Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TERNAK POTONG, KERJA DAN KESAYANGAN


DASAR- DASAR PENGUKURAN KINERJA TERNAK POTONG
KOMODITAS KAMBING

Disusun oleh:
Rizki Syarah Setiawati
18/424597/PT/07649
Kelompok II

Asisten Pendamping : Ahmad Fahru Rozdi Qomaruddin

LABORATORIUM TERNAK POTONG KERJA DAN KESAYANGAN


DEPARTEMEN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Ternak potong adalah ternak atau hewan yang dipelihara yang kemudian
dipotong untuk diambil dagingnya. Tujuan dari budaya ternak potong itu sendiri
untuk menghasilkan daging. Susilorini et al. (2008) menyatakan bahwa ternak
potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai
produk utamanya.
Ternak potong di Indonesia pada zaman dahulu digunakan sebagai alat
transportasi atau digunakan untuk membajak sawah. Kinerja ternak potong dapat
dilihat dari produktivitas daging pada tubuh ternak dengan biaya minimal seperti
pemberian pakan yang memiliki harga murah tetapi dapat meningkatkan proporsi
dan kualitas daging pada ternak. Ternak potong yang terdapat di Indonesia
didominasi oleh komoditas sapi dan kambing, disamping itu ternak potong
lainnya yaitu babi, kuda, domba, dan kelinci. Damara et al. (2016) menyatakan
bahwa kinerja ternak potong adalah kemampuan dalam melakukan kegiatan
sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Susilorini et al. (2008) menyatakan bahwa
komoditas ternak potong meliputi sapi potong, kambing potong, domba, babi,
kerbau, kelinci, dan kuda.
Syarat ternak potong adalah ternak harus memiliki jumlah proporsi daging
yang banyak dan besar dan memiliki kualitas daging yang baik dan tinggi.
Kualitas daging yang baik dapat dilihat dari keempukan atau kelunakan,
kandungan lemak atau marbling, warna, rasa dan aroma, dan kelembaban yang
berkaitan dengan adanya mikroorganisme pada daging. Rosyidi (2017)
menyatakan bahwa syarat utama ternak potong adalah tidak membahayakan jika
dipotong. Pemeriksaan awal sebelum ternak dipotong yang disebut pemeriksaan
ante-morten atau pre-mortem. Pemeriksaan tersebut akan diputuskan apakah
ternak diizinkan dipotong untuk konsumsi masyarakat atau tidak. Hewan tersebut
apabila sehat, akan diizikan dipotong tanpa syarat apapun. Pemeriksaan
menunjukan adanya penyakit tertentu, tetapi tidak begitu berbahaya (masih
dapat ditanggulangi), ternak akan diizinkan dipotong dengan syarat. Ternak
dapat ditolak untuk dipotong jika ditemui penyakit yang membahayakan.
Tujuan Praktikum
Praktikum acara komoditas kambing bertujuan untuk mengetahui cara
handling. Tujuan lainnya yaitu mengetahui cara identifikasi berbagai bangsa
kambing meliputi bangsa, jenis kelamin, dan ciri spesifiknya. Tujuan lainnya yaitu
untuk mengetahui kesehatan ternak melalui pengukuran data fisiologis dan vital,
serta pengukuran kinerja reproduksi kambing.

Manfaat Praktium
Praktikum acara komoditas kambing memiliki manfaat yiatu praktikan
dapat mengetahui cara handling. Manfaat lainnya yaitu praktikan mengetahui
cara identifikasi berbagai bangsa kambing meliputi bangsa, jenis kelamin, dan ciri
spesifiknya. Manfaat lainnya yaitu praktikan mengetahui kesehatan ternak
melalui pengukuran data fisiologis dan vital, serta pengukuran kinerja reproduksi
kambing.
BAB II
MATERI DAN METODE

Materi
Handling Ternak
Alat. Alat yang digunakan dalam handling ternak kambing antara lain tali
leher, dan tali tuntun.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam handling ternak kambing yaitu
kambing Bligon betina dan kambing PE betina.
Identifikasi Bangsa Ternak
Alat. Alat yang digunakan dalam identifikasi bangsa ternak kambing yaitu
kamera, poster, lembar kerja, dan alat tulis.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam identifikasi bangsa ternak kambing
yaitu kambing Bligon betina dan kambing PE betina.
Pengukuran Data Fisiologis
Alat. Alat yang digunakan dalam pengukuran data fisiologis kambing
antara lain termometer dan stopwatch.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam pengukuran data fisiologis kambing
yaitu kambing Bligon betina dan kambing PE betina.
Pengukuran Data Vital
Alat. Alat yang digunakan dalam pengukuran data vital kambing antara
lain mistar ukur, pita ukur, kamera, lembar kerja, dan alat tulis.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam pengukuran sata vital kambing
yaitu kambing Bligon dan kambing PE.
Penafsiran Umur
Alat. Alat yang digunakan dalam penafsiran umur kambing yaitu kamera,
lembar kerja, dan alat tulis.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam penafsiran umur kambing yaitu
kambing Bligon betina dan kambing PE betina.
Penafsiran Berat Badan
Alat. Alat yang digunakan dalam pengukuran data fisiologis kambing
antara lain timbangan digital, kalkulator, mistar ukur, dan pita ukur.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam pengukuran data fisiologis kambing
antara lain kambing Bligon betina dan kambing PE betina.
Pengukuran Kinerja Reproduksi
Alat. Alat yang digunakan dalam pengukuran data fisiologis kambing
yaitu kalkulator, lembar kerja, dan alat tulis.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam pengukuran data fisiologis kambing
antara lain kambing Bligon betina dan kambing PE betina.

