Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BAHAN MAKANAN

SUMBER PROTEIN 1

Disusun oleh :
Kelompok 2
Shabrina Salsabila 222110102046
Naufal Thariq Agdiansyah 222110102058
Nafisa Ilmi Hakim 222110102059
Nafisyah Kiswanti 222110102077
Inesa Malika Dewi 222110102081
Nuraini Puspa Dewi 222110102082
Cintya Lamusu 222110102086

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum yang berjudul “Sumber Protein
1 (Daging, unggas, ikan, udang, dan kerang).” Penulisan laporan praktikum ini merupakan
tugas yang diberikan dalam mata kuliah Ilmu Bahan Makanan.
Kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan penulisan makalah ini.
Kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian masalah ini, khususnya kepada dosen yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini.
Akhir kata, kami berharap semoga penulisan laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi
kami maupun rekan-rekan, sehingga dapat menambah pengetahuan kita bersama.

Jember, 21 Mei 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................
1.3 Manfaat................................................................................................................
1.4 Acara....................................................................................................................
1.5 Hari,Tanggal........................................................................................................
BAB II METODE PERCOBAAN.......................................................................................
2.1 Alat dan Bahan....................................................................................................
2.1.1 Daging..........................................................................................................
2.1.2 Unggas.........................................................................................................
2.1.3 Ikan, kerang, dan udang.............................................................................
2.2 Cara Kerja............................................................................................................
2.2.1 Daging..........................................................................................................
2.2.2 Unggas.........................................................................................................
2.2.3 Ikan, kerang, dan udang.............................................................................
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................
3.1 Hasil.....................................................................................................................
3.1.1 Daging..........................................................................................................
3.1.2 Unggas.........................................................................................................
3.1.3 Ikan, kerang, dan udang.............................................................................
3.2 Pembahasan........................................................................................................
3.2.1 Daging..........................................................................................................
3.2.2 Unggas.........................................................................................................
3.2.3 Ikan, kerang, dan udang.............................................................................
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Protein berasal dari bahasa Yunani yaitu Protos yang memiliki makna “paling utama”
(Rismayanthi, 2015). Protein merupakan salah satu kelompok dari bahan makronutrien
(nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah banyak), tidak seperti bahan makronutien lain
misalnya karbohidrat, lemak, protein memiliki peran lebih penting dalam pembentukan
biomolekul daripada sumber energi (penyusun bentuk tubuh) (Rismayanthi, 2015).
Fungsi protein yaitu sebagai sumber utama energi selain karbohidrat dan lemak,
sebagai zat pembangun, zat pengatur. Penduduk Indonesia mengkonsumsi berbagai jenis
bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan protein, yang secara umum dikelompokkan
menjadi dua yaitu hewani dan nabati. Bahan makanan sumber protein hewani adalah ikan,
udang dan makanan hasil laut, daging unggas, telur, susu, dan daging ternak besar (sapi,
kambing, kerbau dan lain-lain). Sutomo (2008), menyatakan bahwa bahan makanan hewani
merupakan sumber protein yang lebih baik dibanding dengan nabati, terutama dilihat dari
segi besar kandungan protein per 100 gram bahan makanan maupun dari mutunya.
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi berupa protein
yang mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan sebagai urat
daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung, dan
telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Perbedaan pengertian
daging dan karkas terletak pada kandungan tulangnya. Daging biasanya sudah tidak
memiliki tulang, sedangkan karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulangnya
(Heri Warsito, Rindiani 2015).
Menurut definisi, unggas (poultry) adalah jenis ternak bersayap dari kelas Aves yang
telah di domestikasikan dan cara hidupnya diatur oleh manusia degan tujuan untuk
memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang (daging dan telur) dan jasa (pendapatan).
Termasuk kelompok unggas adalah ayam (petelur dan pedaging), ayam kampung, itik,
kalkun, burung puyuh, burung 8 merpati, dan angsa yang sekaran di usahakan secara
komersial. Sementara itu, burung mutiara, kari, dan burung unta masih dijajaki
kemungkinanya untuk diternakan secara komersial (tri yuanta, 2004).
Ikan secara umum juga diketahui memiliki kandungan asam lemak
esensial dan non esensial yang cukup tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan
tubuh manusia dan dapat dilihat dari profil asam lemaknya. Asam lemak tak jenuh
jamak omega-3 seperti asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat
(DHA) telah diketahui dapat menurunkan kolesterol darah dan menurunkan risiko
beberapa penyakit (Peinado et al. 2016). Lemak dan asam lemak merupakan sumber dari
senyawa-senyawa volatil yang terbentuk dan dapat memengaruhi aroma produk secara
keseluruhan. Senyawa volatil dari golongan aldehid, keton dan alkohol telah
diketahui berasal dari berbagai reaksi yang melibatkan asam lemak (Peinado et al.2016;
Lazo et al. 2017).
Menurut Faizal (2014), Protein hewani merupakan protein lengkap, yaitu protein
yang mengandung semua jenis asam amino esensial. Salah satu sumber protein hewani
yaitu ikan, kerang, dan udang. Ikan, kerang, dan udang merupakan salah satu bahan
makanan sumber protein hewani dan banyak disukai masyarakat karena memiliki rasa yang
enak, gurih dan mempunyai nilai gizi yang baik. Keunggulan protein daging kerang dan
daging biota perairan yaitu memiliki kandungan asam amino khususnya lisin dan metionin
yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein dari susu dan daging. Asam amino metionin
penting dalam proses sintesis protein karena kode asam amino metionin sama dengan kode
awal satu rangkaian RNA. Asam amino lisin berperan dalam biosintesis karnitin yang akan
merangsang lemak pada daging kerang mengalami β-oksidasi sehingga kadar lemak dan
kolesterolnya lebih rendah (Tarigan, 2010)

