Anda di halaman 1dari 10

BAB 1.

PAKAN KULTIVAN

1. Definisi
Perbedaan definisi antara makanan dan pakan kadang sulit dibedakan dalam peng-
aplikasi-annya. Makanan (food) adalah semua bahan sumber nutrisi yang dikonsumsi oleh
makhluk hidup sebagai sumber energi guna mempertahankan kelangsungan hidup dan
meningkatkan produktifitasnya. Berdasarkan hal ini semua makhluk hidup yang telah mampu
menyediakan/ mencari/mengkonsumsi bahan sumber nutrisi bagi dirinya sendiri maka makhluk
hidup tersebut dapat dinyatakan mengkonsumsi makanan bukan mengkonsumsi pakan.
Sedangkan pakan (feed) adalah semua bahan sumber nutrisi yang diberikan kepada makhluk
hidup, terutama yang belum mampu menyediakan/mencari bahan makanan bagi dirinya sendiri
seperti kultivan (hewan air piaraan), hewan darat piaraan, bayi yang masih disuap dan lain-lain.
Makhluk hidup yang masuk kategori ini dinyatakan mengkonsumsi pakan atau disuapi pakan,
semestinya bukan disuapi makanan. Olehnya itu dapat dikatakan bahwa semua pakan adalah
makanan, tetapi tidak semua makanan adalah pakan.
Pakan buatan adalah semua pakan yang sengaja dibuat/ diformulasi dari berbagai
bahan baku sesuai dengan kebutuhan kultivan (organism air yang dibudidayakan). Pakan
buatan yang berkualitas baik harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Kandungan gizi pakan terutama protein harus sesuai dengan kebutuhan ikan
2. Diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut ikan
3. Pakan mudah dicerna
4. Kandungan nutrisi pakan mudah diserap tubuh
5. Memiliki rasa yang disukai ikan
6. Kandungan abunya rendah
7. Tingkat efektivitasnya tinggi
Pakan buatan yang dimaksud dalam artikel ini adalah pakan yang dibuat oleh manusia
untuk ikan peliharaan yang berasal dari berbagai macam bahan baku yang mempunyai
kandungan gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan ikan dan dalam pembuatannya sangat
memperhatikan sifat dan ukuran ikan.

2.2. Ruang lingkup


Teknologi dan Manajemen Pakan terbentuk dari tiga kata utama yang memiliki arti yang
berbeda yaitu teknologi, manajemen dan pakan. Ketiga kata tersebut membentuk suatu ilmu
khusus yang mempelajari tentang teknik atau metode membuat pakan (buatan) serta
manajemen/strategi pemberian pakan yang bertujuan agar kultivan dapat tumbuh lebih cepat
dengan produksivitas yang optimal. Jadi pada dasarnya Mata Kuliah Teknologi dan Manajemen
Pakan terdiri atas dua sub bagian keahlian yang terkandung di dalamnya yaitu Teknologi
Pembuatan Pakan dan Manajemen Pemberian Pakan. Teknologi pembuatan pakan kultivan
sangat berkaitan ilmu-ilmu lain seperti nutrisi kultivan, biokimia nutrisi, budidaya makanan alami,
dasar-dasar akuakultur, dasar-dasar pengolahan hasil perikanan terutama yang didasari oleh
unsur-unsur fisika dan kimia serta cara pengolahan bahan baku pakan.
Selanjutnya, manajemen pemberian pakan berkaitan erat dengan aspek biologi ikan,
terutama kaitannya dengan cara dan kebiasaan makan kultivan. Semua materi yang terdapat
pada manajemen pemberian pakan seperti jumlah/dosis pemberian pakan, frekuensi pemberian
pakan, waktu pemberian pakan, cara atau alat pemberian pakan didasari oleh cara dan
kebiasaan makan kultivan (aspek biologi).
Ilmu lain yang mendukung mata kuliah ini adalah Teknologi dan Manajemen Marikultur,
Teknologi dan Manajemen Budidaya Air Payau, Teknologi dan Manajemen Budidaya Air Tawar,
Budidaya Ikan hias, Rekayasa Akuakultur, Manajemen Kualitas Air Akuakultur, fisiologi biota air,
Genetika Ikan serta hampir semua mata kuliah yang berkaitan dengan perikanan dan kelautan
memiliki hubungan dengan matakuliah Teknologi dan Mananjemen pakan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihata Gambar 1.

