1
BAB I
PENDAHULUAN
2
selama setahun dengan cara pemijahan buatan. Biasanya ikan ini memijah hanya
pada musim hujan sehingga ketersediaan benih ikan patin di luar musim
pemijahan sangatlah langka, kalaupun ada biasanya tidak membuahkan hasil. Hal
ini seringkali menjadi kendala bagi pengembangan ikan patin siam (Pangasius
Hypothalmus). Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan teknologi
pembenihan sebagai upaya untuk memenuhi kontinyuitas benih ikan patin di luar
musim pemijahan.Oleh karena itu, melalui kegiatan ini kami berharap dapat
mempelajari tentang teknik pembenihan ikan patin siam (pangasius Hypothalmus)
di Balai Benih Ikan yag ada di Provinsi Riau.
1.3 Tujuan
Tujuan mengikuti kegiatan ini adalah untuk :
1. Mengetahui teknik pembenihan ikan Patin Siam(Pangasius hypothalmus)
di Balai Benih Ikan yag ada di Provinsi Riau.
2. Mengetahui sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses
pembenihan ikan Patin Siam (Pangasius hypothalmus) di Balai Benih Ikan
yag ada di Provinsi Riau.
3. Mengetahui dan memahami segala permasalahan dalam pembenihan ikan
Patin Siam (Pangasius Hypothalmus) dengan jelas dan cara mengatasinya.
3
1.4 Manfaat
Diharapkan dari mengikuti kegiatan ini kami dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kami tentang teknik pembenihan ikan
Patin Siam (Pangasius hypothalmus).
1.5 Luaran
Dengan adanya kegiatan ini, hasilnya dapat dijadikan sebagai bahan
informasi kepada kelompok kami dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam
usaha budidaya ikan Patin Siam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Morfologi
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak
dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya dapat mencapai
120 cm, ukuran tubuh ini tergolong besar bagi ikan jenis catfish. Ikan patin tidak
memiliki sisik, kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di
sebelah bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang
berfungsi sebagai alat peraba (Susanto dan Amri 1997).
4
Sirip punggung (dorsal) mempunyai jari-jari keras yang berubah menjadi
patil bergerigi di sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung berjumlah
enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak berukuran kecil
sekali yang disebut adipose fin. Sirip ekornya berbentuk cagak dan bentuknya
simetris. Sirip duburnya yang panjang terdiri dari 30-33 jari-jari lunak.
Siripperutnya memiliki 8-9 jari-jari lunak (Khairuman2007). Sirip dada memiliki
12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang menjadi senjata dan dikenal
sebagai patil.
5
pada lingkungan perairan yang jelek, namun ikan ini lebih menyukai perairan
dengan kondisi perairan baik (Kordi, 2005).
6
5. Amonia (NH3) dan asam belerang (H2S) tidak lebih dari 0,1 ppm.
6. Kesadahan 3 – 8 dGH (degress of German total Hardness)
2.6 Pembenihan
2.6.1 Pengelolaan Induk
Induk merupakan faktor penentu dalam usaha budidaya pembenihan
ikanpatin supaya berhasil dengan baik. Calon induk yang akan dipijahkan
harusmemiliki kualitas genetis yang baik, yakni berasal dari induk yang terpilih.
Haltersebut karena pemijahan ikan patin sepenuhnya tergantung pada
pemijahanbuatan. Tingkat keberhasilan pemijahan buatan sangat ditentukan
kondisi induk (Khairuman, 2007).
Pengelolaan induk bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
danproduktivitas dalam usaha pembenihan serta menghasilkan benih yang
berkualitasbaik. Standar awal pemeliharaan induk adalah menghasilkan larva yang
sehat.Larva yang sehat diperoleh dari induk yang dipelihara secara baik yakni
mendapatpakan pakan yang bermutu dan memenuhi syarat sebagai pakan induk
dan dipelihara dalam wadah dengan kualitas air yang baik (Sularto et al., 2006).
Peningkatan produksi benih ikan ditentukan oleh kualitas induk, kualitas
lingkungan perairan, ketersediaan pakan alami, dan teknik pembenihan
yangditerapkan. Induk yang baik akan menghasilkan benih yang baik. Benih ikan
akan memiliki pertumbuhan lebih baik bila air untuk pemeliharaan dan pakan
yang diberikan memiliki kualitas yang baik (Perangin - angin, 2003).
Kualitas induk ikan patin siam akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
benih ikan yang diproduksi. Ciri-ciri induk yang baik adalah
pertumbuhannyacepat, tidak cacat, agresif, dan sehat. Calon induk jantan dan
betina yang dipelihara bukan berasal dari keturunan yang sama agar pada saat
pemijahan tidak terjadi inbreeding (Perangin - angin, 2003).Pakan yang diberikan
pada induk ikan patin berupa pakan buatan dengan kualitas yang baik dan
kuantitas yang mencukupi. Pakan harus memiliki kandungan protein 30 – 35 %.
Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 3 % bobot biomas/hari dengan
frekuensi pemberian pakan 2 – 3 kali/hari (Sunarma,2007).
7
2.6.2 Seleksi Induk
8
Pemeriksaan oosit (sel telur) dengan cara kanulasi dilakukan bila
pemeriksaan secara morfologi sulit untuk menentukan tingkat kematangan gonad.
Kanulasi dilakukan dengan menggunakan kateter. Kateter dimasukkan dalamovari
melalui lubang papila sedalam 8 – 10 cm. Batang penyedot yang ada dibagian
tengah kateter ditarik keluar bersamaan dengan menarik kateter dari ovari untuk
memperoleh sampel telur dari semua ovari (Sularto et al., 2006).
Telur yang tertampung di dalam kateter dituangkan pada lempeng
kacaatau gelas objek untuk diukur diameternya. Pengukuran diameter telur
sebaiknyadilakukan dengan mikroskop. Induk ikan patin yang siap dipijahkan
memiliki ukuran sel telur seragam dengan diameter rata-rata ≥ 1 mm berwarna
kuning (Sularto et al., 2006). Menurut Sunarma (2007), telur dari induk yang
sudah matang gonad ditandai dengan ukurannya yang relatif seragam, memiliki
diameter > 1,0 mm dan pada larutan serra > 80 % inti sel bergerak ke pinggir.
2.6.3 Pemijahan
Ikan patin memiliki kebiasaan memijah sekali setahun. Pemijahan
biasanya terjadi pada musim hujan (bulan November-Maret). Musim pemijahan
juga dipengaruhi oleh iklim suatu daerah sehingga setiap daerah memiliki masa
atau waktu pemijahan yang berbeda-beda (Susanto dan Amri, 1997).
Pemijahan ikan secara umum dibedakan menjadi pemijahan alami dan
pemijahan buatan. Pemijahan alami biasanya dilakukan pada jenis-jenis ikan yang
mudah dipijahkan sepanjang tahun seperti ikan mas, tawes, gurami, lele, dan
sebagainya. Pemijahan buatan umumnya dilakukan terhadap ikan-ikan yang
dipelihara dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan faktor lingkungannya di
alam, seperti ikan patin (Susanto dan Amri, 1997).
Pemijahan adalah pertemuan induk jantan dan induk betina yang bertujuan
untuk pembuahan telur (Perangin - angin, 2003). Pernyataan tersebut didukung
oleh Satyani (2006) bahwa pembuahan atau pemijahan merupakan bersatunya sel
telur dengan sperma. Pada pasangan ikan yang memijah secara alami induk betina
mengeluarkan telur kemudian jantan mengeluarkan sperma di atas telurnya.
Pembuahan akan terjadi di dalam air.Effendi, (1997) menyatakan bahwa
pemijahan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan ikan dalam upaya
9
mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya. Hal-hal yang perlu dilakukan
pada proses pembenihan antara lain, pengadaan induk yang meliputi karantina dan
perawatan induk. Hal itu bertujuan untuk memilih induk yang berkualitas baik.
Biasanya induk-induk yang berasal dari alam memiliki kualitas yang kurang baik
sehingga perlu dilakukan karantina dan perawatan untuk meningkatkan kualitas
induk.
Pemijahan ikan patin biasanya dilakukan dengan teknik kawin suntik
karena induk patin sulit terangsang untuk memijah bila dengan perlakuan secara
alami. Teknik pemijahan induksi (induce breeding) dengan menyuntikkan larutan
hipofisa dicampur dengan ovaprim. Biasanya, teknik ini diikuti dengan teknik
pengurutan (stripping) agar telur tidak berceceran dan bisa ditetaskan di dalam
akuarium (Heru, 2006). Menurut Sunarma (2007), standar dosis yang diberikan
untuk induk betina adalah0,5 ml/kg sedangkan untuk jantan adalah 0,2 ml/kg (bila
diperlukan). Penyuntikanpertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya
2/3 bagian lagi diberikanpada penyuntikan kedua.
Perangsangan Pemijahan
Induk patin yang dipelihara dalam wadah budidaya tidak dapat memijah
secara alami, sehingga pemijahannya perlu dirangsang secara hormonal.Hormon
yang digunakan adalah ekstrak kelenjar hipofisa, Gonadotropin, Ovaprim
(campuran Lutenizing Hormon Releasing Hormon-analog (LHRH-a) dan
domperidon). Penggunaan kelenjar hipofisa sudah jarang dilakukan dengan
alasankurang praktis. Menurut satyani (2006), penggunaan Ovaprim serta Human
Chorionic Gonadotropin(HCG) pada saat ini umum digunakan. Dosis penyuntikan
yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
1. Penyuntikan dengan kelenjar hipofisa. Penyuntikan I sebanyak 1 dosis dan
penyuntikan II sebanyak 3 dosis dengan selang waktu 12 jam.
