Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum III Dasar Teknologi Hasil Ternak

PENENTUAN KUALITAS DAGING

Oleh

NAMA : HERU SULISTIONO


NIM : L1A121058
KELAS : B
KELOMPOK : II (DUA)
AST. PRAKTIKUM : SHERINA

LABORATORIUM UNIT TEKNOLOGI HASIL TERNAK


JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi berupa

protein yang mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging

didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat

daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat

sewaktu dipotong. Perbedaan pengertian daging dan karkas terletak pada

kandungan tulangnya. Daging biasanya sudah tidak memiliki tulang, sedangkan

karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulangnya.

Daging adalah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat

pada tulang yang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari

jaringan otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang

rawan. Menurut SNI 3932:2008 daging merupakan bagian otot skeletal dari

karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa

daging segar, daging segar dingin, atau daging beku.

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.

Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, termasuk

bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral) dan stres. Faktor setelah

pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi pelayuan,

stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, dan daging, bahan tambahan

termasuk enzim pengempuk daging, hormon, dan anti biotik, lemak


intramuskular, dan metode penyimpanan. Berdasarkan latar belakang diatas maka

dilakukan praktikum penentuan kualitas daging.

1.2. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah untuk membedakan

ciri-ciri fisik daging segar, daging beku yang disegarkan kembali, dan daging

yang mulai mengalami pembusukan dan mampu melakukan analisis kualitas

daging yang meliputi, daya ikat air dan susut masak.

1.3. Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah untuk

membedakan ciri-ciri fisik daging segar, daging beku yang disegarkan kembali,

dan daging yang mulai mengalami pembusukan dan mampu melakukan analisis

kualitas daging yang meliputi, daya ikat air dan susut masak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daging Ayam Broiler


Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang bernilai gizi tinggi,

karena mengandung protein dan asam amino esensial, lemak dari asam lemak

esensial, vitamin dan mineral yang sangat baik untuk pertumbuhan manusia

maupun perkembangbiakan mikroba. Ayam broiler mempunyai karakter

ekonomis ditandai dengan pertumbuhan yang cepat menghasilkan daging yang

mempunyai serat lunak, konversi pakan rendah dan siap dipotong pada umur yang

relatif muda (Sangadji dkk. 2019).

Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak

digemari oleh masyarakat karena dapat diolah menjadi aneka makanan dengan

nilai gizi yang tinggi. Selain memiliki kandungan gizi yang tinggi, ayam broiler

mudah diternakkan dan dijual bebas di pasar tradisional maupun di swalayan. Ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas daging ayam broiler, salah

satunya adalah lama penyimpanan pada freezer (Sangadji dkk. 2019).

Salah satu bahan pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah

daging ayam broiler. Daging ayam broiler banyak mengandung nutrisi seperti

protein, lemak, mineral, karbohidrat dan vitamin. Kandungan nutrisi yang tinggi

pada daging ayam broiler sangat baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme

yang menyebabkan kebusukan dan kerusakan (Millan dan Sirante 2019).

2.2. Daging Segar

Daging sapi segar merupakan pangan hewani yang populer dimanfaatkan

sebagai sumber protein. Namun daging merupakan bahan pangan yang mudah

rusak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan membuat dan menganalisis
kombinsai kemasan cerdas yang mendeteksi perubahan mutu dan kemasan aktif

yang memperpanjang umur simpan daging segar (Kamaruddin dkk. 2019).

Daging merupakan salah satu bahan pangan sebagai sumber lemak dan

protein yang berilai gizi tinggi yang diperlukan dalam tubuh manusia sebagai

faktor pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Selain itu, daging merupakan

media yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorgansme terutama bakteri

(Daswi 2021).

Daging segar adalah daging yang telah mengalami perubahan fisikokimia

setelah pemotongan tetapi belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti

pembekuan, penggaraman, pengasapan. Sifat daging segar antara lain warna,

keempukan, kekenyalan, kebasahan, kilap, tekstur, marbling dan flavor (Riskan

dkk. 2014).

2.3. Daging Busuk

Pembusukan merupakan gejala yang terlihat dari aktivitas mikroorganisme

dengan perubahan bau, rasa atau penampilan dari daging yang menyimpang.