Metode
Handling Ternak
Metode yang dilakukan pada saat praktikum handling kambing adalah tali
leher atau tali tuntun pada kambing ditarik untuk dapat menggerakkan kambing
tersebut. Kambing yang terlihat akan beradu, kepalanya diarahkan menghadap
ke atas agar perhatiannya teralihkan. Kambing diposisikan diantara kedua kaki
pelaksana handling agar kambing tidak lari, hal terebut dilakukan apabila tidak
terdapat tali leher atau tali tuntun maka posisi kaki pelaksana handling berada di
samping kanan dan kiri dada kambing.
Identifikasi Bangsa Ternak
Metode yang dilakukan pada saat identifikasi bangsa kambing adalah
jenis kelamin, tanduk, warna rambut, warna kuku kaki, dan profil muka dari
kambing diamati. Nomor identifikasi kambing diamati dan dicatat. Kambing difoto
secara parallelogram menggunakan kamera dan poster.
Pengukuran Data Fisiologis
Metode yang dilakukan pada saat pengukuran data fisiologis kambing
adalah frekuensi respirasi, temperatur rektal, dan frekuensi pulsus dihitung
sebanyak tiga kali masing-masing selama satu menit. Frekuensi respirasi
dihitung dengan cara punggung tangan ditempelkan pada bagian hidung
kambing. Temperatur rektal dihitung dengan cara termometer dimasukkan ke
dalam rektum kambing. Frekuensi pulsus dihitung dengan cara jari ditekan sedikit
pada arteri femuralis.
Pengukuran Data Vital
Metode yang dilakukan pada saat pengukuran data vital kambing yaitu
mistar ukur dan pita ukur disiapkan. Lebar dada diukur dengan menggunakan
mistar ukur antara tulang iga kanan dan kiri tepat pada tulang rusuk ke 3 sampai
4 yang letaknya di belakang kaki depan. Dalam dada diukur dengan mistas ukur
dari gumba sampai titik terendah dada ternak. Lebar pinggul diukur dengan
mistar ukur antara tube coxae kiri dan kanan (bagian terlebar pinggul). Tinggi
pinggul diukur dengan menggunakan mistar ukur secara vertikal dari bidang
datar sampai titik tertinggi pinggul (titik pertengahan tube coxae). Tinggi gumba
diukur dengan mistar ukur dari bidang datar sampai titik tertinggi gumba atau titik
terendah punuk. Panjang badan relatif diukur dengan mistar ukur dari ujung
sendi bahu sampai proyeksi tube os ischii atau tonjolan tulang duduk
(membentuk garis horizontal). Panjang badan absolut diukur dengan
menggunakan mistar ukur dari ujung sendir bahu (scapula humeralis) sampai
tube os ischii atau tonjolan tulang duduk (membentuk garis diagonal). Lingkar
dada diukur dengan melingkarkan pita ukur pada tulang rusuk 3 sampai 4 yang
terletak di belakang kaki depan. Lebar kepala diukur dengan pita ukur jarak
antara bagian terlebar dari dari kepala. Panjang kepala diukur dengan
menggunakan pita ukur dari ujung moncong sampai pertengahan tanduk. Indeks
kepala dapat diperoleh dengan cara ukuran lebar kepala dibagi dengan ukuran
panjang kepala, kemudian dikali 100%.
Penafsiran Umur
Metode yang dilakukan pada saat praktikum penafsiran umur kambing
yaitu umur kambing diperkirankan dengan melihat jumlah poel pada gigi seri
kambing. Bibir kambing bagian bawah dibuka dengan satu tangan dan tangan
yang lainnya memegang kepala kambing. Gigi seri kambing diamati dan dihitung
poel nya lalu diperkirakan umurnya.
Penafsiran Berat Badan
Metode yang dilakukan dalam penafsiran berat badan kambing adalah
lingkar dada diukur dengan pita ukur. Panjang badan absolut diukur dengan
menggunakan mistar ukur. Hasil dari pengukuran lingkar dada dan panjang
badan absolut dimasukkan ke dalam rumus untuk dihitung hasilnya.
Pengukuran Kinerja Reproduksi
Metode yang dilakukan dalam pengukuran kinerja reproduksi kambing
adalah pengambilan data reproduksi. Data reproduksi dapat diperoleh dnegan
melihat recording yang ada di kendang. Data yang diamati meliputi: dewasa
kelamin, pertama kali kawin, siklus birahi/estrus, lama bunting, litter size, Post
Partum Mating (PPM), Post Partum Estrus (PPE), jarak beranak, service per
conception (S/C), berat lahir, umur sapih, dan berat sapih.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Handling Ternak
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa handling
adalah upaya yang diberikan atau dilakukan kepada ternak untuk
mengkondisikan ternak agar mudah dikendalikan tanpa melukai ternak tersebut
dan peternaknya. Sujana (2017) menyatakan bahwa handling adalah upaya
penanganan yang dilakukan oleh manusia kepada ternak dengan tujuan
mengendalikan ternak dan mempermudah penanganan seperti grooming ternak,
pemotongan, dan pemeriksaan kesehatan.
Handling kambing bertujuan untuk mempermudah mengendalikan kambing
saat dilakukan pengukuran data fisiologis dan vital kambing tersebut.
Penanganan kambing yang benar dapat mengurangi cidera dan mudah diberi
perlakuan. Sujana (2017) menyatakan bahwa handling adalah upaya
penanganan yang dilakukan oleh manusia kepada ternak dengan tujuan
mengendalikan ternak dan mempermudah penanganan seperti grooming ternak,
pemotongan, dan pemeriksaan kesehatan.
Handling kambing dilakukan dengan cara memasangkan tali leher dan tali
tuntun. Kambing diarahkan atau dituntun dengan menggunakan tali leher atau tali
tuntun. Kambing yang terlihat akan beradu diangkat kepalanya agar perhatiannya
teralihkan. Apabila tidak terdapat tali leher dan tali tuntun, maka handling
kambing dapat dilakukan dengan cara memposisikan kambing di antara kedua
kaki pelaksana handling. Kedua kaki pelaksana handling berada pada bagian
kanan dan kiri dada kambing sehingga kambing sulit untuk bergerak. Khusus
kambing jantan perlu memperhatikan tanduk untuk menghindari kecelakaan.
Saworno (2008) menyatakan bahwa ternak kambing yang sudah dewasa
diperlukan keterlampian khusus untuk menguasainnya. Cara menguasai kambing
dewasa yaitu orang yang akan memegang kambing berdiri di samping kiri
kambing menghadap ke arah berdirinya kambing, tangan kiri dilingkarkan ke
leher kambing, kemudian kulit bulu bagian dada dipegang erat-erat (dicengkram),
tangan kanan menyilang di atas punggung dan memegang pangkal kaki
belakang sebelah kanan, kaki kanan pemegang ditempelka pada kaki belakang
kambing sebelah kiri, selanjutnya kambing diangkat tinggi-tinggi dan kaki kiri
kambing disepak (tidak perlu keras) dengan kaki kanan orang yg memegang,
kambing akan kehilangan keseimbangan dan akan jatuh terduduk di antara
kedua belah kaki pemegang, lalu punggung disandarkan atau dijepit dengan
kedua lutut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik handling
pada saat praktikum sudah sesuai dengan literatur. Hasil analisis dari handling
kambing yaitu kambing menjadi tenang. kambing dapat diberi perlakuan
sehingga praktikum dasar-dasar pengukuran kinerja ternak potong kambing
dapat dilakukan. Kambing merasa nyaman sehingga tidak tersakiti. Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, metode handling kambing yang digunakan dalam
praktikum sesuai dengan literatur.
Identifikasi Ternak
Berdasarkan praktikum identifikasi bangsa adalah suatu cara
mengelompokkan mahluk hidup berdasarkan kesamaan sifat atau ciari-ciri yang
dimiliki. Mutua dan Adam (2014) menyatakan bahwa identifikasi bangsa adalah
suatu pengelompokan individu maupun kelompok yang bertujuan mengetahui
asal-usul dari hewan tersebut berdasarkan data evolusi hewan tersebut.
Identifikasi ternak adalah upaya untuk membedakan antara ternak satu
dengan ternak lain dalam bangsa sama. Ternak dari satu bangsa cenderung
tumbuh dan berkembang dalam suatu sifat khas. Hartatik (2019) menyatakan
bahwa identifikasi ternak dilakukan untuk mengetahui studi keragaman genetik
dan jarak genetik.
Manfaat dari identifikasi ternak adalah untuk membedakan bangsa ternak
dan identitas suatu ternak dengan pemberian tanda pada ternak seperti nomor,
ear tag, stempel badan, dan tato. Ternak yang diamati perbedaanya merupakan
ternak dengan bangsa yang sama. Moningka (2016) menyatakan bahwa
identifikasi ternak adalah cara untuk mengetahui karakteristik ternak, berfungsi
untuk mempermudah membedakan jenis-jenis ternak.
Identifikasi bangsa bertujuan untuk membedakan antara bangsa satu
dengan lainnya. Cara membedakannya dapat dilihat berdasarkan kesamaan sifat
atau ciri-ciri yang dimiliki. Kurnianto (2009) menyatakan bahwa manfaat
identifikasi bangsa adalah memudahkan pengenalan terhadap ternak, terutama
recording, memudahkan manajemen pemeliharaan, serta mencegah terjadinya
inbreeding.
Metode yang dilakukan pada saat identifikasi bangsa kambing adalah
jenis kelamin gelambir, punuk, tanduk, warna rambut, warna kuku kaki, dan profil
muka dari kambing diamati. Nomor identifikasi kambing diamati dan dicatat.
Kambing difoto secara parallelogram menggunakan kamera. Frandz et al. (2012)
menyatakan bahwa pengidentifikasian bangsa pada ternak dapat dilakukan
dengan banyak metode, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu metode
observasi langsung. Metode observasi langsung menggunakan pedoman
observasi berisi daftar data yang akan dicatat, seperti bangsa, jenis kelamin,
warna, dan ciri-ciri yang terlihat pada ternak.
Metode yang dapat dilakukan dalam identifikasi ternak kambing yaitu
temporer dan permanen. Identifikasi ternak temporer merupakan metode yang
bersifat sementara, seperti pemasangan ear tag dan kalung. Identifikasi
permanen merupakan metode yang bersifat tetap, seperti branding dan tattoo .
Kurnianto (2009) menyatakan bahwa metode identifikasi ternak terdiri dari dua
tipe, yaitu secara permanen dan non permanen. Identifikasi permanen meliputi
penusukan daun telinga, pemberian tatto, dan pemberian nama. Identifikasi
secara non permanen meliputi pemakaian kalung di leher, pemakaian gelang
kaki, serta menandai dengan cat atau pewarna. Karakteristik kambing yang
didapatkan saat praktikum disajikan pada gambar di bawah.

