PENDAHULUAN
1
Teknologi pemijahan Induce breeding ini merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan hasil fekunditas dan fertilisasi yang
ditargetkan sesuai dengan permintaan pasar yang meningkat. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengambil judul “ Teknik pembenihan ikan patin (Pangasius
hypopthalmus) secara Induce breeding di Unit pelaksanaan teknis SUPM Negeri
Pontianak Anjungan Kabupaten Mempawah”.
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktek kerja lapangan II ini adalah untuk mengetahui teknik
pembenihaan ikan Patin (Pangasius hypotalmus) secara Induced breeding yang di
lakukan di Unit Pelaksanan Teknis SUPM Negeri Pontianak Anjungan Kabupaten
Mempawah.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari praktek kerja lapangan 1 ini
adalah :
1. Dapat mengetahui teknik pembenihan ikan Patin (Pangasius hypotalmus) secara
Induced breeding.
2. Dapat mengetahui kendala-kendala pada teknik pembenihan ikan Patin
(Pangasius hypotalmus) secara Induced breeding..
2
3. Dapat meningkatkan ketrampilan dilapangan tentang teknik pembenihan ikan
Patin (Pangasius hypotalmus) secara Induced breeding.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
sungai.. Patin lebih banyak menetap didasar peraiaran daripada di permukaan. Di
Indonesia, patin tersebar di perairan pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa.
Di alam ikan patin bersifat karnivorra, tetapi ditempat pemeliharan (budidaya)
ikan patin bersifat omnivora atau pemakan segala.
2.1.4 Perkembangbiakan
Di alam, patin memijah diawal atau spanjang musim hujan. Hal ini berhubungan
erat dengan bertambahnya volume air yang biasanya terjadi pada musim hujan,
meningkatnya kualitas air, serta ketersediaan jasad renik (pakan alami), Pada musim
hujan, terjadi peningkatan kedalaman air yang dapat merangsang ikan patin memijah.
Pada kondisi demikian induk jantan dan betina yang telah matang gonad akan
bermigrasi mengikuti aliran sungai untuk melakukanperkawwinan dihulu-hulu sungai
atau sungai-sungai besar dan memijah ditempat yang terlindung atau teduh.
Perkembangbiakan patin terjadi secara ovivar (eksternal), yaitu terjadi diluar tubuh
(Mahyudin,2010)..
Patin yang dibudidayakan dikolam dapat dikawinkan sepanjang tahun, asalkan
dikelola dengan baik dan diperhatikan kematangan gonad dari induk jantan dan induk
betinanya. Diketahui bahwa induk patin jantan lebih cepat mencapai matang gonad dari
pada ikan betina, yakni sekitar umur 1,5 tahun seedangkan gonad pada induk betina
baru matang gonad pada umur 2,5 tahun. Kematangan gonad induk patin sangat
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Sebagai contoh, perkembangan telur dan sperma
ikan patin yang hidup didaerah tropis akan lebih cepat dari pada patin yang hidup
didaerah subtropis. Pada musim hujan setiap 1 kg induk patin siam dapat menghasilkan
telur sebanyak 120.000 – 200.000 butir telur, sedangkan pada musim kemarau setiap
kilogram induk hanya menghasilkan telur sekitar 60.000 – 100.000 butir
(Mahyudin,2010).
5
memiliki sifat memangsa jenisnya sendiri, jika kekurangan pakan larva patin tidak
segan-segan memangsa kawannya sendiri. Oleh karena itu, ketika masih dalam tahap
larva, pemberian pakan tidak boleh terlambat.
Pada kegiatan budidaya, makanan ikan patin akan berubah sejalan dengan
pertambahan umur dan perkembangannya. Larva patin yang berumur 0-2 hari belum
diberi pakan tambahan karena masih mempunyai cadangan makanan berupa kuning
telur (yolk) yang menempel diperutnya. Umur 2-7 hari larva patin diberikan pakan
artemia. Dihabitat aslinya patin memakan ikan-ikan kecil, cacing, udang-udangan,
moluska, dan serangga. Berdasarkan jenis pakannya yang beragam tersebut ikan pating
dikategorikan sebagai ikan pemakan segala.
