Anda di halaman 1dari 20

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan komoditas perikanan yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Ikan ini banyak digemari baik untuk di

konsumsi masyarakat atau sebagai komoditi ekspor. Beberapa negara Asia Pasifik

yang telah mengusahakan budidaya kakap putih sebagai penghasil devisa adalah

Thailand, Taiwan, Malaysia, Singapura, Philipina, Indonesia, Brunai Darussalam,

Australia, China, Saudi Arabia dan France Polynesia.

Produksi ikan kakap putih di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan

dari penangkapan laut dan hanya beberapa saja diantaranya yang telah dihasilkan

dari hasil budidaya akan tetapi, permintaan ikan kakap putih, baik untuk

kebutuhan dalam negeri maupun eksport cenderung mengalami kenaikan, untuk

menjaga keseimbangan suplai dalam ukuran yang dapat mengikuti perkembangan

pasar maka upaya memproduksi melalui budidaya merupakan pilihan yang tepat.

Pengembangan budidaya kakap putih mempunyai peluang yang sangat

besar karena didukung oleh potensi perairan kita yang cukup luas baik perairan

laut, payau, maupun perairan tawar. Adapun sifat-sifat biologi yang dimiliki ikan

kakap putih menguntungkan untuk dibudidayakan karena memiliki sifat yang

dapat mentolerir perubahan salinitas (euryhaline), selain itu ikan ini mampu

tumbuh dan berkembang dengan baik dan cepat apabila dipelihara dalam

lingkungan yang cocok.

Dalam usaha budidaya ikan kakap putih salah satu faktor yang mendukung

dalam keberhasilan adalah ketersediaan benih ikan dalam jumlah yang cukup,
2

berkualitas dan berkesinambungan. Untuk melakukan hal tersebut perlu dilakukan

usaha peningkatan produksi benih ikan kakap putih untuk menunjang kebutuhan

benihnya. Salah satu upaya tersebut ialah dengan melakukan perekayasaan

produksi benih ikan kakap putih. Perekayasaan produksi benih ikan kakap putih

diharapkan dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan benih ikan kakap putih

dari alam. Dengan demikian, produksi benih ikan kakap putih dapat berjalan

dengan ekonomis, dan dapat diaplikasikan oleh masyarakat luas.

Sejak tahun 1986 telah dilakukan pengembangan budidaya teknologi

budidaya komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis penting. Sifat-sifat

ikan kakap putih dengan metode perbenihannya sangat penting diketahui dan

dipelajari untuk menunjang perkembangan ikan tersebut.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Praktek magang ini bertujuan agar mahasiswa memperoleh pengetahuan

dan wawasan, memperoleh keterampilan kerja dan pengalaman khususnya

mengenai teknik pengelolaan kualitas air pada pembenihan kakap putih.

Manfaat praktek magang ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan mahasiswa di lapangan serta memahami permasalahan yang timbul

dalam teknik pengelolaan kualitas air pada pembenihan ikan kakap putih, sebagai

bahan masukan untuk peningkatan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang teknik pengelolaan kualitas air pada pembenihan ikan kakap

putih dengan melihat permasalahan yang timbul dan informasi untuk penelitian

lebih lanjut.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kakap Putih

Ikan kakap putih pertama kali ditemukan di laut Jepang oleh Bloch yang di

beri nama Holocentrus calcarifer (Kunvankij, et, al., 1986), sedangkan menurut

Tiensongrusme, et, al., 1989 kakap putih ditemukan oleh Bloch dari pedagang

Belanda sepulang dari Indonesia. Pada beberapa daerah di Indonesia ikan Kakap

Putih dikenal dengan beberapa nama seperti Pelak, Petakan, Cabek, Cabik (Jawa

Tengah dan Jawa Timur), Dubit Tekong (Madura), Talungtar, Pica-pica, Kaca-

kaca (Sulawesi). Morfologi ikan Kakap Putih ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

Klasifikasi ikan kakap putih menurut Said (2007) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Chordata

Divisi : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Famili : Centroponidae

Genus : Lates

Species : Lates calcarifer


4

Ikan Kakap Putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar

terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan

di air tawar dan di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih

dapat kawin dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar.

Bentuk ikan kakap putih adalah pipih dan ramping dengan badan

memanjang dan ekor melebar, kepala lancip dengan bagian atas cekung dan

menjadi cembung di depan sirip punggung. Mulutnya lebar, gigi halus dan bagian

bawah operculum berduri kuat. Operculum mempunyai duri kecil dengan cuping

bergerigi di atas pangkal gurat sisi. Sirip punggung berjari-jari keras 7 - 9 dan 10 -

11 jari-jari lemah. Sirip dubur dan sirip ekor bulat, sirip dubur berjari-jari keras 3

dan berjari lemah 7 - 8. Sirip dada pendek dan membulat. Sisik ikan kakap putih

bertipe sisik besar. Tubuh berwarna dua tingkatan yaitu kecoklatan dengan bagian

sisi dan perut berwarna keperakan untuk ikan hidup di laut dan coklat keemasan

pada ikan yang hidup di perairan tawar. Ikan dewasa berwarna biru kehijauan atau

keabu-abuan pada bagian atas dan berwarna keperakan di bawah.

2.2. Habitat Ikan Kakap Putih

Ikan ini tidak terbatas habitat hidupnya karena dapat hidup di air payau

dan air laut asin. Ikan ini dapat hidup di muara sungai, tambak, teluk hutan

mangrove (bakau) yang mempunyai air jernih dan air beriak-riak, pantai karang,

perairan laut dangkal sampai dalam, pelabuhan (kedalaman air > 8m), pantai

berbatu, muara sungai dengan kondisi khas tertentu.

2.3. Siklus Hidup Ikan Kakap Putih

Ikan kakap putih bersifat euryhaline atau mampu hidup pada kisaran

salinitas yang cukup luas antara 0 - 35 ppt. Ikan ini merupakan salah satu ikan
5

katadromus. Ikan dewasa ditemukan di muara sungai atau danau. Pada salinitas

berkisar 30 - 32 ppt dan kedalaman berkisar 10 - 15 m untuk pematangan gonad

dan kemudian melakukan pemijahan. Migrasi pemijahan terjadi pada akhir musim

panas dan pemijahan terjadi pada musim penghujan. Pemijahan pada musim hujan

terjadi karena salinitas dan suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi

siklus pemijahan (Grey, 1987 dalam Widiastuti et, al., 1999). Larva yang baru

menetas (umur 15 – 20 hari atau 0,4 – 0,7 cm) tersebar antara garis pantai hingga

payau, sedangkan larva ukuran 1 cm dijumpai di bagian air payau seperti ladang

padi/sawah, danau (Bhatia dan Kunvankij 1971 dalam FAO 2007). Di bawah

kondisi alam, ikan kakap putih tumbuh dalam air payau dan bermigrasi ke air laut

untuk memijah.

Penyebaran ikan ini meliputi perairan tropis dan subtropics seperti India,

Birma, Srilanka, Bangladesh, Malaysia, Indonesia, China, Taiwan. Papua New

Guinea, Australia. Di Indonesia, penyebaran ikan kakap putih merata hampir di

seluruh perairan Indonesia terutama yang mempunyai muara sungai besar

(Mayunar dan Abdul, 2002).

Ikan ini bersifat hermaprodit protandri, yaitu mengalami perubahan

kelamin dari jantan ke betina. Pada waktu masih kecil berjenis kelamin jantan dan

setelah usia matang sekitar 4-5 tahun berganti jenis kelamin menjadi betina. Akan

tetapi, tidak semua induk betina berasal dari induk jantan dewasa mengalami

perubahan.

2.4. Parameter Kualitas Air

Faktor yang harus diperhatikan mengenai parameter kualitas air pada

budidaya ikan kakap putih antara lain kecerahan, salinitas, warna, pH, suhu,
6

oksigen terlarut, serta senyawa beracun seperti amonia (NH3) dan asam belerang

(H2S) yang berkaitan erat satu sama lain.

2.4.1. Kecerahan

Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan kedalam air dan

dinyetakan dalam (%). Kemampuan cahaya matahari untuk tembus sampai ke

dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Dengan mengetahui

kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada

kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang

tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampau

keruh dan tidak pula terlampau jernih, baik untuk kehidupan ikan budidaya (Kordi

dan Andi, 2009).