a b

Gambar 1. Sketch kambing 1 tampak kiri (a) dan tampak kanan (b)
a b

c d

Gambar 2. Kambing 1 tampak depan (a), tampak samping kiri (b), tampak
belakang (c), dan tampak samping kanan (d)

a b

Gambar 3. Sketch kambing 2 tampak samping kiri (a) dan samping kanan (b)
a b

c d

Gambar 4. Kambing 2 tampak depan (a), tampak samping kiri (b), tampak Commented [L1]: Satu halaman
belakang (c), dan tampak samping kanan (d)
Berdasarkan hasil praktikum identifikasi ternak didapatkan bahwa
kambing dengan nomor identitas K9 merupakan kambing Bligon betina dengan
ciri spesifik tubuh berwarna coklat dan terdapat garis hitam di punggung, telinga
panjang turun, bertanduk, dan berwajah cembung. Kambing dengan nomor
identitas K23 merupakan kambing Peranakan Etawa (PE) dengan ciri spesifik
terdapat surai di kaki belakang, perbatasan warna tubuh terlihat jelas, ada
bulatan coklat di tubuh kanan dan kiri, dan telinga panjang melipat.
Susilawati (2013) menyatakan bahwa kambing Bligon (jawa randu)
memiliki ciri-ciri muka jenong (convex), badan kompak, warna dominan coklat,
putih, dan hitam, telinga panjang. Kambing PE memiliki ciri-ciri kepala tegak,
paha kaki belakang berbulu lebat dan panjang (rewos), pola warna bulu
bervariasi antar hitam, putih, coklat kekuningan, atau kombinasinya. Berdasarkan
perbandingan anatara praktikum dan literatur didapatkan hasil yang sesuai.

Pengukuran Data Fisiologis


Data fisiologis adalah data yang menggambarkan kondisi fisiologis pada
ternak dari adaptasi penyesuaian ternak terhadap kondisi lingkungan. Data
fisiologis meliputi frekuensi respirasi, frekuensi pulsus, dan temperatur rektal.
Ghalem et al. (2012) menyatakan bahwa data fisiologis merupakan data yang
merefleksikan keadaan tata kerja dan beberapa sistem dan organ yang berperan
bagi tubuh secara keseluruhan.
Manfaat melakukan pengukuran data fisiologis yaitu umtuk mengetahui
keadaan ternak apakah ternak tersebut sehat atau sedang terganggu
kesehtannya. Ternak yang terganggu kesehatannya dapat diketahui dengan
pengukuran frekuensi respirasi, frekuensi pulsus, dan temperatur rektal. Ghalem
et al. (2012) menyatakan bahwa manfaat dari pengukuran data fisiologis yaitu
untuk mengetahui kondisi kesehatan ternak dan respon fisiologinya terhadap
lingkungan.
Pengukuran data fisiologis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu temperatur
rektal, frekuensi respirasi, dan frekuensi pulsus. Temperatur rektal diukur dengan
cara memasukkan termometer digital ke dalam rektum kambing sampai
terdengar suara yang menandakan pengukuran suhu telah selesai lalu diulangi
sebanyak tiga kali. Frekuensi respirasi diukur dengan cara meletakkan punggung
tangan pada bagian hidung kambing lalu dihitung jumlah respirasi selama satu
menit dan diulang sebanyak tiga kali. Frekuensi pulsus diukur dengan cara
menghitung denyut nadi pada arteri femuralis kambing yang berada pada bagian
pangkal paha kambing lalu dihitung denyut nadinya selama satu menit dan
diulangi sebanyak tiga kali. Budisatria (2018) menyatakan bahwa metode
pengukuran data fisiologis dilakukan dengan melibatkan fisiologi ternak seperti
pernafasan, suhu rektal, dan pulsus. Hasil praktikum sesuai dengan literatur.
Hasil pengukuran perubahan kondisi fisiologis kambing setelah dan sebelum
kerja disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Hasil pengukuran fisiologis
Temperatur rektal Frekuensi respirasi Frekuensi pulsus
Pengulangan (˚C) (kali/menit) (kali/menit)
K1 K2 K1 K2 K1 K2
I 38,6 39,3 17 30 74 59
II 38,6 39,2 19 28 69 70
III 38,7 39,3 13 28 78 58
Rata-rata 38,6 39,2 16,3 28,6 73,6 62,3 Commented [L2]: No bold

Frekuensi pulsus yaitu cerminan dari denyut jantung per satuan waktu.
Frekuensi pulsus pada kambing dilakukan dengan cara merasakan banyaknya
denyutan pada arteri femuralis yang terletak pada pangkal paha kaki kambing
tersebut. Pengukuran frekuensi pulsus dapat menjadi bahan untuk menentukan
tingkat kenyamanan kambing pada waktu tertentu. Hermawan et al. (2012)
menyatakan bahwa pulsus atau denyut jantung merupakan manifesti dari
kemampuan jantung. Jantung merupakan organ pemompa darah ke seluruh
tubuh untuk kelangsungan hidup makhluk hidup.
Manfaat dari pengukuran frekuensi pulsus yaitu mengetahui kondisi
kesehatan ternak. Aditia et al. (2017) menyatakan bahwa denyut jantung adalah
mekanisme dari tubuh kambing untuk mengurangi atau melepaskan panas yang
diterima dari luar tubuh ternak. Frekuensi pulsus juga bermanfaat untuk
mengetahui kondisi dan metabolisme ternak.
Frekuensi pulsus diukur dengan cara memegang pangkal paha kambing
hingga terasa arteri femuralis-nya. Denyut nadi diukur selama satu menit dan
diulangi sebanyak tiga kali. Aditia et al. (2017) menyatakan bahwa metode
pengukuran frekuensi denyut jantung dilakukan dengan menghitung jumlah
denyut jantung pada pembuluh arteri di arteri caudalis.
Berdasarkan pengukuran pada praktikum didapatkan rata-rata hasil
frekuensi respirasi yang dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil
frekuensi pulsus pada kambing Bligon sebesar 73,6 kali/menit. Kambing PE hasil
pengukuran frekuensi pulsus yaitu 62,3 kali/menit. Rosita et al. (2015)
menyatakan bahwa kisaran normal frekuensi pulsus kambing yaitu 70 sampai
135 kali/menit. Kambing Bligon memiliki frekuensi pulsus yang normal sedangkan
kambing PE berada dibawah kisaran normal.
Faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi pulsus suatu ternak yaitu
umur ternak, jenis kelamin, suhu lingkungan, kondisi ternak, aktivitas otot, stres,
dan kelembapan. Rosita et al. (2015) menyatakan bahwa faktor yang
memengaruhi frekuensi pulsus yaitu jumlah pakan di saluran pencernaan, umur
ternak, jenis kelamin, suhu lingkungan, kondisi ternak, aktivitas otot, dan stres.
Panjono et al. (2009) menyatakan bahwa frekuensi pulsus dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, berat badan, aktivitas, kondisi lingkungan, dan kelembapan.
Frekuensi Respirasi. Frekuensi respirasi adalah banyaknya respirasi
yang dilakukan ternak per satuan waktu. Respirasi juga sering diartikan sama
dengan pernafasan. Campbell et al. (2000) menyatakan bahwa respirasi berarti
suatu proses pembakaran atau oksidasi suatu senyawa organik (bahan
makanan) di dalam sel guna memperoleh energi.
Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
kenyamanan kambing pada waktu tertentu dan kisaran normal respirasinya.
Aditia et al. (2017) menyatakan bahwa pengukuran frekuensi respirasi
bermanfaat untuk mengetahui kondisi dan metabolisme ternak. Isnaeni (2006)
menyatakan bahwa respirasi berfungsi sebagai parameter untuk mengetahui
fungsi organ bekerja normal atau tidak.
Frekuensi respirasi pada kambing dilakukan dengan menghitung
hembusan nafas kambing dengan menggunakan telapak tangan yang di
dekatkan pada hidung kambing tersebut. Pengukuran dilakukan selama satu
menit dan diulangi sebanyak tiga kali. Aditia et al. (2017) menyatakan bahwa
metode pengukuran frekuensi respirasi dilakukan dengan meletakkan punggung
tangan di depan hidung ternak dan dihitung hembusan nafasnya.
Berdasarkan pengukuran pada praktikum didapatkan rata-rata hasil
frekuensi respirasi yang dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali pada setiap
kambing, pada kambing Bligon sebesar 16,3 kali/ menit. Kambing PE memiliki
frekuensi respirasi sebesar 28,9 kali/menit. Rosita et al. (2015) menyatakan
bahwa kisaran normal frekuensi respirasi kambing yaitu 26 sampai 45 kali/menit.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa kambing PE
memiliki frekuensi respirasi yang normal sehingga kondisi kesehatan kambing
tersebut baik dan tidak terdapat gangguan. Kambing Bligon frekuensi respirasi
berada dibawah kisaran normal sehingga diindikasikan bahwa kambing tersebut
sedang kurang baik kondisi kesehatannya.
Faktor yang memengaruhi frekuensi pulsus yaitu jumlah pakan disaluran
pencernaan, umur ternak, jenis kelamin, suhu lingkungan, kondisi ternak,
aktivitas otot, dan stres. Rosita et al. (2015) menyatakan bahwa faktor yang
memengaruhi frekuensi pulsus yaitu jumlah pakan di saluran pencernaan, umur
ternak, jenis kelamin, suhu lingkungan, kondisi ternak, aktivitas otot, dan stres.
Panjono et al. (2009) menyataka bahwa frekuensi respirasi dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, berat badan, aktivitas, kondisi lingkungan, dan kelembapan.
Temperatur Rektal. Temperatur rektal adalah salah satu indikator untuk
mengetahui kondisi fisiologis ternak melalui suhu tubuh ternak tersebut.
Temperatur rektal atau suhu rektal merupakan indikator respon ternak terhadap
lingkungannya. Nurmi (2016) menyatakan bahwa suhu tubuh dapat diukur
melalui suhu rektal, karena suhu rektal merupakan indikator yang baik untuk
menggambarkan suhu internal tubuh ternak.
Manfaat dari pengukuran suhu rektal yaitu dapat mengetahui kondisi
kesehatan ternak tersebut. Panjono et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran
temperatur rektal bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan
kambing. Palenik et al. (2009) menyatakan bahwa temperatur tubuh dapat
digunakan untuk mendiagnosa penyakit dan acuan menentukan status fisiologis
seperti masa estrus dan proses kelahiran.
Temperatur rektal diukur dengan cara memasukkan termometer digital ke
dalam rektum kambing hingga satu per tiga bagian masuk ke dalam rektum. Commented [L3]: Satu per tiga

