Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BUDIDAYA KAKAP PUTIH (Lates calcarifer)


DI KERAMBA JARING APUNG

Oleh :

1. Kartika Dewi Cahyani (170254243002)

2. Istiqomah (170254243007)

3. Bahrial Ramdoni (170254243015)

4. Elbiansyah Putra (170254243016)

5. M. Agi Saputra (160254243002)

6. Efa Ninoa Lija (170254243030)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNG PINANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuakultur merupakan salah satu aktivitas penting untuk memenuhi


kebutuhan pangan dari sektor perikanan. Dalam satu dekade terakhir, produksi
perikanan dari sektor akuakultur mengalami peningkatan sedangkan produksi
perikanan hasil penangkapan (captured fishery) cenderung stagnan bahkan
mengalami penurunan (Anonim, 2004). Perairan laut di Indonesia kaya akan
sumber daya ikan yang berpotensi untuk usaha budidaya. Salah satu ikan yang
berpotensi adalah ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch). Ikan Kakap Putih
atau sering disebut dengan nama seabass/Baramundi memiliki nilai ekonomis
tinggi untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Alasan lain
Ikan Kakap Putih ini berpotensi untuk dibudidayakan adalah banyak lahan yang
tersedia untuk pelaksanaan budidaya di Indonesia baik di laut, tambak maupun air
tawar. Namun, kebanyakan produksi Ikan Kakap Putih di Indonesia dihasilkan
dari penangkapan di laut. Hal itu disebabkan karena masih sulitnya pengadaan
benih Ikan Kakap Putih.
Lokasi budidaya Ikan Kakap Putih di laut secara umum adalah daerah perairan
teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak di antara dua buah pulau (selat).
Alasan dipilihnya lokasi tersebut supaya memudahkan untuk kegiatan transportasi
dan monitoring karena dekat dengan daratan. Lokasi tersebut juga diusahakan
tidak dilalui transportasi laut lain yang dapat mencemari atau mengganggu proses
budidaya. Pemilihan perairan pantai di antara pulau-pulau dimaksudkan untuk
mencegah gelombang besar dari laut lepas yang dapat merusak sarana budidaya.
BAB 1I
PEMBAHASAN

2.1 Teknis Budidaya Ikan Kakap Putih Di Keramba Jaring Apung (Kja)

1. Sarana dan Prasaran

a. Rakit
Rakit tersebut dilengkapi dengan jangkar dan tali jangkar. Untuk satu unit rakit
diperlukan minimal 4 buah jangkar dengan berat 40–75 kg yang diikatkan pada tiap sudut rakit
menggunakan tali jangkar terbuat dari PE berdiameter 2-4 cm. Panjang tali jangkar minimal 3
kali kedalaman perairan (untuk kedalaman air 5 meter panjang tali jangkar sekitar 18-20
meter). Rakit yang terbuat dari bahan high density polyethylene (HDPE), biasanya telah
tersedia produksi dari perusahaan dalam unit yang sudah siap untuk digunakan. Bentuk dan
ukurannya bervariasi sesuai dengan permintaan konsumen.

Gambar 1. Bagian-bagian keramba jaring apung

Gambar 2. Unit Karamba dengan rangka dan pemasangan jarring


d. Perahu
Perahu merupakan sarana transportasi pembudidaya di karamba. Perahun ini juga
dapat digunakan untuk pencarian pakan alami ikan kakap putih (rucah). Idealnya setiap
pembudidaya di KJA memiliki minimal 1perahu.

e. Perlengkapan Karamba Lainnya


Perlengkapan karamba lainnya seperti gunting, sikat, keranjang, wadah plastik untuk
grading, aerator, timbangan, cool box untuk menyimpan pakan, serok, penyemprot jaring, dan
lain-lain.

Gambar 3. Rumah jaga

2. Lokasi Usaha

a. Terlindung dari angin dan gelombang besar.


b. Kedalaman perairan antara 5 -15 meter.
c. Jauh dari limbah atau pencemaran.
d. Dekat sumber pakan.
e. Tersedia sarana transportasi yang baik dan mudah diakses.

3. Kualitas fisika dan kimia air

Parameter Satuan Nilai Optimum


Salinitas Ppt 10-35
pH - 7-8,5
Suhu ̊C 27-30
Oksigen terlarut Ppm >4
Nitrit Ppm <1
Amoniak Ppm <0,1

4. Benih ikan

a. Benih ikan
Benih ikan kakap putih dapat diperoleh dari berbagai alternatif, yaitu : Tempat
pembibitan ikan (Hatchery) yang bersertifikat Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) dan
Pendederan yang bersertifikat CPIB.
Ciri-ciri benih ikan kakap putih yang baik :

1. Warna cerah mengkilat, putih keperakan, tidak gelap dan atau tidak pucat
2. Bentuk tubuh proporsional dan sirip lengkap serta tidak cacat
3. Bebas penyakit dan utamakan menggunakan benih yang sudah divaksin
4. Gerakan aktif/lincah, tidak menyendiri/memisahkan diri dan berenang normal
5. Respon terhadap pakan yang diberikan positif dan responsif terhadap kejutan
6. Keseragaman ukuran minimal 80 % Bukan merupakan benih transgenik / Genetic Modified
organism (GMO) atau benih hasil hibridisasi.