1.2 Tujuan
1. Mengetahui jenis-jenis daging, unggas, ikan dan udang
2. Mengetahui kandungan gizi daging, unggas, ikan, dan udang
3. Mengetahui mutu daging, unggas, ikan, dan udang serta hasil olahannya
4. Mengamati perubahan nilai gizi dan sifat fisik produk pangan akibat proses
pengolahan
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum yang dilaksanakan, yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis daging, unggas, ikan, kerang, dan udang
2. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan gizi pada daging, unggas, ikan, kerang,
dan udang
3. Mahasiswa dapat mengetahui mutu daging, unggas ikan, kerang, dan udang serta
hasil olahannya
4. Mahasiswa dapat mengetahui perubahan nilai gizi dan sifat fisik produk pangan
akibat proses pengolahan

1.4 Acara

Praktikum Ilmu Bahan Makanan dengan teman sumber protein 1 (daging, unggas,
ikan, kerang, dan udang).

1.5 Hari, Tanggal

Praktikum diadakan pada hari Selasa, 16 Mei 2023


BAB II
METODE PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Daging
● Alat
1. Pisau 1 buah
2. Timbangan 1 buah
3. Kompor gas 1 buah
4. Beaker glass 1 buah
5. Panci 1 buah
6. Termometer 1 buah
7. Beef chart 1 buah

● Bahan
1. Daging sapi has luar
2. Daging sapi sengkel/kisi

2.1.2 Unggas
● Alat
a. Pisau 1 buah
b. Timbangan 1 buah
c. Kompor gas 1 buah
d. Panci 1 buah
e. Termometer 1 buah

● Bahan
a. Ayam ras dada 1 potong
b. Ayam ras paha 1 potong
c. Ayam buras sayap 1 potong
d. Ayam buras paha 1 potong

2.1.3 Ikan, kerang dan udang

● Alat

a) Pisau 1 buah

b) Timbangan 1 buah
c) Cawan petri 1 buah

d) Gelas piala 1 buah

e) Kertas saring 1 buah

f) Pipet tetes 1 buah

g) Tabung reaksi 1 buah

● Bahan
a. Ikan bandeng 1 ekor
b. Udang 1 ekor
c. Sarden ikan 1 buah
d. Bakso ikan 20 gram
e. Terasi 1 buah
f. Ikan pindang 1 buah
g. Ikan asin
h. Larutan Pb-asetat 10%

2.2 Cara Kerja

2.2.1 Daging

1. Pengamatan sifat organoleptik daging


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
3.1.1 Daging
1. Pengamatan karkas daging
Tabel 1. Pengamatan karkas daging

No Jenis Daging Mutu karkas daging Kode

1. Daging sapi has Berwarna merah No. SNI 3932:2008


luar/sirloin kecoklatan, bau segar dan Mutu I
tekstur alot/keras

2. Daging sapi sengkel/kisi Berwarna merah pucat, bau No. SNI 3932:2008
lebih menyengat dan tekstur Mutu I
kenyal

2. Pengamatan sifat organoleptik daging


Tabel 2. Hasil pengamatan sifat organoleptik

No Jenis Warna Bau Tekstu Kesimpulan


Daging r

1. Daging sapi Merah Segar Alot/ Daging sapi has luar/sirloin memiliki
has kecoklat keras warna merah kecoklatan dengan bau
luar/sirloin an yang segar dan tekstur yang alot/liat

2. Daging sapi Merah Lebih Kenyal Daging sapi sengkel/kisi memiliki


sengkel/kisi pucat menye warna merah pucat dengan bau lebih
ngat menyengat dan tekstur yang kenyal

3. Pengamatan keempukan daging


Tabel 3. Pengamatan keempukan daging

No Jenis Daging Keempukan

1. Daging sapi has luar/sirloin +++

2. Daging sapi sengkel/kisi ++

Keterangan:

++++ : sangat empuk

+++ : empuk

++ : agak empuk
+ : tidak empuk

4. Pengamatan daya putus daging dan sifat organoleptik sesudah pemanasan


Tabel 4. Pengamatan daya putus daging dan sifat organoleptik sesudah pemanasan
No Bahan Daya putus Organoleptik
daging saat
dimasak pada

800C 900C Warna Tekstur Bau


1. Daging sapi has Susah di Sedikit Coklat Alot Tidak berbau
luar/sirloin putus mudah di muda
putus
2. Daging sapi Susah di Susah di Coklat tua Alot Tidak berbau
sengkel/kisi putus putus

5. Pengamatan nilai gizi & sifat organoleptik produk olahan


Tabel 5. Hasil pengamatan sifat organoleptik produk olahan
Bahan Warna Bau Tekstur Ras
a
Sosis Sapi Merah Tidak menyengat Kenyal Sedap
kecoklatan
Bakso Abu-abu Sedikit menyengat Kenyal Sedap

Kornet Merah pucat Tidak berbau Lembut Sedikit gurih

3.1.2 Unggas
1. Pengamatan sifat organoleptik karkas unggas
Tabel 6. Pengamatan sifat organoleptik karkas unggas

pengamatan kesimpulan

no Jenis karkas
kenampakan Warna bau tekstur
daging

1 Ayam ras paha Kulit putih putih segar Empuk Ayam ras
(broiler) cerah bagian paha
kekuni memiliki
ngan kenampakan
kulit putih,
warna daging
yang putih
cerah
kekuningan ,
bau yang
segar dan
tekstur yang
empuk

dada Kulit putih putih segar Empuk Ayam ras


bagian dada
cerah
memiliki
kekuni kenampakan
ngan kulit putih,
warna
daging yang
putih cerah
kekuningan,
bau yang
segar dan
tekstur yang
empuk

2 Ayam paha putih Merah segar lembut Ayam buras


buras muda bagian paha
(kampung) memiliki
kenampakan
yang putih,
warna daging
merah muda,
bau yang
segar dan
tekstur yang
lembut

sayap putih merah segar lembut Ayam buras


muda bagian sayap
memiliki
kenampakan
yang putih,
warna daging
merah muda,
bau yang
segar dan
tekstur
lembut
2. Penentuan berat dapat dimakan ( BDD ) unggas

Tabel 7. Penentuan berat dapat dimakan ( BDD ) ungags

No Jenis Karkas Massa (gram) BDD%

Sebelum Sesudah
Dipisah Dipisah

1. Ayam Ras Paha 176 112 0,63%

Dada 173 150 0,86%

Sayap - - -

Rata – rata

2. Ayam Buras Paha 107 61 0,57%

Dada - - -

Sayap 120 62 0,51%

Rata - rata

Keterangan :

BDD= Berat dipisah x100%

Berat utuh
3. Pengamatan pemasakan daging unggas

Tabel 8. Pengamatan pemasakan daging unggas

No Jenis Karkas Daya putus pada Organoleptik


daging pada
pemanasan 20
menit

100˚ C Warna Tekstur Bau

1. Ayam Buras Mudah Putih Empuk Tidak ada


terang bau

2. Ayam Ras Mudah Putih pucat Empuk Sedikit


menyengat

4. Pengamatan sifat organoleptik produk olahan ungags

Tabel 9. Pengamatan sifat organopleptik produk olahan unggas

Bahan Warna Kenampakan Bau Tekstur Rasa

Sosis Ayam Cokelat Panjang Daging Agak kenyal Sedap


Muda ayam

Nugget Kuning Bulat Tidak Rapuh Gurih


Ayam Keemasan berbau renyah

3.1.3 Ikan, kerang dan udan

1. Pengamatan sifat organoleptik ikan, kerang dan udang

Tabel 10. Pengamatan sifat organoleptik ikan, kerang dan udang

Nama Bentuk Warna Bau Tekstur Keadaa Warna Keadaan Warna


ikan, n fisik insang mata daging
kerang
dan
udang

Ikan Memanjang, Putih sega lembut sedang Putih Bulat, putih


banden padat, susu r pucat ditutupi
g pipih,oval oleh
selaput
bening
(agak
segar)

Udang Melengkung Putih sega Licin segar orang Menonjol, putih


dan r dan e bola mata
ada empuk seperti
bercak kacang
hijau hijau

2. Penentuan Berat Dapat Dimakan (BDD)

Tabel 11. Pengamatan penentuan Berat Dapat Dimakan (BDD)

Jenis ikan, kerang Berat utuh (gr) Berat dipisah (gr) %BDD
dan udang

Ikan Bandeng 310 216 0,7%

Udang 27 17 0,62%

3. Uji kesegaran

Tabel 12. Pengamatan uji kesegaran

Jenis Ikan, kerang dan udang Hasil uji H₂S


Ikan bandeng Tidak bereaksi, segar

Udang Tidak bereaksi , segar

4. Pengamatan nilai gizi dan sifat organoleptik produk olahan

Tabel 13. Pengamatan sifat organoleptik produk olahan

Bahan Warna Bau Tekstur Rasa

Sarden Merah pekat Ikan sarden Kental Sedap

Ikan asin Putih,cerah Tidak ada bau Keras Asin

Bakso ikan Abu - abu Ikan Kenyal Sedap

Terasi Cokelat gelap Menyengat keras Asin, gurih

Ikan pindang Abu – abu putih Segar Agak lengket Gurih, asin

3.2 Pembahasan
3.2.1 Daging
1. Pengamatan karkas daging ( Tabel 1)
a. Sebutkan bagian-bagian karkas daging beserta gambarnya
b. Jelaskan pembagian mutu dan ciri-ciri karkas daging
● Tingkatan mutu karkas

● Tingkatan mutu fisik


● Syarat mutu mikrobiologis

● Ciri ciri

c. Sebutkan ciri-ciri daging yang baik


● Warna

Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetik


dan usia, misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging
sapi perah, daging sapi muda lebih pucat daripada daging sapi
dewasa. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging
berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.

● Tekstur Daging

Daging sapi yang segar memiliki tekstur yang terasa kenyal. Tekanlah
sedikit daging tersebut, jika kembali ke posisi semula berarti daging
tersebut masih baru dan segar. Hal ini berbeda dari daging yang
busuk dimana daging tersebut akan terasa lembek ketika ditekan.

● Bau / Aroma

Daging yang segar memiliki aroma yang segar pula atau dengan kata
lain memiliki bau khas “sapi”. Sementara itu daging yang busuk akan
menimbulkan bau busuk atau asam.