Pembusukan sebagai kerusakan daging oleh kerja mikroorganisme yang merusak

struktur daging menjadi produk yang sangat lunak dan berair (Windiana 2012).

Daging ayam bangkai berasal dari ayam yang darahnya tidak keluar sama

sekali, sehingga kandungan hemoglobin sangat tinggi yang mengakibatkan warna

daging berpotensi lebih gelap warna merah pada daging ayam yang tidak

disembelih bersifat tidak konsisten. Terjadinya warna daging yang lebih gelap

selain aktivitas bakteri juga dipengaruhi oleh tegangan oksigen dan temperatur

(Yulistiani 2016).
Mikroorganisme yang menyebabkan daging busuk dapat diperoleh melalui

infeksi hewan hidup (infeksi endogen) atau dengan kontaminasi daging pasca mati

(infeksi eksogen). Infeksi eksogen inilah yang dapat menurunkan kualitas daging

tersebut. Kontaminasi daging ayam dari luar terjadi terus menerus sejak

pengeluaran darah sampai dikonsumsi (Yulistiani 2016).

2.4. Kualitas Daging

Kualitas daging dapat dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesuadah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas

daging antara lain: genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, umur, pakan, aditif, dan

stress. Faktor setelah pemotongan meliputi pemotongan, pelayuan, pembersihan

sampai dengan pemasakan (Wibisono 2014).

kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas

daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,

umur, pakan, termasuk bahan aditif (hormon, anti biotik, dan mineral) dan stres.

Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain

meliputi pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, dan daging,

bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon, dan anti biotik,

lemak intramuskular, dan metode penyimpanan ( Nasrul dkk. 2015).

Daging yang berkualitas akan memberikan rasa yang lebih enak

dibandingkan dengan daging yang kurang berkualitas. Hal ini dapat diamati pada

daging ayam tiren dan daging sapi gelonggongan yang banyak membuat

keresahan di masyarakat. Dibandingkan dengan daging segar tentu saja kedua


kondisi tersebut akan memberikan perbedaan yang cukup siginifikan (Wibisono

2014).

2.5. Susut Masak (Cooking Loss)

Susut masak merupakan salah satu penentu kualitas daging yang penting,

karena berhubungan dengan banyak sedikitnya air yang hilang serta nutrien yang

larut dalam air akibat pengaruh pemasakan. Semakin kecil persen susut masak

berarti semakin sedikit air yang hilang dan nutrien yang larut dalam air. Begitu

juga sebaliknya semakin besar persen susut masak maka semakin banyak air yang

hilang dan nutrien yang larut dalam air (Prayitno dkk. 2017).

Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging sehubungan dengan jus

daging yaitu banyaknya air yang berikatan didalam dan diantara serabut otot.

Daging dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif lebih baik

dibandingkan dengan susut masak lebih besar (Lapase dkk. 2016).

Daging yang berkualitas mempunyai susut masak yang rendah karena

kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit dan konsumsi pakan dapat

mempengaruhi besarnya susut masak. susut masak lebih banyak disebabkan oleh

lelehnya lemak. Susut masak mempunyai hubungan negatif dengan daya ikat air.

Daging dengan DIA tinggi akan mempunyai susut masak yang rendah (Prayitno

dkk. 2017).

2.6. Daya Ikat Air

Daya ikat air (DIA) merupakan parameter kualitas daging yang sangat terkait

dengan kemampuan air, oleh karena itu daya ikat air berhubungan dengan
parameter kualitas. Daya ikat air juga menunjukkan seberapa besar kemampuan

daging untuk mengikat air dalam persen (Prayitno dkk. 2017).

Pengujian daya mengikat air merupakan pengujian untuk mengetahui

seberapa besar kemampuan daging dalam mengikat air bebas. Daging dengan

daya ikat air rendah akan kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi kehilangan

berat. Semakin kecil nilai daya ikat semakin rendah karena banyak komponen-

komponen terdegradasi (Lapase dkk. 2016).

Kemampuan daging untuk menahan air merupakan suatu sifat penting karena

dengan daya ikat air yang tinggi, maka daging mempunyai kualitas yang baik.