Biokimia
Nutrisi
Budidaya Air Nutrisi Kultivan
Payau

Kultur ikan Budidaya Air


hias Tawar
Teknologi dan
Manaje-men
Pakan

Manaje-men Genetika dan


Marikultur pemuliabiakan
ikan

Dasar-dasar
Akuakulk-tur Makanan
Teknologi Alami
hasil
perikanan

Gambar 1. Keterkaitan antara Teknologi dan Manajemen Pakan dengan ilmu lainnya

2.3. Keterkaitan Industri pakan dan industri lainnya

Keterkaitan antara Industri Pakan dengan industri lainnya dapat dilihat pada Gambar 2.
SDM INDUSTRI INDUSTRI PERBENIHAN
DAN SDA PUPUK DLL KULTIVAN

HASIL PERIKANAN
PENGOLAHAN
INDUSTRI BBP

AKUAKULTUR

INDUSTRI
INDUSTRI

INDUSTRI
PAKAN

INDUSTRI
PERTANIAN
LAINNYA

REKAYASA FISIKA REKAYASA KIMIAWI REKAYASA BIOLOGI

Gambar 2. Keterkaitan industri pakan dengan industri lainnya

Bahan baku industri pakan utamanya berasal dari industri bahan baku dan industri
pertanian seperti industri perkebunan, peternakan, tanaman pangan dan lain-lain baik dari
produk asli industri tersebut maupun produk limbahnya. Satu hal yang menarik adalah produk
industi akuakultur mampu pula memproduksi bahan baku pakan.
Keterkaitan antara industri pakan dengan industri lainnya didukung pula oleh kontribusi
secara optimal oleh sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Industri
pendukung lainnya seperti industri pupuk dan industri perbenihan serta rekayasa fisika, kimiawi
dan biologis.
2.4. Sejarah perkembangan pakan kultivan