6
2.2.2 Persiapan Wadah dan Media
Wadah merupakan suatu tempat baik untuk penetasan telur atau pemeliharaan
ikan. Wadah yang digunakan ada beberapa macam tergantung dari fungsinya.
a. Bak atau kolam pemeliharaan induk
Sebagai tempat untuk memelihara induk (merawat dan mematangkan telur dapat
berupa bak atau kolam). Bak atau kolam induk ini sebaiknya memiliki sumber
air yang baik. Luas atau ukuran kolam disesuaikan dengan jumlah induk yang
akan dipelihara. Kepadatan yang dianjurkan adalah 0,25 kilo per m². Adapun
kedalaman air disarankan 100 cm (Hernowo 2003).
b. Bak pemberokan
Bak pemberokan digunakan untuk menyimpan atau menempatkan induk hasil
seleksi dari kolam pemeliharaan induk. Sebaiknya kolam atau wadah tidak
terlalu besar dan tidak terlalu dalam karena fungsinya sebagai tempat
penyimpanan sementara. Misalnya berukuran 2m x 1m x 1m. Yang harus
diperhatikan adalah sifat ikan patin yang suka menabrak dinding bak atau kolam
ketika terkejut. Untuk itu dinding bak atau wadah pemberokan dibuat tidak kasar
dan dianjurkan diberi styrofoam atau busa (Hernowo 2003).
c. Bak inkubasi
Bak inkubasi merupakan bak untuk penyimpanan induk ketika mau disuntik,
sudah disuntik dan menunggu waktu ovulasi (pengeluaran telur). Bak ini
sebaiknya tidak terlalu luas agar memudahkan pengelolaan terhadap induk
karena pada tahap ini induk akan sering ditangkap untuk disuntik maupun untuk
diperiksa telurnya. Apabila areal sangat terbatas bak inkubasi tidak perlu dibuat
dan sebagai tempat untuk menyimpat induk dapat menggunakan bak
pemberokan (Hernowo 2003).
d. Aquarium
aquarium ini berfungsi sebagai tempat penetasan telur dan pemeliharaan larva
ikan patin. Aquarium yang dimaksud adalah aquarium beserta rak atau
dudukannya. Rak tersebut akan dibuat dari bahan besi. Untuk memudahkan
pengelolaan sebaiknya ukuran aquarium dianjurkan yaitu panjang 60 cm, lebar
40 cm dan tinggi 40 cm.
7
Apabila aquarium sulit diperoleh maka sebagai tempat penetasan telur ikan patin
dapat menggunakan waskom bulat bergaris tengah 50 cm. Adapun fungsi
sebagai wadah pemeliharaan larva ikan patin dapat ditanggulangi dengan
menggunakan bak semen berukuran 200 cm, lebar 100 cm dan tinggi 40 cm atau
membuat bak plastik sendiri dengan menggunakan plastik karpet atau plastik
terpal (Hernowo 2003).
e. Botol galon air mineral
Botol galon yang biasa digunakan di dispenser dapat digunakan sebagai wadah
penetasan telur artemia. Apabila wadah sulit diperoleh makan wadah dapat
diganti dengan toples plastik transfaran atau ember yang berwarna terang.
Ukuran toples yang digunakan adalah kapasitas volume minimal 5 liter,
berbentuk kerucut atau tabung yang bergaris tengah 20-30 cm (Hernowo 2003).
Menurut Khairuman, SP (2009) Induk ikan patin yang akan dipijahkan diseleksi
terlebih dahulu, yaitu dengan memilih induk-induk betina dan jantan yang matang
gonad dan siap pijah. Penangkapan induk dilakukan secara hati-hati untuk menghindari
stres. Penangkapan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan jaring
dan menggunakan tangan.
Tabel 1. Ciri-ciri induk jantan dan induk betina yang siap dipijahkan
No Induk Betina Induk Jantan
1 Umur kurang lebih 2.5 tahun Umur minimum diatas 1,5 tahun
2 Berat minimum 3 kilo per ekor Berat minimum 2 kg per ekor
3 Perut membesar kearah anus Kulit perut lembek dan tipis
4 Perut tarasa empuk dan halus saat Alat kelamin atau urogenital
diraba membengkak dan berwarna merah tua
5 urogenital membengkak dan Keluar cairan sperma berwarna putih jika
berwarna merah tua distriping
6 Kulit dibagian perut lembek dan
tipis apabila di striping keluar
beberapa butir telur berbentuk
bundar dan berukuran seragam
Selain ciri-ciri diatas, induk ikan patin yang akan dipijahkan harus sehat secara
fisik, yaitu tidak terinfeksi penyakit dan farasit. Induk yang baik juga harus memiliki
8
sifat pertumbuhan relatif cepat serta rentan terhadap penyakit, mudah beradaptasi dan
responsif terhadap perubahan lingkungan dan makanan.
Seleksi induk tidak hanya memperhatikan bagian luar fisiknya karena yang
paling menentukan keberhasilan pemijahan adalah tingkat kematangan telur. Telur yang
sudah matang dapat dicek dengan cara sebagai berikut :
1. Ambil 1 ekor induk patin betina sedot telur menggunakan kateter, caranya
selang kateter dimasukan kedalam urogenital sedalam 3 cm, lalu ujung
selangnya disedot dengan mulut sampai tampak beberapa butir telur didalam
selang.
2. Telur didalam selang tadi disimpan dicawan, kemudian ditetesi larutan sera
(campuran formalin, alkohol dan larutan asetit dengan perbandingan 6:3:1 ).
Larutan ini berfungsi untuk mengetahui telur yang tekah matang. Telur yang
matang tampak bulat, warna putih kekuningan, inti telurnya terlihat jelas dan
terpisah dari cangkangnya.
3. Induk-induk patin yang telah matang telur disimpan dalam bak atau hapa, jantan
dan betina disimpan terpisah.
2.2.4 Pemberokan
Pemberokan adalah tahapan dalam pemijahan yang dilakukan dengan cara
dipuasakan (tidak diberi pakan), yakni saat induk patin selesai diseleksi dan sebelum
dipijahkan. Pemberokan dilakukan selama 1 hari.
Pemberokan berfungsi untuk membuang kotoran, mengurangi kandungan lemak
dalam gonad, dan meyakinkan hasil seleksi induk betina. Setelah diberok kematangan
gonad induk patin betina diperiksa kembali. Apabila perut induk patin betina kempes,
berarti buncitnya perut induk bukan karena adanya telur, tetapi karena pakan.
Sebaliknya apabila setelah pemberokan perut induk betina tetap buncit, pertanda perut
induk betina mengandung telur (Mahyudin 2010).
2.2.5 Pemijahan
Teknik pemijahan patin dilakukan dengan cara pemijahan secara induced
breeding, yaitu dengan penyuntikan hormon perangsang ketubuh ikan. Pemijahan
secara buatan dilakukan dengan bantuan manusia. Setelah induk patin disuntik, telur
9
dan sperma dikeluarkan dari induk dengan cara distriping atau diurut. Selanjutnya telur
dan sperma ditampung dan dicampurkan dalam 1 wadah (baki atau mangkuk) sehingga
terjadi pembuahan didalam wadah (Mahyudin 2010).
Menurut Susanto (2009) induced breeding dapat dilakukan menggunakan
kelenjar hypopisa ikan lain, seperti ikan mas. Selain itu dapat juga menggunakan
semacam kelenjar hypopisa buatan yang mengandung semacam hormon gonadotropin.
Dikenal dengan nama merk dagang ovaprim.
2.2.5.1 Penyuntikan
Penyuntikan menggunakan ovaprim dilakukan dibagian punggung secara
intramuscular (Khairuman, 2008 dalam Vina, 2013) dengan cara : induk ikan patin
diletakan dilantai, ditutupi kepala induk patin betina dengan kain agar ikan tidak
memberontak dan terhindar dari patil. Suntik induk dipunggung dengan kemiringan
jarum suntik 40-50º dan kedalaman jarum suntik ± 1 cm atau disesuaikan dengan besar
kecilnya tubuh ikan.
Menurut Dewi (2011) standar dosis ovaprim yang diberikan untuk induk betina
adalah 0,,5 ml/kg sedangkan untukn induk jantan adalah 0,2 ml/kg (bila diperlukan).
Interval waktu penyuntikan pertaman dan kedua sekitar 6-12 jam. Penyuntikan pertama
sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya bagian lagi diberikan pada penyuntikan
kedua. Setelah penyuntikan kedua, 6-8 jam kemudian dilakukan pengecekan ovulasi
induk, pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk proses
pembuahan. Apabila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi (terlalu cepat waktu)
maka pengeluaran telur tidak akan pasti dan biasanya persentase keberhasilan
pembuahan akan rendah. Namun apabila terlalu lambat pembuahan biasanya juga gagal
karna air susah masuk kedalam kantung telur yang menyebabkan lubang mikropilpada
telur sudah tertutup. Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara pengurutan pada
bagiian dekat urogenital secara perlahan dan hati-hati. Ovulasi tercapai apabila sudah
ada sedikit teluryang keluar sehingga pengurutan secara keseluruhan dapat dilanjutkan
untuk proses pembuahan.
Menurut Hernomo (2001), waktu penyuntikan hormon atau kelenjar hipofisa
dapat diatur sesuai keinginan. Maksudnya kita dapat mengatur penyuntikan pertama dan
kedua disesuaikan dengan rencana akan melakukan pengeluaran telur. Selang waktu
10
penyuntikan pertama dan kedua adalah 12 jam, selang waktu ovulasi biasanya 12 jam
dari penyuntikan kedua. Jadi ovulasi biasanya akan diperoleh sekitar 24 jam dari
penyuntikan pertama. Dengan demikian kita dapat mengatur kapan mau mendapatkan
telur dan kapan penyuntikan harus dilakukan.
11
9. Telur-telur yang dibuahi akan mengalami pengembangan. Ukuran telur terlihat
lebih besar dan berwarna kuning penuh. Telur yang tidak dibuahi berwarna putih
dan mengendap dibawah.
12
Oleh karena itu penetasan telur dan pemeliharaan secara terkontrol merupakan
hal yang harus dilakukan. Pemeliharaan larva patin harus dilakukan diruangan tertutup
dan rapat dan terlindungi dari pengaruh perubahan suhu, cuaca, hujan, angin, dan hama
penyakit.
Larva patin mulai aktif makan pada jam ke 30-36 setelah menetas. Umur 0-2
hari larva belum diberi makan karna masih mempunyai cadangan makanan. Umur 2-7
hari larva diberi pakan artemia, yakni pada saat larva berumur ± 36 jam. Artemia
merupakan salah satu pakan alami yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam
usaha budidaya ikan dan udang khususnya dalam pembenihan. Telur artemia yang baru
menetas merupakan jenis pakan awal bagi larva patin sampai umur 7 hari. Kandungan
proteinnya cukup tinggi yaitu sekitar 55%. Adapun kandungan gizi atemia dapat dilihat
di tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi Artemia
No Kandungan Nutrisi Pakan Artemia Jumlah (%)
1 Protein 55,00%
2 Lemak 18,90%
5 Abu 7,20%
Sumber : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan, DEPTAN (1992)
Penyediaan pakan artemia untuk larva patin dimulai dengan penetasan telur
artemia meggunakan wadah yang bagian dasarnya berbentuk kerucut. Corong penetasan
artemia harus dilengkapi dengan aerasi yang baik agar penetasan telur berlangsung
sempurna. Media penetasan artemia harus disesuaikan dengan habitatnya, menggunakan
air laut (air asin) dengan salinitas 25-30%. Setelah menetas akan terbentuk organisme
baru yang disebut nauplius. Cara umum menetaskan telur artemia adalah sebagai
berikut :
a. Siapkan wadah penetasan dan aerasi untuk telur artemia, wadah harus berbentuk
kerucut.
13
b. Siapkan media untuk penetasan telus artemia berupa air laut dengan salinitas 25-
30 ppt. Jika air laut tidak tersedia bisa menggunakan air bersih dicampur dengan
garam secukupnya sehingga salinitas mencapai 25-30 ppt.
c. Masukan telur artemia kedalam wadah penetasan sampai terendam. Dosis telur
artemia 5 gram/liter air.
d. Selama proses penetasan berlangsung hidupkan selalu aerasi. Agar aerasi
berlangsung baik pasang dan letakan selang aerator pada dasar wadah.
e. Telur artemia akan menetas setelah 18-36 jam. Sebelum panen aerasi dihentikan
selama kurang 5-10 menit.
2.2.8 Pendederan
Menurut Santoso (1993), pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan benih
sampai ukuran tertentu, biasanya luas kolam yang digunakan antara 200-500 m². Benih
lepas hapa (umur 5-7 hari) dalam pemeliharaan atau wadah penetasan yang relatif
sempit itu pasti tidak akan mengapung bagi pertumbuhan larva dalam waktu lama. Oleh
karena itu haru segera dipindahkan ke areal lebih luas lagi yakni kekolam pendederan.