Penurunan daya ikat air disebabkan oleh terjadinya proses denaturasi dan

depolimerisasi serta peningkatan solubilitas protein karena tekanan dan lama

perebusan menyebabkan terjadinya kerusakan dan perubahan struktur protein otot

terutama pada aktin dan miosin. Kerusakan aktin dan miosin menyebabkan

penurunan kemampuan protein otot untuk mengikat air (Lapase dkk. 2016).

III. METODEOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak, dilaksanakan pada hari Sabtu, 15

Oktober 2022 pukul 08.00 – selesai yang bertempat di Laboratorium Unit

Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum penetuan kualitas daging dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Kegunaan


No Nama Alat Kegunaan
1 Pisau Untuk memotong daging ayam
2 Talenan Untuk alas pemotong daging ayam
3 Plastik klip Untuk untuk membungkus saat merebus di
water bath
4 Sarung tangan plastik Untuk dipakai saat pemotongan daging ayam
5 Tisu Untuk untuk mengelap daging yang telah
direbus
6 Tali rafia Untuk tali saat proses perebusan daging ayam
7 Timbangan digital Untuk mengukur berat awal dan berat setelah
direbus
8 Cawan petri Untuk wadah daging saat proses penimbangan
9 Water batch Untuk merebus daging ayam
10 Alat pengepres daging Untuk mengurangi kadar air pada daging ayam.
11 Kertas millimeter blok Untuk mengambar luas area bebas
12 Kertas hvs Untuk alas kaca plat saat proses pengepresan
13 Alat tulis Untuk untuk mencatat hasil praktikum.
14 Kamera hp Untuk dokumentasi praktikum.

Bahan yang digunakan dalam penetuan kualitas daging dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan Kegunaan


No Nama Bahan Kegunaan
1 Daging Ayam Sebagai objek pengamatan
2 Air Digunakan untuk merebus daging ayam

3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam praktikum penentuan kualitas daging sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Amati warna, bau/aroma, kebasahan, tekstur, dan keadaan permukaan daging.


3. Catat hasil akhir yang didapat.

4. Potong daging ayam dengan menggunakan pisau, dan timbang mengunakan

timbangan analitik seberat 5 gram.

5. Masukan sampel daging tadi ke dalam kantung klip dan tali atasnya

menggunakan rafia.

6. Masukan sampel kedalam water bath selama 30 menit dengan suhu 80,5°C.

7. Setelah 30 menit ambil sampel dan keringkan menggunakan tissue.

8. Timbang berat akhir setelah direbus dan catat hasilnya.

9. Siapkan plat kaca diatas meja, taruh kertas HVS dan kertas saring diatas kaca.

10. Kedua plat kaca tersebut depres dengan beban 35 kg selama 5 menit.

11. Setalah 5 menit ambil kertas dan daging ayamnya, ukur area basah daging

serta diukur area paling besar daging tersebut

12. Gambar area basah dikertas milimeter blok.


Asistensi
Praktikum

Praktikum

3.4. Diagram Alir


Karakteristi Susut masak Daya ikat
air
Diagramkalir
daging
dari praktikum penentuan kualitas daging adalah sebagai

berikut:

Membuat
Laporan
Gambar 1. Penetuan Kualitas Daging

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada penentuan kualitas daging sayuran dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Daging Ayam


No. Parameter Keadaan
Daging segar Daging busuk
1. Warna Putih kemerahan Kecoklatan
dan cerah
2. Bau/aroma Berbau khas Amis/anyir
daging
3. Kebasahan Berair Agak berair
4. Tekstur Kenyal Agak kasar
5. Keadaan permukaan daging Bersih Kotor

4.1.1. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan karakterisik daging pada dapat dilihat pada

table 3 diatas bahwa warna pada daging segar terlihat putih kemerahan dan cerah
sedangkan pada daging busuk warnanya kecoklatan. Hal ini sependapat dengan

Wibisono (2014) bahwa Daging yang segar dan berkualitas tentu berbeda dengan

daging yang sudah busuk. Cara paling mudah untuk mengetahui nya adalah dari

warna, bau, dan konsistensinya. Daging yang segar berwarna merah terang pada

daging sapi dan daging berwarna putih segar pada daging ayam.

