telah beradaptasi dengan lingkungan
Indonesia dapat memproduksi susu 0.5-1.2 L/hari (Supriyati et al. 2008). Menurut Atabany
(2013), kambing PE rata-rata dapat memproduksi susu sebanyak 0.9 kg/hari.
Masa laktasi adalah masa dimana ternak kambing perah memproduksi susu setelah beranak
sampai dikeringkan (tidak diperah). Kambing PE mempunyai masa laktasi sekitar 180 hari
(Atabany 2013). Kambing yang berada pada masa laktasi disarankan untuk diperah sebanyak
2 kali sehari dengan selang pemerahan selama 12 jam. Jumlah pemerahan akan berpengaruh
produksi susu. Susu yang dihasilkan oleh induk kambing akan meningkat mulai dari induk
beranak hingga tercapainya puncak produksi. Sementara itu produksi akan menurun
berangsur-angsur hingga berakhirnya masa laktasi. Jika diterjemahkan dalam grafik akan
seperti gambar di bawah ini.
Induk kambing yang produksi susunya hanya 100 cc per hari atau telah bunting 3 bulan
sebaiknya dihentikan pemerahannya di hari berikutnya. Penghentian pemerahan atau masa
kering sangatlah penting agar produksi pada  periode berikutnya tidak menurun. Masa kering
juga berfungsi untuk member kesempatan induk kambing menumpuk cadangan zat
makanan dan untuk pertumbuhan janin. Pengeringan induk kambing dilakukan selama 6-8
bulan dengan menghentikan total pemerahan dan memberikan pakan padat energi dengan
bahan kering yang tinggi.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai