Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TERNAK POTONG, KERJA, DAN KESAYANGAN


DASAR-DASAR PENGUKURAN KINERJA TERNAK
KOMODITAS BABI

Disusun oleh:
Rizki Syarah Setiawati
18/424597/PT/07649
Kelompok II

Asisten Pendamping : Ahmad Fahru Rozdi Qomaruddin

LABORATORIUM TERNAK POTONG KERJA DAN KESAYANGAN


DEPARTEMEN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hewan ternak adalah hewan yang sengaja dipelihara dengan tujuan
tertentu. Hewan yang diusahakan dan dipelihara untuk diambil dagingnya disebut
ternak potong. Susilorini et al. (2008) menyatakan bahwa usaha dan
pengembangan peternakan saat ini menunjukkan prospek yang sangat cerah
dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi
pertanian. Babi merupakan salah satu hewan ternak yang banyak dipelihara dan
dikembangkan saat ini. Babi dipelihara dengan tujuan untuk produksi daging,
kulit, bulu, dan pupuk.
Ternak babi merupakan salah satu sumber gizi dan sumber daging
bernilai ekonomi cukup tinggi sehingga peternakan babi diusahakan secara
intensif guna memenuhi kebutuhan daging yang semakin meningkat, perbaikan
gizi masyarakat dan berbagai kepentingan. Supriadi et al. (2014) menyatakan
bahwa tujuan pemeliharaan babi yaitu untuk memenuhi kebutuhan permintaan
daging atau protein hewani. Sampurna et al. (2011) menyatakan bahwa ternak
babi diusahakan sejak dahulu sebagai sumber penghidupan masyarakat, sumber
protein, bagian dari kebudayaan, sumber pupuk, bahan biogas,dan kulit untuk
bahan kerajinan. Peternakan diusahakan secara intensif untuk memenuhi
perbaikan gizi masyarakat dan ekspor daging sebagai sumber devisa.
Keunggulan babi adalah litter size tinggi, perawatan mudah, dan karkas
tinggi. Sampurna et al. (2011) menyatakan bahwa keunggulan ternak babi yaitu
dapat menyerap tenaga kerja. Babi dapat mengkonsumsi makanan dengan
efisien, dapat beranak antara 6 sampai 12 ekor, persentase karkas cukup tinggi
65 sampai 80%. Sumardani dan Andika (2016) menyatakan bahwa babi mampu
memanfaatkan sisa makanan atau limbah pertanian. Pardosi (2008) menyatakan
bahwa banyak keluarga petani memiliki beberapa ekor babi yang diusahakan
sebagai usaha ternak sampingan keluarga, babi dipelihara secara lepas atau
semi terkurung dan umumnya yang dominan adalah babi lokal.
Prospek usaha pemeliharaan ternak babi cukup cerah kedepannya.
Pertumbuhan perekonomian serta berkembangnya sentra-sentra bisnis yang
secara langsung maupun tak langsung mendorong meningkatnya permintaan
terhadap daging babi. Supriadi et al. (2014) menyatakan bahwa prospek
peternakan babi cukup cerah karena mudah dikembangkan, produktivitas tinggi,
dan kualitas daging tinggi serta permintaan tinggi. Sampurna et al. (2011)
menyatakan bahwa pertumbuhan cepat dan permintaan daging babi sangat
tinggi walaupun di beberapa daerah karena batasan agama dan budaya, namun
permintaan konsumen terhadap daging babi sangat tinggi terutama di kota-kota
besar. Permintaan daging babi dari negara lain memberi peluang kepada
peternak untuk ekspor.

Tujuan Praktikum
Praktikum acara komoditas babi bertujuan untuk dilakukan handling babi
dewasa dan piglet yang benar dan identifikasi bangsa. Pengukuran keadaan
fisiologis ternak dilakukan untuk diketahui kondisi fisiologis dan kesehatan ternak.
Pengukuran data vital ternak untuk diketahui pertumbuhan ternak dari
pertulangannya. Penafsiran umur dan penafsiran berat badan untuk dapat
ditafsirkan umur dan berat badan ternak yang diamati. Pengukuran kinerja
reproduksi untuk diketahui produktivitas dan kinerja reproduksi ternak.

Manfaat Praktikum
Manfaat praktikum acara komoditas babi antara lain untuk diketahui
metode handling ternak babi indukan dan piglet, identifikasi bangsa dilihat dari
ciri khas ternak. Metode pengukuran keadaan fisiologis ternak dapat diketahui.
Metode pengukuran data vital ternak dapat diketahui. Metode penafsiran berat
badan dapat diketahui. Metode pengamatan kinerja reproduksi dapat diketahui.
BAB II
MATERI DAN METODE