Sejarah perkembangan pakan kultivan seiring dengan perkembangan akuakultur dan


peradaban manusia. Di Negeri China, pada tahun sebelum masehi ribuan tahun yang lalu,
kebutuhan manusia akan ikan diperoleh atau dari usaha hasil tangkapan ikan di perairan bebas.
Alat penangkapan yang digunakan masih sangat sederhana. Kegiatan ini berlangsung hingga
kebutuhan ikan mereka tidak mencukupi sebagai dampak populasi manusia yang semakin
besar. Berdasarkan masalah tersebut timbullah ide mereka untuk menampung hasil
tangkapannya pada suatu kubangan/kolam yang berisi air agar kebutuhan ikan dapat dipenuhi
setiap hari. Terutama saat kondisi alam yang tidak bersahabat dan tidak memungkinkan usaha
penangkapan ikan, maka mereka dapat mengambil ikan yang tertampung di kolam tadi. Pada
kawasan pesisir, mereka dapat memasukkan air ke dalam kolam/petakan (saat ini disebut
tambak atau empang) saat pasang naik, dan menutup pintu air saat pasang surut. Otomatis
terdapat ikan-ikan yang terperangkap ke dalam kolam tadi menjadi cadangan kebutuhan ikan
saat kekurangan ikan. Ikan-ikan yang ada di dalam kubangan/kolam/empang memanfaatkan
atau mengkonsumsi makanan alami yang tersedia yang ada di perairan.
Seiring dengan pertambahan populasi manusia yang sangat cepat yang tidak diiringi
dengan ketersediaan ikan (pangan) yang cukup maka muncullah awal kegiatan pemberiaan
pakan pada ikan. Pada saat itu, ikan-ikan yang tertampung tidak memperlihatkan pertumbuhan
yang signifikan. Jenis pakan yang diberikan pada pemeliharaan ikan tersebut adalah limbah
rumah tangga berupa sisa-sisa makanan mereka, kalau hal tersebut masih dirasa kurang,
mereka memberikan daun-daunan yang banyak tersedia di sekitar lingkungannya. Perlu
diketahui bahwa, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada masa beberapa tahun ke
depan, penduduk dunia akan mencapai 7 milyar lebih dan sekitar 81% berdomisili di benua
Asia, Afrika dan Amerika latin. Mereka memerlukan lapangan pekerjaan dan ikan serta hasil
pertanian lainnya sebagai bahan pangan (FAO, 2004).
Populasi manusia di dunia semakin padat dengan tingkat peradabannya yang semakin
maju serta perkembangan usaha pemeliharaan ikan (akuakultur) yang semakin meluas ke
seluruh dunia, maka muncullah beberapa terobosan-terobosan penting dalam dunia pakan.
Pemberian pakan berupa limbah rumah tangga dan daun-daunan tidak mampu lagi memberikan
pertumbuhan ikan yang memuaskan. Mulailah pemberian pakan dengan ikan-ikan kecil atau
ikan rucah/cincangan ikan yang diharapkan mampu memberikan pertumbuhan ikan yang lebih
baik. Kepuasan akuakulturist ternyata tidak sampai pada pakan berupa ikan rucah dan
semacamnya. Berkat perkembangan pakan yang semakin pesat dan pengetahuan tentang
kebutuhan nutrisi ikan, maka diyakini bahwa pakan ikan dapat diramu sesuai dengan kebutuhan
kultivan (organism yang dipelihara). Saat itulah terciptalah pakan ikan yang disebut pellet.
Pellet pertama yang diciptakan adalah pakan tenggelam. Pakan ini hanya cocok bagi
kultivan yang pemakan dasar atau kultivan yang pasif mencari makanan dan biasanya berdiam
di dasar peraiaran atau media budidaya dan sangat susah bagi ikan yang aktif berenang
mencari pakan baik di kolom air maupun di daerah permukaan air. Berawal dari masalah
tersebut maka muncullah pakan terapung dengan teknologi extruder. Saat ini sudah bisa
didapati pakan beraneka bentuk dan warna dengan aroma yang menarik bagi kultivan serta alat
pemberian pakan otomatis.
Saat ini sedang ditunggu perkembangan pakan kultivan selanjutnya seperti apa ke
depan?, tentunya mengikuti perkembangan akuakultur dan peradaban manusia yang semakin
modern. Siapa tahu generasi sekaranglah yang memberikan loncatan teknologi pakan yang
paling mutakhir di era millennium ini….., Hanya Allah SWT yang maha tahu.