5. Penebaran dan Pembesaran Gelondongan


Padat tebar (benih berukuran 2–3 cm atau 0,2-0,3 g) sebanyak 500-800 ekor/m3. Padat
tebar diturunkan sejalan dengan perkembangan ukuran ikan, sehingga pada akhir
penggelondongan (ukuran ikan minimal 10 cm atau > 12 g), padat tebar menjadi 100-200
ekor/m3. Penurunan padat tebar dilakukan bersamaan pada saat grading.
Pada awal penebaran, pakan diberikan sehari 5 kali dengan pellet berukuran 0,8-1 mm
dengan kadar protein > 40% secara at satiation. Ukuran pakan disesuaikan dengan ukuran ikan,
sehingga pada akhir penggelondongan menggunakan pakan berukuran 4 mm dengan dosis
pemberian 5-10 % dari berat total ikan per hari dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali
sehari.
Grading dilakukan untuk menyeleksi ikan berdasarkan ukuran, sehingga ikan yang
dipelihara dalam satu bak relatif seragam, dan hal ini akan mengurangi kanibalisme dan
persaingan pakan. Grading dilakukan setelah benih berumur 30 hari (D-30) dari saat penetasan.
Masa pememliharaan pendederan selama 1-2 bulan, benih sudah akan mencapai ukuran
gelondong. Pemeliharaan selama satu bulan ukuran panjang 2,5-3,5 cm, sedangkan
pemeliharaan selama 2 bulan 7,5-10 cm. Jaring/hapa yang memiliki lubang (mata jaring) kecil.
Dengan ukuran kurungan pendederan adalah 2x2x2 m3 (Ghufron, 2007).
Setelah benih berukuran 7,5 – 10 cm, langkah pemeliharaan selanjutnya adalah
pemindahan benih ke dalam kurungan pembesaran. Ikan yang ditebar di KJA sebaiknya
berukuran > 10 cm dengan padat penebaran awal 100 ekor/m3, kemudian secara bertahap padat
tebar diturunkan menjadi sekitar 50 ekor/m3 (untuk ukuran 35 g/ekor) dan menjadi sekitar 20
ekor/m3 mulai ikan berukuran 200 g/ekor sampai panen, atau sebesar 10 – 20 kg/m3.
Konstruksi kurungan pembesaran yaitu 3x3x3 m3. Usaha pembesaran di perairan atau laut
diperlukan waktu sekitar 4-5 bulan. Untuk ukuran konsumsi waktu pemeliharaannya ditambah
beberapa bulan dan padat penebarannya diturunkan menjadi 15-20 ekor/m3.Untuk mernacu
pertumbuhan. perlu diberi tambahan pakan cacahan daging ikan rucah segar dengan dosis 5-
10% per hari dari total berat badan ikan.