Kecerahan yang baik bagi usaha budidaya ikan berkisar antara 30 – 40 cm

yang diukur menggunakan alat secchi disk. Kecerahan sangat erat kaitannya

dengan proses fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi

menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh ke dalam perairan

(Erikarianto, 2008).

2.4.2. Derajat Keasaman (pH)

pH adalah suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh

cairan. Kadar pH dinilai dengan ukuran antara 0 - 14. Sebagian besar persediaan

air memiliki pH antara 7,0 - 8,2 namun beberapa air memiliki pH di bawah 6,5

atau diatas 9,5. Air dengan kadar pH yang tinggi pada umumnya mempunyai

konsentrasi alkali karbonat yang lebih tinggi. Alkali karbonat menimbulkan noda

alkali dan meningkatkan farmasi pengapuran pada permukaan yang keras (Amin

Alamsjah, 2013)
7

Derajat keasaman (pH) air sebesar 6,5 – 9,0 sangat memadai bagi

budidaya ikan. Dalam keadaan normal, pH air tambak terletak antara 7,0 – 9,0.

Namun, pada keadaan tertentu pH air tambak dapat turun mencapai lebih rendah

dari 4.

2.4.3. Suhu

Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam

pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja

untuk mempelajari gejala-gejala fisika didalam laut, tetapi juga dengan kaitannya

kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk

pengkajian meteorologi. Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh kondisi

meteorologi. Faktor- faktor metereolohi yang berperan disini adalah curah hujan,

penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan radiasi matahari

(Nontji, 1987).

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu

penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu

perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan

biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan

suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian

bila peningkatan suhu sampai ekstrim (drastis) (Kordi dan Andi, 2009).

Suhu yang terlalu rendah akan mengurangi imunitas (kekebalan tubuh)

ikan, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan mempercepat ikan terkena infeksi

bakteri. Suhu yang optimal untuk usaha budidaya ikan adalah 220C – 270C.
8

2.4.4. Salinitas

Salinitas atau kadar garam merupakan jumlah total material terlarut dalam

air. Umumnya salinitas dihitung dengan satuan ppt (part per thousand), yaitu

gram material terlarut per liter air.

Berdasarkan salinitas, badan air dapat dibedakan dalam tiga katagori, yaitu

air tawar (0 - 3 ppt), air laut (lebih dari 20 ppt) dan air payau (4 - 20 ppt).

Pengukuran salinitas dapat dilakukan dengan menggunakan alat salinometer atau

refraktometer. Dengan cara meneteskan air ke dalam alat tersebut maka nilai

salinitas air yang diteteskan sudah bisa terbaca pada skala alat (Boyd, 1999).

Pengaruh salinitas pada ikan terjadi dalam proses osmoregulasi. Ikan air

tawar tidak toleran dengan salinitas. Akibat perubahan fisiologi osmose sel-sel

tubuh maka ikan akan mengalami stress. Toleransi terhadap salinitas oleh ikan

dari daerah air payau umumnya tinggi atau lebih lebar dibanding ikan air tawar

atau ikan air laut (Mahasri, 2013)

2.4.5. Oksigen Terlarut (DO)

Menurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi

oleh suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Dilaut,

oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer

dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut.

Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung

dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada

proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme)

bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2

dan H2O (Hargreaves, 2003).


9

Kadar oksigen (O2) dalam perairan tawar akan bertambah dengan semakin

rendahnya suhu dan berkurangnya kadar alkalinitas. Pada lapisan permukaan,

kadar oksigen akan lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan

udara bebas. Dengan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan terjadinya

penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan (Salmin, 2000)

Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut

dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila

ketersediaannya di perairan tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka

segala aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai

kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan

kebutuhan konsumtif yang terandung pada metabolisme ikan (Kordi dan Andi,

2009).

Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan sangat berbeda karena

perbedaan sel darahnya. Ikan yang gesit umumnya lebih banyak membutuhkan

oksigen. Sementara ikan labirint seperti lele, catfish dan ikan gurame yang dapat

mengambil oksigen langsung dari udara tentunya kadar oksigen dalam air tidak

terlalu berpengaruh pada kehidupannya. Secara teori, kadar oksigen terendah agar

ikan bisa hidup dengan baik adalah lebih dari 5 mg/l (Shofi, 2013))
10

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2016 s/d 20

Februari 2016 dengan judul Teknik Pengelolaan Kualitas Air pada Pembenihan

Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktek magang ini adalah tabung reaksi,

Erlenmeyer alat titrasi, pH-meter, labu Erlenmeyer, gelas beaker, pipet tetes, Tes

Kit, hand refraktometer, Thermometer, tali, Spektrofotometer, botol sampel,

kertas saring Whatman No.42, DO-Meter, gelas ukur, plastik botol aqua, dan alat-

alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam praktek magang pada pengukuran parameter

kualitas air adalah air sampel yang diambil dari kolam dan larutan yang

disediakan di tempat magang tersebut.

3.3. Metode Praktek Magang


Metode yang digunakan pada praktek ini adalah metode survei, penulis

langsung ke lapangan melihat, mengetahui dan terlibat langsung dalam proses

teknik pengelolaan kualitas air pada pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates

calcarifer) di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam. Data yang diperoleh terdiri

dari data primer yang diperoleh dari data pengukuran dan pengambulan sampel air

dan data sekunder di peroleh dari perpustakaan dan internet.

3.4. Prosedur Pengukuran Kualitas Air

3.4.1. Salinitas
11

Untuk mengukur salinitas atau kadar garam yang terkandung dalam suatu

perairan digunakan alat refaktometer. Terlebih dahulu alat dibersihkan atau

dikalibrasi kaca prisma dengan aquades, setelah itu dikeringkan dengan

menggunakan tissue. Air sampel yang akan diukur salinitasnya lalu diteteskan

pada kaca prisma secara merata. Untuk membuat air sampel merata dipermukaan

kaca prisma yang ditetesi tadi diambil kaca prisma yang lain lalu dorong secara

perlahan dengan kemiringan 45° agar tidak terbentuk gelembung udara, karena

alat ini memanfaatkan refraksi cahaya maka diarahkan pada sumber cahaya,

setelah itu diamati berapa skala yang tertera di sebelah kiri (salinitasnya) lalu

dicatat kadar salinitas yang diperoleh (Mackereth, 1989).

3.4.2. Suhu

Terlebih dahulu menyiapkan alat pengukur suhu, yaitu thermometer. Lalu

ditentukan lokasi yang akan diukur suhunya. Setelah lokasi didapatkan, bagian

pangkal dari badan thermometer diikat lalu dimasukkan thermometer ke dalam

perairan dengan cara mencelupkan. Kemudian thermometer didiamkan beberapa

menit sambil diamati thermometer menunjukkan angka yang konstan, setelah

menunjukkan angka yang konstan kemudian hasilnya dicatat (Manan, 2013).

3.4.3. Derajat Keasaman (pH)

Untuk mengukur derajat keasaman perairan digunakan pH meter. Sebelum

diukur, dipastikan suhu larutan itu sama dengan suhu larutan yang telah

dikalibrasi sebelumnya. Misalnya jika dikalibrasi dilakukan dengan suhu larutan

21°, maka demikian pula pengukuran memakai larutan dengan suhu yang sama.

Kemudian dibuka epilog elektroda, dibersihkan dengan air DI, lalu dikeringkan

elektroda dengan tissue. Kemudian dihidupkan pH meter dan dimasukkan


12

elektroda ke sampel yang diukur. Lalu, diputar elektroda agar sampel menjadi

homogen. Diteruskan dengan menekan tombol MEAS dan diukur. Sementara itu,

pada display muncul tulisan HOLD yang berkedip. Ditunggu sampai tulisan

berhenti berkedip. Setelah itu, angka pH akan muncul di layar. Pengukuran selesai

dan pH meter dapat dimatikan (Mulyanto, 2009).

