Anda di halaman 1dari 5

NAMA: MUH FADLY FERMADY

Nim : L241 11 258

Ikan Gurame (ovipar)

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Bangsa : Labirinthici

Sub-bangsa : Anabantoidei

Suku : Anabantidae

Marga : Osphronemus

Jenis : Osphronemus gourame

Siklus hidup ikan gurame tidak berbeda dengan kebanyakan ikan air tawar lainnya, termasuk dengan
siklus hidup ikan mas. Sebut saja siklus ini dimulai dari telur, maka siklus ikan gurami adalah telur,
larva, benih, konsumsi, calon induk dan induk. Inilah pendapat para ahli tentang siklus hidup ikan
gurami. Pendapat ini mungkin bisa dijadikan sebagai referensi.

Meski siklus hidupnya hampir sama, tetapi sifat hidup ikan gurami dengan sifat hidup ikan mas jauh
berbeda. Ini wajar karena habitat kedua ikan itu berbeda, ikan mas berasal dari sungai, sedangkan
ikan gurame dari rawa. Perbedaan pertama terjadi pada cara bertelur. Ikan mas bertelur dimana saja,
sedangkan ikan gurami bertelur dalam tempat khusus, yaitu dalam sarang.

Proses adaftasi pemijahan ikan mas berlangsung cepat, dalam beberapa jam disatukan segera akan
memijah. Sedangkan proses adaftasi pemijahan ikan gurame sangat lama, tidak setelah beberapa
jam, tetapi setelah beberapa hari baru memijah. Setelah memijah, ikan mas pergi begitu saja,
sedangkan ikan gurami akan merawatnya.
Selain cara bertelur, sifat telur ikan gurami dengan sifat telur ikan mas jauh berbeda. Telur ikan mas
bersifat tenggelam dan adhesif. Ketika baru keluar dari induk, sifat adhesifnya langsung muncul,
dimana telur-telur ikan mas akan melekat pada benda apa saja yang ada di sekitarnya.

Sedangkan sifat telur ikan gurame tidak tenggelam, serta tidak adhesif. Ketika baru keluar dari
induknya, telur ikan gurame tidak akan tenggelam, tetapi akan melayang. Selain itu, telur ikan gurami
tidak melekat pada benda-benda. Dari semua itu, siklus yang unik terjadi dari fase telur menuju larva.
Karena dalam fase ini terjadi pembentukan hampir semua organ tubuh. Inilah masa kritis dalam
kehidupan ikan gurami.

EFFENDIE (1997), mengatakan bahwa pada periode larva, ikan mengalami dua fase perkembangan,
yaitu prolarva dan pasca larva. Ciri-ciri prolarva adalah masih adanya kuning telur, tubuh transfaran
dengan beberapa pigmen yang belum diketahui fungsinya, serta adanya sirip dada dan sirip ekor
walaupun bentuknya belum sempurna. Mulut dan rahang belum berkembang dan ususnya masih
merupakan tabung halus, pada saat tersebut makanan didapatkan dari kuning telur yang belum habis
terserap. Biasanya larva ikan yang baru menetas berada dalam keadaan terbalik karena kuning
telurnya masih mengandung minyak. Gerakan larva hanya terjadi sewaktu-waktu dengan
menggerakan ekornya ke kiri dan ke kanan.

Masih kata EFFENDIE (1997), bahwa masa pasca larva ikan ialah masa dari hilangnya kantung kuning
telur sampai terbentuk organ-organ baru atau selesainya taraf penyempurnaan organ-organ yang
ada. Pada akhir fase tersebut, secara morfologis larva telah memiliki bentuk tubuh hampir seperti
induknya. Pada tahap pascalarva ini sirip dorsal (punggung) sudah mulai dapat dibedakan, sudah ada
garis bentuk sirip ekor dan anak ikan sudah lebih aktif berenang. Kadang-kadang anak ini
memperlihatkan sifat bergerombol walaupun tidak selamanya. Setelah masa pascalarva ini berakhir,
ikan akan memasuki masa juvenil.