Hasil pengamatan tentang parameter bau atau aroma didapatkan keadaan

pada daging segar berbau khas daging sedangkan pada keadaan daging busuk

didapatkan bau amis atau anyir. Hal ini sependapat dengan Wibisono (2014)

bahwa bau nya khas daging sapi dan khas daging ayam serta konsistensi nya liat /

kenyal. Pemeriksaan organoleptik (warna, bau dan konsistensi) pada keempat

sampel dari daging sapi dan daging ayam menunjukkan daging masih segar.

Selanjutnya pada pengamatan dengan menggunakan parameter kebasahan

didapatkan keadaan pada daging segar cenderung lebih berair sedangkan pada

keadaan daging busuk agak berair. Hal ini sependapat dengan Wala (2016) bahwa

penurunan nilai kadar air daging ayam pada penyimpanan disuhu ruang. Faktor

lain yang turut mempengaruhi penurunan nilai kadar air daging ayam yaitu

penggunaan air untuk pertumbuhan mikroba.

Pengamatan pada penentuan kualitas daging untuk parameter tekstur

didapatkan hasil untuk keadaan daging segar tekstur kenyal dan untuk keadaan

daging busuk tekstur yang didapat agak keras. Hal ini sependapat dengan Jaelani

(2014) bahwa Tekstur daging ayam menurun seiring dengan lama penyimpanan

daging ayam. Nilai tekstur daging ayam dengan lama penyimpanan yang berbeda
berkisar antara 1,76 sampai 3,82. Lama penyimpanan daging 0 hari yang berbeda

nyata dengan lama penyimpanan daging ayam selama 6,12,18 dan 24 hari.

Pengamatan pada penentuan kualitas daging untuk parameter keadaan

permukaan daging didapatkan hasil untuk keadaan daging segar permukaan masih

bersih karena belum terkena angin atau suhu ruang, sedangkan pada keadaan

daging busuk permukaannya kotor. Hal ini sependapat dengan Merthayasa dkk.

(2015) bahwa permukaan daging yang mengalami kontak dengan udara dalam

jangka waktu yang lama, akan berwarna coklat dan mengeras, karena

oksimioglobin teroksidasi menjadi metmioglobin. Reaksioksigenasi biasanya

dapat ditandai pada daging segar < 0,5 jam dan biasanya disebut blooming pada

industri daging. Oksimioglobin yang merah tetap stabil sepanjang hemoglobin

tetap mengalami oksigenasi dan besi dalam hemoglobin tetap pada status

tereduksi.

Tabel 4. Uji Susut Masak dan Daya Ikat Air


No. Parameter Hasil Pengamatan
1. Susut Masak (Cooking Loss) 34 %
2. Daya ikat air (WHC) 16%

4.1.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji susut masak dan daya ikat air dapat

dilihat pada tabel 4 diatas bahwa susut masak yang didapatkan pada daging ayam

segar sebesar 34%. Hal ini tidak sependapat dengan Prayitno (2017) yang

menyatakan susut masak daging ayam broiler pada umur 6 dan 7 minggu yaitu

sekitar 24,89% dan 34,57%, sedangkan susut masak daging ayam broiler hasil

penelitian berkisar antara 18,87% sampai 26,79%. Pada umumnya susut masak

bervariasi antara 1,5% sampai 54,5% dengan kisaran 15% sampai 40%.
Hasil pengamatan pada uji daya ikat air dapat dilihat pada tabel 4 diatas

bahwa hasil daya ikat air yang didapatkan sebesar 16%. Hal ini tidak sependapat

dengan Nasrul (2016) yang menyatakan Nilai daya ikat air daging paha Ayam

Sentul dengan lama perebusan 15 - 45 menit memiliki nilai yang tidak berbeda

jauh pada setiap perlakuan. Pada perebusan 15 menit didapatkan hasil 46.09%,

untuk perebusan 30 menit didapatkan 42.18% dan pada perebusan 45 menit

didapatkan hasil 35.39%. Waktu pemasakan yang singkat hanya akan mengubah

molekul air pada lapisan luar, sedangkan molekul air yang terikat pada lapisan

pertama dan kedua tidak banyak mengalami perubahan. Secara statistik, daya ikat

air daging akibat lama perebusan tidak menurun, tetapi secara nominal, lama

perebusan cenderung menurunkan daya ikat air.