3.4.4. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut diukur dengan menggunakan DO-meter. Sebelum

menggunakannya, terlebih dahulu dikalibrasi sesuai dengan salinitas yang sudah

diamati dan diukur. Alat pengukur dimasukkan ke dalam air dan jumlah oksigen

terlarut dapat dibaca dan diamati pada monitor yang tertera secara digital

(Effendie, 2003)

3.4.5. Nitrat

Terlebih dahulu disaring air sampel dengan kertas whatman No. 42,

setelah disaring dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 0,5 ml

brucine dan diaduk, lalu ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat dan diaduk kembali. Lalu

dibuat larutan blanko dari 5 ml aquades. Kemudian diukur dengan menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm. Setelah itu nilai nitrat dapat

dibaca pada layar spektrofotometer dan kemudian hasilnya dicatat (Cole, 1996).

3.4.6. Amonia (NH3)

Untuk pengukuran amonia dilakukan dengan menyaring air sampel

sebanyak 50 ml dengan kertas whatman No.42 kemudian menggunakan filter

holder dengan vacuum pump, kemudian air sampel dituang ke gelas erlenmeyer

sebanyak 50 ml, lalu ditambahkan larutan phenol sebanyak 2 ml, lalu Natrium

Nitroprusid 0,5% sebanyak 2 ml dan larutan Oxidizing colution 5 ml, kemudian


13

erlenmeyer digoyang secara perlahan agar larutan yang telah dimasukkan tadi

tercampur secara merata, kemudian didiamkan selama 1 jam, lalu larutan dituang

ke tabung reaksi dan dimasukkan ke dalam spektrofotometer kemudian dibaca

pada layar spektrofotometer dan dicatat hasilnya.

3.5. Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang sudah diperoleh kemudian

ditabulasikan dalam bentuk tabel maupun grafik. Data tersebut dianalisis secara

deskriptif untuk mengetahui aspek pengelolaan kualitas air pada budidaya ikan

serta permasalahan yang terdapat pada pengelolaan kualitas air pada budidaya

ikan, kemudian dibahas berdasarkan literatur yang ada kaitannya dengan praktek

magang ini.
14

RENCANA JADWAL PRAKTEK MAGANG

Praktikum magang ini akan dilakukan di Balai Perikanan Budidaya Laut

(BPBL) Batam, mulai pada tanggal 20 Januari s/d 20 Februari 2016, dengan

jadwal kegiatan sebagai berikut :

WAKTU (BULAN DAN MINGGU)


No KEGIATAN JANUARI FEBRUARI MARET
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A.Persiapan (Pra Persiapan Praktek Magang)
Kontak dengan
1. instansi tempat X
magang
Persiapan syarat-
2.
syareat magang X
Pembuatan
3.
Proposal X
Berangkat ke
4. X
lokasi magang
B.Pelaksanaan Praktek Magang
Perkenalan/training
1. X
di lokasi magang
Melakukan
2. wawancara dengan X
pegawai BPBLB
Melakukan
pengamatan
pengelolaan
3.
kualitas air pada X
pendederan ikan
kakap putih
Studi literatur dan
4.
analisis data X
C.Pasca Pelaksanaan Magang (Penyusunan Laporan)
Penyusunan hasil
1. X
praktek magang
Revisi dengan
2.
dosen pembimbing X
3. Persiapan ujian

4. Ujian
X
15

ORGANISASI PRAKTEK MAGANG

1. Pelaksanaan Praktek Magang

Nama : Gerry H Silalahi

Nim :

Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan

Alamat : Jl. Manyar Sakti, Panam-Pekanbaru.


16

ANGGARAN BIAYA PRAKTEK MAGANG

Praktek magang ini diperkirakan memerlukan biaya dengan perincian

sebagai berikut :

1. Biaya Persiapan (Pra Pelaksanaan Magang)

a. Persiapan dan Pencarian Informasi Rp200.000,00


b. Pengetikan dan Perbanyakan Proposal Rp100.000,00
Jumlah Rp300.000,00

2. Biaya Operasi/Pelaksanaan Magang

a. Transportasi Pekanbaru – Batam Rp900.000,00


b. Penginapan dan Biaya Hidup Selama Magang Rp1.500.000,00
c. Informasi dan Dokumentasi Rp150.000,00
Jumlah Rp2.550.000,00

