Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KIMIA PANGAN

DAGING

DOSEN PEMBIMBING :

Asmawati S.TP., M.Sc.

DISUSUN OLEH :

Firda Diana : 2005105010021

Audri Tazkia : 2005105010078

Nurul Faukanuri : 2005105010056

Meta Yunika : 2005105010008

Hamria Dendi : 2005105010013

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamulaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat dankesehatan, sehingga kelompok kami, diberi kesempatan untuk
menyelesaikan tugas penulisanmakalah tentang“Daging.”
Kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk Ibu
Asmawati S.TP., M.Sc. dosen mata kuliah Kimia Pangan yang telah menyerahkan
kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan makalah ini. Kami juga berharap
dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait penggolongan pangan.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekalikekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Di akhir kami berharap
makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang membaca. Kami
mohon maaf apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di
hati.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Banda aceh, 1 September 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
2.1. Pengertian Daging .......................................................................................... 3
2.2. Protein Pada Daging.. ..................................................................................... 3
2.3. Efek Pada Daging dan Manusia Akibat Salah Pengolahan Daging...............4
2.4. Perubahan Bentuk Pada Daging ...................................................................4
2.5. Reaksi Kimia Pada Daging …………………………………………………5
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 8
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 8
3.2. Saran…………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dagi merupakan salah satu sumber bahan pangan yang berasal dari hewan.
Daging memiliki berbagai kandungan gizi antara lain karbohidrat, protein,
lemak,vitamin dan mineral. Daging dapat diperoleh dari bpemotongan hewan ternak
seperti sapi, kerbau, kambing, ayam dan lain sebagainya.
Salah satu kandungan gizi paling banyak opada daging adalah kandungan
protein. Selain protein daging juga memiliki kamdungan asam amino esensial yang
cukup lengkap dan seimbang. Protein pada daging pun memiliki berbagai keunggulan,
diantaranya lebih mudah dicerna disbanding protein nabati. Selain itu nprotein juga bisa
dijadikan sumber vitamin dan mineral. Daging selain dikonsumsi dalam bentuk segar
biasanya juga diolah menjadi berbagai macam makanan.
Daging yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia adealah daging sapi.
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, dalam 100 gram sapi memilik
kandungan energi sebesar 207 kilokalori, protein 18,8 gram, lemak 14gram, kalsium 11
miligram, fosfor 170 miligram, dan zat besi 3 miligram. Selain itu di dalam daging sapi
mengandung vitamin A 30 UI, vitamin B I 0,08 miligram dan vitamin C 0 miligram.
Banyak kandungan gizi pada daging sapi tentunya sangat bermanfaat bagi tubuh
manusia apabila mengkonsumsi daging sapi. Berbanding terbalik apabila dengan daging
yang sudah busuk, maka akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya
(Faizun, I. J. 2017).
Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi pada setiap harinya dan
juga tingginya harga daging sapi, serta langkanya daging sapi dipasaran menyebabkan
semakin banyak pedagang daging sapi nakal yang mencoba mencampurkan daging sapi
segar dengan daging sapi yang sudah rusak atau busuk. Hal ini dilakukan oleh pedagang
nakal untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, walaupun dengan cara yang
tidak dibenarkan atau tidak halal, sehingga dapat merugikan konsumen. Mengkonsumsi
daging sapi busuk dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti diare dan keracunan.
1.2. Rumusan Masalah
➢ Protein apa saja yang terdapat dalam daging.
➢ Jika pengolahan yang dilakukan salah maka efek apa yang ditimbulkan.
➢ Kenapa terjadi perubahan bentuk, tekstur pada daging?
➢ Reaksi kimia yang terjadi pada daging saan proses pengolahan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Daging


Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi berupa
protein yang mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan
sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir,
hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Perbedaan
pengertian daging dan karkas terletak pada kandungan tulangnya. Daging biasanya
sudah tidak memiliki tulang, sedangkan karkas adalah daging yang belum dipisahkan
dari tulangnya (Heri Warsito, Rindiani 2015).