Setelah 5 hari atau seminggu semenjak telur menetas benih ikan harus
dipindahkan kekolam pendederan. Pemindahan ini dilakukan dengan hati-hati. Sebelum
memindahkan benih, air diaquarium harus dikurangi terlebuh dahulu agar memudahkan
14
saat pemanenan larva. Kemudian setelah air kurang barulah dilakukan pemanenan larva
dengan mengambil larva-larva tersebut dengan serokan dan ditampung kedalam wadah
berupa ember atau baskom. Pemindahan ini harus dilakukan pada saat suhu air masih
rendah, yaitu pagi hari atau sore hari. Pemasukan benih dengan cara memasukan ember
plastik atau baskom tersebut kedalam air kolam, lalu secara perlahan gulingkan agar
airnya bercampur dengan benih dan benihnya akan keluar dengan sendirinya (Susanto
2006).
15
BAB 3. METODELOGI
16
teknik pengambilan data melalui pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada
responden (Supriyati, 2011).
d. Dokumentasi (Documentation) adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan
menelaah dokumen-dokumen yang terdapat pada perusahaan (Umi Narimawati
et al. 2010). Dokumentasi adalah barang-barang tertulis (Arikanto, 2011).
Dokumentasi adalah Catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2009).
e. Studi Pustaka (Library Research) adalah teknik pengumpulan data dari berbagai
bahan pustaka (Referensi) yang relevan dan mempelajari yang berkaitan dengan
masalah yang akan dibahas.
Jenis data yang di ambil pada Praktek Kerja Lapangan I terdiri dari data primer
dan data sekunder.
17
dengan penelitian yang bersangkutan. Parameter utama yang diamati untuk dijadikan
sebagai data primer dalam kegiatan perawatan larva ikan patin adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Wadah
No Uraian Alat yang Digunakan Cara Pengambilan Data
1 Jenis wadah Visual Mengindentifikasi jenis wadah
yang digunakan yang digunakan dengan cara
observasi dan partisipasi di
lapangan.
2 Ukuran Meteran Mengukur luasan media dengan
menggunakan meteran
3 Pembersihan Sikat dan Sabun Membersihkan bak dengan cara
Bak menyikat wadah yang akan
digunakan
2. Seleksi Induk
Uraian Alat yang Digunakan Cara Pengambilan Data
3. Penetetasan Telur
Uraian Alat yang Digunakan Cara Pengambilan Data
18
observasi dan partisipasi di
lapangan
4. Perawatan Larva
No Uraian Perawatan Larva Cara Pengambilan Data
19
4 DO (Oksigen Terlarut) Melakukan wawancara kepada teknisi
dan mencatatnya
20
b. Persiapan wadah dan media
c. Seleksi induk
d. Pemberokan
e. Pemijahan
f. Penetasan telur
g. Perawatan larva
h. Pendederan
F=Wxn
w
Keterangan : F = fekunditas
W= berat telur total (gr)
w= berat telur sampel (gr)
n= jumlah telur sampling
2. Derajat Pembuahan (Fertilisasi Rate)
Derajat pembuahan adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari telur yang
diovulasikan. Derajat pembuahan dapat di hitung dengan menggunakan rumus :
jumlah telur yang dibuahi
FR = x 100 %
jumlah telur yang diovulasikan
Keterangan :
FR = Derajat Pembuahan
Qt = Jumlah Telur yang Dibuahi
Qo = Jumlah Telur yang Diovulasikan
21
3. Derajat Penetasan (Hatching Rate)
Derajat penetasan adalah persentase jumlah telur yang menetas dari telur yang
dibuahi. Sampel telur yang digunakan untuk pengamatan derajat penetasan diambil dari
sampel telur yang dibuahi. Derajat penetasan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
jumlah telur yang menetas(butir )
HR = x 100 %
jumlah total telur sampling(butir )
Keterangan :
SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (100%)
Nt = Jumlah Larva Hidup Setelah 2 Hari
No = Jumlah Total Larva Yang Menetas
22
DAFTAR PUSTAKA
Amir dan Susanto, 1999. “ Budidaya ikan Patin”. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Pustaka. Jakarta
23