Materi
Handling Ternak
Alat. Alat yang digunakan pada saat praktikum handling ternak babi yaitu
lembar kerja, alat tulis, wearpack, papan dada, dan sepatu kandang.
Bahan. Bahan yang digunakan pada saat praktikum handling ternak babi
yaitu babi Landrace betina dewasa dan piglet Landrace.
Identifikasi Bangsa Ternak
Alat. Alat yang digunakan pada saat praktikum identifikasi bangsa ternak
babi yaitu poster, lembar kerja, alat tulis, papan dada, kamera, wearpack, dan
sepatu kandang.
Bahan. Bahan yang digunakan pada saat praktikum identifikasi bangsa
ternak babi adalah babi Landrace betina dewasa.
Pengukuran Data Fisiologis Ternak
Alat. Alat yang digunakan pada saat praktikum pengukuran data fisiologis
ternak babi yaitu termometer, stopwatch, lembar kerja, papan dada, alat tulis,
wearpack, dan sepatu kandang.
Bahan. Bahan yang digunakan pada saat praktikum pengukuran data
fisiologis ternak babi yaitu babi Landrace betina dewasa.
Pengukuran Data Vital Ternak
Alat. Alat yang digunakan pada saat praktikum pengukuran data vital
ternak babi yaitu pita ukur, mistar, lembar kerja, alat tulis, papan dada, kamera,
wearpack, dan sepatu kandang.
Bahan. Bahan yang digunakan pada saat praktikum pengukuran data
vital ternak babi yaitu babi Landrace betina dewasa.
Penafsiran Berat Badan Ternak
Alat. Alat yang digunakan pada saat praktikum penafsiran berat badan
ternak babi adalah pita rondo, pita ukur, tabel supnet, lembar kerja, alat tulis,
papan dada, kamera, wearpack, dan sepatu kandang.
Bahan. Bahan yang digunakan pada saat praktikum penafsiran berat
badan ternak babi yaitu babi Landrace betina dewasa.
Metode
Handling Ternak
Handling babi dewasa dilakukan dengan cara menutup sebelah matanya
dan dipojokkan ke arah tembok sehingga pergerakannya semakin terbatas.
Puting pada babi dipelintir. Handling pada piglet dilakukan dengan cara
mengangkat kaki belakang kemudian ditekuk ke dalam dan diangkat.
Identifikasi Bangsa Ternak
Metode yang dilakukan pada saat identifikasi bangsa kambing
menggunakan metode visual, sketsa, dan fotografi. Metode visual dilakukan
dengan cara karakteristik eksterior meliputi jenis kelamin diamati jantan atau
betina,dan ciri spesifik bangsa meliputi ukuran dan bentuk daun telinga, warna
rambut, bentuk ekor, bentuk punggung, dan panjang kepala diamati. Metode
sketsa dengan cara ciri fisik digambar dalam bentuk sketsa ternak misalnya
warna, bekas luka, dan branding. Metode fotografi dilakukan dengan cara babi
difoto secara parallelogram dengan kamera. Analisis poster dilakukan dengan
asisten menjelaskan bangsa-bangsa ternak babi yang berdasarkan di poster.
Pengukuran Data Fisiologis
Metode yang dilakukan pada saat pengukuran data fisiologis babi adalah
pengukuran temperatur rektal, frekuensi respirasi, dan frekuensi pulsus.
Temperatur rektal diukur pada rektal dengan termometer digital. Termometer
diaktifkan dengan menekan tombol on sampai muncul angka dilayar termometer.
Termometer dimasukkan ke dalam rektum sepertiga bagian, kemudian ditunggu
sampai berbunyi kemudian hasil dicatat. Perhitungan dilakukan sebanyak tiga
kali masing-masing selama satu menit kemudian hasil pengukuran dirata-rata.
Frekuensi respirasi dihitung dari banyaknya hembusan napas. Punggung
telapak tangan didekatkan di depan lubang hidung babi sampai terasa hembusan
napasnya dihitung kemudian hasil dicatat. Perhitungan dilakukan sebanyak tiga
kali masing-masing selama satu menit kemudian hasil pengukuran dirata-rata.
Frekuensi pulsus dilakukan dengan meraba pangkal ekor. Arteri caudalis
ditekan dengan jari tangan dirasakan denyut nadi kemudian hasil dicatat.
Perhitungan dilakukan sebanyak tiga kali masing-masing selama satu menit
kemudian hasil pengukuran dirata-rata.
Pengukuran Data Vital
Metode yang dilakukan pada saat pengukuran data vital babi adalah
ternak diposisikan parallelogram yaitu sisi ternak berdiri tegak lurus pada suatu
bidang datar dengan keempat kaki terbentuk empat persegi panjang. Tinggi
pinggul, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul diukur dengan mistar ukur.
Lingkar dada, panjang badan lebar kepala, panjang kepala, dan panjang telinga
diukur dengan pita ukur.
Lebar kepala diukur dengan pita ukur jarak antara bagian terlebar dari
kepala. Panjang kepala diukur dengan pita ukur dari ujung moncong sampai
diantara telinga. Indeks kepala diperoleh dengan cara lebar kepala dibagi
panjang kepala kemudian dikali 100%. Lingkar dada diukur dengan pita ukur
dilingkarkan pada tulang rusuk 3 sampai 4 yang letaknya di belakang kaki depan.
Lebar dada diukur dengan mistar ukur antara tulang iga kanan dan kiri, tepat
pada tulang rusuk 3 sampai 4 yang letaknya dibelakang kaki depan. Dalam dada
diukur dengan mistar ukur dari gumba sampai titik terendah dada ternak. Lebar
pinggul diukur dengan mistar ukur antara tube coxae kiri dan kanan bagian
terlebar dari pinggul. Tinggi pinggul diukur dengan mistar ukur secara vertikal
dari bidang datar sampai titik tertinggi pinggul titik pertengahan tube coxae.
Panjang badan diukur dari ujung sendi bahu sampai pangkal ekor dengan pita
ukur.
Penafsiran Berat Badan Ternak
Metode penafsiran berat yang dilakukan pada praktikum adalah panjang
badan dan lingkar dada diukur. Hasil pengukuran dimasukkan dalam tabel
supnet dan rumus interpolasi. Penafsiran bobot dilakukan dengan cara skala pita
rondo dilihat dan diamati umur yang sesuai hasil perhitungan.
Pengukuran Kinerja Reproduksi
Metode yang digunakan dalam pengukuran kinerja reproduksi babi
dengan cara recording dilihat. Data yang diamati meliputi umur dewasa kelamin,
umur pertama kawin, lama siklus estrus, lama bunting, litter size, Post Partum
Mating (PPM), Post Partum Estrus (PPE), jarak beranak, service per conception
(S/C), berat lahir, berat sapih, umur sapih, pertambahan berat badan prasapih,
persentase kematian prasapih, indeks reproduksi induk, dan indeks produkivitas
induk. Hasil ditulis pada lembar kerja.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Handling Ternak
Handling merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk mengendalikan
ternak tanpa menyakiti atau melukai ternak maupun peternak agar ternak dapat
dikendalikan. Sarwono (2008) menyatakan bahwa, handling merupakan kegiatan
mengendalikan ternak tanpa mencederai atau menyakiti ternak. Awaludin et al.
(2017) menyatakan bahwa handling merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
manusia kepada hewan dengan tujuan mengendalikan hewan sesuai dengan
yang kita inginkan tanpa menyakiti hewan tersebut dan tanpa mencederai
pelaksana handling. Handling merupakan suatu metode penanganan pada
hewan yang membuat hewan terbatasi geraknya sehingga mudah untuk
dikendalikan baik dengan menggunakan bantuan alat bantu ataupun dengan
hanya menggunakan tangan.
Manfaat dari kegiatan handling pada ternak yaitu agar ternak dapat
dikendalikan sehingga aman bagi praktikan dan ternak itu sendiri. Manfaat
lainnya yaitu memudahkan dalam memberikan perlakuan. Awaludin et al. (2017)
menyatakan bahwa manajemen handling bermanfaat untuk mengendalikan
hewan sesuai dengan yang kita inginkan tanpa menyakiti hewan tersebut dan
tanpa mencederai pelaksana handling.
Metode handling yang digunakan pada saat praktikum yaitu pada babi
indukan dewasa mata ditutup menggunakan telinganya dan dipojokkan atau
dipepetkan ke tembok. Babi dewasa yag laktasi cara handling-nya yaitu salah
satu putingnya dipelintir sehingga babi seperti disusu oleh anaknya. Babi anakan
atau piglet dengan cara diangkat bagian kaki belakangnya di bagian paha
dengan kepala menghadap ke bawah. Krisnadi et al. (2015) menyatakan bahwa
cara handling babi anakan adalah mengangkat kedua kaki belakang dan tangan
satunya menyangga dadanya, sedangkan babi besar dengan berat lebih dari 10
kg dengan cara menutup salah satu mata dan memukul pantatnya. Berdasarkan
hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa handling babi yang dilakukan sudah
sesuai dengan literatur.
Identifikasi Bangsa Ternak
Identifikasi bangsa merupakan upaya atau usaha untuk membedakan
bangsa satu dengan bangsa yang lainnya yang masih dalam satu spesies.
Krisnadi et al. (2015) menyatakan bahwa identifikasi bangsa ternak adalah
kelompok ternak yang memiliki karakteristik yang sama dan sifat karakteristik
tersebut berbeda dengan individu ternak dengan kelompok ternak lainya.
Karakteristik dari suatu ternak hanya dimiliki oleh individu ternak dalam
kelompoknya yang tidak dimiliki oleh kelompok bangsa ternak lainya.
Identifikasi ternak merupakan suatu upaya atau usaha untuk
membedakan antara ternak yang satu dengan ternak yang lainnya dalam satu
bangsa. Subagyo (2018) menyatakan bahwa identifikasi ternak merupakan suatu
sistem untuk mengefektifkan penelusuran faktor-faktor yang terkait dengan
penyakit hewan dan keamanan pangan. Penelusuran ini dilakukan dengan
memberikan tanda atau identitas terhadap ternak maupun pemilik atau
penggaduh atau pemelihara.
Berdasarkan pada hasil praktikum telah dilakukan identifikasi bangsa
pada ternak babi bangsa Landrace. Metode identifikasi bangsa yang digunakan
saat praktikum ada tiga macam, yaitu metode visual, sketsa, dan dokumentasi.
Metode visual dengan cara melihat karakterisitik eksterior atau ciri fisik meliputi
jenis kelamin, bangsa, warna, dan ciri-ciri yang terlihat. Metode sketsa dengan
cara menggambar ciri fisik pada sebuah sketsa ternak misalnya warna, bekas
luka, dan branding. Metode dokumentasi dilakukan dengan mendokumentasikan
ternak secara paralellogram pada bagian depan, belakang, samping kanan dan
samping kiri babi. Krisnadi et al. (2015) menyatakan bahwa karakteristik yang
dapat digunakan untuk menentukan bangsa ternak dan membedakanya antara
bangsa ternak dapat berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif dan
kuantitatif selain dapat untuk menentukan bangsa ternak juga dapat untuk
menduga dan menentukan kemungkinan pengembanganya dimasa mendatang.
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa identifikasi bangsa ternak
yang dilakukan sudah sesuai dengan literatur. Metode yang dilakukan pada saat
identifikasi ternak adalah permanen dan temporer. Identifikasi permanen meliputi
ear tag, branding dan tatto. Temporer meliputi pemakaian kalung, gelang kaki,
dan menggunakan cat. Frandz (2012) menyatakan bahwa metode identifikasi
ternak terdiri dari dua tipe, yaitu secara permanen dan non permanen. Identifikasi
permanen meliputi penusukan daun telinga, pemberian tatto, dan pemberian
nama. Identifikasi secara non permanen meliputi pemakaian kalung di leher,
pemakaian gelang kaki dan menandai dengan cat atau pewarna.
Manfaat dilakukannya identifikasi bangsa yaitu untuk membedakan
antara bangsa ternak dalam satu spesies. Manfaat identifikasi ternak yaitu untuk
membedakan antara ternak yang satu dengan ternak yang lainnya dalam satu
bangsa. Hartatik (2019) menyatakan bahwa identifikasi ternak dapat digunakan
untuk mengetahui studi keragaman genetik dan jarak genetik. Mohamad et al.
(2014) menyatakan bahwa taksonomi babi sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Familia : Suidea
Subfamilia : Suinea
Genus : Sus
Karakteriktik beberapa bangsa babi menurut Mohamad et al. (2014)
yaitu babi VDL (Veredeld Duits Landvarken) memiliki ciri kepala besar agak
panjang, telinga besar panjang setengah bergantung ke muka sejajar dengan
kepala, tulang belakang panjang dan lebar hampir membulat, bada besar, serta
daging banyak. Yorkshire memiliki kepala atau muka yang berbentuk seperti
mangkuk, telinga tegak, badan besar dan panjang serta dalam dan halus,
seluruh tubuh berwarna putih, bersifat keibuan yang baik dan banyak air
susunya. Tamworth memiliki kepala yag lebar yakni jarak antara telinga lebar
sedang bagian bawah runcing, memiliki moncong agak panjang dan lurus, telinga
tegak dan berukuran sedang, tubuh besar, kaki sedikit panjang, warna tubuhnya
merah tua atau kecoklatan.
Tipe penghasil daging pada babi dibagi menjadi 3 jenis yaitu tipe lard
yang menghasilkan banyak lemak pada dagingnya. Tipe bacon adalah tipe yang
hasil antara lemak dan daging seimbang. Tipe meat merupakan babi yang
menghasilkan banyak daging. Arifin (2018) menyatakan bahwa babi berdasarkan
tipe daging dan lemak terdiri dari tipe daging atau meat type memiliki kaki
berukuran sedang, kepala dan leher ringan dan halus, punggung berbentuk
busur, lebar dan kuat, ukuran tubuh panjang, halus dan dalam, proporsi tubuh
padat dengan sedikit lemak, contohnya Duroc, Poland China, Hampshire,
Berkshire, dan Chester White. Tipe penghasil lemak atau lard type memiliki ciri-
ciri kaki pendek, cepat gemuk dan mempunyai kemampuan untuk membentuk
lemak tubuh dengan cepat, contohnya babi lokal Indonesia. Tipe lemak dan
daging atau bacon type memiliki ukuran lebar tubuh sedang, kemampuan
penimbunan lemak yang sedang, ukuran tubuh panjang, contohnya babi
Yorkshire, Landrace, dan Tamworth.Berdasarkan praktikum, diperoleh hasil
dokumentasi ternak babi bangsa Landrace sebagai berikut.

a b

Gambar 1. Sketsa babi Landrace. Tampak kanan (a) dan tampak kiri (b)
Babi didokumentasikan secara parallelogra. Pengambilan dokumentasi
secara parallelogram yaitu ternak berdiri di atas bidang datar dengan kaki
membentuk persegi panjang dari tampak depan, belakang, samping kanan, dan
samping kiri. Berikut hasil dokumentasi babi tersebut.

a b

c d
Gambar 2. Babi Landrace. Tampak depan (a), tampak belakang (b), tampak
kanan (c), dan tampak kiri (d)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh bahwa bangsa
babi yang diamati adalah Landrace, jenis kelamin betina, badan berwarna putih,
ciri-ciri yang terlihat bentuk punggung datar, telinga terkulai, jumlah putting susu
12, rambut punggung kasar, warna rambut punggung putih, bentuk moncong
panjang, terdapat cat di punggung belakang, luka di pantat, kaki depan, dan
paha kiri belakang. Sriyani et al. (2015) menyatakan bahwa babi Landrace
mempunyai ciri-ciri berwarna putih, daun telinga jatuh, tubuh panjang, dan kaki
pendek. Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa hasil praktikum
telah sesuai dengan literatur.

Pengukuran Data Fisiologis Ternak


Data fisiologis merupakan data yang menggambarkan kondisi fisiologis
pada ternak dari adaptasi penyesuaian ternak terhadap kondisi lingkungan
sekitarnya. Data fisiologis ternak terdiri atas temperatur rektal, frekuensi respirasi
serta frekuensi pulsus. Apri et al. (2016) menyatakan bahwa kondisi fisiologis
merupakan kondisi fisik dari ternak yang dapat diukur dengan mengukur
frekuensi respirasi, denyut jantung, dan temperatur rektal. Berdasarkan hasil
praktikum, dapat disimpulkan bahwa hasil praktikum sudah sesuai dengan
literatur.
Metode pengukuran temperatur rektal yaitu diukur menggunakan
termometer ke dalam rektum kira-kira sepertiga bagian lalu dibiarkan sampai
termometer berbunyi dilakukan sebanyak tiga kali dan dirata-rata. Pengukuran
frekuensi respirasi diukur dengan meletakkan punggung telapak tangan di depan
hidung ternak dan menghitung hembusan nafas dalam waktu satu menit
sebanyak tiga kali dan dirata-rata. Pengukuran frekuensi pulsus dilakukan
dengan menempelkan tangan pada pembuluh darah arteri caudalis di pangkal
ekor selama satu menit sebanyak tiga kali dan dirata-rata. Aditia et al. (2017)
menyatakan bahwa metode pengukuran frekuensi respirasi dilakukan dengan
meletakkan punggung tangan di depan hidung ternak dan dihitung hembusan
nafasnya, pengukuran frekuensi denyut jantung dilakukan dengan menghitung
jumlah denyut jantung pada pembuluh arteri di bawah ekor bagian tengah, dan
pengukuran suhu rektal dilakukan dengan memasukkan termometer ke dalam
rektum sampai berbunyi. Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa
hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Faktor yang memengaruhi pengukuran data fisiologis pada ternak yaitu
pakan, iklim, temperatur lingkungan, ketersediaan oksigen. Faktor lainnya yang
memengaruhi pengukruan data fisiologis adalah faktor penyakit yang dialami
ternak, tingkat stress dan cara pemeliharaan seperti kondisi kandang dan tingkat
kepadatan populasi di tempat tersebut. Pradana et al. (2015) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi fisiologi ternak adalah suhu,
kelembaban, aktifitas otot, kebuntingan dan tingkat stres.
Manfaat dari pengukuran data fisiologis pada ternak yaitu untuk
mengetahui kondisi dan kesehatan ternak. Manfaat lainnya mengetahui
pengaruh pemberian pakan, mengetahui respon fisiologis ternak serta untuk
menentukan penanganan yang tepat dalam meningkatkan produktivitas ternak.
Aditia et al. (2017) menyatakan bahwa data fisiologis bermanfaat untuk
menganalisis respon fisiologis terhadap sistem pemeliharaan dan kondisi
lingkungan.
Pengukuran data fisiologis ternak yang dilakukan pada praktikum
komoditas babimetode pengukuran temperatur rektal sapi yaitu dengan menekan
tombol pada termometer untuk menyalakan termometer digital. Skala termometer
dinolkan agar suhu yang diukur dimulai dari nol dan suhu yang didapat murni
temperatur rektal dari dalam tubuh ternak. Termometer dimasukkan ke dalam
rektum babi sepertiga bagian termometer sampai termometer berbunyi.
Pengukuran ini dilakukan sebanyak tiga kali yang kemudian hasilnya dirata-rata,
agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Pengukuran frekuensi respirasi babi
dilakukan dengan meletakkan punggung tangan di depan rongga hidung babi
dan menghitung hembusan napas yang keluar dari rongga hidung babi selama
satu menit. Pengukuran ini dilakukan sebanyak tiga kali yang kemudian hasilnya
dirata-rata, agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Pengukuran frekuensi pulsus
babi dengan cara mengukur denyut jantungnya melalui arteri caudalis yang
terletak di pangkal ekor babi selama satu menit sebanyak tiga kali kemudian
dirata-rata untuk memeroleh data yang lebih akurat. Pengukuran di arteri
caudalis-nya karena denyutnya yang paling kuat dan mudah ditemukan pada
ternak babi. Berdasarkan pengukuran kondisi fisiologis babi pada praktikum
komoditas babi diperoleh data fisiologis sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil pengukuran data fisiologis babi
Temperatur rektal Frekuensi respirasi Frekuensi pulsus
Pengulangan
(℃) (kali/menit) (kali/menit)
I 37,8 70 69
II 37,2 68 72
III 37 65 76
Rata-rata 37,3 67,6 77,3
Frekuensi Pulsus. Frekuensi pulsus merupakan jumlah denyutan
pulsus dalam satu menit. Ariana (2011) menyatakan bahwa frekuensi pulsus
adalah jumlah denyut jantung yang dihasilkan tiap menit. Frekuensi pulsus
diperoleh dengan meraba dan merasakan denyut yang berada di pangkal ekor
(arteri caudalis) selama satu menit.
Metode yang dilakukan saat praktikum pengukuran frekuensi pulsus
babi adalah dengan meraba dan menekan pangkal ekor dari babi tepatnya pada
arteri caudalis selama satu menit yang dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
Hasil yang diperoleh kemudian di rata-rata. Ganong (2003) menyatakan bahwa
metode pengukuran frekuensi pulsus dilakukan dengan cara meng-handling
ternak agar mudah dikendalikan kemudian diraba arteri caudalis di pangkal ekor
lalu dirasakan denyut nadinya dan dihitung selama satu menit, dilakukan
sebanyak 3 kali dan hasilnya di rata-rata. Prasetyo (2013) menyatakan bahwa
manfaat pengukuran frekuensi pulsus yaitu menggambarkan kuat lemahnya kerja
jantung dalam tubuh. Ariana (2011) menyatakan bahwa pulsus dipengaruhi oleh
aktivitas setelah makan, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, umur, jenis
kelamin, waktu pengukuran, serta adanya fetus dalam rahim induk. Ardhiyani
(2010) menyatakan bahwa kecepatan denyut nadi babi normal yaitu berkisar
pada 55 sampai 86 kali permenit.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil rata-rata
frekuensi pulsus babi sebesar 77,3 kali per menit. Faktor yang dapat
mempengaruhi frekuensi pulsus pada babi yaitu aktivitas dan stres. Manfaat
pengukuran frekuensi pulsus ini adalah untuk mengetahui kekuatan jantung,
tingkat kebugaran ternak, dan menemukan masalah kesehatan pada ternak.
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa hasil praktikum sudah
sesuai dengan literatur.
Frekuensi Respirasi. Frekuensi respirasi adalah jumlah perputaran
atau jumlah pernafasan tiap menit. Ariana (2011) menyatakan bahwa frekuensi
respirasi pada hewan ternak dapat diukur dengan mendekatkan punggung
tangan didekat hidung kemudian dihitung hembusan nafasnya selama satu
menit. Frekuensi respirasi merupakan indikator yang baik untuk mengetahui
status kesehatan ternak, tetapi harus mengira dengan sepatutnya karena ini
dipengaruhi oleh beberapa variasi.
Metode untuk mengetahui pengukuran frekuensi respirasi babi yaitu
dengan metode mendekatkan bagian punggung tangan pada moncong babi.
Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan selama satu menit sebanyak tiga kali
dan hasil yang didapat dirata-rata. Ariana et al.(2013) menyatakan bahwa
metode yang dilakukan untuk mengetahui frekuensi respirasi adalah
mendekatkan punggung tangan ke dekat hidung kemudian dihitung setiap
hembusan nafas yang dikeluarkan ternak.Isnaeni (2006) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi respirasi ini antara lain aktivitas,
penyakit, rasa takut, jenis kelamin, dan emosi sehingga dengan mengetahui
frekuensi respirasi kita dapat mengetahui kondisi ternak dan penanganannya
secara tepat. Ariana et al. (2013) menyatakan bahwa frekuensi respirasi normal
pada babi adalah 83 kali per menit.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil rata-rata frekuensi
respirasi ternak babi adalah 67,6 kali per menit. Faktor yang dapat
mempengaruhi laju frekuensi respirasi adalah umur, jenis ternak, berat badan,
temperatur, aktivitas, dan kesehatan ternak. Pengukuran frekuensi respirasi ini
sangat bermanfaat untuk mengetahui kondisi kesehatan ternak sehingga
peternak dapat memberikan penanganan yang sesuai. Berdasarkan hasil
praktikum, dapat disimpulkan bahwa hasil praktikum tidak sesuai dengan
literatur. Faktor yang mempengaruhi adalah jenis ternak, jenis kelamin, pakan,
suhu, kesehatan ternak, genetik dan lingkungan.
Temperatur Rektal. Temperatur rektal digunakan sebagai ukuran
temperatur suhu tubuh karena suhu rektum merupakan suhu yang paling optimal.
Suhu rektum merupakan suhu yang paling menggambarkan keadaan tubuh
hewan ternak. Karstan (2006) menyatakan bahwa temperatur rektal adalah suhu
tubuh pada hewan ternak yang didapat dengan memasukkan termometer ke
rektum.
Temperatur rektal diukur menggunakan termometer digital dengan cara
mengaktifkan termometer sampai muncul angka di layar termometer lalu
dimasukkan ke dalam rektum sepertiga bagian dan ditunggu sampai termometer
mengeluarkan bunyi, dilakukan sebanyak 3 kali kemudian hasilnya di rata-rata.
Mulyawan (2017) menyatakan bahwa temperatur rektal diukur dengan cara
memasukkan termometer digital ke dalam rektum hingga 1 per 3 bagian masuk
ke dalam rektum. Termometer didiamkan di dalam rektum sampai terdengar
bunyi yang menandakan bahwa pengukuran suhu telah selesai. Metode
pengukuran temperatur rektal dengan cara tubuh diukur pada temperatur rektal
menggunakan termometer digital. Penggunaaan termometer digital dilakukan
dengan cara mengaktifkan termometer sampai muncul angka di layar
termometer, kemudian dimasukan ke dalam rektum sepertiga bagian dan
ditunggu sampai termometer mengeluarkan bunyi. Pengukuran temperatur tubuh
dilakukan sebanyak tiga kali dan hasil yang diperoleh dirata-rata. Ariana et al
(2013) menyatakan bahwa manfaat mengetahui temperature rektal adalah dapat
mengetahui kondisi kesehatan ternak. Reece (2006) menyatakan bahwa
temperatur rektal babi normal berkisar antara 38,7°C sampai 39,8°C. Panjono et
al. (2015) menyatakan bahwa temperatur rektal normal babi adalah 38 sampai
40°C.
Hasil temperatur rektal yang didapatkan dari praktikum adalah 37,3°C.
Manfaat dari pengukuran temperatur rektal yaitu dapat mengetahui suhu tubuh
pada ternak. Temperatur rektal babi dibawah kisaran normal menandakan babi
dalam keadaan tidak normal. Manfaat dari pengukuran temperatur rektal yaitu
dapat mengetahui thermoregulasi ternak tersebut. Thermoregulasi adalah proses
yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya supaya tetap konstan.
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa hasil praktikum tidak
sesuai dengan literatur. Faktor yang mempengaruhi adalah jenis ternak, jenis
kelamin, pakan, suhu, kesehatan ternak, genetik dan lingkungan.

Pengukuran Data Vital Ternak


Data vital adalah data yang menggambarkan pertumbuhan tulang untuk
mengetahui produktivitas ternak. Pengukuran data vital ternak meliputi panjang
kepala, lebar kepala, panjang badan, lingkar dada, panjang telinga, dalam dada,
lebar dada, lebar pinggul, tinggi pinggul, dan indeks kepala. Pengukuran data
vital ternak bermacam-macam jenis nya, antara lain pengukuran panjang kepala
dilakukan dengan cara pita ukur diletakan vertikal dari ujung moncong hingga
pertengahan kepala. Pengukuran lebar kepala dilakukan dengan cara pita ukur
diletakan horizontal pada jarak antara bagian terlebar dari kepala. Pengukuran
panjang badan dilakukan dengan cara pita ukur diletakan horizontal sejajar
dengan tulang punggung, diukur dari pangkat ekor hingga pangkal leher tanpa
menyentuh bada ternak babi. Pengukuran panjang telinga dilakukan dengan cara
pita ukur diletakan vertikal dari ujung telingga hingga pangkal telinga.
Pengukuran dalam dada dilakukan dengan mistar ukur dari bagian tertinggi dari
tulang punggung hingga titik terendah dada ternak. Pengukuran lingkar dada
dilakukan dengan pita ukur diletakan melingkar pada tulang rusuk 3 sampai 4
yang terletak di belakang kaki depan. Pengukuran lebar dada dilakukan dengan
meistar ukur antar tulang iga kanan dan kiri, tepat pada tulang rusuk 3 sampai 4
yang terletak di belakang kaki depan. Pengukuran lebar pinggul dilakukan
dengan mistar ukur antara tube coxae kiri dan kanan atau bagian terlebar dari
pinggul. Pengukuran tinggi pinggul dilakukan dengan mistar ukur yang diletakan
secara vertikal dari bidang datar hingga titik tertinggi pinggul. Trifena et al.(2011)
ukuran vital statistic tubuh ternak meliputi lingkar dada, lebar pinggul, panjang
badan, tinggi pinggul, dan indeks kepala.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil
dokumentasi pengukuran data vital babi. Dokumentasi disajikan dalam bentuk
gambar. Gambar pengukuran data vital babi dengan pengukuran menggunakan
pita ukur disajikan dalam Gambar 3. dan pengukuran dengan menggunakan
mistar ukur dalam Gambar 4. sebagai berikut.
a b

c d

e
Gambar 3. Pengukuran data vital dengan pita ukur. Panjang badan (a), panjang
kepala (b), lebar kepala (c), panjang telinga (d), dan lingkar dada (e)

a b

c d
Gambar 4. Pengukuran data vital dengan mistar ukur. Dalam dada (a), lebar
dada (b), lebar pinggul (c), dan tinggi pinggul (d)
Pengukuran data vital pada saat praktikum yang dilakukan
menggunakan pita ukur dan mistar ukur. Hasil pengukruan didokumentasikan.
Berdasarkan pengukuran diperoleh hasil pengukuran data vital sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil pengukuran data vital babi
Parameter Hasil Parameter Hasil
Panjang kepala 31 cm Dalam dada 45,5 cm
Lebar kepala 13 cm Lebar dada 36 cm
Panjang badan 146 cm Lebar pinggul 30,5 cm
Lingkar dada 139 cm Tinggi pinggul 71 cm
Panjang telinga 21 cm Indeks kepala 41,9 %
Berdasarkan praktikum data vital yang diukur adalah panjang kepala,
lebar kepala, panjang badan, lingkar dada, panjang telinga, dalam dada, lebar
dada, lebar pinggul, tinggi pinggul, dan indeks kepala. Trifena et al. (2011)
menyatakan bahwa data vital yang diukur terdiri atas lingkar dada (LD), panjang
badan (PB), tinggi badan (TB), tinggi pinggul (TP). Banjarnahor et al. (2014)
menyatakan bahwa indeks kepada diperoleh dengan cara lebar kepala dibagi
panjang kepala dikali 100%. Ukuran-ukuran tubuh babi lokal betina berturut-turut
yaitu panjang badan 91,47±8,816 cm, lingkar dada 135,86±9,255 cm, lebar dada
21,93±1,90 cm, dalam dada 45,9±3,849 cm, tinggi pinggul 86,3±5,064 cm, lebar
pinggul 26,58±1,662 cm, panjang kepala 32,84±2,167 cm, lebar kepala
28,20±2,568 cm, panjang telinga 17,38±1,827 cm. Hasil praktikum tidak sesuai
dengan literatur. Faktor yang mempengaruhi data vital yaitu bangsa ternak, jenis
kelamin, pakan, suhu dan lingkungan. Sitanggang et al. (2009) menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi data vital dibagi menjadi dua, yaitu faktor
dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi bangsa ternak, spesies ternak, jenis
kelamin, dan faktor individu. Faktor luar meliputi suhu, lingkungan, dan pakan
ternak.

Penafsiran Berat Badan Ternak


Hasil praktikum penafsiran berat badan menggunakan metode visual,
perhitungan Supnet dan pita rondo. Interpolasi tabel Supnet digunakan untuk
membantu dalam perhitungan tersebut. Perhitungan penafsiran berat badan
berdasarkan lingkar dada mendapatkan 176,8 kg dan berdasarkan panjang
badan tidak dapat di hitung. Hasil berat badan babi dengan metode visual
didapatkan sebesar 200 kg. Berat badan babi dengan metode pengukuran pita
rondo didapatkan hasil sebesar 211 kg. Presentase kesalahan didapatkan
16,20%. Mege et al.(2006) menyatakan bahwa pertumbuhan berat badan bagus
mencapai berat hidup 100 kg. Putra (2018) menyatakan bahwa pertambahan
berat badan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kandungan gizi
dalam pakan.
Hasil penelitian dimensi lingkar menunjukkan adanya perbedaan
kecepatan pertumbuhan yang dipengaruhi oleh umur. Umur merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi bagian tubuh ternak di samping spesies, jenis
kelamin, dan lingkungan. Malewa (2009) menyatakan bahwa ukuran permukaan
dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena dapat menaksir
bobot badan dan karkas, serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai
ciri suatu bangsa tertentu. Bentuk dan ukuran tubuh ternak dapat dideskripsikan
dengan menggunakan ukuran dan penilaian visual. Penafsiran bobot ternak
dapat digunakan untuk mengefisiensikan waktu dalam pengukuran bobot ternak.
Berdasarkan hasil praktikum jika dibandingkan dengan literatur masih kurang
sesuai, karena di dapatkan perbedaan berat yang siginifikan antara berat
indukan pada literatur dengan hasil perhitungan penafsiran berat badan babi.