3. Biaya Pasca Pelaksanaan Magang

a. Penyusunan, Pengetikan dan Perbanyakan Laporan Rp250.000,00


b. Biaya Ujian Rp400.000,00
c. Seminar Magang Rp300.000,00
Jumlah Rp950.000,00

4. Biaya Tak Terduga Rp500.000,00

Total Anggaran Biaya Praktek Magang Rp4.300.000,00

Terbilang : Empat Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah


17

OUTLINE SEMENTARA

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Tujuan dan Manfaat

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kakap Putih Makanan dan Kebiasaan

Makan

2.2. Habitat Ikan Kakap Putih

2.3. Siklus Hidup Ikan Kakap Putih

2.4. Parameter Kualitas Air

2.4.1. Kecerahan

2.4.2. Derajat Keasaman (pH)

2.4.3. Suhu

2.4.4. Salinitas

2.4.5. Oksigen Terlarut (DO)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

3.2. Alat dan Bahan


18

3.3. Metode Praktek Magang

3.4. Prosedur Praktek Magang

3.4.1. Salinitas

3.4.2. Suhu

3.4.3. Derajat Keasaman (pH)

3.4.4. Oksigen Terlarut

3.4.5. Nitrat

3.4.6. Amoniak ( NH3)

3.5. Analisis Data

RENCANA JADWAL PRAKTEK MAGANG

ORGANISASI PRAKTEK MAGANG

ANGGARAN BIAYA

OUTLINE SEMENTARA

DAFTAR PUSTAKA
19

DAFTAR PUSTAKA

Boyd. 1999. Aquaculture Pond Bottom Soil Quality Management. Pond Dynamic/
Aquaculture Collaborative Research Support Programe, Oregon State
university, Corvallis, Oregon (tidak diterbitkan).

Cole J. 1996. Nitrat Reduction Amonium by Enteric Bacteria: Redudancy or


Strategy for Survival During Oxygen Starvation. FEMS Microbiol 138:1-
18 (tidak diterbitkan).

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. KANISIUS. Yogyakarta (tidak diterbitkan).

Erikarianto, 2008. Parameter-Fisika-dan-Kimia-Perairan (tidak diterbitkan).

Hargreaves, John A. 2003. Control of Clay Turbidity in Ponds. Southern Regional


Aquaculture Center (SRAC), Publication No.460. May (tidak diterbitkan).

Kordi, K Ghufron dan Andi Baso Tancung. 2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam
Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta (tidak diterbitkan).

Kunvankij,P.B.J Pudadera, L.B.Tiro, and I.G Potetar.1986. Biology and Culture


of Sea Bass (Lates calcarifer). Training Manual NACA. Bangkok (tidak
diterbitkan).

Mackereth, F.J.H., Heron, J. And Talling, J.F. 1989. Water Analysis Freshwater
Biological Association, Cambria, UK. 120 p (tidak diterbitkan).

Mahasri, Gunanti.,Shofi Mubarak, A., Amin Alamsjah, M., Manan, Abdul. 2013.
Manajemen Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga– Global Persada Press. Surabaya (tidak diterbitkan).

Mayunar dan Abdul, S.2002.Budidaya Ikan Kakap Putih. Grasindo. Jakarta.


(tidak diterbitkan).

Mulyanto. 2009. Derajat keasaman (pH). http://hobiikan.blogspot.com/


2009/02/oksigen-terlarut-dalam-air.html. Diakses tanggal 15 November
2015 (tidak diterbitkan).

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta (tidak diterbitkan).

Said. 2007. Budidaya Ikan Kakap Putih (tidak diterbitkan).

Salmin, 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai. Swadaya. Jakarta (tidak
diterbitkan).
20

Tiensongrusme,.B.,S.Chantasani,S. Budileksono,S.K.Yowono, dan Santoso H.


1989. Propogation of Sea Bass (Lates calcarifer) in Capacity.Seafarming
Development Project. Ditjenkan BBL Lampung (tidak diterbitkan).

Triyati, E. 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta


Aplikasinya dalam Oseanologi. Jurnal Oseana. 10 (1): 39-47 (tidak
diterbitkan).

Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta (tidak diterbitkan).

Widiastuti,E.,P.Hartono dan Sudaryanto.1999. Biologi Kakap Putih (Lates


calcarifer, Bloch) Perbenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch)
Departemen Pertanian.Ditjenkan BBL.Lampung (tidak diterbitkan).

Anda mungkin juga menyukai