● Keempukan
Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin
tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga
daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari, daging
yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.
● Kandungan lemak (Marbling)

Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara


serabut otot (intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus
otot dan mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan.
Marbling berpengaruh terhadap cita rasa.

d. Jelaskan perubahan yang terjadi setelah penyembelihan pada karkas daging

a. Perubahan pH daging

Pada saat post mortem terjadi penurunan pH pada daging


dikarenakan adanya metabolisme anaerobic yang akan menghasilkan asam
laktat pada jaringan daging. Produksi asam laktat ini akan menyebabkan
penurunan pH daging yang akan terjadi secara bertahap dari pH normal
menjadi pH akhir sekitar 3.5 hingga 5.5 (Lonergan et al., 2010). Dengan
perubahan pH ini juga akan menyebabkan terjadinya perubahan warna pada
daging, dimana dengan menurunya pH warna daging akan menjadi lebih
pucat seperti pada gambar di bawah ini.

b. Perubahan rigor pada jaringan otot daging

Dengan berhentinya proses respirasi, maka menyebabkan penurunan


jumlah ATP (Adenosine Tri Phosphate) pada jaringan daging yang berfungsi
sebagai sumber energi (Huff-lonergan & Lonergan, 2005; Lonergan et al.,
2010). Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan kekakuan pada jaringan
otot daging atau dikenal dengan istilah fase rigor mortis. Terjadinya kekakuan
pada jaringan daging pada saat rigor mortis ini disebabkan juga karena
adanya crosslinking pada protein aktin dan myosin jaringan otot daging.
Namun demikian, setelah fase rigor mortis (kekakuan) dilewati maka
demikian jaringan otot pada daging akan mengalami fase pasca rigor. Saat ini
maka daging akan menjadi lunak. Pada saat ini tidak berarti daging menjadi
lunak karena adanya pemecahan cross linking pada protein aktin dan myosin
tapi karena adanya penurunan nilai pH yang menyebabkan enzim katepsin
akan aktif dan mendesintegrasi jaringan otot miofilamen, menghilangkan
gaya adhesi antara serabut otot erta melonggarkan struktur protein serat otot.

c. Perubahan daya ikat air

Daya ikat air (Water Holding Capacity) juga dipengaruhi oleh pH


daging serta jumlah ATP pada jaringan daging (Huff-lonergan & Lonergan,
2005). Pada saat daging dalam kondisi pre rigor, daya ikat air masih sangat
tinggi namun bertahap menurun dengan menurunnya nilai pH dan jumla ATP
pada jaringan otot daging. Titik minimal daya ikat air berada pada range 5.3-
5.5 pada fase rigor mortis dimana daging sangat kaku dan tidak memiliki
ruangan untuk mengikat air karena adanya ikatan cross linking yang kuat
antara aktin dan myosin pada jaringan otot daging. Namun demikian, dengan
menurunnya nilai pH maka enzim Katepsin yang merupakan enzim proteolitik
menjadi aktif segingga dapat melonggarkan struktur protein serat daging
sehingga daya ikat air akan meningkat kembali (Lonergan et al., 2010).
Selain secara perubahan internal dimana katepsin akan aktif kembali,
seringkali ada penambahan enzim proteolitik eksternal seperti papain dari
ekstrak daun papaya maupun bromelain dari ekstrak buah nanas yang
bersifat proteolitik dan dapat meningkatkan nilai tenderness atau keempukan
dari daging karena enzim ini dapat melonggarkan struktur protein serat
daging.

e. Jelaskan pengertian fase pre-mortis, rigor mortis, dan post-mortis dan


pengaruhnya terhadap karkas daging
● Fase pre-rigor mortis adalah suatu fase yang terjadi setelah hewan
mengalami kematian. Pada fase ini otot berada dalam keadaan
relaksasi yaitu belum terjadi persilangan antara filamen aktin dan
miosin sehingga jaringan otot masih halus dan empuk. Proses kimiawi
dan pertumbuhan pada fase ini sangat lambat.
● Fase riigor mortis adalah suatu perubahan pasca mortem yang terjadi
dalam otot dan mempunyai pengaruh langsung terhadap keempukan
daging. Secara fisik dapat dikatakan bahwa rigor mortis merupakan
suatu proses perubahan daging menjadi kaku dan kehilangan
fleksibilitasnya. Kekakuan jaringan otot tersebut disebabkan terjadinya
persilangan filamen aktin dan miosin karena kontraksi otot. Lamanya
proses rigor mortis tergantung pada jenis hewannya.
● Fase post-mortis adalah suatu fase saat daging kembali menjadi
empuk karena tidak ada lagi pembentukan energi (ATP) yang dapat
digunakan untuk kontraksi dan persilangan filamen aktin dan miosin.

2. Pengamatan Organoleptik (Tabel 2)


a. Sebutkan dan jelaskan hal-hal yang mempengaruhi warna daging
Warna merupakan salah satu indikator kualitas daging meskipun warna tidak
mempengaruhi nilai gizi. Warna daging dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain faktor pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat
aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen. Warna daging tergantung dari tipe
molekul mioglobin, kondisi kimia, fisik serta komponen lain dalam daging.
Pengaruh pigmen kromoprotein, hemoglobin, sitikrom, flavin dan vitamin B12
relatif sangat kecil. Kualitas warna tidak mempengaruhi nilai gizi daging,
tetapi daging yang berwarna kuning cenderung berkualitas rendah. Lemak
marbling tidak mempengaruhi mioglobin dan hemoglobin, tetapi lemak daging
segar kadang-kadang berwarna kuning karena akumulasi pigmen karonetoid
di dalam jaringan (Nurwanto,2003).
b. Jelaskan penyebab perubahan warna daging setelah pemotongan
Menurut Nurani (2010) mengenai faktor penyebab perubahan warna pada
daging yang menyatakan bahwa jika perubahan warna merah cerah menjadi
merah gelap atau kecoklatan akan terjadi apabila daging berhubungan
dengan udara terlalu lama. Kiswanto (2012) menambahkan warna merah
cerah akan berubah menjadi merah-gelap atau gelap jika daging dibiarkan
lama terkena udara. Hal tersebut sesuai pendapat dari Smith et al. (1978)
yaitu stres sebelum pemotongan, iklim, tingkah laku agresif diantara ternak
sapi atau gerakan yang berlebihan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan
daging yang gelap dengan pH yang tinggi.
c. Jelaskan penyebab bau khas daging dan hal-hal yang mempengaruhi bau
daging
Daging yang segar memiliki aroma yang segar pula atau dengan kata lain
memiliki bau khas “sapi”. Aroma daging segar ialah tidak berbau busuk dan
berbau daging khas segar. Bau pada daging disebabkan oleh fraksin yang
mudah mengalami penguapan yakni inosin-5-monofosfat yang merupakan
hasil konversi dari adenosine-5- trifosfat pada jaringan otot hewan semasa
hidup yang mengandung hidrogen sulfida dan metil merkaptan (Suardana
dan Swacita, 2009).
d. Jelaskan penyebab ketengikan yang terjadi pada daging
Ketengikan dapat terjadi akibat dari reaksi oksidasi, hidrolisis, aktifitas enzim
dan perombakan oleh mikroorganisme dalam bahan pangan. Pencegahan
ketengikan biasanya dilakukan dengan menambahkan antioksidan.
e. Jelaskan penyebab tekstur daging yang khas
Daging sapi yang segar memiliki tekstur yang terasa kenyal. Tekanlah sedikit
daging tersebut, jika kembali ke posisi semula berarti daging tersebut masih
baru dan segar. Hal ini berbeda dari daging yang busuk dimana daging
tersebut akan terasa lembek ketika ditekan.
f. Jelaskan hal-hal yang mempengaruhi keempukan daging
Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua
usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang
dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan
memiliki konsistensi kenyal. Meurut Gamman dan Sherington (1994),
keempukan daging tergantung pada ukuran serat otot, jumlah jaringan ikat,
kegiatan ternak sebelum mati dan lama penggantungan. Daging yang
tersusun dari serat lembut dan kecil lebih empuk dari pada daging dengan
serat yang lebih besar. Daging liat mengandung jaringan ikat yang lebih
banyak dari daging empuk. Semakin tua ternak dan semakin banyaknya
aktivitasnya selama hidup akan semakin banyak jumlah jaringan ikatnya.
g. Sebutkan beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengempukkan
daging (minimal 3)
Teknik- teknik untuk mengempukkan daging
1. Potong daging secara melintang

Cara memotong daging memengaruhi empuk tidaknya


daging kambing dan sapi. Potong daging secara melintang
atau melawan serat, sehingga seratnya mudah terurai.
Kalau memotong searah dengan serat, daging akan susah
empuk walaupun dimasak dalam waktu yang lama
sekalipun.
2. Gunakan buah nanas
Memarinasi daging dengan nanas juga menjadi cara alami
untuk mengempukkan daging. Karena nanas mengandung
enzim bromelain yang berfungsi membuat bahan makanan
seperti daging menjadi basah dan lunak. Cara
menggunakannya yaitu potong-potong daging terlebih
dahulu, lalu cuci hingga bersih. Kemudian parut buah
nanas secukupnya dan lumurkan secara merata ke
seluruh bagian daging. Diamkan sebentar, lalu rebus
daging bersama parutan nanas dengan air biasa hingga
mendidih. Setelah itu, daging pun siap untuk diolah.
3. Menggunakan baking soda
Baking soda mampu menetralkan asam dan meningkatkan
pH pada permukaan daging yang kemudian membuat
daging menjadi empuk. Rata-rata penggunaan baking
soda untuk mengempukkan satu kilogram daging tidak
lebih dari 15 gram. Cara menggunakan baking soda untuk
membuat daging menjadi empuk adalah dengan
membaluri baking soda ke bagian luar daging sapi yang
sudah dibersihkan dan didiamkan selama 30 menit. Selain
itu, baking soda juga bisa dilarutkan terlebih dahulu dalam
air. Kemudian, masukan daging sapi dan rendam selama
beberapa saat.
4. Lumuri dengan garam
Garam diketahui bisa memecah serat otot daging tanpa
merusak rasanya dan aman digunakan untuk melunakkan
daging steak. Cukup taburi permukaan daging dengan
garam lalu diamkan selama satu sampai dua jam.
Kemudian, bilas dan tepuk-tepuk permukaan daging
hingga kering.
3. Pengamatan keempukan daging (Tabel 3)
a. Jelaskan pengaruh pemasakan terhadap keempukan setiap jenis
daging
Daging dengan jaringan ikat sedikit seperti has, dianjurkan
dimasak dengan pemanasan kering (goreng, bakar, panggang,
barbeque). Daging dengan jaringan ikat banyak seperti sengkel,
dianjurkan dimasak secara lama dan lambat dengan suhu rendah
dan menggunakan sedikit air. Suhu pemasakan memengaruhi
keempukan daging. Jika daging tanpa lemak dipanaskan, protein
kontraktil mengeras dan cairan hilang sehingga menurunkan
keempukan daging. Potongan daging yang empuk bila dimasak
pada suhu rendah akan menjadi lebih empuk dibanding
pemasakan pada suhu sedang, dan dengan pemasakan suhu
sedang, daging lebih empuk dibanding pemasakan dengan suhu
tinggi. Oleh karena itu, suhu pemasakan perlu diperhatikan untuk
menghasilkan daging yang empuk.
b. Sebutkan hal-hal yang mempengaruhi keempukan daging
Faktor yang mempengaruhi keempukan daging dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 faktor yaitu:
1. Faktor antemorterm antara lain bangsa, umur, pakan,
banyaknya gerak dari otot dan jumlah jaringan ikat
menyebabkan variasi keempukan antar otot yang satu
dengan lainnya.
2. Faktor Postmorterm yang dapat mempengaruhi
keempukan antara lain : pendinginan, pelayuan dan
pembekuan, temperatur dan waktu penyimpanan, metode
pengolahan dan penambahan enzim pengempuk.
4. Pengamatan daya putus daging setelah pemasakan (Tabel 4)
a. Jelaskan perbedaan daya putus daging pada setiap perlakuan suhu
Nilai daya putus daging ikut menunjukkan keempukan daging. Uji
daya putus daging merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kealotan dari daging, semakin tinggi nilai daya putus daging (DPD)
suatu sampel daging maka semakin tinggi pula tingkat kealotannya atau pun
sebaliknya semakin rendah nilai, daya putus daging berhubungan erat pada
keempukan daging. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat kealotan
daging adalah jumlah kolagen dan tingkat kelarutan kolagen (Ma’arif, 2009).
Protein-protein miofibril, terutama miosin akan mengalami denaturasi pada
temperatur pemanasan 40 sampai 60°C, dan protein jaringan ikat akan
mengalami denaturasi pada temperatur 65 sampai 80°C (Davey dan Gilbert,
1974). Artinya peningkatan temperatur pemasakan menyebabkan kekerasan
daging menjadi meningkat. Hal ini disebabkan proses pemanasan akan
menyebabkan denaturasi dan meningkatkan kekerasan protein miofibril.
Menurut Davey dan Gilbert (1974), protein miofibril akan mengalami
denaturasi pada pemanasan 40 sampai 60°C dan menyebabkan kekerasan
pada daging.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan mengenai jenis daging sapi,
yaitu peningkatan temperatur pemasakan dari 60 ke 90 0C lebih berpengaruh
terhadap sifat-sifat fisik dibandingkan dengan lama pemasakan dari 30 ke
120 menit, sehingga pemasakan daging yang baik adalah dengan
penggunaan temperatur yang relatif rendah dengan waktu yang relatif lama.
Untuk suhu suhu 800C, daya putus daging itu lebih mudah dibandingkan
dengan daging yang ada pada suhu 90 0C. Hal ini dikarenakan suhu yang
semakin tinggi akan membuat keempukan daging semakin rendah atau
semakin alot yang berbanding lurus nilainya dengan daya putus daging.
Semakin tinggi suhunya, maka daya putus daging (DPD) semakin susah
diputus.
b. Sebutkan dan jelaskan penyebab perbedaan sifat organoleptik setiap jenis
daging setelah pemasakan
● Warna
Warna daging sapi adalah warna merah cerah, karena dianggap daging
tersebut adalah daging yang berkualitas jika dibandingkan dengan daging yang
berwarna merah tua. Daging sapi yang baik harus berwarna merah segar,
mengkilap, tidak pucat, seratnya halus, tidak berbau asam, tidak busuk, apabila
dipanggang terasa lekat pada tangan dan masih terasa kebasahannya serta
lemaknya berwarna kuning (Lawrie, 2003). Warna yang disukai oleh konsumen
adalah warna daging yang merah cerah. Kecerahan warna daging menunjukkan
tingkat kesegaran daging (Wahyuni, 2016).
Daging sapi yang mentah atau belum masak memiliki warna merah agak
gelap disertai dengan lemak berwarna putih kekuningan yang khas. Sementara
saat sudah dilakukan pemasakan daging sapi berwarna merah dan kecoklatan
gelap ketika matang. Ketika diolah menjadi steak, lalu dipotong maka warna
dagingnya terlihat merah dengan jus daging kemerahan. Jika daging diolah
menjadi daging asap atau ham, maka daging sapi berwarna lebih merah sedikit
kecoklatan.
● Tekstur
Saat dipotong, tekstur daging sapi terlihat memiliki jaringan serat lebih halus.
Selain itu, irisan daging sapi juga terlihat lebih kasar. Saat dipegang dan ditarik,
daging sapi terasa lebih alot. Daging sapi rasanya lebih kuat dengan serat lebih
keras dan serat daging sapi lebih kecil tetapi padat dan terlihat halus.
● Aroma (bau)
Sebelum pemasakan atau saat mentah Daging sapi juga lebih beraroma
lemak yang tajam. Aroma merupakan salah satu parameter penilaian
organoleptik terhadap suatu produk, salah satu yang dapat mempengaruhi
aroma daging masak yaitu temperatur pemasakan (Soeparno, 2005). Bau dan
rasa daging banyak ditentukan oleh precursor yang larut dalam lemak, dan
pembebasan substansi atsiri (volatil) yang terdapat dalam daging (Soeparno,
2009). Lemak tersebut juga memberikan aroma khas daging sapi ketika dimasak
dan juiciness yang disebabkan oleh lemak yang meleleh di daging (Gunawan,
2012). Pasca Rigor mortis adalah fase pembentukan aroma, pada fase ini daging
kembali menjadi lunak dan empuk karena daya ikat air dalam otot kembali
meningkat.

5. Pengamatan nilai gizi dan sifat organoleptik produk olahan (Tabel 5)

a. Jelaskan penyebab proses pengolahan terhadap sifat fisik produk olahan


● Sosis

Warnanya berubah menjadi coklat tua karena proses pengolahan. Aromanya


menjadi lebih wangi dan tercium aroma daging yang menggugah selera
makan,teksturnya lebih padat dan kenyal, apabila digoreng akan lebih
berminyak dan rasanya gurih.