Pengukuran Kinerja Reproduksi


Kinerja reproduksi adalah kemampuan ternak dalam melakukan
reproduksi selama hidupnya untuk meningkatkan populasi bangsa. Pengukuran
kinerja reproduksi ternak antara lain meliputi umur pertama kali estrus, umur
pertama kawin, post partum estrus (PPE), post partum mating (PPM), service
per conception (S/C), lama siklus estrus, lama bunting, jarak beranak, litter size,
umur sapih, berat sapih, pertambahan badan prasapih, presentase kematian
prasapih. Faktor yang memengaruhi kinerja produksi adalah genetik, lingkungan,
kesehatan, umur, dan aktifitas. Prihanto (2012) menyatakan bahwa kinerja
produksi ternak dipengaruhi oleh umur ternak, varietas, lingkungan, kesehatan,
pakan, dan kemampuan reproduksi indukan babi.
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil umur dewasa kelamin 6,5
sampai 7 bulan pada babi jantan dan 6 bulan pada babi betina. Umur pertama
kawin 10 bulan pada babi jantan dan 8 sampai 10 bulan ada betina, post partum
estrus (PPE) selama 32 sampai 34 hari, post partum mating (PPM) selama 52
sampai 54 hari, service per conception (S/C) selama 1 sampai 2 kali. Lama siklus
estrus yaitu 20 hari, lama bunting ternak babi selama 114 hari. Litter size
sebanyak 11 ekor dengan jarak beranak 5 sampai 6 bulan, berat sapih 10
sampai 12 kg dengan umur sapi 4 sampai 5 bulan, dan presentase kematian
prasapih (mortalitas) 11% sampai 19%. Prasetyo et al. (2013) menyatakan
bahwa hasil pencatatan kinerja reproduksi dari 85 induk babi mendapatkan hasil
angka kelahiran 11,6 ekor sudah mencapai standart, berat sapih 7,7 belum
mencapai standart dan presentase kematian (mumifikasi dan kematian pra sapih)
cukup tinggi yaitu 33,6%. Riyanto et al. (2015) menyatakan bahwa beberapa
faktor yang mempengaruhi kinerja reproduksi antara lainfaktor fisiologis (post
partum estrus), manajerial (post partum mating) dan rasio S/C (service per
conception) dapat memperlama waktu DO (days open). Purba et al. (2014)
menyatakan bahwa rata-rata lama kebuntingan ternak babi yaitu selama 114 hari
atau 3 bulan 3 minggu 3 hari. Rata-rata litter size ternak babi yaitu 11 ekor. Rata-
rata umur sapih ternak babi yaitu 4 minggu. Rata-rata berat sapih ternak babi
yaitu 7-8 kg. Hasil dari praktikum pengukuran kinerja reproduksi didapatkan hasil
seperti PPE selama 44 hari, PPM selama 46 hari, S/C 1-2, litter size kurang
lebih 11 ekor, berat sapih 8, presentase kematian pra sapih 11%. Indeks
reproduksi induk yang dimiliki sebesar 23. Indeks produktivitas induk sebesar
174 kg. Hasil praktikum telah sesuai dengan literatur.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa metode handling ternak babi ada dua untuk ternak dewasa dan piglet.
Babi dewasa dapat di-handling dengan dua cara, yaitu menutup sebelah mata
dengan telinga dan dipojokkan ke tembok sehingga membatasi pergerakan babi,
untuk babi betina yang sedang bunting bisa dipelintir putingnya. Piglet atau babi
yang masih kecil cara handling adalah dengan memegang bagian pangkal paha
belakang, dan kepala menghadap ke kita atau menghadap kebawah. Babi yang
diidentifikasi pada saat praktikum adalah dari bangsa Landrace berjenis kelamin
betina. Ciri-ciri dari babi Landrace berwarna berwarna putih, ciri-ciri yang terlihat
bentuk punggung datar, telinga terkulai, jumlah puting susu 12, rambut punggung
kasar, warna rambut punggung putih, bentuk moncong panjang. Rata-rata
frekuensi pulsus babi betina Landrace adalah 77,3 kali per menit, frekuensi
respirasi 67,6 kali per menit, dan temperatur rektal 37,3°C. Data vital yang diukur
antara lain panjang kepala berkisar 31 cm, lebar kepala berkisar 13 cm, panjang
badan berkisar 146 cm, lingkar dada berkisar 139 cm, panjang telinga berkisar
21 cm, dalam dada berkisar 45,5 cm, lebar dada berkisar 36 cm, lebar pinggul
berkisar 30,5 cm, tinggi pinggul berkisar 71 cm, dan indeks kepala berkisar
41,9%. Hasil berat badan berdasarkan perhitungan menggunakan panjang
badan adalah 176,8 kg. Hasil berat badan berdasarkan perhitungan
menggunakan lingkar dada adalah 176,8 kg. Faktor yang mempengaruhi adalah
jenis ternak, jenis kelamin, pakan, suhu, kesehatan ternak, genetik dan
lingkungan.