Termometer didiamkan di dalam rektum kambing sampai terdengar bunyi yang


menandakan bahwa pengukuran suhu telah selesai. Aditia et al. (2017)
menyatakan bahwa metode pengukuran frekuensi respirasi dilakukan dengan
meletakkan punggung tangan di depan hidung ternak dan dihitung hembusan
nafasnya, pengukuran frekuensi denyut jantung dilakukan dengan menghitung
jumlah denyut jantung pada pembuluh arteri di bawah ekor bagian tengah, dan
pengukuran suhu rektal dilakukan dengan memasukkan termometer ke dalam
rektum sampai berbunyi.
Berdasarkan pengukuran temperatur rektal pada praktikum didapatkan
rata-rata hasil temperatur rektal yang dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali
pada setiap kambing, pada kambing Bligon sebesar 38,6°C. Kambing PE
memiliki temperatur rektal sebesar 39,2°C. Rosita et al. (2015) menyatakan
bahwa kisaran normal temperatur rektal pada kambing adalah 38,5 sampai 40°C.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kedua jenis kambing tersebut
memiliki temperatur yang normal dan sesuai dengan literatur.
Faktor yang mempengaruhi temperatur rektal dari kambing yaitu aktivitas
metabolism, kelembaban lingkungan, aktivitas ternak, dan suhu lingkungan.
Ghalem et al. (2012) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi data fisiologis
ternak yaitu ukuran tubuh, pakan, umur, aktivitas, jenis kelamin, berat badan,
kondisi fisiologis, dan kondisi lingkungan. Aditia et al. (2017) menyatakan bahwa
perbedaan suhu rektal dipengaruhi faktor suhu lingkungan, kelembaban, dan
pergerakan angin.
Pengukuran Data Vital
Data vital adalah data statistik yang meliputi indeks bagian-bagian
tertentu pada tubuh ternak. Data vital diukur dengan melakukan pengukuran
terhadap tinggi pinggul, tinggi gumba, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul,
panjang badan absolut, panjang badan relatif, lingkar dada, lingkar kepala, lebar
kepala, panjang kepala, indeks kepala, dan panjang telinga. Guntoro (2002)
menyatakan bahwa berdasarkan ketentuan kontes dan pameran ternak nasional,
yang termasuk dalam statistik vital pada ternak kambing meliputi ukuran tinggi
gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, lebar punggung,
panjang pinggul, panjang kepala, lebar kepala, berat badan, dan umur.
Manfaat pengukuran data vital yaitu untuk mengetahui ukuran anatomi
tubuh ternak. Pengukuran data vital juga bermanfaat untuk mengetahui
abnormalitas tubuh ternak yang dilihat dari ukuran tubuhnya. Hartatik (2019)
menyatakan bahwa pengukuran data vital dilakukan untuk melihat abnormalitas
fisik ternak.
Metode yang dilakukan pada saat pengukuran data vital kambing adalah
ternak diposisikan dalam posisi parallelogram yaitu posisi ternak berdiri tegak
lurus pada suatu bidang datar dengan keempat kaki terbentuk empat persegi
panjang. Data vital diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran secara
langsung. Santosa (2010) menyatakan bahwa pengukuran tubuh ternak harus
benar-benar memperhatikan posisi ternak. Ternak sebaiknya berdiri pada tempat
yang datar dengan keempat kakinya harus benar-benar berpijak tegak dan
sejajar. Data vital meliputi tinggi pinggul, tinggi gumba, dalam dada, lebar dada,
lebar pinggul, panjang badan absolut, dan panjang badan relatif, lingkar dada,
lebar kepala, panjang kepala, dan panjang telinga. Trifena (2011) menyatakan
bahwa ukuran vital statistik pada ternak meliputi indeks kepala dan lingkar dada,
tinggi gumba, tinggi pinggul, dan panjang badan.
Tinggi pinggul, tinggi gumba, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul,
panjang badan absolut, dan panjang badan relatif diukur dengan mistar ukur.
Lingkar dada, lebar kepala, panjang kepala, dan panjang telinga diukur dengan
pita ukur. Trifena (2011) menyatakan bahwa indeks kepala dan lingkar dada
diukur dengan pita ukur, tinggi gumba, tinggi pinggul, dan panjang badan diukur
dengan mistar.
Lebar kepala diukur dengan pita ukur jarak antara bagian terlebar dari
kepala. Panjang kepala diukur dengan pita ukur dari ujung moncong sampai
pertengahan tanduk. Indeks kepala diperoleh dengan cara lebar kepala dibagi
panjang kepala kemudian dikali 100%. Trifena (2011) menyatakan bahwa indeks
kepala dan lingkar dada diukur dengan pita ukur.
Lingkar dada diukur dengan pita ukur dilingkarkan pada tulang rusuk 3
sampai 4 karena merupakan tulang rusuk sejati yang letaknya di belakang kaki
depan. Lebar dada diukur dengan mistar ukur antara tulang iga kanan dan kiri,
tepat pada tulang rusuk 3 sampai 4 yang letaknya dibelakang kaki depan. Dalam
dada diukur dengan mistar ukur dari gumba sampai titik terendah dada ternak.
Lebar pinggul diukur dengan mistar ukur antara tube coxae kiri dan kanan bagian
terlebar dari pinggul. Tinggi pinggul diukur dengan mistar ukur secara vertikal
dari bidang datar sampai titik tertinggi pinggul titik pertengahan tube coxae.
Santosa (2010) menyatakan bahwa lingkar dada diukur dengan menggunakan
pita meter melingkari dada ternak tepat di belakang siku.
Tinggi gumba diukur dengan mistar ukur. Pengukuran dari bidang datar
sampai titik tertinggi gumba atau titik terendah punuk. Trifena (2011) menyatakan
bahwa tinggi gumba, tinggi pinggul, dan panjang badan diukur dengan mistar
ukur.
Panjang badan relatif diukur dengan mistar ukur dari ujung sendi bahu
sampai proyeksi tube os ischii atau tonjolan tulang duduk membentuk garis
horizontal. Panjang badan absolut diukur dengan mistar ukur dari ujung sendi
bahu atau scapula humeralis sampai tube os ischii atau tonjolan tulang duduk
membentuk garis diagonal. Santosa (2010) menyatakan bahwa panjang badan
diukur secara lurus dengan menggunakan tongkat ukur, yakni mulai dari siku
(humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischi).
Faktor-faktor yang memengaruhi pengukuran data vital yaitu genetik,
umur, dan sedikit pengaruh lingkungan. Santosa (2010) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi data vital meliputi faktor waktu, generasi, lingkungan,
umur, bangsa, dan pemeliharaan yang berbeda. Hartatik (2019) menyatakan
bahwa bobot ternak dipengaruhi oleh sifat perdagingan, perlemakan, perototan,
karkas, isi perut, dan besarnya pertulangan kepala, kaki, dan kulit.
Kisaran ukuran data vital kambing PE antara lain lingkar dada 99.5 cm,
panjang badan 81 cm, tinggi pundak 84 cm, dan dalam dada 20.54 cm (Victori et
al., 2016). Pengukuran data vital pada saat praktikum disajikan pada gambar di
bawah.
a b

c d

e f

Gambar 5. Pengukuran data vital menggunakan mistar ukur. Tinggi pinggul (a) Commented [L4]: Satu hal
dalam dada (b), lebar dada (c), lebar pinggul (d), panjang badan absolute (e),
panjang badan relative (f), dan tinggi gumba (g)
a b

c d

Gambar 6. Pengukuran data vital menggunakan pita ukur. Pengukuran lebar


kepala(a), pengukuran panjang kepala (b), pengukuran panjang telinga(c), dan
pengukuran lingkar dada (d)
Pengukuran data vital dilakukan pada kambing 1 dan kambing 2.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur dan mistar ukur. Hasil Commented [L5]: Min 3 kalimat

pengukuran data vital ternak disajikan dalam tabel di bawah ini.


Tabel 2. Hasil pengukuran data vital
Parameter Kambing 1 Kambing 2
Tinggi pinggul 71,5 cm 64 cm
Tinggi gumba 70,5 cm 65 cm
Dalam dada 31,9 cm 26 cm
Lebar dada 20,4 cm 13 cm
Lebar pinggul 15,8 cm 11 cm
Panjang badan absolut 66,8 cm 56 cm
Panjang badan relative 65,2 cm 58 cm
Lingkar dada 82 cm 70 cm
Lebar kepala 13 cm 12 cm
Panjang kepala 21 cm 22 cm
Indeks kepala 61,9 % 54 %
Panjang telinga 22 cm 28 cm
Pengukuran yang menggunakan mistar ukur yaitu tinggi pinggul, tingi gumba,
dalam dada, lebar dada, lebar pinggul, panjang badan absolut, panjang badan
relative. Pengukuran yang menggunakan pita ukur yaitu lingkar dada, lebar kepala,
panjang kepala, dan panjang telinga. Rasminati (2013) menyatakan bahwa
kambing PE betina memiliki lingkar dada 70.5 cm, Panjang badan 57.5 cm,
dalam dada 11.5 cm, tinggi gumba 65 cm, dan lebar dada 20 cm. Utomo (2014)
menyatakan bahwa kambing Bligon betina memiliki panjang badan 65.16 cm,
lingkar dada 77.63 cm, dan tinggi pundak 71.05 cm. Berdasarkan perbandingan
antara hasil praktikum dan literatur didapatkan sedikit perbedaan. Rasminati
(2013) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi perbedaan yaitu ketepatan
pengukuran, lingkungan, dan kisaran umur. Rasminati (2013) menyatakan bahwa
kambing PE betina memiliki lingkar dada 70.5 cm, Panjang badan 57.5 cm,
dalam dada 11.5 cm, tinggi gumba 65 cm, dan lebar dada 20 cm. Utomo (2014)
menyatakan bahwa kambing Bligon betina memiliki panjang badan 65.16 cm,
lingkar dada 77.63 cm, dan tinggi pundak 71.05 cm. Commented [L6]: Bandingkan
+faktor
Berdasarkan hasil yang didapatkan saat praktikum, sebagian besar
pengukuran yang dilakukan pada kambing 1 dan kambing 2 tidak sesuai dengan
literatur yang tersedia. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena umur kambing
yang berbeda dengan literatur yang tersedia, pakan yang diberikan pada
kambing saat praktikum berbeda dengan pakan yang diberikan pada kambing di
literatur, atau pertumbuhan kambing yang lebih lambat dibandingkan dengan
literatur yang tersedia. Hartatik (2019) menyatakan bahwa bobot ternak
dipengaruhi oleh sifat perdagingan, perlemakan, perototan, karkas, isi perut, dan
besarnya pertulangan kepala, kaki, dan kulit. Umur dan jenis kelamin turut
mempengaruhi bobot badan dan ukuran ternak. Bobot badan pada umumnya
memiliki hubungan positif dengan semua ukuran linear tubuh. Beberapa ukuran
tubuh kambing antara lain lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan, dan tinggi
pinggul.
Penafsiran Umur
Penafsiran umur merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memperkirakan umur suatu tenak berdasarkan ciri-ciri yang tampak. Ada
beberapa organ kambing yang digunakan sebagai pendugaan umur yaitu
penilikan gigi seri. Yulianto dan Saparinto (2011) menyatakan bahwa penentuan
umur kambing cukup penting untuk suatu usaha penggemukan kambing karena
kesulitan akan timbul apabila bakalan kambing tersebut tidak dilengkapi catatan
umur.
Penafsiran umur bermanfaat untuk mengetahui kisaran usia
sesungguhnya dari kambing. Penafsiran umur penting dilakukan ketika suatu
kambing tidak dilengkapi dengan catatan umur. Yulianto dan Saparinto (2011)
menyatakan bahwa penafsiran umur bermanfaat untuk mengetahui kisaran usia
sesungguhnya dari kambing.
Penafsiran umur pada kambing dilakukan dengan penilaian gigi yang
didasari oleh pergantian gigi seri, tali pusar, dan cincin tanduk. Cara melihat gigi
seri pada kambing yaitu dengan memegang moncongnya kemudian rahang atas
dan rahamg bawah ditarik hingga giginya terlihat. Penafsiran didasarkan pada
pergantian gigi seri menjadi gigi tetap. Kambing harus dihandling terlebih dahulu
sebelum membuka mulut kambing tersebut. Bibir kambing bagian bawah dibuka
hingga tampak gigi seri kambing tersebut. Gigi seri kambing diamati untuk dapat
menafsirkan umur kambing tersebut. Penafsiran umur dengan melihat keadaan
cincin tanduk dilakukan dengan cara melihat cicin yang terbentuk pada tanduk
kambing tersebut. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil
keadaan gigi seri pada kambing 1 dan 2 sudah mengalami poel 2. Pengukuran
pada saat penafsiran umur kambing disajikan pada gambar di bawah.

Gambar 7. Pengecekan poel kambing 1 (a) pengecekan poel kambing 2 (b)


Berdasarkan penafsiran, kedua kambing baik Bligon maupun PE sudah
tidak memiliki tali pusar, memiliki 2 poel. Tafsiran umur kedua kambing yaitu 2
sampai 2,5 tahun. Victori et al. (2016) menyatakan bahwa kambing poel 1
berumur 1 sampai 2 tahun, poel 2 berumur 2 sampai 2,5 tahun, poel 3 berumur
2,5 sampai 5 tahun. Berdasarkan literatur yang didapat penafsiran umur kedua
kambing telah sesuai.
Penafsiran Berat Badan
Penafsiran berat badan adalah metode yang diunakan untuk
memperkirakan berat badan dari suatu ternak dilakukan dengan penimbangan
dan perhitungan dengan rumus. Berat badan kambing secara riil hanya dapat
diketahui dengan penimbangan langsung. Beberapa kondisi terkadang tidak
memungkinkan dilakukannya penimbangan sehingga berat badan terus ditafsir.
Soeprapto dan Abidin (2006) menyatakan bahwa cara terbaik dan paling akurat
untuk menentukan berat ternak adalah dengan menimbangnya.
Manfaat penafsiran badan adalah mengetahui bobot ternak untuk
mengetahui produktivitas ternak. Bobot yang didapat dapat digunakan untuk
memilih pakan yang menghasilkan proporsi daging yang banyak, manajamen
pemeliharaan, dan memilih bakalan ternak yang tepat. Rianto dan Purbowati
(2011) menyatakan bahwa pencacatan data kelahiran, bobat badan, umur sapih,
bobot lepas sapih, data lainnya menjadi sangat penting.
Penafsiran berat badan dilakukan dengan beberapa metode perhitungan
dengan rumus Lambourne dan Scrool. Ukuran tubuh yang digunakan untuk
penafsiran berat badan adalah panjang badan absolut dan lingkar dada. Malewa
(2009) menyatakan bahwa metode yang dapat digunakan untuk melakukan
penafsiran berat badan ternak kambing yaitu dengan ditimbang menggunakan
timbangan gantung kapasitas 50 kg.
Berdasarkan praktikum pengukuran berat badan menggunakan
timbangan kambing Bligon memiliki berat badan 35 kg dan kambing PE 29,6 kg.
Berdasarkan penafsiran dengan rumus Lambourne kambing Bligon memiliki
berat tafsiran 47.3 kg dan kambing PE memiliki berat tafsiran 28,9 kg.
Berdasarkan penafsiran dengan rumus Scrool kambing Bligon memiliki berat
tafsiran 108,1 kg dan kambing PE memiliki berat tafsiran 84,64 kg. Susilawati
(2013) menyatakan bahwa bobot kambing PE betina dara sekitar 29 kg. Utama
(2014) menyatakan bahwa kambing Bligon betina memiliki bobot tubuh 36,39 kg.
Berdasarkan perbandingan antara literatur dan hasil praktikum didapatkan sedikit
perbedaan tetapi masih dalam kisaran normal.
Faktor yang memengaruhi bobot ternak yaitu pakan yang dikonsumsi,
jenis ternak tersebut, dan lingkungan tempat ternak tersebut hidup. Masnah
(2013) menyatakan bahwa bobot ternak sangat dipengaruhi oleh pola
pemeliharaan, kesehatan ternak, kemampuan induk membesarkan anaknya,
suhu lingkungan, dan ketersediaan pakan. Riffiandi et al. (2015) menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi berat badan antara lain bangsa ternak,
manajemen pakan, manajemen pemeliharaan, kesehatan ternak dan iklim.