● Bakso

Warnanya menjadi lebih terang setelah diolah dengan cara direbus, jika
digoreng bakso akan menghasilkan warna yang lebih gelap. Teksturnya
menjadi lebih padat dan kenyal. Rasanya gurih dan masih terasa rasa
dagingnya karena diolah dengan tambahan bumbu yang khas. Aromanya
khas daging sapi dan bumbu.

● Kornet

Teksturnya menjadi lebih kaku dan tidak lembek, aromanya wangi. Rasanya
lebih gurih dan warnanya menjadi lebih gelap.

b. Amati perbedaan nilai gizi produk olahan dengan bahan dasarnya dan jelaskan
penyebab perbedaannya

Berikut nilai gizi dari tiap produk olahan :

1. Sosis

Produk Energi Lemak Protein Karbohidrat

Daging sapi 190 kkal 12 g 19,1 g 0g


(100 g)

Sosis (100 g) 448 kkal 42,3 g 14,5 g 2,3 g

2. Bakso

Produk Energi Lemak Protein Karbohidrat

Daging sapi 190 kkal 12 g 19,1 g 0g


(100 g)

Bakso (100 g) 202 kkal 13,16 g 12,41 g 7,58 g


3. Kornet

Produk Energi Lemak Protein Karbohidrat

Daging sapi 190 kkal 12 g 19,1 g 0g


(100 g)

Kornet (100 289 kkal 25 g 16 g 0g


g)

3.2.2 Unggas
1. Pengamatan Organoleptik
a. Hal - hal yang mempengaruhi sifat organoleptik unggas yaitu kenampakan
daging unggas yang meliputi kenampakan luar daging unggas, warna daging
unggas yang berwarna putih cerah kekuningan, bau khas daging unggas
yang segar, tekstur daging unggas yang terasa empuk dan lembut.
b. Hasil pengamatan kualitas unggas yang telah dilakukan oleh kelompok kami
adalah 1.) Ayam ras memiliki kenampakan kulit putih, warna daging yang
putih cerah kekuningan , bau yang segar dan tekstur yang empuk. 2.) Ayam
buras memiliki kenampakan yang putih, warna daging merah muda, bau yang
segar dan tekstur yang lembut.
c. Ciri daging karkas yang baik adalah 1.)Daging yang sehat jika ditekan
menggunakan jari memiliki tekstur yang kenyal (padat). 2.)Memiliki warna
daging putih-kekuningan cerah (tidak pucat dan tidak kebiruan). 3.) tidak
memberikan bau yang menyengat seperti berbau amis atau berbau busuk).
4.) Memiliki rasa yang relatif gurih (wibowo, 2021)
d. Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala,
kaki, darah dan bulu serta organ dalam. Kualitas serta bobot karkas
dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan, umur, jenis kelamin dan
ransum serta proses setelah pemotongan. Bagian - bagian karkas adalah
bagian dari karkas utuh yang telah dipotong - potong terdiri atas bagian paha,
sayap dada dan punggung (Antarani, 2020).
● Whole Bird
Ayam potong utuh disebut juga sebagai ayam karkas dimana ayam
telah dibersihkan dari bulu, dipotong kepalanya dan dibersihkan dari
organ dalam. Ayam utuh biasanya dimasak untuk dijadikan ayam
panggang ataupun dijadikan ayam bakar.
● Paha
Paha dibagi menjadi dua yaitu paha atas dan paha bawah. Daging
paha ayam dapat dibeli sebagai fillet paha dengan kulit dan tulang
dihilangkan atau irisan daging paha dengan kulit dan tulang yang
masih menempel
● Dada
Bagian dada kaya akan protein dan minim lemak dari kulitnya. Oleh
karena itu, bagian dada direkomendasikan sebagai bahan makanan
yang dapat menurunkan berat badan
● Sayap
Bagian sayap tidak terlalu banyak daging dan sayap merupakan
potongan daging yang murah.

2. Penentuan berat dapat dimakan (BDD) unggas


a. Yang mempengaruhi perbedaan %BDD setiap sampel
Untuk mencari BDD pada unggas terlebih dahulu adalah bagian yang dapat
dimakan harus dipisah oleh bagian yang tidak dapat dimakan, seperti bagian
otot, tulang, lemak dan kulit.
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa persentase ayam ras lebih
besar dari pada ayam buras. Hal ini disebabkan ayam ras lebih unggul dari
ayam buras dalam segi berat dan nutrisi. Hal tersebut terbukti bahwa ayam ras
lebih berat daripada ayam buras.
Didalam tabel, berat dimakan ayam ras/ayam broiler seluruhnya lebih besar
dari pada ayam buras/ayam kampung. Hal tersebut dikarenakan selama
pemeliharaan, ayam broiler/ras diberi pakan mutu yang tinggi dengan tujuan
menghasilkan daging yang berat dan berkualitas.
3. Pengamatan pemasakan daging unggas
a. Penyebab perbedaan sifat organoleptik setiap jenis daging seusai pemasakan
Penyebab perbedaan dipengaruhi oleh kandungan setiap jenis daging unggas,
seperti perbedaan dalam kandungan lemak dan protein. Dimana lingkungan
ayam ketika masih hidup juga mempengaruhi. Dari hasil pengamatan
pemasakan organoleptik daging unggas didapat bahwa ayam ras menghasilkan
warna daging yang putih cerah, lalu tekstur daging yang empuk dan tidak ada
bau. Sedangkan ayam buras menghasilkan warna daging yang lebih pucat,
memiliki tekstur yang empuk dan memiliki bau yang sedikit menyengat.
b. Hal - hal yang mempengaruhi keempukan daging unggas
Faktor yang mempengaruhi keempukan daging unggas antara lain faktor
sebelum pemotongan (antemortem) meliputi genetik, manajemen, spesies,
fisiologis ternak, dan umur. Faktor setelah pemotongan (postmortem) meliputi
pelayuan, pembekuan, metode pengolahan, dan penambahan bahan
pengempuk (Soeparno, 2009).