V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada

praktikum ini ada tiga uji yang dilakukan yaitu karakteristik daging ayam, uji

susut masak dan uji daya ikat air. Karakteristik daging ayam meliputi warna

daging, bau/aroma, tekstur, kebasahan dan keadaan permukaan daging.

Selanjutnya untuk uji susut masak didapatkan hasil 34% dan pada uji daya ikat air

didapatkan hasil 16%. Faktor yang dapat mempengaruhi daya ikat air daging

selain protein dan pH yaitu, stress, bangsa, pembentukan akto-myosin

(rigormortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan karkas dan aging, tipe otot

dan lokasi otot, spesies, umur, fungsi otot, pakan, dan lemak intramuskuler.

5.2. Saran

Saran dalam praktikum ini yaitu untuk asisten agar lebih baik lagi dalam

menyampaikan materi saat di laboratorium sehingga praktikum dapat mengerti

dan paham sehingga dalam penyusunan laporan lebih mudah. Saran dalam

praktikum ini yaitu untuk lab lebih disediakan kursi yang cukup untuk praktikum

sehingga praktikan merasa nyaman dalam melakukan praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Daswi DR dan Arisanty. 2021. Pemanfaatan perasan buah belimbing wuluh


(averrhoa bilimbil.) sebagai pengawet alami pada daging sapi segar. Media
Farmasi. 17(1): 31-52.
Kamaruddin I, A Hafidzah dan Anugerah. 2019. Intelligent active packaging:
elemen kemasan untuk memonitor dan mempertahankan mutu daging segar.
Jurnal Teknologi Pangan. 1(2): 73-105.
Lapase OA, J Gumiral dan W Tanmiriah. 2016. Kualitas fisik (daya ikat air, susut
masak, dan krempukan) daging paha ayam Sentul akibat lama perebusan.
Jurnal Ilmiah Peternakan. 5(2)1-7.
Millan A dan Y Sirante. 2019. Efektivitas mikrokapsul oleoresin fuli pala
( myristica fragfragrans houtt) sebagai pengawet daging ayam broiler.
Jurnal peternakan. 4(2): 52-63.
Merthayasa JD, IK Suada dan KK Agustina. 2015. Daya ikat air, pH, warna, bau,
dan tekstur daging sapi bali dan daging wagyu. Indonesia Medicus
Veterinus. 4(1): 16-24.
Nasrul A, D Septinova dan PE santosa. 2015. Kualitas fisik daging dari pasar
tradisional di Bandar Lampung. Jurnal Peternakan Terpadu. 3(3) :85-103.
Prayitno AH, E Suryatno dan Zuprizal. 2017. Kualitas dan sensoris daging ayam
broiler yang diberikan pakan dengan penambahan ampas virgin coconut oil
(VCO). Jurnal Peternakan. 34(1): 55-63.
Sangadji I, Jurianto, M Rijal. 2019. Penyimpanan daging ayam broiler terhadap
kualitasnya ditinjau dari kadar protein dan angka lempeng total bakteri.
Jurnal Biology Schence and Education. 1(1): 47-57.
Windiana D. 2012. Deteksi permulaan kebusukan daging ayam broiler yang dijual
pada suhu kamar (28-30°C) di beberapa kios daging pasar tradisional
Kabupaten Bogor. Jurnal Teknologi Pangan. 1(1): 16-25.
Wibisono FJ. 2014. Pengujian kualitas daging sapi dan daging ayam di pasar
dukuh Kupang Barat Kota Surabaya. Jurnal Medik Veteriner. 1(1): 405-435.
Wala J, T Ransalelah, I Wahyuni dan M Rotinsuhu. 2016. Kadar air, pH dan total
mikroba daging ayam yang ditambahkan kunyit putih (Curcuma mangga
val.). Jurnal Zootek. 32(2): 405-416.
Yulistiani R. 2016. Studi daging ayam bangkai: perubahan organoleptik dan pola
pertumbuhan bakteri. Jurnal Teknologi Pertanian. 11(1): 27-36.

Anda mungkin juga menyukai