Anda di halaman 1dari 12

PENGOLAHAN HASIL IKUTAN TERNAK

1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ternak ruminansia maupun non-ruminansia setelah pemotongan dan diambil hasil utamanya
yaitu karkas (hasil utama ternak yang sudah dihilangkan bagian kepala, kaki, dan jeroan), ada
bagian lain yang masih bisa di gunakan yaitu hasil ikutannya atau hasil sampingannya.
Masing-masing hasil ikutan ternak mempunyai sifat yang khas. Apabila sifat-sifat tersebut telah
diketahui, maka pengolahan atau pengawetan lebih lanjut dapat dipilih dengan tepat sehingga
dapat diproses lebih lanjut. Hasil ikutan tersebut sangat beragam dan bergantung pada jenis
ternak dan proses pengolahannya. Beberapa hasil ikutan dimaksud antara lain berupa rumen,
kulit, bulu, tulang, tanduk, lemak, darah dan hasil ikutan lainnya.
Hasil ikutannya masih dapat diolah menjadi berbagai jenis produk non pangan yang mempunyai
potensi dari aspek nilai jualnya. Bahkan mampu memberikan nilai tambah yang dapat dinikmati
pelaku usahanya. Produk hasil ikutan ternak dapat mendatangkan nilai ekonomis, oleh karena
itu sangat penting dipelajari cara pemanfaatannya yang tepat.

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui:
1. Pengertian hasil ikutan ternak;
2. Macam-macam klasifikasi dan jenis hasil ikutan ternak;

3. Pemanfaatan hasil ikutan ternak yang tepat dilakukan.


II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Klasifikasi Hasil Ikutan Ternak


Hasil-hasil peternakan khususnya ternak setelah pemotongan mempunyai produk utama (main
product) dan hasil ikutan (side product). Hasil ikutan ternak merupakan produk sampingan yang
masih dapat dimanfaatkan dan berguna untuk kepentingan manusia. Usaha memanfaatkan hasil
ikutan ternak memberikan beberapa kontribusi keuntungan, antara lain yaitu:
1. Meningkatkan higiene dan sanitasi lingkungan, misalkan dengan pemberdayaan limbah
pemotongan ternak;
2. Menimbulkan industri baru;
3. Meningkatkan nilai ekonomis hasil ternak karena penjualan hasil ikutan ternak akan
meningkatkan pendapatan peternak/produsen daging.
Berdasarkan layak dan tidaknya dikonsumsi, hasil ikutan ternak diklasifikasikan menjadi:
1. Hasil ikutan yang dapat dimakan (edible), meliputi otak, hati, ginjal, limpa, lidah, usus halus,
lambung, ekor, darah, lemak dan kulit;

2. Hasil ikutan ternak yang tidak dapat dimakan (inedible), meliputi kulit, bulu, lemak, tulang,
kelenjar, tanduk, dan kuku.
Berdasarkan secara ekonomis hasil ikutan ternak diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hasil ikutan dasar, seperti kulit, tulang, darah, dan tanduk;
2. Hasil ikutan terolah, seperti gelatin, tepung tulang, tepung darah, albumen, dan lain-lain
(Nurwantoro dan Sri, 2003).

B.

Pemanfaatan dan Penanganan Hasil Ikutan Ternak

1. Tulang
Tulang jumlahnya sekitar 15% dari berat karkas (dresssed carcas). Jumlah tersebut bervariasi
tergantung dari jenis/breed, makanan, umur hewan, dan sebagainya. Pada kondasi yang baik
mencapai 12% dan pada kondisi ternak yang jelek mencapai 30%. Tulang dapat dimanfaatkan
menjadi gelatin, berbagai industri kancing, tangkal pisau, pupuk sebagai sumber phospat dan
tepung tulang sebagai pakan ternak (Nurwantoro dan Sri, 2003).
a.