4. Pengamatan nilai gizi dan sifat organoleptik produk olahan


a. Penyebab proses pengolahan terhadap sifat fisik produk olahan
Dalam teknik mengolah pangan memiliki berbagai macam cara, salah satunya
dengan cara merebus. Teknik merebus adalah teknik memasak makanan
dengan menggunakan air yang mendidih. Pengaruh perebusan terhadap kadar
air dapat menyebabkan pengerutan daging sehingga air banyak keluar dari
daging, selain itu air juga banyak menguap selama perebusan. Kehilangan air
dari daging mentah dan daging yang sudah dimasak diikuti dengan penurunan
ruang antara grup serabut otot dan antara individu serabut serta penyusutan
diameter urat daging. Pada bahan pangan hewani yang lebih banyak
mengandung protein, perebusan dapat mengurangi kadar air dalam daging.
Perebusan pada suhu 100⁰ C mengakibatkan protein akan terkoagulasi
sehingga air dari dalam daging yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan
dengan bahan pangan nabati dengan kadar protein lebih rendah. Keadaan ini
merupakan satu faktor penyebab turunnya kadar zat gizi, disamping kehilangan
zat gizi selama pengolahan (Dian, 2015).
b. Perbedaan nilai gizi produk olahan dengan bahan dasarnya
Dari pengamatan yang telah dilakukan, perbedaan gizi pada produk hasil olahan
dapat ditentukan oleh faktor pengolahan. Misalnya pada sosis ayam kalori yang
terkandung dalam 100 gram sosis ayam memiliki kalori lebih rendah
dibandingkan kalori pada ayam segar hal itu membuktikan pada saat proses
pembuatan sosis ayam membuat kalori yang dihasilkan menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan kalori yang dipunyai oleh ayam segar.

3.2.3 Ikan, kerang dan udang


1. Pengamatan sifat organoleptik
a. Hal - hal yang mempengaruhi sifat organoleptik ikan, kerang dan udang
BAB IV
KESIMPULAN

Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot (muscle tissue),
jaringanlemak (adipose tissue), dan jaringan ikat (connective tissue). Kadar mioglobin yang
berada pada daging akan mempengaruhi derajat warna merah pada daging. Kadar
mioglobin dalam daging dipengaruhi oleh spesies, umur, jenis kelamin, jenis ototserta
aktivitas fisik. Keempukan daging dipengaruhi oleh kolagen atau jaringan ikat.
Daging unggas tersusun dari jenis serat daging pendek dan lunak serta jaringan
ikatbersifat lebih tipis. Penentu utama warna daging adalah konsentrasi pigmenmioglobin
dalam daging. Aroma yang berbeda pada daging unggas dikarenakanadanya protein dan
lemak yang terdapat pada daging unggas.
Setiap jenis ikan memiliki kandungan yang bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
biologis atau intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari ikan itu sendiri. Setelah mati, ikan
mengalami perubahan biokimia yang terlihat pada daging ikan. Secara fisik daging ikan
akan kehilangan gelastisitasnya kemudian kejang, kaku, kemudian menjadi lemas kembali.
Daftar Pustaka

Annisa, D & Dewi, R. (2021). Peran Protein: ASI dalam Meningkatkan Kecerdasan Anak
untuk Menyongsong Generasi Indonesia Emas 2045 dan Relevansi Dengan Al-
Qur’an. Jurnal Tadris IPA Indonesia : 1(3). 427-435.
Hamidah, S dkk. Perbedaan Pola Konsumsi Bahan Makanan Sumber Protein di Daerah
Pantai, Dataran Rendah dan Dataran Tinggi. 21-28.
Taufikurahman, M. (2020). RANCANG BANGUN MESIN PENGADUK PAKAN TERNAK
(UNGGAS). Skripsi. Mataram : FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MATARAM.
Firdaus, A. (2018). KUALITAS FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGIS DAGING QURBAN DI
KELURAHAN SIMPANG BARU KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU.
Skripsi. Pekanbaru : UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU.
DISNAKKESWAN PROV.NTB.(2020). Kiat Pilih Daging Sapi Yang Aman, Sehat, Utuh, Dan
Halal. https://disnakkeswan.ntbprov.go.id/kiat-pilih-daging-sapi-yang-aman-sehat-
utuh-dan-halal/
Patriani, P dkk. Teknik Pengolahan Daging. Medan : CV. ANUGERAH PANGERAN JAYA
Press, 2020.
Bani, Manasje. (2021). MODUL PRODUK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN
KOMPETENSI KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RUMINANSIA.
https://repository.pertanian.go.id/server/api/core/bitstreams/038c4dad-09e9-4d67-
801e-1cb3ddc542f0/content
DISNAKKAN Kabupaten Grobogan. (2020). Mengenal Jenis-Jenis Potongan Daging Sapi.
https://disnakkan.grobogan.go.id/info/berita/503-mengenal-jenis-jenis-potongan-
daging-sapi
Assyifa, Jasmine. (2018). Fase Perubahan Pasca Mortem - Pengolahan Daging. Universitas
Diponegoro. https://www.studocu.com/id/document/universitas-diponegoro/ilmu-dan-
teknologi-pengolahan-daging/fase-perubahan-pasca-mortem-pengolahan-daging/
3157332

Anda mungkin juga menyukai