2.5. Pakan dan Akuakultur

Pada umumnya pakan buatan hanya dikhususkan bagi kultivan stadia juvenil hingga
dewasa dan/atau induk. Sedangkan aplikasi pakan buatan untuk larva belum berkembang.
Hingga saat ini, larva masih intensif memanfaatkan pakan alami.
Perkembangan pakan buatan sangat pesat satu dekade terakhir. Beberapa kelebihan
pakan buatan sebagai alasan memacu perkembangannya antara lain :
1. Dapat dibuat sesuai dengan keinginan formulator atau sesuai dengan kebutuhan kultivan.
2. Dapat dibuat dalam jumlah banyak
3. Mudah penanganan dalam transportasi jarak jauh
4. Daya tahan lama atau dapat disimpan dalam waktu yang lama
5. Mudah diaplikasikan
Pakan sebagai sumber energi dan gizi/nutrien termasuk di dalamnya protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral merupakan faktor utama yang memegang peranan penting
pada kesuksesan industri akuakultur. Pakan memanfaatkan 30-80% dari total biaya operasional
usaha akuakultur. Fluktuatifnya persentase nilai tersebut dipengaruhi oleh spesies kultivan,
sistem dan metode budidaya, ketersediaan dan harga bahan baku dan pakan.
Kultivan yang yang aktif mencari makanan memiliki kemampuan mengkonsumsi pakan
lebih banyak dibanding dengan kultivan yang menunggu makanan, pasif di dasar wadah
budidaya. Budidaya kultivan secara intensif cenderung menggunakan atau mengkonsumsi
pakan lebih banyak dibanding budidaya secara semi-entensif (intensif plus) dan tradisional.
Banyaknya pakan yang dikonsumsi kultivan meningkatkan biaya operasional usaha akuakultur.
Disamping hal tersebut, ketersediaan bahan baku dan pakan turut mempengaruhi biaya
operasional usaha akuakultur, semakin banyak tersedia bahan baku dan pakan akan
menstabilkan dan mengurangi biaya operasional usaha akuakultur.
Pemberian pakan buatan pada kultivan mampu melipatgandakan produksivitas usaha
akuakultur, hal ini banyak terjadi pada budidaya secara intensif. Jika dibandingkan dengan
produksi kultivan pada budidaya secara semi intensif (perbandingan pakan alami dengan pakan
buatan 50-90% : 10-50%) dan tradisional (pakan alami 100%), budidaya secara intensif
(pemanfaatan pakan buatan 100%) mampu meningkatkan produksi usaha akuakultur 2-3 kali
lipat. Walaupun pemanfaatannya di Indonesia masih terbatas pada budidaya beberapa jenis
udang di tambak menyusul budidaya beberapa jenis ikan di kolam dan di keramba jaring apung
serta budidaya ikan hias di kolam dan akuarium yang banyak dilakukan oleh para hobiis atau
para pencinta ikan hias. Pakan buatan mampu meningkatkan produksi usaha akuakultur karena
pakan buatan dapat diramu berdasarkan jumlah dan komposisi nutrien sesuai atau melebihi
(hingga batas yang dapat dotolerir) kebutuhan nutrien kultivan.
Disamping hal tersebut di atas, semakin meningkatnya industri pakan akan
memperluas lapangan kerja, memajukan industri akuakultur, meningkatkan status sosial-
ekonomi masyarakat perikanan khsusnya pembudidaya hewan air, memperkuat ketahanan
pakan dan pangan nasional serta meningkatkan pendapatan daerah dan negara.
Keterkaitan antara pakan dan industri akuakultur adalah sangat kuat. Pada industri
pakan, pembuatan pakan diawali dari formulasi pakan yang sangat bergantung pada dua faktor
yaitu kualitas bahan baku dan kebutuhan nutrisi kultivan. Ada dua hal pada faktor kualitas
bahan baku yang harus diketahui adalah kualitas kimiawi dan fisik bahan baku, dan ada dua hal
pula pada faktor kebutuhan nutrisi kultivan yang harus diperhatikan adalah keseimbangan nutrisi
dan daya cerna nutrisi bahan baku dan pakan.
Kualitas pakan buatan yang diaplikasikan pada budidaya kultivan dapat diketahui
melalui indikator yaitu pelletability, durability, sizes/fines, acceptability, water stability dan safety.
Selain hal tersebut, kesuksesan pembudidayaan dipengaruhi pula oleh tingkat kesehatan benih
dan manajement rekayasa biologi. Benih yang sehat dihasilkan oleh manajemen hatchery yang
baik. Semua hal tersebut, jika berlangsung pada kondisi optimal akan diperoleh efisiensi
pemanfaatan pakan. Tentunya, stabilitas kualitas air merupakan salah satu tanda efisiensi
pakan berlangsung secara optimal.
Disamping hal-hal tersebut di atas, usaha akuakultur akan mengahasilkan keuntungan
jika didukung pula oleh financial yang memadai. Faktor dana mempengaruhi tingkat kualitas
metode pembudidayaan yang diterapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.3.
INGREDIENT QUALITY NUTRIENT REQUIREMENT
Chemical Analysis Nutrient Balance
Physical Examination Apparent Digestibility