Pengukuran Kinerja Reproduksi


Kinerja reproduksi merupakan kemampuan suatu ternak untuk
memberbanyak keturunannya yang dapat ditinjau dari berbagai aspek. Kinerja
reproduksi yang tinggi menyebabkan tingginya nilai produksi suatu ternak.
Affandy et al. (2002) menyatakan bahwa kinerja reproduksi adalah kemampuan
seekor ternak untuk bereproduksi dengan kualitas dan kuantitas tertentu.
Manfaat pengukuran kineja reproduksi yaitu untuk mengetahui
kemampuan suatu ternak dalam menghasilkan keturunannya. Kinerja reproduksi
ternak terkait kondisi dan status reproduksi pada ternak untuk melahirkan anak.
Panjono et al. (2015) menyatakan bahwa kinerja reproduksi adalah kemampuan
ternak menghasilkan sejumlah anak dalam kurun waktu tertentu.
Kinerja reproduksi meliputi umur pertama estrus, umur pertama kawin,
post partum estrus (PPE), post partum mating (PPM), service per conception
(S/C), lama siklus estrus, lama bunting, jarak beranak, litter size, umur kambing,
berat sapih, pertambahan berat badan prasapih, dan presentasi kematian
prasapih. Affandy et al. (2002) menyatakan bahwa kinerja reproduksi meliputi
umur pertama ternak betina estrus, post partum estrus, post partum matin,
service per conception, lama siklus estrus, lama bunting, jarak beranak, litter
size, umur sapih, berat sapih, pertambahan berat badan prasapih, presentase
kematian prasapih indeks reproduksi induk, dan indeks produktivitas induk.
Berdasarkan praktikum pengukuran kinerja reproduksi kambing
didapatkan bahwa umur pertama kali estrus yaitu 6 bulan, umur pertama kali
kawin 10 bulan, post partum estrus 30 hari, post partum mating 60 hari, service
per conception 2 sampai 3 kali, lama siklus estrus 16 sampai 18 hari, lama
bunting 148 sampai 150 hari, jarak beranak 7 bulan, litter size 2 sampai 3 ekor,
umur sapih 3 sampai 4 bulan, berat sapih 12 sampai 14 kg, pertambahan berat
badan prasapih 0.05 kg, presentase kematian prasapih 5% indeks reproduksi
induk 2 sampai 3, dan indeks produktivitas induk 24 kg. Sutomo et al. (2007)
menyatakan bahwa kambing mengalami pubertas pada umur 10 sampai 12
bulan, pertambahan berat prasapih 50 sampai 120 gram/ekor/hari, beranak
pertama kali pada umur 15 sampai 17 bulan, bobot sapih 11,8 kg, siklus estrus
20-25 hari, kawin pertama memiliki fertilitas 60 % dengan tingkat ovulasi waktu
konsepsi 1,1. Terdapat perbedaan mengenai umur pertama kawin dan pada
beberapa data lainnya disebabkan oleh pola perlakuan para peternak terhadap
kambing. Berdasarkan perbandingan antara data praktikum dan literatur dapat
disimpulkan bahwa kinerja reproduksi kambing Bligon dan PE dalam kondisi
normal.
Faktor yang memengaruhi kinerja reproduksi yaitu pakan, kesehatan,
berat badan, aktivitas, iklim, dan umur. Affandy et al. (2002) menyatakan bahwa
faktor yang memengaruhi kinerja reproduksi yaitu pakan, kesehatan, berat
badan, aktivitas, iklim, dan umur. Kinerja reproduksi dapat ditingkatkan dengan
manajemen reproduksi yang tepat, pola perkawinan tepat, deteksi kebuntingan,
dan penanganan kelahiran.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa handling ternak kambing yang baik dilakukan dengan memegang tali
leher atau tali tuntun atau dapat juga dengan memposisikan kambing di antara
kedua kaki pelaksana handling, bangsa kambing 1 adalah kambing Bligon dan
bangsa kambing 2 yaitu kambing etawa. Rata-rata data fisiologis kambing 1 yaitu
temperatur rektal 38,6oC, frekuensi repirasi 16,3 kali/menit, dan frekuensi pulsus
73,6 kali/menit. Rata-rata data fisiologis kambing 2 yaitu temperatur rektal
39,2oC, frekuensi respirasi 28,6 kali/menit, dan frekuensi pulsus 62,3 kali/menit.
Data vital kambing 1 yaitu tinggi pinggul 71,5 cm, tinggi gumba 70,5 cm, dalam
dada 31,9 cm, lebar dada 20,4 cm, lebar pinggul 15,8 cm, panjang badan absolut
66,8 cm, panjang badan relatif 65,2 cm, lingkar dada 82 cm, lebar kepala 13 cm,
panjang kepala 21 cm, indeks kepala 61,9%, dan panjang telinga 22 cm. Data
vital kambing 2 yaitu tinggi pinggul 64 cm, tinggi gumba 65 cm, dalam dada 26
cm, lebar dada 13 cm, lebar pinggul 11 cm, panjang badan absolut 56 cm,
panjang badan relatif 58 cm, lingkar dada 70 cm, lebar kepala 12 cm, panjang
kepala 22 cm, indeks kepala 54%, dan panjang telinga 28 cm. Perkiraan umur
kambing 1 dan 2 yaitu 2 sampai 2,5 tahun. Berat rill kambing 1 yaitu 35 kg dan
kambing 2 yaitu 29,6 kg. Kinerja reproduksi ternak kambing dalam keadaan baik.

Saran
Pelaksanaan praktikum Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
komoditas kambing sudah baik. Pelaksanaan praktikum, penyampaian materi,
dan diskusi sudah baik. Saran untuk praktikum komoditas kambing selanjutnya
adalah ditingkatkan efisiensi waktu praktikum dan pemberian kisi-kisi laporan
diperjelas yang harus diberi literatur atau hanya pendapat praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Aditia, E. L., A. Yani, dan A. F. Fatonah. 2017. Respons fisiologi ternak kambing
bali pada sistem integrasi kelapa sawit berdasarkan kondisi lingkungan
mikroklimat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan.
5(1):23-28.
Affandhy, L. P. S., P. W. Prihandito, dan D. B. Wijono. 2002. Performa reproduksi
dan pngelola sapi potong induk pada kondisi peternakan rakyat.
Seminar Peternakan dan Veteriner push it bag. Bogor
Budisatria, G.S., Panjono, Dyah, M., A, Ibrahim. Kambing Peranakan Etawah:
Kepala Hitam atau Coklat.
Campbell, N. A. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Damara, V. V. A, dan M. J. Eliot. 2016. Horse Power in the World. UK
University.Australia
Frandz, R. P., E. Baliarti, dan S. Nurtini. 2012. Proporsi bangsa, umur, bobot
badan awal dan skor kondisi tubuh sapi bakalan pada usaha
penggemukan. Buletin Peternakan. 36(3): 193-198.
Ghalem, S., N. Khebichat, and K. Nekkal. 2012. The Physiologi of Animal
Respiration Study of Domestic Animal. Article of Animal
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Kambing Bali. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Hartatik, T. 2019. Analisis Genetik Ternak Lokal. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hermawan, L., H.S. Subiyono, dan S. Rahayu. 2012. Pengaruh pemberian
asupan carian (air) terhadap profil denyut jantung pada aktivitas aerobic.
Journal of Sport Sciences and Fitness. 1(2): 14-20.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Malewa, A. 2009. Penaksiran bobot badan berdasarkan lingkar dada dan
panjang badan domba donggala. Jurnal Agroland. 16(1) : 91-97.
Masnah, L. 2013. Korelasi antara umur dan berat badan sapi bali (Bos
sondaicus) di Pulau Seram. Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman. 3(1): 35-
40.
Mutua, dan J. Adam. 2014. Identification of Living Things. Interna Publishing.
Jakarta.
Moningka. 2016. Penampilan reproduksi kedua betina pasca pacu di Desa
Pemotongan Raya Kecamatan Tompaso Barat Kabupaten Minahasa.
Jurnal Peyernakan. 36(2):432-446
Nurmi, A. 2016. Respons fisiologis domba local dengan perbedaan waktu
pemberian pakan dan panjang pemotongan bulu. Jurnal Eksakta. 1(1):
58-68.
Palenik, T., R. Dolezel, J. Kratochvil, S. Cech, J. Zajic, Z. Jan, dan M. Vyskocil.
2009. Evaluation of rectal temperatur in diagnosis of puerperal metritis in
dairy cows. Jurnal Peternakan. 59(4). 149-155.
Panjono, B. P. Widyobroto, B. Suhartanto, dan Endang B. 2009. Pengaruh
penjemuran terhadap kenyamanan dan kinerja reproduksi sapi PO.
Buletin Peternakan 33(1):17-22.
Panjono, E. Baliarti, N. Ngadiyono, I. G. S. Budisatria, T. S. M. Widi, dan M. D. E.
Yulianto. 2015. Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan. UGM
Press. Yogyakarta.
Rasminati, N. 2013. Grade kambing PE pada kondisi wilayah berbeda. Jurnal
Sains Peternakan. 11(1):43-48
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2011. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Riffiandi, N., Priyanto, R., H. Nuraini. 2015. Pendugaan bobot hidup sapi
Peranakan Ongole (PO) dan sapi pesisir menggunakan pencitraan
digital. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 3(3): 153-
156.
Rosita, E., I. G. Permana, T. Toharmat, dan Daspal. 2015. Kondisi fisiologis,
profit darah, dan status mineral pada induk dan anak kambing PE.
Buletin Makanan Ternak. 102(1):9-18
Rosyidi, D. 2017. Rumah Potong Hewan dan Teknik Pemotongan Ternak secara
Islami. UB Press. Malang.
Trifena, I. G. S. Budisatria, dan T. Hartatik. 2011. Perubahan fenotip sapi
peranakan ongole, simpo, dan limpo pada keturunan pertama dan
keturunan kedua (Backcross). Jurnal Buletin Peternakan. 35(1):11-16.
Santosa, U. 2010. Mengelola Peternakan Sapi secara Profesional. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong.
AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Sujana, E. 2017. Handling Ternak Ruminansia. Direktorat Jendral Guru dan
Tenaga Kependidikan. Yogyakarta
Susilawati, T. 2013. Agribisnis Kambing. UB Press. malang
Susilorini, T. E., M. E. Sawitri, dan Muharlien. 2008. Budi Daya 22 Ternak
Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta
Sutomo, I. K., I. G. M. Budiarsono, I. W. Mathrus, E. Juarini. 2007. Pertumbuhan
dan perkembangan seksual anak kambing PE dari induk dengan tingkat
produksi susu yang berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 4(2):95-
100
Utomo, G. S., S. Dartosukarno, dan C. M. S. Lestari.2014. Pola pertumbuhan
kambing jawarandu betina di Kampung Rembang. Animal Agriculture
Journal 3(3):362-368
Victori, A., E. Purbowati, dan C. M. Sri Lestari. 2016. Hubungan antara ukuran-
ukuran tubuh dengan bobot badan kambing peranakan etawa jantan di
Kabupaten Klaten. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26(1): 23-28
Yulianto, P. dan. Cahyo. S. 2011. Penggemukan Sapi Potong Hari per Hari 3
Bulan Panen. penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN

Perhitungan Berat Badan


1. Rumus Lambourne
1. kambing 1
2
LxG 66,8 x 822
W= = = 47,38 = L x G^2/9480= 66,8 x
9480 9480

82^2/9480=47,38
35-47,38
1. Kesalahan: x 100%=35,1 %
35

2. kambing 2
2 2
LxG 56 x 70
W= = = 28,95
9480 9480
29,6-28,95
3. Kesalahan: 29,6
x 100%=21,9%

4. Rumus Scrool
1. kambing 1
(G + 22)2 (82 + 22)2
W= = = 108,1= (G + 22)^2/100= (82 +
100 100

22)^2/100=108,1
35-108,1
2. Kesalahan: 35
x 100%=208,8 %

3. kambing 2
(G + 22)2 (70 + 22)2
W= = = 84,64= (G + 22)^2/100= (70 +
100 100

22)^2/100=84,64
29,6-84,64
4. Kesalahan: x 100%=185,94%
29,6

Anda mungkin juga menyukai