Anda di halaman 1dari 27

HALAMAN PENGESAHAN

USULAN
PRAKTEK KERJA LAPANG

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypothalmus) DI


BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA
(BLUPPB) KARAWANG, JAWA BARAT

Oleh :

Ghufron Affandy
NIM : 201110260311010

Proposal PKL diajukan sebagai persyaratan untuk tugas akhir


Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian – Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang

Mengetahui, Malang, 9 Januari 2014


Ketua Jurusan Perikanan Pembimbing,

Sri Dwi Hastuti, S.Pi, M.Aqua


Sri Dwi Hastuti, S.Pi, M.Aqua
NIP: 110.9911.0353
NIP: 110.9911.0353

1
USULAN PRAKTEK KERJA LAPANG

JUDUL : TEKNIK PEMBENIHAN IKANPATIN SIAM (Pangasius


hypothalmus)DI BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI
PERIKANAN (BLUPPB) KARAWANG, JAWA BARAT

PERSONALIA : Pembimbing: Sri Dwi Hastuti, S.Pi, M.Aqua


Pelaksana : Ghufron Affandy
NIM : 201110260311010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu produk perikanan ikan konsumsi air tawar yang saat ini sedang
berkembang baik untuk kegiatan budidaya adalah ikan patin. Menurut Gustiano
(2003), beberapa jenis ikan patin yang terdapat di Indoesia antara lain Pangasius
djambal, Pangasius polyuranodon, Pangasius nasutus, Pangasius kunyit,
Pangasius macronema, Pangasius lithostoma, Pangasius humeralis, Pangasius
nieuwenhuisii, Pangasius mahakamensis, Pangasius rheophilusdan Pangasius
Hypothalmus. Salah satu jenis ikan patin yang sedang dikembangkan di Indonesia
yaitu dari jenis ikan patin siam (Pangasius hypothalmus). Kementrian Kelautan
dan Perikanan (KKP) telah menetapkan patin sebagai salah satu komoditas
perikanan dalam program percepatan industrialisasi dari jenis komoditas
perikanan budidaya. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas perikanan
yang memiliki nilai ekonomis tinggi baik pada tahap pembenihan maupun tahap
pembesaran. Usaha budidaya ikan patin masih berprospek cerah karena
segmentasi pasarnya masih terbuka luas baik di dalam negeri maupun di pasar
internasional untuk skala ekspor. Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan,
perkembangan produksi budidaya ikan patin menunjukkan kenaikan sangat
signifikan. Sebagai contoh pada tahun 2006 produksi ikan patin mencapai 31.490

2
ton pertahun dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 651.000 ton
pertahun (Anonim, 2013).
Ikan patin siam (Pangasius hypothalmus) merupakan ikan introduksi yang
masuk ke Indonesia tahun 1972 dari Bangkok sedangkan pemijahannya pertama
kali dilaporkan pada tahun 1981 ( Sunarma, 2007). Menurut Susanto dan Amri
(2001), Ikan patin siam memiliki berbagai keunggulan sebagai ikan budidaya
karena pertumbuhannya cepat, fekunditas tinggi, tidak memiliki banyak duri dan
dapat dipijahkan secara massal. Beberapa keunggulan-keunggulan tersebut
menyebabkan permintaan ikan patin terus meningkat, terutama dalam permintaan
benih ikan untuk kegiatan budidaya pembesaran ikan. Dalam rangka memenuhi
permintaan benih ikan patin, upaya yang dilakukan yaitu dengan melakukan
pembenihan ikan patin.
Pembenihan merupakan kegiatan pokok dan merupakan kunci
keberhasilan dari kegiatan lainnya. Tanpa pembenihan, subsistem yang lainnya
tidak akan dapat berjalan karena kegiatan pendederan dan pembesaran sangat
memerlukan benih yang merupakan produk dari kegiatan pembenihan. Susanto
dan Amri (2001), menyatakan bahwa ikan patin hanya dapat dipijahkan 3 kali
selama setahun dengan cara pemijahan buatan. Biasanya ikan ini memijah hanya
pada musim hujan sehingga ketersediaan benih ikan patin di luar musim
pemijahan sangatlah langka, kalaupun ada biasanya tidak membuahkan hasil. Hal
ini seringkali menjadi kendala bagi pengembangan ikan patin siam (Pangasius
Hypothalmus). Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan teknologi
pembenihan sebagai upaya untuk memenuhi kontinyuitas benih ikan patin di luar
musim pemijahan.Oleh karena itu, Praktek Kerja Lapang ini dilakukan dengan
tujuan untuk mempelajari tentang teknik pembenihan ikan patin siam (pangasius
Hypothalmus) di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB)
Karawang, Jawa Barat.

