ILMU PASCAPANEN
UJI KUALITAS DAGING SAPI
DISUSUN OLEH :
Disusun Oleh:
Nama : Muhammad Alfin Yahya
NPM : 2010701059
Kelas : Peternakan 2(B)
Asisten: Lailatul Fitria
2.1 Materi
Alat
1. Kamera
Bahan
1. Daging sapi
2. Lembar kerja
2.2 Metode
Mutu fisik daging. Uji mutu fisik daging meliputi, Konformasi,
Perdagingan, Perlemakan, Keutuhan, Perubahan Warna dan Kebersihan.
Pengujian dilakukan secara visual (inspeksi) dan perabaan (palpasi).
Kemudian hasilnya dicatat pada lembar kerja.
BAB III
3.1 Hasil
3.2 Pembahasan
Warna daging merupakan sifat kualitas yang penting tidak hanya bagi
industri daging tetapi juga bagi konsumen rumah tangga. Bagi industri daging
bahwa penampilan fisik daging yang diterima oleh konsumen pada tingkat
eceran memberikan tingkat penerimaan yang tinggi. Konsumen mengkaitkan
antara warna dengan kesegaran daging, dimana melalui pembelajaran lewat
penelitian dinyatakan bahwa warna daging segara dalah merah cerah (Bright
red) dan penyimpangan dari warna ini menjadikan daging tersebut tidak
diterima (Hadioetomo, 2012)
Menurut Nurwantoro et al, (2014) sifat kimia daging yaitu:
a. Kadar air, kadar air dalam daging dipengaruhi oleh kandungan lemak
intramuskuler yang terdapat dalam otot.
b. Kadar abu, terdapat 15 dari 41-51 elemen mineral yang terdapat dalam
jaringan tubuh ternak dengan jumlah bervariasi, yang secara tradisional
adalah esensial.
c. Kadar protein, kandungan protein dalam daging yaitu 16%. Nilai gizi
protein ditentukan oleh kandungan protein dalam daging diantaranya nutrisi
dan penanganan pasca pemotongan.
d. Kadar lemak, kandungan lemak daging sapi yang tidak dipanaskan rata-
rata mencapai 17%. Sedangkan jika dimasak kadar lemaknya akan menurun
Daging merah sebenarnya memiliki kandungan nutrisi tinggi yang
bermanfaat bagi kesehatan. Namun, sebagian orang menjadi anti untuk
mengkonsumsi daging merah, mereka menyebut bahwa daging merah
buruk untuk kesehatan.
Salah satunya adalah memicu kolesterol tinggi. Benarkah daging
merah buruk untuk kesehatan kita? Jawabannya tergantung bagaimana kita
memperlakukannya. Jika dikonsumsi secara berlebihan, maka akan
berakibat buruk. Tapi jika dikonsumsi secara tepat, daging merah
merupakan sumber nutrisi cukup tinggi (Herlina, 2014).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH daging seperti stres sebelum
pemotongan, seperti iklim, tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau
gerakan yang berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang
gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari 5,9). Nilai pH daging ini
perlu diketahui karena pH daginga akan menentukan tumbuh dan
berkembangnya bakteri. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada
pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9,
tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari
berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Faisal, 2015).
Kualitas utama daging ditentukan oleh keempukan, citarasa, dan warna.
Diantara ketiga hal tersebut, keempukan memegang peranan
terpenting. Kesan keempukan secara keseluruhan meliputi tekstur dan
melibatkan tiga aspek yaitu kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam
daging, mudahnya daging dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih
kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Soeparno,
2011).
Pada daging sebelum didiamkan berwarna merah tua, tekstur kenyal
dan tidak terlalu berair, lalu setelah didiamkan selama 6 jam berubah
daging sapi berubah menjadi merah pucat dan banyak air yang terdapat di
sekitar daging sapi tersebut. Hal ini terjadi karena daging sapi seharusnya
diperlakukan dengan disimpan di suhu yang dingin atau dibekukan supa
daging sapi tidak terkontaminasi oleh bakteri dan mikroba yang dapat
menyebabkan ph serta kualitas daging sapi menjadi turun. Setelah
penyembelihan sapi seharusya karkas sapi harus cepat diberi perlakuan
dengan pendinginan serta pengawetan agar daging sapi tetap terjaga
kualitasnya sehingga akan layak untuk dinikmati atau dikonsumsi.
BAB IV
KESIMPULAN
Daging adalah Semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2009). Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi pH daging seperti stres sebelum pemotongan, seperti
iklim, tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot
dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar
dari 5,9). Kerusakan daging sapi sering terjadih hal ini terjadi karena daging sapi
seharusnya diperlakukan dengan disimpan di suhu yang dingin atau dibekukan
supa daging sapi tidak terkontaminasi oleh bakteri dan mikroba yang dapat
menyebabkan ph serta kualitas daging sapi menjadi turun. Setelah penyembelihan
sapi seharusya karkas sapi harus cepat diberi perlakuan dengan pendinginan serta
pengawetan agar daging sapi tetap terjaga kualitasnya sehingga akan layak untuk
dinikmati atau dikonsumsi
DAFTAR PUSTAKA
Angka Kecukupan Gizi Bagi Orang Dewasa. Loka Karya Nasional Widya Karya
Pangan Dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program
Studi Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara
Faisal, Andi. 2015. Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali Prarigor Yang
Dimarinasi Ekstrak Kakao Pada Waktu Dan Level Yang Berbeda. Skripsi.
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar.
Harlina. 2014. Kandungan Logam Berat pada Daging Dada dan Paha yang
Dipelihara dengan Sistem Kandang Panggung Setelah Direbus dan
Dikukus. Jurnal. Staf Dosen pada Laboratorium Teknologi Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan, UNDIP. 235-242.
Hadiatomo. 2012. Pengelohan Daging. Erlangga. Jakarta.
Usmiati. 2010. Kualitas Fisik, Daya Ikat Air, Susut Masak. Jurnal Teknologi
Hasil Ternak. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang,
Magelang. 119–132.