Menurut SUNARMA (2004), telur gurami akan menetas dalam selang waktu 36 48 jam pada padat
tebar 4 5 butit/cm2 dengan kedalaman air 15 20 cm dan pemberian aerasi kecil pada suhu 29
30 O C, atau dengan padat tebar 1 2 butir/cm2 tanpa pemberian aerasi. Larva ikan gurami yang
menetas akan terapung dengan bagian perut berada di sebelah atas. Sedangkan kata SUSANTO
(1991), sebagian larva akan menempel pada substrat karena adanya alat penempel yang terletak
pada bagaian kepala.

Kuning telur pada gurami akan habis dalam waktu 7 -8 hari setelah menetas. Mulai saat tersebut larva
gurami sudah dapat memakan pakan alami yang dilakukan secara bertahap (DJARIJAH dan
PUSPOWARDOYO, 1992). Menurut SUNARMA (2004) pakan alami yang dapat diberikan dapat berupa
cacing rambut (Tubifex sp.), Daphnia sp., Moina sp., atau pakan alami lainnya yang sesuai dengan
ukuran bukaan mulutnya.

Setelah larva fase kehidupan gurame adalah benih. Fase benih dijalani cukup panjang, karena
pertumbuhhan gurami sangat lambat. Karena itu untuk mencapai benih yang siap dipelihara di kolam
pembesaran harus melalui beberapa tahap. Menurut SUNARMA (2004) tahapan pendederan pertama
dilakukan setelah larva habis kuning telurnya (7 9 hari) dengan padat penebaran 8 10 ekor/l pada
akuarium, 15 20 ekor pada air dengan sistem resirkulasi, 250 500 ekor/m2 dan 100 ekor/m2 pada
kolam tanah.

Selanjutnya SUNARMA (2004) mengatakan bahwa waktu pemeliharaan pada pendederan pertama
selama 30 40 hari. Selama itu dapat menghasilkan berukuran antara 2,0 2,5 cm dengan berat
antara 0,3 0,4 gram. Tingkat kelangsunga hidup dapat mencapai 80 90 persen (dalam wadah
terkontrol) atau ukuran antara 1 2 cm dengan berat antara 0,2 03 gram dengan tinggkat
kelangsungan hidup sekitar 60 70 persen dalam kolam tanah.

Menurut SUSANTO (2001) gurame mulai berbiak setelah berumur 2 3 tahun, yaitu saat dimana
induk betina telah matang telur dan induk jantan telah menghasilkan sperma. Induk betina akan
mengeluarkan telur dari dalam perutnya ke dalam sarang, yang kemudian diikuti oleh induk jantan
dengan menyermprotkan spermanya. Selama pemijahan, sarang dijaga induk jantan. Setelah
pemijahan selesai maka gantian induk betina yang menjaganya. Induk betina dapat menghasilkan
telur antara 500 3.000 butir. Telur besifat mengapung, karena mengandung gelembung minyak.

Kebiasaan makan
Inilah gambaran tentang kebiasaan makan ikan gurame. Secara umum kebiasaan makanan (food
habit), ikan dibagi dalam tiga golongan, yaitu ikan pemakan tumbuhan (herbivora), ikan pemakan
hewan (carnivora) dan ikan pemakan segala (omnivora). Ikan mas termasuk herbivora atau ikan yang
sepanjang hidupnya pemakan tumbuhan. Menurut SUSANTO (2001) gurami adalah mahluk dimana
pada saat muda karnivora, sedangkan setelah dewasa herbivora. Karena jenis makanan seperti itulah
yang menjadi penghambat pertumbuhan gurame.

SUSANTO (2001), juga mengatakan makan yang sering dimakan ikan gurami remaja dan induk
adalah daun keladi (Colocasia estulata Schott), ketela pohon (Manihot utilissima Bohl), pepaya (Carica
papaya Linn), ketimun (Cucumis sativus L), genjer (Limnocharis flava Buch), ubi jalar (Ipomoa
batatas Lamk), labu (Curcubita moschata Duch en Poir).

Daun pepaya, konon menurut petani gurami di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat tidak baik untuk
induk karena bisa merusak kantong telur sehingga sering menggagalkan pemijahan ikan gepeng ini.
Demikian juga dengan daun ubi jalar yang juga kurang bagus bagi induk karena kandungan
proteinnya rendah, sehingga induk-induk yang diberi daun ini menjadi kurang produktif.