DIET FORMULATION

FEED

Pelletability Acceptability
Durability Water Stability
Sizes/Fines Safety

Feeding/Husbandry

Bioengineering Health
Management Breeding

WATER

FEED EFFICIENCY

PROFIT FISH FINANCIAL INPUT


QUALITY

Gambar 3. Hubungan antara Pakan dengan Industri Akuakultur


(Sumber : Watanabe, 1988)
2.6. Status Pakan Nasional

Kondisi terkini pakan secara nasional saat ini, khususnya pakan kultivan adalah belum
berperanan secara optimal pada peningkatan kuantitas dan kualitas budidaya secara intensif.
Persentase budidaya hewan air secara intensif masih sangat kecil dibanding dengan luas atau
potensi areal budidaya. Kendala utamanya adalah harga pakan belum mampu dijangkau oleh
semua level pembudidaya hewan air di tanah air.
Penyebab utama harga pakan yang relatif tinggi adalah sebagian besar bahan baku
pakan tersebut diimpor dari luar negeri. Tepung ikan merupakan bahan baku utama pakan
kultivan diimpor dari berbagai negara untuk mensuplai kebutuhan nasional. Jumlah tepung ikan
yang diimpor setiap tahun berkisar 90% dari kebutuhan nasional. Hal ini berarti, Indonesia
hanya mampu berproduksi atau mensuplai kebutuhan tepung ikan dalam negeri sekitar 10%.
Upaya meng-impor bahan baku pakan khususnya tepung ikan merupakan kebijakan yang cukup
beralasan karena disamping kualitasnya yang tinggi juga kontinuitas produksinya yang terjamin,
walaupun berdampak pada tingginya harga pakan. Kedua hal ini (kualitas dan kontinuitas
produksi) belum mampu dilakukan di Indonesia.
Disamping kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada sub sektor ini (industri
tepung ikan dan pakan) serta hasil tangkapan ikan di perairan nasional dan internasional yang
terus menurun dari tahun ke tahun, juga di negara kita yang memliki dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau berdampak pada musim penangkapan ikan di laut yang merupakan
sumber bahan baku industri tepung ikan. Pada musim hujan, produksi bahan baku tepung ikan
sangat rendah, hal ini disebabkan iklim yang tidak mendukung pengoperasian penankapan ikan
dan hanya berlangsung selkitar 4-5 bulan setiap tahun. Hal ini berarti bahwa penangkapan ikan
(bahan baku tepung ikan) secara optimal di perairan Indonesia berlangsung sekitar 7-8 bulan.
Pada musim hujan bahan baku berkurang sedangkan pada musim kemarau bahan baku
berlebih. Ironisnya, sehubungan fasilitas penampungan yang tidak tersedia untuk menampung
pada saat produksi bahan baku tepung ikan berlebih menjadikan kualitasnya dan harganya
menurun. Kondisi inilah yang menyebabkan tidak stabilnya produksi serta harga bahan baku
tepung ikan di Indonesia.
Di masa yang akan datang, peluang penyediaan bahan baku tepung ikan melalui
usaha akuakultur terbuka lebar. Kenyataan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi
usaha budidaya dari tahun ke tahun. Hal ini menjadikan usaha akuakultur berpeluang
memproduksi bahan baku tepung ikan untuk mengimbangi menurunnya produksi usaha
penangkapan ikan. Walaupun hal ini masih sebatas kajian, nampaknya ikan mujair berpeluang
menjadi bahan baku tepung ikan di masa akan datang melalui usaha akuakultur. Ada beberapa
pertimbangan menjadikan ikan mujair sebagai kandidat bahan baku tepung ikan di antaranya
adalah :
1. Laju reproduksi yang sangat cepat sehinga dapat dipelihara dari generasi ke
generasi/turunan pada satu musim pemeliharaan.
2. Mampu hidup dan dipelihara pada kondisi berdesak-desakaan atau kerpadatan yang tinggi.
3. Mudah atau tidak rewel dalam penanganan budidayanya serta mampu mengkonsumsi baik
makanan alami yang tersedia di tambak dan pakan buatan yang diberikan.
4. Kandungan gizinya cukup tinggi.
5. Bukan merupakan ikan konsumsi utama di Indonesia sehingga kecil kemungkinannya
terjadi persaingan makanan dengan manusia.
6. Menjadi hama pada usaha akuakultur khususnya di beberapa daerah di Indonesia.
7. Sebagian orang alergi setelah mengkonsumsinya, walaupun termasuk ikan yang mampu
meningkatkan vitalitas tubuh kaum laki-laki.
Kondisi lain perwajahan industri pakan nasional yang menyebabkan harga pakan tidak
bisa dijangkau oleh semua level pembudidaya adalah tidak meratanya industri pakan. Pabrik
pakan hampir semuanya berlokasi di Pulau Jawa. Khusus di Kawasan Timur Indonesia tidak
ada satupun pabrik bermarkas di kawasan ini, sehingga menimbulkan perbedaan harga yang
cukup signifikan antara Pulau Jawa dengan daerah lain sebagai konsekuensi dari biaya
distribusi, transportasi dan pergudangan. Jarak transportasi yang cukup jauh dan melalui
beberapa tahapan pengangkutan (darat dan lau atau kendaraan darat dan kendaraan laut)
berpeluang menyebabkan menurunnya kualitas pakan yang diterima pembudidaya sebagai
akibat penanganan yang kurang hati-hati serta fluktuasi iklim pengangkutan.
Hal yang terjadi pada tepung ikan memiliki kesamaan dengan bahan baku pakan
lainnya. Walaupun beberapa bahan baku pakan lokal tersedia di sekitar kita namun tingkat
pengelolaannya yang sangat sederhana dan produktivitas yang rendah dan tidak kontinu
menjadikannya sulit dilirik industri pakan berskala besar. Berbagai jenis bahan baku lokal
tersebut dimanfaatkan sebagi baik untuk mensubtitusi tepung ikan maupun untuk
menyeimbangkan kecukupan dan kebutuhan berbagai nutrien kultivan. Seandainya industri
pakan yang besar atau pemerintah memiliki kepedulian yang tinggi untuk memproduksi tepung
ikan melalui usaha akuakultur dan bermitra dengan daerah atau masyarakat untuk
mengembangkan bahan baku lokal yang tersedia maka permasalahan ketersediaan dan harga
yang tinggi tepung ikan dan bahan baku lainnya dapat teratasi.