6. Pakan dan pemberian pakan


Pakan yang diberikan untuk ikan kakap putih ada 3 jenis, yaitu: pakan hidup (rotifera, naupli
artemia), pakan segar (daging ikan segar yang dihaluskan, udang rebon) dan pakan buatan
dengan kandungan protein > 40% dan lemak < 12%. Ikan kakap putih dapat juga diberi
pakan ikan rucah. Ikan rucah bisa diperoleh dari hasil tangkapan gombang. Ikan rucah bisa
diramu dengan bahan pengikat (tepung sagu). Ditambah dengan vitamin, mineral dan protein
tambahan, untuk menghasilkan pelet ikan. Pemberian pakan harus memperhatikan keadaan
cuaca. waktu dan ukuran ikan. Ikan berukuran 50 gram, diberikan 10% dari berat total ikan
dalam karamba per hari.
Ikan berukuran 100-300 gram cukup diberi sebanyak 5% dari berat total per hari.
Berukuan di tas 300 gram, diberi 3% per hari dari berat total ikan dalam karamba. Ikan rucah
akan diperoleh nilai tukar pakan 5-71. Artinya untuk menghasilkan berat kakap 1 kg diperlukan
ikan rucah sebanyak 5-7 kg.
Ukuran ikan Dosis pakan perhari Frekuensi pemberian pakan
(gram/ekor) (%biomassa) (kali per hari)
10-100 5-8 3-5
100-200 2-5 3-4
200-500 1,5-2 2-3
500-1000 1-1,5 1-2
>1000 0,5-1 1
Pengelolaan air dan wadah pemeliharaan
Adanya monitoring atau pengontrolan rutin perlu dilakukan dalam
kegiatan budidaya ikan kakap putih di keramba jaring apung. Hal tersebut
bertujuan untuk mengantisipasi masalah yang akan terjadi dalam kegiatan
budidaya. Contoh masalah yang paling sering terjadi adalah adanya hama dan
penyakit yang menyerang kultivan budidaya. Untuk menaggulangi hal tersebut
harus dilakukan pengecekan kualitas air apakah sudah sesuai dengan kultivan,
membersihkan jaring dari kotoran atau mengganti jaring dengan yang baru apabila
sudah rusak, serta mempersihkan rakit dan pelampung dari kotoran yang
menempal.
Masalah yang Sering Dihadapi
Masalah yang sering dijumpai dalam budidaya Ikan kakap putih adalah
masalah internal yaitu penyakit yang menyerang ikan kakap baik patogen maupun
non patogen.
Penyakit patogen
Parasit yang pernah menyerang larva ikan kakap putih adalah cacing pipih
golongan Trematoda. Larva yang terserang parasit berumur sekitar 18 hari.
Serangannya mencapai 2-3 %. Cacing ini banyak terdapat pada air media
pemeliharaan dan sebagian menempel pada tubuh larva, yaitu pada bagian spina.
Tanda gejala serangan pada larva adalah nafsu makan berkurang, warna tubuh
pucat, gerakan larva lambat dan berenang di permukaan.
Bakteri yang menyerang larva adalah jenis Vibrio sp. Umumnya bakteri ini
menyerang pada larva berumur sekitar 17 hari. Bakteri ini bersifat patogen pada
larva dan merupakan penyebab kematian yang besar selain penyakit viral. Ikan
yang terserang bakteri vibrio sp tidak menunjukan perubahan secara fisik, namun
pada saat gelap tubuh ikan tampak bercahaya dan larva kehilangan nafsu makan
(Kurniastuty et al., 2004).
Penyakit viral pada larva kakap putih adalah VNN (viral nervous
necrosis). Virus ini sangat patogenik dan merupakan penyebab kematian larva
terbesar. VNN yang menginfeksi larva dapat mengakibatkan kematian total 100 %
dalam tempo yang relatif singkat (1-2 minggu). Ikan yang terserang virus VNN
tidak menunjukan perubahan secara fisik,gejala yang terlihat adalah terjadinya
kematian secara masal dan tiba-tiba (Kurniastuty et al., 2004).
Penyakit non patogen
Penyebab penyakit non patogenik dipengaruhi faktor lingkungan dan erat
kaitannya dengan parameter kualitas air. Terjadinya perubahan kualitas air dapat
menyebabkan inang memilki daya tahan tubuh lemah dan patogen berkembang
dengan baik sehingga menimbulkan kematian pada larva. Beberapa penyakit non
patogenik pada larva ikan kakap putih karena faktor lingkungan antara lain
defisiensi oksigen, gas bubble desease dan keracunan.
Solusi dari Masalah Terkait
Masalah penyakit pada Ikan Kakap Putih dapat ditanggulangi dengan
berbagai cara sesuai dengan jenis penyakitnya. Berikut adalah contoh penyakit
dan cara penanggulangannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan untuk Mengatasi Penyakit Bakteri dan Parasit pada Ikan
Kakap Putih
Patogen Perlakuan Lama Perlakuan
Perendaman dengan 150ppm 30 menit, 7 hari
Monogonea
hidrogen peroksida berturut-turut
Cryptocaryon irritants Pergantian air, pemindahan -
ikan
Formalin 200ppm, aerasi kuat ½-1jam, 3 hari
Formalin 20ppm + MG
Diplectanum sp. Semalam
0,15ppm
Air tawar 1 jam
250ppm formalin atau air
Pseudohabdosyncus 1 jam
tawar
Chlorampenichol 0,2 kg/kg
4 hari
pakan
Vibrio sp. Sulphonamide 0,5 g/kg pakan 7 hari
Perendaman dengan
Nitrofurazone 15 ppm atau 4 hari
Sulfonamide 50ppm

Sumber : Kurniasuty et al. (2004)