2. Penyuntikan dengan Ovaprim. Penyuntikan I sebanyak 0,3ml/kg induk
danpenyuntikan II sebanyak 0,6 ml/kg induk dengan selang waktu 12 jam.
3. Penyuntikan dengan HCG dan Ovaprim. Penyuntikan I dengan
HCGsebanyak 500 IU/kg induk dan penyuntikan II dengan Ovaprim
sebanyak0,6 ml/kg induk.
10
selang waktu dari penyuntikan II sampai ovulasi antara 10-12 jam. Waktu laten
(latensi time) yaitu jarak antara penyuntikan kedu (akhir) sampai ovulasi dan
sangat dipengaruhi suhu air. Semakin tinggi suhu air makin pendek waktu
laten.Menurut Khairuman (2007), selain dosis, cara penyuntikan juga harus tepat.
Posisi jarum suntik harus membentuk sudut 30° hingga 40°. Penyuntikan harus
dilakukan secara intramuscular, yakni di dalam daging atau otot, tepatnya di
bagian kiri atau kanan belakang sirip punggung. Hal tersebut karena bagian
belakang sirip punggung memiliki otot yang cukup tebal, sehingga injeksi bisa
dilakukan cukup dalam. Dengan demikian, resiko keluarnya cairan hormon
melalui lubang injeksi bisa dihindari.
Pengecekan ovulasi dilakukan setelah 6 – 8 jam dari penyuntikan kedua.
Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk proses pembuahan.
Ikan siap ovulasi atau spermiasi akan memberikan tanda-tanda seperti diam di
pojok dengan mengibas-ngibaskan ekornya atau mulai saling mengejar antara
induk jantan dan betina. Pengeluaran telur bila dilakukan sebelum ovulasi (waktu
terlalu cepat), pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase
keberhasilan pembuahan akan kecil. Pengeluaran telur bila sebaliknya dilakukan
terlalu lambat, pembuahan biasanya juga gagal karena air sudah masuk ke dalam
kantung telur yang menyebabkan lubang mikrofil pada telur sudah tertutup.
Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara melakukan pengurutan pada bagian
dekat urogenital secara pelan dan hati-hati (Sunarma, 2007).
Stripping
Pengurutan induk betina dilakukan dengan perlahan di bagian perut
ikan.Proses awal mulai dari lubang urogenital diurut ke arah lubang tersebut.
Bilaterasa ringan dan telur keluar dengan mudah dapat dilanjutkan dengan
bagianyang lebih ke atas dengan arah yang sama sampai telur habis. Bila
pengurutanterasa berat harus ditunggu lagi dalam beberapa jam sampai terasa
ringan. Teluryang siap diovulasikan akan mudah keluarnya dari lubang urogenital
bila diurut.Telur dikumpulkan dalam wadah dan diusahakan jangan sampai
terkena air atautetap kering sebelum dibuahi. Pengurutan induk jantan sama
dengan pengurutaninduk betina dan menghasilkan sperma (Satyani, 2006).
11
Cara pengumpulan sperma dapat dengan menyedotnya dalam spuit
bilajumlahnya sedikit atau langsung dalam mangkok kecil bila jumlahnya
banyak.Sperma dalam jumlah sedikit dapat langsung dilakukan pemijahan di atas
telurnya(Satyani, 2006). Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma
yangdikeluarkan dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan
diencerkandengan larutan NaCl 0,9 % atau larutan Ringer dengan perbandingan
sekitar 1 :100. Sperma yang tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya tidak
digunakan(Sunarma, 2007).
Fertilisasi
Pembuahan atau fertilisasi ikan patin dilakukan dengan cara artificial atau
buatan yaitu mencampur telur dengan sperma. Pencampuran telur dan sperma
dalam wadah dapat dilakukan denganmengaduk keduanya menggunakan bulu
ayam atau kuas halus. Pengadukan harusmerata dengan dilakukan pemberian air
sedikit demi sedikit. Telur yang sudahterbuahi dapat dicuci dengan air bersih
beberapa kali untuk menghilangkan epitelyang terikut saat pemijahan dan cairan
sperma. Telur yang telah bersih dapatditebarkan di tempat penetasan (Satyani,
2006).Tempat telur yang disiapkan berupa mangkok atau piring dari keramikatau
petridisk dari kaca. Tempat telur harus dalam keadaan licin pada
bagianpermukaan agar tidak rusak karena gesekan. Tempat sperma dapat berupa
tabungkecil atau tabung suntik (spuit).
Penetasan Telur
Telur yang telah dibuahi ditetaskan pada tempat yang telah
disiapkansebagai tempat penetasan telur. Telur ditebar merata di dasar akuarium
dandiusahakan jangan ada telur yang menumpuk, karena telur tersebut akan
busukdan menyebabkan menurunnya kualitas media atau air sehingga
dapatmengakibatkan kegagalan penetasan (Sunarma, 2007).
Menurut Sumantadinata (1991), tipe telur ikan yang bersifat
melekatkemungkinan besar sebagai satu faktor kualitas telur yang
menyebabkanrendahnya derajat penetasan telur. Sifat telur yang melekat
membutuhkan tempatpelekatan atau substrat yang baik. Telur yang melekat pada
substrat atau antaratelur yang satu dengan telur yang lain, sering mengakibatkan
telur-telur tersebuttidak dapat menetas karena difusi oksigen menjadi berkurang.
12
Mukti (2005),menyatakan perbedaan substrat sebagai inkubasi dapat berpengaruh
terhadapperkembangan pertama dan fisiologis keturunan.
Pemeliharaan
Larva ikan patin siam mempunyai sifat kanibal sehingga
untukmenghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan.
MenurutSunarma (2007), pakan pertama dapat diberikan sekitar 24 jam setelah
menetas pada kisaran suhu pemeliharaan 29 – 30 °C. Pakan yang diberikan berupa
naupliArtemia. Pemberian pakan selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4 – 5
jamsekali. Pakan diberikan secara ad libitum atau secukupnya dengan
memperhatikanmakan ikan. Pemeliharaan larva atau benih di akuarium dapat
dilakukansampai minimal umur 10 – 14 hari sebelum dipindahkan ke dalam
bakpendederan.Pemindahan benih dilanjutkan dari bak ke kolam biasanya
dilakukan setelahpemeliharaan 3 – 4 minggu.
13
5-10 ppm selama 12-24 jam atau larutan Oksiterrasiklin 5 ppm selama 24 jamn
(Khairuman, 2002).
Selain parasit dan bakteri, infeksi jamur juga dapat menimbulkan
penyakit. Jamur datang karena adanya luka-luka di bagian badan ikan. Penyebab
luka dikarenakan penanganan yang kurang baik pada saat pemanenan atau
pengangkutan. Jamur yang menyerang ikan patin dari golongan Achlya sp. dan
Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan yang terkena jamur adalah bagian tubuh terluka,
terutama pada tutup insan, sirip dan bagian punggung ditumbuhi benang-benang
halus, seperti kapas yang berwarna putih hingga kecoklatan. Pencegahan dapat
dilakukan dengan menjaga kualitas air sesuai kebutuhan ikan dan menjaga agar
ikan tidak mengalami luka-luka pada bagian tubuh seperti tutup insang, sirip dan
bagian punggung. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan merendamnya
ke dalam larutan Malachyte Green Oxalate (MGO) dengan dosis 2-3 g/m3 air
selama 30 menit. Pengobatan dilakukuan hingga tiga hari berturut-turut agar ikan
patin benar-benar sembuh (Khairuman, 2002).
14
BAB III
OPERASIONALISASI
3.3 Metode
Metode yang akan digunakan pada Praktek Kerja Lapang ini adalah
metode survey, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,
wawancara, partisipasi aktif, dan studi literatur.
a. Observasi
Metode observasi yaitu metode yang dilakukan untuk pengamatan
terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki tanpa mengajukan
pertanyaan (Marzuki, 1986)
15
b. Wawancara
Wawancara mencakup cara yang digunakan pada seseorang dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan bercakap-cakap,
berhadapan muka dengan orang tersebut (Irauda, 2006)
c. Partisipasi aktif
Partisipasi aktif adalah mengikuti secara aktif atau langsung suatu kegiatan
(Arikunto, 1998). Dalam Praktek Kerja Lapang ini partisipasi aktif yang
akan dilakukan meliputi : seleksi induk, pemberian pakan, pengukuran
kualitas air, kegiatan pembenihan dan kegiatan lainnya yang berhubungan
dengan usaha pembenihan ikan Patin Siam(Pangasius hypothalmus).
d. Studi literatur
Studi literatur yaitu pengumpulan data berdasarkan referensi buku-buku
atau literatur yang sudah ada yang berhubungan dengan pembenihan ikan
16
Apakah ada tujuan dari pengembangan usaha pembenihan ini ?
BAB IV
PENUTUP
Demikian proposal ini kami buat, sehingga melalui kegiatan pelatihan ini
kami dapat menambah ilmu dalam hal pembenihan ikan Patin Siam (Pangasius
hypothalmus). Sehinggah kedepannya kami dapat lebih mengembangkannya.
Ketua
RIRI RINALDY
17