Pembuatan gelatin
Pada prinsipnya gelatin dapat diproduksi dari bahan yang kaya akan kolagen seperti kulit dan
tulang baik dari ikan, babi, sapi maupun kambing. Proses produksi utama gelatin dibagi tiga
tahap yaitu 1) persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non kolagen dari bahan
baku; 2) tahap konversi kolagen menjadi gelatin; dan 3) tahap pemurnian gelatin dengan
penyaringan dan pengeringan. Proses pembuatan gelatin disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema pembuatan gelatin secara hidrolisa (Atmoko dan Ratri, 2011).
b. Pembuatan tepung tulang
Tepung tulang merupakan hasil penggilingan tulang yang telah diekstrak gelatin atau
colagennya. Tulang yang akan ditepungkan biasanya diperoleh dari RPH (Rumah Potong
Hewan) dan berasal dari hewan ternak yang sehat dan bebas penyakit. Produk ini dapat
digunakan untuk bahan baku pakan ternak yang merupakan sumber mineral (terutama kalsium)
dan sedikit asam amino. Proses pembuatan tepung tulang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung tulang (Pertiwi, 2012).


Tepung tulang banyak mengandung kalsium, sehingga manfaat dari tepung tulang tidak lepas
dari peranan kalsium, yaitu berperan dalam pembentukan tulang, serta menjaga dari kekeroposan
akibat asupan kandungan mineral yang minim dari pakan yang lebih kaya akan protein. Mineral
tidak dibutuhkan dalam jumlah yang terlalu banyak pada pakan, namun tetap harus ada.
Penambahan tepung tulang komposisi gizi pada pakan ternak akan terpenuhi dengan baik.
Kandungan gizi yang terdapat dalam tepung tulang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi tepung tulang.
Nutrien
Protein
Lemak
Serat
Air
Kalsium
Phosphat
Sumber: Pertiwi (2012).

Kandungan Nutrisi
25,54 %
3,80 %
1,80 %
5,52 %
46,34 %
17 %

Ada beberapa jenis tepung tulang, yaitu:


Tepung tulang mentah (raw bone meal), yaitu tepung tulang yang proses pembuatannya dimasak
dalam jangka waktu yang lama pada suatu keteal terbuka yang diproses secara aman dan steril.
Ossein yang hilang selama proses pemasakan sangat sedikit sehingga baik digunakan sebagai
bahan pakan ternak;
Stream bone meal, yaitu tepung tulang yang proses pembuatannya menggunakan uap dengan
tekanan tinggi. Proses ini membuang banyak protein dan lemak;
Abu tulang, yaitu hasil pembekaran tulang (Nurwantoro dan Sri, 2003).

2. Darah
Darah sebenarnya memiliki nilai gizi yang tinggi, tetapi tidak layak untuk dikonsumsi.
Penggunaan darah untuk bahan makanan secara langsung terbatas selain karena kendala sulitnya
menampung darah segar juga bertentangan dengan adat dan agama. Darah segar juga penting
untuk industri farmasi. Darah afkiran biasanya diproses lanjut untuk dijadikan tepung darah
yang merupakan salah satu bahan baku industri pakan ternak. Proses pembuatan tepung darah
disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Proses pembuatan tepung darah (Rizki, 2013).


Tepung darah mengandung protein sangat tinggi yaitu dapat mencapai 8085% protein dan
biasanya bebas dari lemak, serat kasar, kapur dan phospat (Nurwantoro dan Sri, 2003).
Ketersediaan nutrien tepung darah merupakan hal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Proses
pengolahan, apabila tidak dilakukan dengan hati-hati, akan menyebabkan menurunnya
ketersediaan nutrien suatu bahan. Pemanasan tinggi selama proses pengeringan dapat
mengakibatkan menurunnya bioavailabilitas asam amino tertentu, terutama lisin. Komposisi
nutrisi tepung darah disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia tepung darah
Komponen
Analisis proksimat
Protein
Lemak
Serat kasar
Abu
Asam amino
Arginin
Lisin
Histidin
Fenillalanin
Tirosin
Metionin

Bahan Kering (g/kg)


852,3
14,9
35,1
20,6
39,1
81,4
53,3
61,3
28,8
12,8

Leusin
Isoleusin
Valin
Treonin
Cystin
Triptofan

116,0
8,5
79,0
45,9
11,7
14,6

Sumber: Kurniasih (2008).