2.2 Protein Pada Daging


Protein merupakan komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai
nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang (Forrest et al., 1975; Frankel, 1983). Selain protein,
otot mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. (Soeparno, 2005).
Otot mengandung sekitar 75% air dengan kisaran 68-80%, protein sekitar 19%
(16-22%); substansi – substansi non protein yang larut 3,5% serta lemak sekitar 2,5%
(1,5-13,0%) dan sangat bervariasi (Soeparno, 2005).

Nilai kalori daging banyak ditentukan oleh kandungan lemak intraseluler di dalam
serabut-serabut otot yang disebut lemak marbling atau intramuskular. Nilai kalori
daging juga tergantung pada jumlah daging yang dimakan. Secara relatif, kandungan
gizi daging dari berbagai bangsa ternak dan ikan berbeda, tetapi setiap 100 gr daging
dapat memenuhi kebutuhan gizi seorang dewasa setiap hari sekitar 10% kalori, 50%
protein, 35% zat besi (Fe), atau 100% zat besi bila daging berasal dari hati dan 25-60%
vitamin B kompleks (Forrest et al., 1975). Hati banyak mengandung Fe, vitamin A, B,
dan asam sukinat (Lawrie, 2003).

2.3. Efek Pada Daging dan Manusia Akibat Salah Pengolahan Daging
Salah satu metode pengolahan/pengawetan daging adalah dengan marinasi.
Marinasi adalah proses perendaman daging didalam bahan maridane sebelum diolah
lebih lanjut. Apabila ada kesalahan dalam melakukan pengolahan akan berdampak pada
keempukan daging, menurunkan kesan juiceness, menurunkan daya ikat air dalam
daging dan membuat daging mudah busuk (Alvarado dan sams, 2003). Dan jika
pengolahan daging yang tidak baik yaitu menggunakan boraks maka akan berdampak
pada kesehatan tubuh konsumen. Boraks menjadi pilihan penjual karna biaya beli nya
murah dan juga mempunyai keuntungan seperti tahan lama, memperbaiki tekstur
makanan, dapat membuat makanan lebih kenyal dan dapat menghambat proses
fermentasi (Cahyadi, 2008).

2.4. Perubahan Bentuk Pada Daging


Salah satu pemanfaatan radiasi di bidang industri yaitu pada proses pengawetan
makanan, dengan menggunakan teknik iradiasi dari sinar gamma. Penggunaan radiasi
pada teknik ini dapat membunuh mikroorganisme dan meningkatkan ketahanan dari
makanan dengan dosis antara 1-10 kg, tetapi teknik ini juga memiliki kekurangan yaitu
dapat menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang
memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Secara biologi senyawa
makromolekul memiliki fungsi yang sangat penting terutama pada protein. Oleh karena
itu penggunaan radiasi juga dapat menyebabkan perubahan struktur protein bergantung
pada dosis dan lamanya penyinaran yang digunakan. Radikal bebas dapat dinetralkan
oleh zat antioksidan yang berfungsi untuk memberikan elektronnya sehingga tidak
terjadi reaksi berantai. Oleh karena itu sebelum dilakukan iradiasi untuk melindungi
kandungan protein daging sapi dari radikal bebas hasil interaksi radiasi dengan daging
sapi maka diperlukan suatu bahan yang mengandung antioksidan. Antioksidan banyak
diketahui berasal dari buah-buahan, sayur-sayuran dan bahan rempah, akan tetapi perlu
dikembangkan juga untuk mengetahui antioksidan alami lainnya, misalnya saja pada
produk hewani seperti royal jelly.