Secara umum penanganan panyakit meliputi tindakan diagnosa,
pencegahan dan pengobatan. Diagnosa yang tepat diperlukan dalam setiap
rencana pengendalian penyakit, termasuk pengetahuan mengenai daur hidup dan
ekologi organisme penyebab penyakit. Diagnosa yang tepat akan menghasilkan
tindakan penanggulangan yang lebih terarah yaitu dengan mempertahankan
kualitas air agar tetap baik, mengurangi kemungkinan penanganan yang kasar,
pemberian pakan yang optimal mutu dan kualitasnya, mencegah penyebaran
organisme penyebab penyakit dari bak pemeliharaan ke bak pemeliharaan yang
lain (Kurniastuty et al., 2004). Penanggulangan penyakit pada budidaya ikan laut
baik pembesaran maupun pembenihan dapat dilakukan dengan mencegah
timbulnya stress pada ikan. Stress didefinisikan sebagai reaksi biologis terhadap
stimulus yang mengganggu, baik secara fisik, internal atau eksternal yang
cenderung mengganggu kondisi homeostatis suatu organisme. Menurut
Kurniastuty et al. (2004), menyatakan bahwa untuk mencegah mortalitas pada
ikan dapat dilakukan hal- hal sebagai berikut :
 Mempertahankan kualitas air tetap baik
 Pemberian pakan yang cukup secara kualitas dan kuantitas
 Mencegah menyebarnya organisme penyebab penyakit dari bak
pemeliharaan satu ke bak yang lain.
ANALISIS USAHA

BIAYA INVESTASI

Uraian Volume Satuan Harga (Rp)


Keramba jaring apung (3x3m) 8 Unit 88.000.000
Rumah jaga (8x8m) 1 Unit 30.000.000
Jaring (3x3x3m) 32 Unit 32.000.000
Peralatan operasional 1 Paket 2.850.000
Generator (2KW 110-240V) 2 Unit 2.500.000
Perahu 1 Unit 13.000.000
Peralatan rumah jaga 1 Paket 1.250.000
Total 169.600.000

PENYUSUTAN PERTAHUN

Uraian Harga (Rp)


Keramba (3x3m) (4 lubang) (17% per tahun) 14.960.000
Rumah jaga (8x8m) (17% per tahun) 5.100.000
Jaring (3x3x3m) (25% per tahun) 8.000.000
Peralatan operasional (17% per tahun) 484.500
Generator (2KW 110-240V) (25% per tahun) 625.000
Perahu (25% per tahun) 3.250.000
Peralatan rumah jaga (25% per tahun) 312.500
Total 32.732.000

BIAYA TETAP PER TAHUN

Uraian Volume Satuan Harga (Rp)


Tenaga kerja 3 (Rp 1.000.000) 3 Orang 36.000.000
Teknisi (Rp 1.500.000) 1 Orang 18.000.000
Biaya perawatan 1 Paket 8.280.000
Biaya penyusutan 1 Paket 32.732.000
Solar 1 Liter 16.060.000
Total 111.272.000

BIAYA VARIABEL

Uraian Volume Satuan Harga (Rp)


Benih ikan kakap putih (4-6 inch) 12.800 Ekor 64.000.000
Pakan rucah 24.960 Kg 124.000.000
Multivitamin dan obat-obatan 2 Paket -
Total 188.000.000

PENERIMAAN

Uraian Volume Satuan Harga (Rp)


Total penerimaan (Rp 70.000) 5.376 Kg 376.320.000
PENGELUARAN

Uraian Harga (Rp)


Biaya tetap 115.587.817
Biaya variabel 188.000.000
Total 303.587.817

KEUNTUNGAN

Uraian Harga (Rp)


Penerimaan – pengeluaran 72.732.183
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat didapatkan dari pembuatan makalah ini adalah:


1. Bentuk wadah dalam budidaya ikan kakap putih berupa keramba jaring
apung (KJA)
2. Aktivitas rutin budidaya ikan kakap putih meliputi pengelolaan air dan
wadah pemeliharaan serta pemberian pakan.
3. Masalah yang sering dihadapi dalam budidaya ikan kakap putih adalah
masalah internal berupa penyakit patogen dan non patogen.
4. Solusi penanganan penyakit secara umum dengan mempertahankan
kualitas air tetap baik, pemberian pakan yang cukup secara kualitas dan
kuantitas, dan mencegah menyebarnya organisme penyebab penyakit dari
bak pemeliharaan satu ke bak yang lain
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004, The State of World Fisheries Aquaculture, FAO.

Gufron, M. Dan H. Kordi K. 2007. Budidaya Ikan Kakap Biologi dan Teknik.
Dahara Prize. Semarang. 101 Halaman.

Kurniastuty, T. Tusihadi dan P. Hartono. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam
Pembenihan Ikan Kerapu. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat

Kungvankij, P. 1988. Guide to Marine Finfish Hatchery Management. Food And


Agriculture Of United Nations. Rome.

Sugama, K., Trijoko, S. Ismi, K. Maha Setiawati. 2004. Effect of Water


Temperature on Growth, Survival and Feeding Rate of Humpback
Grouper (Cromileptes altivelis). In: Advences in Grouper Aquaculture,
Editors: M.A. Rimmer, S. McBride and K.C. Williams. Australian Centre
for International Aqricultural Research. Canberra. Page 55-60

Anda mungkin juga menyukai