Tepung darah memiliki profil asam amino esensial yang cukup baik, dengan kandungan lisin,
metionin, arginin, cystein, leusin, dan treonin yang cukup tinggi, namun rendah kandungan
isoleusinnya. Kadar lisin pada tepung darah adalah dua kali kadar lisin tepung ikan, dan hampir
tiga kali dari tepung bungkil kedelai (Kurniasih, 2008).
3.

Tanduk dan Kuku


Tanduk dan kuku adalah keratin keras yang sukar dicerna dan tidak disukai sebagai bahan pakan
ternak. Meskipun demikian, tanduk merupakan bahan yang baik untuk pembuatan gelatin atau
barang-barang kerajinan. Tanduk hewan, ukuran, warna, bentuk dan kelengkungannya bervariasi
tergantung paa umur, breed, jenis kelamin dan sebagainya. Selain itu, tanduk dan kuku dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk terutama dalam bentuk tepung (Nurwantoro dan Sri, 2003).

4.

Kelenjar (glands)
Sekresi yang dihasilkan kelenjar atau glands dapat berupa hormon atau enzim. Berikut ini
adalah produk yang dapat dihasilkan oleh kelenjar.
Tabel 3. Produk hasil sekresi kelenjar
Kelenjar/glands
Thyroid
Parathyroid
Adrenal/Subrarenal
Ovarium

Produk
Hormon Thyroid
Hormon Calcitonin
Hormon Parathyroid
Tonus Sistem Syaraf
Hormon Steroid
Hormon Epinephrine
Hormon Estrogen

Testes
Thymus
Hypophyse/pituitary
Pankreas

Hormon Progesteron
Hormon Testosteron
Enzim Hyaluronidase
Hormon Thymosin
Growth Promoting Hormon
Hormon Prolaktin
Hormon Insulin, Tripsin
Hormon Glukagon, Tripsin, Lipase

Sumber: Nurwantoro dan Sri (2003).

Adapun cara preservasi dan pengawetan kelenjar pasca pemotongan ternak dapat dilakukan
dengan cara pembekuan, pengawetan kimiawi, dan pengawetan vakum. Kelenjar dapat
digunakan sebagai penghasil enzim dan hormon secara laboratorium sesuai fungsi kelenjar itu
masing-masing (Nurwantoro dan Sri, 2003).
5.

Kulit
Kulit sapi dapat digunakan sebagai bahan industri kerajinan, cindera mata, maupun kuliner atau
makan ringan seperti kerupuk kulit sapi, rambak, dan lain sebagianya. Kulit segar tersusun dari
64% air, 33% protein, 2% lemak, 0,5% garam mineral dan 0,5% penyusun lainnya misalnya
vitamin dan pigmen. Komponen penyusun kulit terpenting adalah protein terutama protein
kolagen. Protein kulit terdiri dari protein kolagen, keratin, elastin, albumin, globulin dan musin.
Protein albumin, globulin dan musin larut dalam larutan garam dapur. Protein kolagen, keratin
dan elastin tidak larut dalam air dan pelarut organik. Protein kolagen inilah yang akan
direaksikan menjadi bahan penyamak kulit untuk menghasilkan kulit samak. Protein kolagen
sangat menetukan mutu kulit samak (Wulan, 2013).
Penyamakan kulit merupakan suatu proses untuk mengubah kulit mentah (hide/skin) yang
bersifat labil (mudah rusak oleh pengaruh fisik, kimia dan biologis) menjadi kulit yang lebih
stabil terhadap pengaruh tersebut yang biasa disebut kulit tersamak (leather). Penyamakan kulit

bertujuan untuk mencegah terjadinya lisis dan autolisis terhadap komponen-komponen


penyusun kulit. Jenis penyamakan yang kita kenal ada empat, yakni penyamakan mineral,
penyamakan nabati, penyamakan sintetis dan penyamakan minyak. Secara umum penyamakan
kulit memiliki tahap-tahap sebagai berikut:
a.