2.5. Reaksi Kimia Pada Daging


Apabila hewan talah mati, maka respirasi dan sirkulasi darah akan terhenti dan
reaksi-reaksi biokimia dalam jaringan otot berlangsung secara anaerobik yang
menghasilkan terjadinya perubahan-perubahan fisiko-kimia pada jaringan otot.
Perubahan-perubahan ini berlangsung dalam 3 fase setelah hewan mati, yaitu : (a) fase
pre-rigor, (b) fase rigor-mortis dan (c) fase pasca-rigor.

a) Relaksasi dan Kontraksi


Dalam jaringan otot terdapat suatu senyawa kimia yang disebut
“Adenosinetriphosphate” (ATP) yang dihasilkan dari oksidasi karbohidrat jaringan otot
(glikogen) melalui siklus KREB. Senyawa ATP ini akan membentuk kompleks dengan
magnesium menjadi kompleks ATP-Mg++. Selain itu, dalam jaringan otot juga terdapat
enzim “Adenosinediphosphate” (ADP), asam posfat (H3PO 4) dan energi dan ion
kalsium (Ca++) yang dapat mencegah kompleks ATP- Mg++ sehingga dihasilkan ATP
yang bebas.
Dalam keadaan relaksasi, filamen-filamen aktin pada sarkomer-sarkomer serabut
otot berasa dalam keadaan terpisah. Hal ini disebabkan oleh karena ATP yang
dihasilkan terikat sebagai kompleks ATP- Mg++ dan ion Ca++ disimpan dalam serabut
retikular dari serabut otot. Apabila terjadi rangsangan, susunan syaraf pusat akan
merangsang serabut retikuler untuk membebaskan ion Ca++. Ion Ca++ yang bebas ini
akan memecah kompleks ATP-Mg++ sehingga dihasilkan ATP yang bebas dan
mengaktifkan enzim ATP-ase untuk memecah ATP bebas 9 sehingga dihasilkan energi.
Energi inilah yang menyebabkan terjadinya persilangan filamen-filamen aktin pada
sarkomer-sarkomer serabut otot proses kontraksi. Sebaliknya, apabila rangsangan
hilang, serabut retikuler akan menghisap kembali ion Ca++ sehingga enzim ATP-ase
diinaktifkan, ATP kembali membentuk kompleks ATP- Mg++ dan filamen-filamen
aktin pada sarkomersarkomer serabut otot kembali terpisah pada proses relaksasi.

b) Fase Pre-Rigor
Setelah hewan mati, maka pernafasan dan sirkulasi darah akan terhenti sehingga
suplai oksigen ke jaringan otot juga terhenti. Akibatnya, proses oksidasi glikogen
melalui siklus KREB untuk menghasilkan ATP juga terhenti. Sisa glikogen yang
terdapat dalam jaringan otot akan dipecah menjadi asam lektat melalui proses
glikosilisis anaerobik sehingga pH jaringan otot akan menurun secara perlahan-lahan.
Segera setelah hewan mati (fase pre-rigor), dalam jaringan otot masih terdapat
kompleks ATP- Mg++ yang cukup untuk menjaga agar tidak terjadi persilangan
filamen-filamen aktin pada sarkomersarkomer serabut otot sehingga jaringan otot tetap
lunak, lemas dan halus. Fase ini berlangsung sekitar 8 – 12 jam setelah hewan mati.

c) Fase Rigor-Mortis
Setelah hewan mati, serabut retikuler tidak dapat berfungsi sehingga ion-ion
Ca++ terlepas yang mengakibatkan kompleks ATP- Mg++ dipecah menghasilkan ATP
bebas dan enzim ATP-ase diaktifkan untuk memecah ATP bebas menghasilkan energi
yang diperlukan untuk terjadinya persilangan filamenfilamen aktin pada sarkomer-
sarkomer serabut otot. Proses ini berlangsung secara perlahan-lahan dan pada fase rigor-
mortis, persilangan filamen-filamen aktin pada sarkomer-sarkomer serabut otot terjadi
secara sempurna sehingga jaringan otot menjadi keras, kasar dan kaku. Fase ini
berlangsung sekitar 15 – 20 jam setelah fase pre-rigor.