Saran
Saran untuk praktikum kedepannya semoga dapat lebih efisien lagi
dalam penggunaan atau pengaturan waktu praktikum.Tempat dalam praktikum
lebih dekat lagi. Jenis babi yang digunakan bisa lebih beragam.
DAFTAR PUSTAKA

Aditia, E.L., A. Yani. dan A.F. Fatonah. 2017. Respons fisiologi ternak sapi bali
pada sistem integrasi kelapa sawit berdasarkan kondisi lingkungan
mikroklimat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan.
5(1):23-28.
Apri, S.P., R. Sutrisna. dan P.E. Santosa. 2016. Kondisi fisiologis itik mojosari
betina yang diberi ransum berbeda. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu.
4(2): 108-114.
Ardhiyani, A.U. 2010. Penggolongan Morfologi Babi. IPB. Bogor.
Ariana, I.N.T., S.A. Lidawati. dan A.A. Oka. 2013. Status fisiologis babi yang
diberi larutan oralit selama penundaan waktu pemotongan. Majalah Ilmiah
Peternakan. 16(1): 32-35.
Awaludin, A., Y.R. Nugraheni. dan S. Nusantoro. 2017. Teknik handling dan
penyembelihan hewan qurban. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Peternakan. 2(2): 84-97.
Banjarnahor, N., U. Budi. dan Hamdan. 2014. Estimasi jarak genetik dan faktor
peubah pembeda bangsa babi (berkshire, duroc, landrace, dan yorkshire)
melalui analisis morfometrik di BPTU babi dan Kerbau Siborongborong.
Jurnal Peternakan Integratif. 2(2): 165-172.
Ganong, W.F. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-20. EGC. Jakarta.
Hartatik, T. 2019. Analisis Genetik Ternak Lokal. Gadjah Mada University Pers.
Yogyakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta.
Krisnadi G., D. Rahmat. dan Dudi. 2015. Identifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif
kerbau jantan dewasa. Jurnal Fakultas Peternakan Unpad. 1(1): 1-13.
Malewa, A. 2009.Penaksiran bobot badan berdasarkan lingkar dada dan panjang
domba Donggala. Jurnal Agroland 16:91-97.
Mege, R.A., W. Manalu, N. Kusumorini. dan S.H. Nasution. 2006. Pengaruh
superovulasi terhadap produksi anak babi (effect of superovulation on
piglet production). Skripsi. Universitas Negeri Manado. Manado.
Mohamad, M.A., I.Sulaiman. dan E.M. Aris. 2014. Islam dan Sains Kesihatan :
Mudarat dan Manfaat Babi. Universiti Malaya. Kuala Lumpur.
Mulyawan, Y.M. 2017. Gambaran Frekuensi Denyut Jantung, Frekuensi Napas,
dan Suhu Rektal pada Anak Domba Lokal di Kabubaten Bogor. Skripsi
Sarjana Kedokteran Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Panjono, E. Baliarti, N. Ngadiyono, I.G.S. Budisatria, T.S.M. Widi. dan M.D.E.
Yulianto. 2015. Ilmu Ternak potong, Kerja, dan Kesayangan. UGM Press.
Yogyakarta.
Pardosi, U. 2008. Beternak Babi Sebagai Salah Satu Alternatif Meningkatkan
Pendapatan Masyarakat. Universitas HKBP Nommensen. Medan.
Pradana, A.P.I., W. Busono. dan S. Maylinda. 2015. Karakteristik sapi madura
betina berdasarkan ketinggian tempat di Kecamatan Galis dan Kadur
kabupaten Pamekasan. Jurnal Ternak Tropika. 16(2): 64-72.
Prasetyo, H., I.B.K. Ardana. dan M.K. Budiasa. Studi penampilan reproduksi
(litter size, jumlah sapih, kematian) induk babi pada peternakan Himalaya,
Kupang. Indonesia medicus veterinus. 2(3): 261-268.
Prihanto, A.T. 2012. Perbandingan kinerja reproduksi induk babi Landrace yang
di plushing dan dikawinkan dengan pejantan Duroc dan Duroc Pretrain.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Negeri Surakarta. Surakarta.
Purba, S.O., M.K. Budiasa. dan I.B.K. Ardana. 2014. Penampilan reproduksi
induk babi Landrace yang dipelihara secara intensif di Kabupaten
Bandung. Indonesia Medicus Veterinus. 3(2): 163-168.
Putra, I.M.W.D., I.P. Sampurna. dan T.S. Nindhia. 2018. Pola pertumbuhan
dimensi lingkar tubuh pada babi. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus.
7(1): 32-41
Reece, W.O. 2006. Functional anatomy and phycrology of domestic animal.
Blackwell publishing asia. Ultoria.
Riyanto, J., Lutojo. dan D.M. Barcelona. Kinerja reproduksi induk sapi potong
pada usaha peternakan rakyat di kecamatan mojogedang. Sains
Peternakan. 13(2): 73-79
Sampurna, I.P., I.K. Suata. dan Z. Menia. 2011. Pola Pertumbuhan Dimensi
Panjang dan Lingkar Tubuh Babi Landrace. Majalah Ilmu Peternakan.
Fakultas Peternakan. UNUD. Bali.
Sarwono, B. 2008. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sitanggang, H.I.M., T.W. Murti. dan T. Hartatik. 2009. Profil Peternakan dan
Karakteristik Ternak Kerbau rawa Lokal yang Jadi Pilihan Peternak di
Kabupaten Samosir Sumatera Utara. Prosiding. Fakultas Peternakan
UGM. Yogyakarta.
Sriyani, N.l.P., R.N.M. Artiningsih, S.A. Lindawat., dan A.A. Oka. 2015. Studi
perbandingan kualitas fisik daging babi Bali dengan babi Landrace
persilangan yang dipotong di rumah potong hewan tradisional. 18(1): 10-
15.
Subagyo, U. 2018. Perancangan dan pengembangan sistm informasi kartu
ternak berbasis web. Jurnal STMIK El Rahma. 1(1): 1-14.
Sumardani, N. L. G. dan I. N. Andika. 2016. Populasi dan performa reproduksi
babi Bali betina di kabupaten Karangasem sebagai plasma nutfah asli
Bali. Jurnal Ilmiah Peternakan. 19(3): 105-110.
Supriadi, A. Muhlisin. dan B. Roesmanto. 2014. Pre-eliminasi parasit
gastrointestinal pada babi dari desa Suranadi kecamatan Narmada
Lombok Barat. Jurmal Bina Ilmiah. 8(5): 64-71.
Susilorini, T. E., M. E. Sawitri dan Muharlien. 2008. Budi Daya 22 Ternak
Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Trifena, I.G.S. Budiastra. dan T. Hartatik. 2011. Perubahan fenotip sapi
Peranakan Ongole, Simpo, dan Limpo pada keturunan pertama dan
keturunan kedua (backcross). Buletin Peternakan. 35(1): 11-16.

Anda mungkin juga menyukai