Konon yang paling bagus untuk makanan induk dan remaja adalah daun keladi. Namun tidak boleh
langsung diberikan, tetapi harus dilayukan dulu, agar kandungan getahnya yang sering menyebabkan
kawanan gurame terserang penyakit cacar bisa berkurang. Sedangkan menurut sebagian besar ahli
perikanan, pada awalnya gurame yang telah habis kuning telurnya akan makan imfusoria dan rotifera,
yaitu jasad renik yang bisa diperoleh di perairan umum atau mengkulturnya di kolam.

Setelah berumur beberapa hari, benih akan mengincar larva insektatelur semut, larva crustacea.
Sehingga gurami tidak hanya sebagai vegetarian sejati, tetapi juga sebagai pemakan hewani
(SUSANTO, 2001). Pada umur 10 hari, yaitu fase prolarva makan yolksack; umur 1,5 bulan gurame
makan hewani, yaitu rayap, ulat, telur semut merah, ulat, dedak halus, dan kuning telur yang
direbus; 1,5 3 bulan (2 3 cm) gurame makanan hewani, tumbuhan halus, paku air, bungkil halus;
3,5 8 bulan (5 gurame makan tumbuh-tumbuhan halus, dedak dan pelet; delapan bulan hingga
setahun gurami makan pelet, daun-daunan, dan dedak.