2.7. Tugas
Diskusikanlah dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut bersama dengan
kelompoknya masing-masing!.

1. Jelaskan perbedaan definisi antara makanan dengan pakan!.


2. Jelaskan kriteria pakan buatan yang baik!.
3. Jelaskan ruang lingkup antara teknologi pakan dengan manajemen pemberian pakan!
4. Jelaskan perbedaan antara budidaya intensif, semi-intensif dan tradisonal.
5. Jelaskan apa yang disebut dengan pelletability, durability, sizes, acceptability, water
stability dan safety pada industri pakan dan akuakultur!.
6. Jelaskan, masalah-masalah pakan nasional!
7. Jelaskan, ikan mujair potensial sebagai bahan baku tepung ikan!

2.8. Daftar Bacaan


1. Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Memorial University,
Newfoundland, Canada. Chapman and Hall. 194 pp.
2. Jauncey, K and B. Ross, 1982. A Guide to Tilapia Feed and Feeding. Institut of
Aquaculture. University of Stirling. Scotland. 111 pp.
3. Lovell, T., 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold. New York. 260
pp.
4. New, M. B., 1987. Feed and Feeding of Fish and Shrimp. ADCP/REP/80/26.
FAO/UNDP. Rome. 275 pp.
5. Pillay, T.V.R., 1980. Fish Feed Technology. ADCP/REP/80/11. FAO/UNDP. Rome, 395
pp.
6. Watanabe, T. , 1988 (editor). Fish Nutrition and Mariculture. JICA Textbook The
General Aquaculture Course. Department of Aquatic Bioscience. Tokyo
University of Fisheries. Tokyo. 233 pp.
7. Saade, E., 2004. Menyikapi Persoalan Pakan Kultivan Nasional. Harian Fajar, 3
Februari 2004. Hal 4.
8. Saade, E., 2015. Modul Praktikum Teknologi dan Manajemen Pakan. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai