Anda di halaman 1dari 4

Teknik Pembenihan Ikan Baung

Ikan Baung merupakan jenis ikan air tawar termasuk kedalam marga Hemibagrus, suku
Bagridae. Ikan ini masih sekerabat dengan ikan lele (bangsa siluriformes) yang sekilas mirip
dengan adanya sungut dan patil di mulutnya. Di Indonesia, ikan ini dikenal dengan banyak nama
menurut daerahnya seperti ikan duri, baong, baon (melayu), bawon (Betawi), senggal atau
singgah (Sunda), tagih atau tageh (Jawa), niken, siken, tiken atau tiken bato (Kal-Teng), dll.
Dalam taksonomi (Sistem penamaan), Ikan baung mengalami beberapa pergantian nama ilmiah.
Nama ilmiah yang pertama kali disandangnya adalah Macrones nemurus (Weber & de Beaufort
1916), lalu berubah menjadi Mystus nemurus (Roberts, 1989; kottelat. et. al, 1993). Setelah itu
berubah lagi menjadi Hemibagrus nemurus (Kottelat & Whitten, 1996; Rahmatika. et. al, 2005).
Nama yang terakhir inilah yang dinyatakan valid untuk ikan baung.
Nama-nama ikan baung sebelumnya seperti macrones nemurus dan mystus nemurus sudah tidak
digunakan lagi, hanya dinyatakan sebagai nama sinonim.Ikan baung (Mystus nemurus)
merupakan
salah
satu
komoditas
budidaya
air
tawar di Indonesia. Di Jawa Barat ikan baung dikenal dengan nama tagih, senggal atau
singgah, di Jawa Tengah, tageh, di Jakarta dan Malaysia, bawon, di Serawak, baon, di
Kalimantan Tengah, niken, siken, tiken, bato, baung putih, kendinya dan di Sumatra, baong.
Tekstur dagingnya berwarna lembut, putih, tebal tanpa duri halus, sehingga sangat digemari
masyarakat.
Sebelumnya produksi ikan baung mengandalkan hasil penangkapan di alam.
Selain jumlah dan ukurannya tidak menentu, terjadi penurunan kemampuan
alam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang semakin meningkat.Pada
tahun
1998,
BBPBAT Sukabumi berhasil melakukan pemijahan buatan ikan baung mulai dipijahkan secara
buatan di sejak tahun 1998. Dengan dikuasai teknik pemijahan ikan baung diharapkan usaha
pembudidayaannya akan berkembang sehingga produksinya dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Klasifikasi Ilmiah
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Subkelas
: Toleostei
Ordo
: Siluriformes
Famili
: Bagridae
Genus
: Hemibagrus
Species
: Hemibagrus nemurus.
Sumber : animhosnan.blogspot.com
Marga Hemibagrus pada mulanya dianggap satu dengan marga Mystus (ikan-ikan keting atau
lundu), atau yang sebelunya dikenal sebagai Macrones. Marga ini dipisahkan, salah satunya ialah
karena anggotanya yang dewasa pada umumnya memiliki tubuh yang besar. sejenis baung dari
indocina bagian tengah, Hemibagrus wyckioides, diketahui jenis baung terbesar yang dapat
mencapai bobot tubuh 80 kg.
Ikan baung agak mirip dengan ikan lele, memiliki kepala yang memipih agak mendatar dengan
bagian tulang tengkorak yang kasar di atas kepala tak tertutupi kulit, dan sirip lemak yang

berukuran sedang berada dibelakang sirip punggung (dorsal). Baung bertubuh licin tanpa sisik di
tubuhnya dan serupa dengan lundu dan patin. Baung memiliki tiga sirip yang berbisa atau
disebut dengan patil, yakni pada sepasang sirip dadanya, dan sebuah lagi berada di awal sirip
punggung.
Baung adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan di muara sungai sampai kebagian
hulu. Bahkan di sungai musi (Sumatera Selatan), baung ditemukan sampai kemuara sungai di
daerah pasang surut yang berair sedikit payau. Selain itu ikan ini juga banyak ditemui ditempattempat yang letaknya di daerah banjir. Ikan Baung berhasil hidup dikolam yang dasarnya pasir
dan batuan. Di Jawa Barat, Baung banyak ditemukan di Sungai Cidurian dan Jasinga Bogor yang
airnya cukup dangkal (45 cm) dengan kecerahan 100%. Secara umum, baung dinyatakan sebagai
ikan yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau dan waduk.
Ikan Baung suka bergerombol didasar perairan dan membuat sarang berupa lubang di dasar
perairan yang lunak dengan aliran air yang tenang. Ikan baung menyukai tempat-tempat yang
tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang seblum petang. Setelah hari gelap, ikan baung akan
keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada disekitar sarang dan segera akan
masuk kesarang apabia ada gangguan. Distribusi geografis ikan baung, selain di perairan
Indonesia, ikan baung juga terdapat di Hindia Timur, Malaya, Indocina dan Thailand.
Nokturnal (aktif malam hari) juga merupakan sifat ikan baung. Ikan ini beraktivitas (mencari
makan, dll) lebih banyak dilakukan pada malam hari. Selain itu, baung juga memiliki sifat suka
bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai tempat habitat hidupnya. Di alam, ikan baung
temasuk pemakan segala (omnivora). Nmaun ada juga yang menggolongkannya ikan carnivora,
karena lebih dominan memakan hewan-hewan kecil sepeti ikan-ikan kecil, udang, udang kecil,
remis, insekta, mollusca dll.
Pola pertumbuhan ikan baung adalah allometrik (b>3), yaitu pertambahan berat lebih cepat dari
pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, ikan baung jantan berpola
isometrik (b=3), di mana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan.
Ukuran ikan baung berhubungan dengan agresivitasnya dalam mencari makan dan kematangan
gonad. Karena harga b di atas 3, maka pertumbuhan ikan baung lebih cepat dari pada panjang
badan. Dengan demikian, faktor makanan memegang peranan yang sangat penting. Jika ikan
baung semakin banyak mendapat makanan, pertumbuhan beratnya semakin tinggi. Karena itu
ikan baung berukuran besar cenderung lebih agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya
berpola allometrik.
Ikan baung memiliki kumis atau sungut yang panjangnya mencapai mata, badannya tidak
bersisik, mempunyai sirip dada dan sirip lemak yang besar, mulutnya melengkung, berwarna
coklat kehijauan, hidup di dasar perairan dan bersifat omnivora.
Ciri-ciri induk jantan dan betina :
Induk betina : tubuh lebih pendek, mempunyai dua buah lubang kelamin yang bentuknya bulat.
Iduk jantan : tubuh lebih panjang, mempunyai satu buah lubang kelamin yang bentuknya
panjang.
Pembenihan Pematangan Gonad

Pematangan gonad dilakukan di kolam beraliran air yang kontinyu dengan kepadatan 0,20,5
kg/m, diberi pakan berupa pelet sebanyak 3-4% per hari dari bobot tubuhnya.
Seleksi Induk
Seleksi bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan induk yang akan dipijahkan. Induk
betina ditandai dengan perutnya yang buncit dan lembut, bila diurut telur yang keluar bentuknya
bulat utuh berwarna kecoklatan. Induk jantan ditandai dengan warna tubuh dan alat kelaminnya
agak kemerahan.
Penyuntikan
Induk betina disuntik Ovaprim dengan dosis sebanyak 0,6 ml/kg dan jantan 0,2 ml/kg.
Penyuntikan dilakukan dua kali dengan selang waktu 810 jam. Setiap penyuntikan sebanyak 1/2
dosis total. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung.
Pemijahan/Pengurutan
Apabila dipijahkan secara alami, induk jantan dan betina yang sudah disuntik disatukan dalm bak
yang sudah diberikan ijuk dan biarkan memijah sendiri. Apabika akan diurut, maka
pengurutan dilakukan 68 jam setelah penyuntikan II.
Langkah pertama adalah menyiapkan sperma : ambil kantong sperma dari induk dengan
membedah sperma perutnya, gunting kantong sperma dan keluarkan. Cairan sperma ditampung
dalam gelas yang sudah diisi NaCl 0,9% sebanyak 1/2 bagiannya. Aduk hingga rata. Bila terlalu
pekat, tambahkan NaCl sampai larutan berwarna putih susu agak encer.
Ambil induk betina yang akan dikeluarkan telurnya. Pijit bagian perut ke arah lubang kelamin
sampai telurnya keluar. Telur ditampung dalam mangkuk yang bersih dan kering. Masukan
larutan sperma sedikit demi sedikit dan aduk sampai merata. Agar menjadi pembuahan
tambahkan air bersih dan aduklah sampai merata sehingga pembuahan dapat berlangsung dengan
baik,
untuk
mencuci
telur dari darah dan kotoran lainnya, tambahkan lagi air bersih kemudian dibuang. Lakukan
pembilasan 23 kali agar bersih.
Telur yang sudah bersih dimasukkan kedalam akuarium penetesan yang sudah diisi air. Cara
memasukkan, telur diambil dengan bulu ayam, lalu sebarkan ke seluruh permukaan akuarium
sampai merata. Dalam 36 jam telur akan menetesdan larva yang dihasilkan dipindahkan ke
akuarium pemeliharaan larva. Setelah berumur dua hari, larva diberi makan kutu air (Moina sp
atau Daphnia sp) atau cacing sutra (Tubifex sp) yang telah dicincang. Setelah berumur empat
hari larva diberi makan cacing sutra hingga berumur tujuh hari.
Pendederan
- Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva, yang meliputi
pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
- Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor ke dalam tong, kemudian disebarkan ke
seluruh pematang dan dasar kolam. Dosisnya 50gr/m.
- Pemupukan menggunakan kotoran ayam yang sudah dikeringkan dengan dosis
500 1.000 gr/m. Kolam diisi air setinggi 40 cm dan setelah 3 hari disemprot dengan
insektisida organophosphat 4 ppm dan dibiarkan selama 4 hari.
- Benih ditebar pada pagi hari dengan kepadatan 100 ekor/m.

- Pendederan 1 dilakukan selama 14 hari, pendederan II selam 30 hari. Pakan diberikan setiap
hari berupa tepung pelet sebanyak 0,75 gr/1.000 ekor.
PENCEGAHAN PENYAKIT
Penyakit yang sering menyerang ikan baung adalah Ichthyopthirius multifiliis atau lebih
dikenal dengan white spot (bintik putih). Pencegahan, dapat dilakukan dengan persiapan kolam
yang baik, terutama pengeringan dan pengapuran. Pengobatan dilakukan dengan menebarkan
garam dapur sebanyak 200 gr/m setiap 10 hari selama pemeliharaan atau merendam ikan yang
sakit ke dalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.
Kirimkan Ini lewat EmailBlogTh

Anda mungkin juga menyukai