Tahap pertama adalah proses pendahuluan (beam house operation) yang meliputi: perendaman,
pembuangan lemak, pengapuran, buang bulu, buang daging, pengapuran ulang, buang kapur,
pengikisan protein dan pengasaman;

b. Tahap kedua proses penyamakan; dan


c.

Tahap ketiga adalah proses finishing yang meliputi: pemeraman, pemerahan, pengetaman,
penetralan, pengecatan dasar, peminyakan, fiksasi, pengurangan kadar air, perataan rajah,
pengeringan, pembasahan kembali, pelemasan, pementangan, pengampelasan, pengecatan tutup
dan pengkilapan (Said, 2012).
Kulit samak digunakan untuk menghasilkan berbagai macam barang seperti sepatu, sendal,tas,
ikat pinggang, koper, jaket, topi, jok mobil, sarung Hp, dompet, dan cindera mata seperti
gantungan kunci. Barang kerajinan lain yang dihasilkan dari kulit mentah misalnya wayang
kulit, hiasan dinding, kaligrafi, beduk, genderang, kendang, dan kipas. Kulit juga dapat
digunakan untuk produksi krupuk kulit, gelatin dan lem kulit (Wulan, 2013).

6.

Organ dalam dan Visceral


Organ dalam dan visceral dari hasil ikutan ternak juga dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara
pengolahannya, yaitu:

a.

Usus halus, digunakan sebagai bahan untuk benang bedah atau casing;

b. Hati sebagai sumber ekstrak heparin;


c.

Kantong empedu sebagai ekstrak hormon cortisone;

d. Paru-paru sebagai bahan zat anti koagulan;


e.

Sumsum tulang merupakan sumber kolesterol;

f.

Perut/lambung sebagai sumber enzim rennin, pepsin, pepton, dan lain-lain;

g. Otak sapi sebagai sumber trhromboplastin.


(Nurwantoro dan Sri, 2003).
III. KESIMPULAN
Keimpulan yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah:
1. Hasil ikutan (side product) ternak merupakan produk sampingan ternak setelah pemotongan
yang masih dapat dimanfaatkan dan berguna untuk kepentingan manusia.
2. Hasil ikutan ternak berdasarkan layak dan tidaknya dikonsumsi diklasifikasikan menjadi hasil
ikutan yang dapat dimakan (edible), dan tidak dapat dimakan (inedible), secara ekonomis hasil
ikutan ternak diklasifikasikan menjadi hasil ikutan dasar dan terolah.
3. Hasil ikutan ternak yang dapat dimanfaatin diantaranya adalah tepung tulang, darah, kulit,
tanduk dan kuku, organ dalam dan viscera. Diolah berdasarkan sifat fisik dan kimianya menjadi
bahan pakan ternak, gelatin, dan produk kerajinan.

DAFTAR PUSTAKA
Atmoko, I.D., Ratri, D.P, 2011. Produksi Gelatin dari Tulang Sapi Dengan Proses Hidrolisa. Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponogoro. Semarang.
Kurniasih, T., 2008. Potensi Tepung Darah Sebagai Sumber Protein Pakan Ikan Alternatif. Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor.
Nurwantoro., Sri, M. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas
Diponogoro. Semarang.
Pertiwi, M.F.D. 2012. Pemanfaatan Tepung Tulang Sebagai Bahan Pakan Ikan Tinggi Kalsium. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.
Said, M. I. 2012. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit. Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makasar.
Wulan, Z. 2013. Hasil Ikutan Ternak.

http://zawusastory92.blogspot.com/2013/07/pht-hasil-ikutan-ternak.html
Diakses pada: 07 Desember 2013.

Anda mungkin juga menyukai