d) Fase Pasca-Rigor
Mulai dari sejak hewan mati proses pemecahan ATP dan glikogen berlangsung
terus selama masih ada yang tersisa dalam jaringan otot. Produk akhir dari pemecahan
ATP adalah senyawa-senyawa “precusor” cita-rasa daging yang menyebabkan cita-rasa
spesifik pada daging dan produk akhir pemecahan glikogen adalah asam laktat yang
menyebabkan penurunan pH jaringan otot. Pada fase pasca-rigor, pH jaringan otot yang
normal sekitar 6,5 – 6,6 akan turun menjadi pH sekitar 5,3 – 5,5. Apabila pH jaringan
otot mencapai 5,5 maka sel-sel otot akan melepaskan dan mengaktifkan suatu enzim
proteolitik “cathepsin”. Enzim “cathepsin” ini akan mengendorkan serabut-serabut otot
yang tegang, melonggarkan struktur molekul protein sehingga daya ikatnya terhadap air
meningkat dan menghancurkan ikatan-ikatan diantara serabut-serabut otot yang mana
kesemuanya ini akan menyebabkan jaringan otot yang tegang dan kaku pada fase rigor-
mortis akan kembali menjadi empuk dan halus pada fase pasca rigor.
Reaksi-reaksi kimia pada jaringan otot setelah hewan mati dipengaruhi
temperatur penyimpanan karkas. Semakin rendah temperatur, semakin lambat reaksi-
reaksi biokimia tersebut berlangsung. Apabila temperatur sedemikian rendahnya,
terdapat kemungkinan terjadi penciutan serabut-serabut otot sedangkan konsentrasi
ATP dalam jaringan masih cukup tinggi sehingga proses pengempukan pasca-mortem
tidak sempurna dan daging akan lebih kenyal. Kondisi ini yang disebut “cold
shortening”. Demikian juga halnya, apabila jaringan otot pada fase pre-rigor disimpan
beku, maka reaksi-reaksi biokimia pada jaringan otot akan terhenti atau berlangsung
sangat lambat. Pada waktu “thawing”, reaksi-reaksi biokimia tersebut berlangsung
sangat cepat oleh karena kerusakan sel-sel otot sehingga persilangan filamen-filamen
aktin pada sarkomer-sarkomer serabut otot berlangsung lebih intensif dan daging akan
lebih kenyal. Oleh karena itu, apabila daging dibekukan pada fase pre-rigor (segera
setelah penyembelihan), sebaiknya daging tersebut langsung dimasak tanpa terlebih
dahulu di “thawing”. Kondisi ini dikenal sebagai “thaw rigor”.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi berupa
protein yang mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan
sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir,
hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Perbedaan
pengertian daging dan karkas terletak pada kandungan tulangnya.

B. SARAN
Makanlah daging untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian Anda. Karenadaging
adalah sumber terbaik elemen nutrisi esensial dan berbagai vitamin yangdibutuhkan
oleh tubuh. Pastikan terlebih dahulu kualitas daging sebelum Andamengonsumsinya.
Perhatikan kriteria-kriteria daging segar, seperti: keempukan,warna, rasa, aroma, serta
kelembaban daging. Simpanlah daging selagi masih segar. Potong daging menjadi
bagian yanglebih kecil sehingga ketika disimpan pembekuan daging merata.
Bungkuslah dagingdengan kemasan plastik tebal agar daging tidak dehidrasi. Karena
daging yangdehidrasi akan mengalami perubahan warna menjadi cokelat kehitaman
serta terjadi penyimpangan rasa bila diolah.
DAFTAR PUSTAKA

Alvarado, C. Z. And A. R. Sams. 2003. Injektion marination strategies from remedation


of pale, exuadati boiler breast meat , poult s ci .82(8):1332-1336.

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi 2.
Cetakan I. Bumi. Aksara : Jakarta.

Faizun, I. J. (2017). Identifikasi Tingkat Kesegaran Daging Sapi Lokal Menggunakan


Ekstraksi Fitur Warna Berbasis GUI Matlab. Universitas Lampung, Bandar
Lampung

Ferasyi, T. R. et. at. Prediksi Kadar Protein dan Lemak Daging Sapi Aceh
Menggunakan Aplikasi Near Infrared Reflectunce Spectroscopy (NIRS).
Jimvet. 01 (4) : 666-673.

Heri Warsito, Rindiani, F.N., 2015. Ilmu Bahan Makanan dasar I., Yogyakarta: Nuha
Medika.

Sutrisno Kawara. 2009. Teknologi Praktis Pengolahan Daging. Ebook Pangan.

Anda mungkin juga menyukai