A. Telur Telur ikan gurame tidak tenggelam serta tidak bersifat adhesif. Segera setelah keluar dari induknya
telur akan melayang bebas di air. Itulah sebabnya induk gurame memijah di sarang yang sudah dibuat
sebelumnya sehingga telur-telur yang dikeluarkan tidak bertebaran kemana mana. Setelah memijah, induk
gurame masih akan merawat telur telur tersebut. Telur gurame akan menetas dalam selang waktu 36 48
jam pada padat tebar 4 5 butir/cm2 dengan kedalaman air 10 20 cm dan pemberian aerasi kecil pada
suhu 29 30 O C. Larva ikan gurami yang menetas akan terapung dengan bagian perut berada di sebelah
atas. Telur yang sehat akan berwarna kuning bening sedangkan yang yang berwana kuning seperti kuning
telur (tidak tembus pandang) adalah telur yang tidak sehat atau mati. Dalam fase ini terjadi pembentukan
baik organ dalam tubuh maupun luar sehingga apabila akan memindahkan atau melakukan penggantian air
harus dilakukan dengan sangat hati-hati supaya tidak menyebabkan kerusakan fisik maupun kematian.
Telur gurame dapat diperoleh pada beberapa sentra budidaya ikan gurame dengan harga yang relatif
murah. B. Larva Pada fase ini sudah terlihat bentuk ikan, organ-organ sudah terbentuk sempurna dan larva
sudah bisa berenang. Pada tahap awal, larva tidak membutuhkan suplai makanan dari luar karena kuning
telur yang ada pada perutnya merupakan sumber makanan. Pada tahap lanjutan dimana larva sudah bisa
berenang bebas dapat diberikan makanan / pakan alaminya berupa cacing sutra (Tubifex sp.) maupun kutu
air (Daphnia sp.). Pada tahap ini larva juga masih rentan terhadap kontak fisik sehingga tetap diperlukan
kehati-hatian ekstra dalam perawatannya. Selain itu perlu juga diperhatikan supaya tempat perawatan betul-
betul bersih dari telur-telur atau larva yang mati, pakan alami yang sudah mati maupun dari predator
alaminya. Air yang sudah mulai terlihat kotor atau berminyak di lapisan atasnya dapat diganti separuhnya
atau bisa juga hanya ditambah dengan air yang baru. C. Benih Setelah kuning telur di perut larva habis
tibalah masa pendederan pertama untuk menghasilkan bibit ikan gurame. Pada tahap ini bisa dilakukan
penebaran pada kolam tanah kedalaman 20 50 cm dengan padat tebar 200 - 300 ekor/m2. Benih ikan
gurame mempunyai periode hidup yang cukup panjang yaitu dari usia 20 hari 160 hari. Biasanya diantara
para pembudidaya maupun pedagang bibit ikan sudah terbentuk pengkategorian bibit berdasarkan besar
badan berturut-turut dari kecil ke besar sebagai berikut : Jempol Silet Korek Di beberapa daerah ada
juga penyebutan lainnya seperti: gas (korek gas), jinggo (bungkus rokok) dan lain sebagainya. Usia kira-kira
dari masing-masing ukuran dapat dilihat pada tabel di atas namun sekali lagi yang menjadi patokan
(terutama dari segi harga) adalah ukuran dan bukan usia benih itu sendiri. Pada setiap tahapan
pembesaran bibit gurame dilakukan pengurasan, pemindahan / penebaran ulang serta penghitungan ulang
bibit gurame. Biasanya tahapan-tahapan itu disebut sebagai pendederan 1 s/d 3. Hal ini dilakukan untuk
memastikan padat tebaran yang sesuai dengan tempat yang digunakan dan juga untuk memastikan jumlah
serta kondisi benih yang ada. Pada tahap ini tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang diharapkan
adalah 70-80%. Apabila setelah dilakukan penghitungan ternyata bibit yang hidup dibawah itu, harus segera
dicek ulang apakah ada predator alami yang menyusup masuk atau cara perawatan yang salah. D.
Konsumsi Pembudidaya gurame dapat memilih melakukan pembesaran mulai dari bibit berukuran silet atau
korek sampai dengan ukuran konsumsi yaitu 0,3 sampai dengan 0,7 kg. Pada fase ini resiko kematian
akibat penyakit, salah perawatan atau karena dimangsa predator alami sudah sangat kecil sehingga tingkat
kelangsungan hidup (survival rate) dapat mencapai 80-90%. Dengan tingkat kelangsungan hidup yang
tinggi maka secara otomatis aspek usaha pembudidayaan gurame juga menjadi sangat menjanjikan. Pakan
yang diberikan pada fase ini dapat berupa dedak, pelet dan ditambah dengan pakan alami yaitu daun-
daunan : keladi (Colocasia estulata) ketela pohon (Manihot utilissima) pepaya (Carica papaya) ubi jalar
(Ipomoa batatas) Pembesaran ikan gurame dilakukan di kolam tanah dengan padat tebaran 4-5 ekor/m2.
Jadi sebuah kolam ukuran 200 m2 dengan kedalaman air 40-60 cm dapat menghasilkan ikan konsumsi
ukuran 0,5 kg sebanyak 400 500 kg. Pada saat artikel ini dibuat harga gurame segar di tingkat konsumen
mencapai Rp 26.000 - Rp 30.000 per kg. E. Indukan Dalam usaha pembudidayaan, indukan menjadi hulu
sarana produksi. Karena itu sarana produksi ini harus tersedia setiap saat. Bagi pemula, cara yang mudah
untuk mendapatkan induk adalah dengan cara membeli dari pihak lain. Salah satu sumber induk ikan
gurame yang bisa dipercaya adalah balai-balai penelitian perikanan. Sumber lainnya adalah balai-balai
benih ikan (BBI), dan instansi-instansi terkait lainnya. Karena pada instansi-istansi itu, asal-usul induk lebih
jelas, dan cara penyediaannya sudah terprogram dengan jelas pula. Jadi induk dari tempat-tempat itu lebih
terjamin kualitasnya. Cara membedakan jantan dan betina ikan gurame adalah dengan melihat dari dekat
tanda-tanda pada tubuh. Bagi pembudidaya lama pasti sudah paham, sehingga membedakannya tidak
harus melihat dari dekat, tetapi dari jauh saja sudah cukup. Induk jantan berdahi atau berjidat menonjol,
bibir bawah tebal, dasar sirip dadanya berwarna terang keputihan, dan berdagu kuning, gerakan lincah,
tubuh lebih terang dan bercahaya; lubang kelamin kemerahan. Bila diletakan pada tempat datar ekornya
naik ke atas. Sedangkan betina berdahi datar, bibir bawah lebih tipis, dasar sirip dada berwarna gelap
kehitaman dan berdagu keputihan sedikit coklat. Kemudian bila diletakan di tempat datar ekornya digerak-
gerakan / diam. Tanda induk betina yang matang gonad : berdagu (atas kepala) datar, perut agak gendut;
tubuh agak kusam
siklus hidup
Indukan

Larva benih konsumsi indukan

Anda mungkin juga menyukai