1.2 Rumusan Masalah


Mengacu pada latar belakang yang sudah diuraikan di atas dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

3
1. Bagaimana teknik pembenihan ikan Patin Siam(Pangasius Hypothalmus)
di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB)
Karawang, Jawa Barat?
2. Sarana dan prasarana apa saja yang dibutuhkan dalam proses pembenihan
ikan Patin Siam(Pangasius Hypothalmus) di Balai Layanan Usaha
Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat ?
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi pada saat pembenihan ikan Patin
Siam (Pangasius Hypothalmus) di Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari diadakanya Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk :
1. Mengetahui teknik pembenihan ikan Patin Siam(Pangasius hypothalmus)
di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB)
Karawang, Jawa Barat.
2. Mengetahui sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses
pembenihan ikan Patin Siam (Pangasius hypothalmus) di Balai Layanan
Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat.
3. Mengetahui dan memahami segala permasalahan dalam pembenihanikan
Patin Siam (Pangasius Hypothalmus) dengan jelas dan cara mengatasinya.

1.4 Manfaat
Diharapkan dari Praktek Kerja Lapang ini dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman penulis tentang teknik pembenihan
ikan Patin Siam (Pangasius hypothalmus).

1.5 Luaran
Dengan adanya kegiatan Praktek Kerja Lapang ini, hasilnya dalam bentuk
laporan dapat dijadikan sebagai bahan informasi kepada masyarakat dan pihak-
pihak yang berkepentingan dalam usaha budidaya ikan Patin Siam.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Patin


Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypothalmus

2.2 Morfologi
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak
dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya dapat mencapai
120 cm, ukuran tubuh ini tergolong besar bagi ikan jenis catfish. Ikan patin tidak
memiliki sisik, kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di
sebelah bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang
berfungsi sebagai alat peraba (Susanto dan Amri 1997).
Sirip punggung (dorsal) mempunyai jari-jari keras yang berubah menjadi
patil bergerigi di sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung berjumlah
enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak berukuran kecil
sekali yang disebut adipose fin. Sirip ekornya berbentuk cagak dan bentuknya
simetris. Sirip duburnya yang panjang terdiri dari 30-33 jari-jari lunak.
Siripperutnya memiliki 8-9 jari-jari lunak (Khairuman2007). Sirip dada memiliki
12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang menjadi senjata dan dikenal
sebagai patil.

5
Gambar 1. Morfologi Ikan Patin
(http:// infobudidaya-kita.blogspot.com.html)

2.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin


Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara –
muarasungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya
sedikit agak ke bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar
perairan. Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat karena daging
ikan patin sangat gurih dan lezat untuk dikonsumsi (Susanto Heru dan Khairul
Amri, 1996).
Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni melakukan
aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang –
liangtepi sungai. Benih patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali muncul
di permukaan air untuk menghirup oksigen langsung dari udara pada menjelang
fajar. Untuk budidaya ikan patin, media atau lingkungan yang dibutuhkan tidaklah
rumit, karena patin termasuk golongan ikan yang mampu bertahan pada
lingkungan perairan yang jelek. Walaupun patin dikenal ikan yang mampu hidup
pada lingkungan perairan yang jelek, namun ikan ini lebih menyukai perairan
dengan kondisi perairan baik (Kordi, 2005).

2.4 Pakan dan Kebiasaan Makan


Ikan patin siam memerlukan sumber energi yang berasal dari makanan
untuk pertumbuhan dankelangsungan hidupnya (Susanto, 1996). Dilihat dari
kebiasaan makan (food habit), ikan dibagi dalam tiga golongan, yaitu ikan

6
pemakan tumbuhan, atau disebut herbivora, ikanpemakan hewan, atau disebut
carnivora dan ikan pemakan segala, atau disebut omnivora.
Jenis makanan yang dapat dimakan larva berumur sekitar 4 – 5 hari adalah
organisme renikberupa plankton. Mula-mula larva ikan memakan plankton nabati
(phytoplankton) yang berukuran 100 – 300 mikron, misalnya
Brachionuscalicyflorus, Synchaeta sp, Notholca sp,Polyarthra platiptera, Hexartha
mira, Brachionus falcatus, Asplanchna sp, Chonchilus sp, Filinasp, Brachionus
angularis, Keratella cochlearis dan Keratella quadrata (Nugraha, 2007).
Makanan ikan patin siam berubah sejalan dengan pertambahan umur dan
perkembangannya. Benih ikan pati yang berumur 20 hari sanggup memakan
plankton (pakan alami) berukuran 0,5-2,0 mm. benih yang cukup besar atau benih
tua mulai menyantap makanan alami yang berukuran lebih besar, misalnya
Paramaecium, naupli Artemia, Cladocera, Sida sp., Diaphanasoma sp., Dapnia sp.,
Moina sp., Bosmina sp., Chidorus sp., dan Copepoda seperti Cyclop sp. (Nugraha,
2007).

2.5 Kualitas Air


Menurut Kordi (2005), Air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan patin
harus memenuhi kebutuhan optimal ikan. Air yang digunakan kualitasnya harus
baik. Ada beberapa faktor yang dijadikan parameter dalam menilai kualitas suatu
perairan, sebagai berikut:
1. Oksigen (O2) terlarut antara 3 – 7 ppm, optimal 5 – 6 ppm.
2. Suhu 25 – 33 0C.
3. pH air 6,5 – 9,0 ; optimal 7 – 8,5.
4. Karbondioksida (CO2) tidak lebih dari 10 ppm
5. Amonia (NH3) dan asam belerang (H2S) tidak lebih dari 0,1 ppm.
6. Kesadahan 3 – 8 dGH (degress of German total Hardness)

7
2.6 Pembenihan
2.6.1 Pengelolaan Induk
Induk merupakan faktor penentu dalam usaha budidaya pembenihan
ikanpatin supaya berhasil dengan baik. Calon induk yang akan dipijahkan
harusmemiliki kualitas genetis yang baik, yakni berasal dari induk yang terpilih.
Haltersebut karena pemijahan ikan patin sepenuhnya tergantung pada
pemijahanbuatan. Tingkat keberhasilan pemijahan buatan sangat ditentukan
kondisi induk (Khairuman, 2007).
Pengelolaan induk bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
danproduktivitas dalam usaha pembenihan serta menghasilkan benih yang
berkualitasbaik. Standar awal pemeliharaan induk adalah menghasilkan larva yang
sehat.Larva yang sehat diperoleh dari induk yang dipelihara secara baik yakni
mendapatpakan pakan yang bermutu dan memenuhi syarat sebagai pakan induk
dan dipelihara dalam wadah dengan kualitas air yang baik (Sularto et al., 2006).
Peningkatan produksi benih ikan ditentukan oleh kualitas induk, kualitas
lingkungan perairan, ketersediaan pakan alami, dan teknik pembenihan
yangditerapkan. Induk yang baik akan menghasilkan benih yang baik. Benih ikan
akan memiliki pertumbuhan lebih baik bila air untuk pemeliharaan dan pakan
yang diberikan memiliki kualitas yang baik (Perangin - angin, 2003).
Kualitas induk ikan patin siam akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
benih ikan yang diproduksi. Ciri-ciri induk yang baik adalah
pertumbuhannyacepat, tidak cacat, agresif, dan sehat. Calon induk jantan dan
betina yang dipelihara bukan berasal dari keturunan yang sama agar pada saat
pemijahan tidak terjadi inbreeding (Perangin - angin, 2003).Pakan yang diberikan
pada induk ikan patin berupa pakan buatan dengan kualitas yang baik dan
kuantitas yang mencukupi. Pakan harus memiliki kandungan protein 30 – 35 %.
Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 3 % bobot biomas/hari dengan
frekuensi pemberian pakan 2 – 3 kali/hari (Sunarma,2007).

8
2.6.2 Seleksi Induk
Seleksi induk adalah kegiatan memilih atau memisahkan antara induk-
induk yang sudah matang gonad atau matang telur dengan yang belum.
Tujuannyauntuk mendapatkan induk-induk yang siap pijah, dimana telur bisa
dibuahi danspermanya bisa membuahi. Kegiatan ini dilakukan setelah
pematangan gonad dansebelum pemijahan (Arie, 2009).
Seleksi induk merupakan langkah awal dalam usaha pembenihan ikan.
Langkah ini sangat menentukan keberhasilan pembenihan sehingga harus
dilakukan secara teliti dan akurat berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan
(Sunarma, 2007). Menurut Sularto et al., (2006), keberhasilan pemijahan induk
ditentukan oleh kejelian pemilihan induk yang matang gonad.
Induk betina yang telah matang gonad memiliki ciri-ciri yang mudah
dibedakan dengan induk ikan jantan atau induk ikan betina yang belum dewasa.
Postur tubuh induk ikan betina cenderung melebar dan pendek, perut lembek,
halus dan membesar ke arah anus. Alat kelamin (urogenital) membengkak dan
membuka serta berwarna merah tua, sedangkan postur tubuh induk jantan relatif
lebih langsing dan panjang. Urogenital membengkak dan berwarna merah
tua,apabila bagian perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan
putihkental (sperma) (Sunarma, 2007).
Induk yang telah diseleksi diberok selama 1 – 2 hari. Tujuan pemberokan
adalah untuk mengurangi kadar lemak pada saluran pengeluaran telur sehingga
pada saat pengeluaran telur dapat lancar karena saluran pengeluaran telur bebas
dari lemak. Induk ikan tidak diberi makan selama masa pemberokan (Perangin -
angin, 2003). Pernyataan tersebut didukung oleh Arie (2009) bahwa memberok
berarti menyimpan induk-induk yang berasal dari kolam pemeliharaan induk di
bak pemberokan. Kegiatan ini dilakukan semalam. Pemberokan bertujuan untuk
membuang kotoran. Kotoran dapat menggangu saat pengurutan telur dan bisa
mengotori telur. Pemberokan juga bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak
dalam gonad. Kandungan lemak yang terlalu tinggi dapat menghambat proses
pemijahan atau streefing, sehingga telur susah keluar. Pemberokan juga bertujuan

9
untuk memudahkan dalam membedakan induk yang gendut karena matang telur
dengan gendut karena makanan.
Pemeriksaan oosit (sel telur) dengan cara kanulasi dilakukan bila
pemeriksaan secara morfologi sulit untuk menentukan tingkat kematangan gonad.
Kanulasi dilakukan dengan menggunakan kateter. Kateter dimasukkan dalamovari
melalui lubang papila sedalam 8 – 10 cm. Batang penyedot yang ada dibagian
tengah kateter ditarik keluar bersamaan dengan menarik kateter dari ovari untuk
memperoleh sampel telur dari semua ovari (Sularto et al., 2006).
Telur yang tertampung di dalam kateter dituangkan pada lempeng
kacaatau gelas objek untuk diukur diameternya. Pengukuran diameter telur
sebaiknyadilakukan dengan mikroskop. Induk ikan patin yang siap dipijahkan
memiliki ukuran sel telur seragam dengan diameter rata-rata ≥ 1 mm berwarna
kuning (Sularto et al., 2006). Menurut Sunarma (2007), telur dari induk yang
sudah matang gonad ditandai dengan ukurannya yang relatif seragam, memiliki
diameter > 1,0 mm dan pada larutan serra > 80 % inti sel bergerak ke pinggir.

2.6.3 Pemijahan
Ikan patin memiliki kebiasaan memijah sekali setahun. Pemijahan
biasanya terjadi pada musim hujan (bulan November-Maret). Musim pemijahan
juga dipengaruhi oleh iklim suatu daerah sehingga setiap daerah memiliki masa
atau waktu pemijahan yang berbeda-beda (Susanto dan Amri, 1997).
Pemijahan ikan secara umum dibedakan menjadi pemijahan alami dan
pemijahan buatan. Pemijahan alami biasanya dilakukan pada jenis-jenis ikan yang
mudah dipijahkan sepanjang tahun seperti ikan mas, tawes, gurami, lele, dan
sebagainya. Pemijahan buatan umumnya dilakukan terhadap ikan-ikan yang
dipelihara dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan faktor lingkungannya di
alam, seperti ikan patin (Susanto dan Amri, 1997).
Pemijahan adalah pertemuan induk jantan dan induk betina yang bertujuan
untuk pembuahan telur (Perangin - angin, 2003). Pernyataan tersebut didukung
oleh Satyani (2006) bahwa pembuahan atau pemijahan merupakan bersatunya sel
telur dengan sperma. Pada pasangan ikan yang memijah secara alami induk betina

10
mengeluarkan telur kemudian jantan mengeluarkan sperma di atas telurnya.
Pembuahan akan terjadi di dalam air.Effendi, (1997) menyatakan bahwa
pemijahan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan ikan dalam upaya
mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya. Hal-hal yang perlu dilakukan
pada proses pembenihan antara lain, pengadaan induk yang meliputi karantina dan
perawatan induk. Hal itu bertujuan untuk memilih induk yang berkualitas baik.
Biasanya induk-induk yang berasal dari alam memiliki kualitas yang kurang baik
sehingga perlu dilakukan karantina dan perawatan untuk meningkatkan kualitas
induk.
Pemijahan ikan patin biasanya dilakukan dengan teknik kawin suntik
karena induk patin sulit terangsang untuk memijah bila dengan perlakuan secara
alami. Teknik pemijahan induksi (induce breeding) dengan menyuntikkan larutan
hipofisa dicampur dengan ovaprim. Biasanya, teknik ini diikuti dengan teknik
pengurutan (stripping) agar telur tidak berceceran dan bisa ditetaskan di dalam
akuarium (Heru, 2006). Menurut Sunarma (2007), standar dosis yang diberikan
untuk induk betina adalah0,5 ml/kg sedangkan untuk jantan adalah 0,2 ml/kg (bila
diperlukan). Penyuntikanpertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya
2/3 bagian lagi diberikanpada penyuntikan kedua.
 Perangsangan Pemijahan
Induk patin yang dipelihara dalam wadah budidaya tidak dapat memijah
secara alami, sehingga pemijahannya perlu dirangsang secara hormonal.Hormon
yang digunakan adalah ekstrak kelenjar hipofisa, Gonadotropin, Ovaprim
(campuran Lutenizing Hormon Releasing Hormon-analog (LHRH-a) dan
domperidon). Penggunaan kelenjar hipofisa sudah jarang dilakukan dengan
alasankurang praktis. Menurut satyani (2006), penggunaan Ovaprim serta Human
Chorionic Gonadotropin(HCG) pada saat ini umum digunakan. Dosis penyuntikan
yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
1. Penyuntikan dengan kelenjar hipofisa. Penyuntikan I sebanyak 1 dosis dan
penyuntikan II sebanyak 3 dosis dengan selang waktu 12 jam.
2. Penyuntikan dengan Ovaprim. Penyuntikan I sebanyak 0,3ml/kg induk
danpenyuntikan II sebanyak 0,6 ml/kg induk dengan selang waktu 12 jam.

11
3. Penyuntikan dengan HCG dan Ovaprim. Penyuntikan I dengan
HCGsebanyak 500 IU/kg induk dan penyuntikan II dengan Ovaprim
sebanyak0,6 ml/kg induk.
selang waktu dari penyuntikan II sampai ovulasi antara 10-12 jam. Waktu laten
(latensi time) yaitu jarak antara penyuntikan kedu (akhir) sampai ovulasi dan
sangat dipengaruhi suhu air. Semakin tinggi suhu air makin pendek waktu
laten.Menurut Khairuman (2007), selain dosis, cara penyuntikan juga harus tepat.
Posisi jarum suntik harus membentuk sudut 30° hingga 40°. Penyuntikan harus
dilakukan secara intramuscular, yakni di dalam daging atau otot, tepatnya di
bagian kiri atau kanan belakang sirip punggung. Hal tersebut karena bagian
belakang sirip punggung memiliki otot yang cukup tebal, sehingga injeksi bisa
dilakukan cukup dalam. Dengan demikian, resiko keluarnya cairan hormon
melalui lubang injeksi bisa dihindari.
Pengecekan ovulasi dilakukan setelah 6 – 8 jam dari penyuntikan kedua.
Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk proses pembuahan.
Ikan siap ovulasi atau spermiasi akan memberikan tanda-tanda seperti diam di
pojok dengan mengibas-ngibaskan ekornya atau mulai saling mengejar antara
induk jantan dan betina. Pengeluaran telur bila dilakukan sebelum ovulasi (waktu
terlalu cepat), pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase
keberhasilan pembuahan akan kecil. Pengeluaran telur bila sebaliknya dilakukan
terlalu lambat, pembuahan biasanya juga gagal karena air sudah masuk ke dalam
kantung telur yang menyebabkan lubang mikrofil pada telur sudah tertutup.
Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara melakukan pengurutan pada bagian
dekat urogenital secara pelan dan hati-hati (Sunarma, 2007).
 Stripping
Pengurutan induk betina dilakukan dengan perlahan di bagian perut
ikan.Proses awal mulai dari lubang urogenital diurut ke arah lubang tersebut.
Bilaterasa ringan dan telur keluar dengan mudah dapat dilanjutkan dengan
bagianyang lebih ke atas dengan arah yang sama sampai telur habis. Bila
pengurutanterasa berat harus ditunggu lagi dalam beberapa jam sampai terasa
ringan. Teluryang siap diovulasikan akan mudah keluarnya dari lubang urogenital

12
bila diurut.Telur dikumpulkan dalam wadah dan diusahakan jangan sampai
terkena air atautetap kering sebelum dibuahi. Pengurutan induk jantan sama
dengan pengurutaninduk betina dan menghasilkan sperma (Satyani, 2006).
Cara pengumpulan sperma dapat dengan menyedotnya dalam spuit
bilajumlahnya sedikit atau langsung dalam mangkok kecil bila jumlahnya
banyak.Sperma dalam jumlah sedikit dapat langsung dilakukan pemijahan di atas
telurnya(Satyani, 2006). Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma
yangdikeluarkan dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan
diencerkandengan larutan NaCl 0,9 % atau larutan Ringer dengan perbandingan
sekitar 1 :100. Sperma yang tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya tidak
digunakan(Sunarma, 2007).
 Fertilisasi
Pembuahan atau fertilisasi ikan patin dilakukan dengan cara artificial atau
buatan yaitu mencampur telur dengan sperma. Pencampuran telur dan sperma
dalam wadah dapat dilakukan denganmengaduk keduanya menggunakan bulu
ayam atau kuas halus. Pengadukan harusmerata dengan dilakukan pemberian air
sedikit demi sedikit. Telur yang sudahterbuahi dapat dicuci dengan air bersih
beberapa kali untuk menghilangkan epitelyang terikut saat pemijahan dan cairan
sperma. Telur yang telah bersih dapatditebarkan di tempat penetasan (Satyani,
2006).Tempat telur yang disiapkan berupa mangkok atau piring dari keramikatau
petridisk dari kaca. Tempat telur harus dalam keadaan licin pada
bagianpermukaan agar tidak rusak karena gesekan. Tempat sperma dapat berupa
tabungkecil atau tabung suntik (spuit).
 Penetasan Telur
Telur yang telah dibuahi ditetaskan pada tempat yang telah
disiapkansebagai tempat penetasan telur. Telur ditebar merata di dasar akuarium
dandiusahakan jangan ada telur yang menumpuk, karena telur tersebut akan
busukdan menyebabkan menurunnya kualitas media atau air sehingga
dapatmengakibatkan kegagalan penetasan (Sunarma, 2007).
Menurut Sumantadinata (1991), tipe telur ikan yang bersifat
melekatkemungkinan besar sebagai satu faktor kualitas telur yang

13
menyebabkanrendahnya derajat penetasan telur. Sifat telur yang melekat
membutuhkan tempatpelekatan atau substrat yang baik. Telur yang melekat pada
substrat atau antaratelur yang satu dengan telur yang lain, sering mengakibatkan
telur-telur tersebuttidak dapat menetas karena difusi oksigen menjadi berkurang.
Mukti (2005),menyatakan perbedaan substrat sebagai inkubasi dapat berpengaruh
terhadapperkembangan pertama dan fisiologis keturunan.
 Pemeliharaan
Larva ikan patin siam mempunyai sifat kanibal sehingga
untukmenghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan.
MenurutSunarma (2007), pakan pertama dapat diberikan sekitar 24 jam setelah
menetas pada kisaran suhu pemeliharaan 29 – 30 °C. Pakan yang diberikan berupa
naupliArtemia. Pemberian pakan selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4 – 5
jamsekali. Pakan diberikan secara ad libitum atau secukupnya dengan
memperhatikanmakan ikan. Pemeliharaan larva atau benih di akuarium dapat
dilakukansampai minimal umur 10 – 14 hari sebelum dipindahkan ke dalam
bakpendederan.Pemindahan benih dilanjutkan dari bak ke kolam biasanya
dilakukan setelahpemeliharaan 3 – 4 minggu.

2.7 Hama dan Penyakit Ikan Patin


Penyakit bintik putih biasa menyerang benih ikan patin. Penyakit ini
disebabkan oleh parasit dari jenis protozoa yaitu Ichthyopthirius multifilis.
Penyakit bintik putih dapat diketahui dengan gejala seperti benih berenang di
permukaan kolam. Apabila diperhatikan, badan benih ikan patin terdapat bintik-
bintik putih dan nafsu makan berkurang. Cara mengatasi penyakit ini dengan
menyurutkan air kolam sampai setengah, kemudian di beri garam sampai salinitas
3 ppt (30 garam/10 liter) disertai peningkatan suhu air media sampai 310C
(Hernowo, 2001). Tindakan pengobatan ikan yang terserang penyakit ini yaitu
dengan menggunakanMethilen blue (MB) sebanyak 3 ppm melalui perendaman
selama 24 jam (Lisnawati, 2012).

14
Ikan patin biasanya juga sering terserang penyakit bakterial. Penyakit
bakterial yang umum menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp.
Bakteri ini menyerang bagian perut, dada dan pangkal sirip sehingga
menimbulkan pendarahan dan lendir di tubuh berkurang yang dicirikan dengan
kulit ikan terasa kasap ketika diraba. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah
dengan merendam ikan ke dalam larutan PK (Kalium Permangnat) 10-20 ppm
selama 30-60 menit. Cara lain dengan merendam ikan ke dalam larutan Nitrofuran
5-10 ppm selama 12-24 jam atau larutan Oksiterrasiklin 5 ppm selama 24 jamn
(Khairuman, 2002).
Selain parasit dan bakteri, infeksi jamur juga dapat menimbulkan
penyakit. Jamur datang karena adanya luka-luka di bagian badan ikan. Penyebab
luka dikarenakan penanganan yang kurang baik pada saat pemanenan atau
pengangkutan. Jamur yang menyerang ikan patin dari golongan Achlya sp. dan
Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan yang terkena jamur adalah bagian tubuh terluka,
terutama pada tutup insan, sirip dan bagian punggung ditumbuhi benang-benang
halus, seperti kapas yang berwarna putih hingga kecoklatan. Pencegahan dapat
dilakukan dengan menjaga kualitas air sesuai kebutuhan ikan dan menjaga agar
ikan tidak mengalami luka-luka pada bagian tubuh seperti tutup insang, sirip dan
bagian punggung. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan merendamnya
ke dalam larutan Malachyte Green Oxalate (MGO) dengan dosis 2-3 g/m3 air
selama 30 menit. Pengobatan dilakukuan hingga tiga hari berturut-turut agar ikan
patin benar-benar sembuh (Khairuman, 2002).

15
BAB III
OPERASIONALISASI

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada tanggal 21 Januari -
21 Pebruari 2014, bertempat di Balai Layanan Usaha Produksi perikanan
Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat.
3.2 Materi dan Alat
3.2.1 Materi
Materi yang digunakan pada Praktek Kerja Lapang ini adalah :
 Induk jantan ikan Patin
 Induk betina ikan Patin
 Pakan untuk induk dan larva ikan Patin
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan pada kegiatan Praktek Kerja Lapang ini adalah :
 Bak pemeliharaan induk
 Akuarium pemeliharaan larva
 Bak inkubasi telur
 Peralatan untuk pengukuran kualitas air
 Selang
 Pipa PVC
 Spuit ukuran 1 ml dengan jarumnya
 Cool box
 Hapa
 Corong penetasan telur
 Mikroskop

16
3.3 Metode
Metode yang akan digunakan pada Praktek Kerja Lapang ini adalah
metode survey, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,
wawancara, partisipasi aktif, dan studi literatur.

a. Observasi
Metode observasi yaitu metode yang dilakukan untuk pengamatan
terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki tanpa mengajukan
pertanyaan (Marzuki, 1986)

b. Wawancara
Wawancara mencakup cara yang digunakan pada seseorang dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan bercakap-cakap,
berhadapan muka dengan orang tersebut (Irauda, 2006)

c. Partisipasi aktif
Partisipasi aktif adalah mengikuti secara aktif atau langsung suatu kegiatan
(Arikunto, 1998). Dalam Praktek Kerja Lapang ini partisipasi aktif yang
akan dilakukan meliputi : seleksi induk, pemberian pakan, pengukuran
kualitas air, kegiatan pembenihan dan kegiatan lainnya yang berhubungan
dengan usaha pembenihan ikan Patin Siam(Pangasius hypothalmus).

d. Studi literatur
Studi literatur yaitu pengumpulan data berdasarkan referensi buku-buku
atau literatur yang sudah ada yang berhubungan dengan pembenihan ikan
Patin Siam(Pangasius hypothalmus).

3.4 Prosedur Praktek kerja Lapang


Adapun prosedur Praktek Kerja Lapang yang dilakukan sebagai berikut :
 Tahap Persiapan

 Persiapan Bak
 Penyediaan induk
 Manajemen pakan induk

17
 Manajemen kualitas air
 Pengendalian hama dan penyakit induk
 Tahap Pemijahan
 Persiapan sarana dan prasarana pemijahan
 Seleksi induk
 Pemijahan
 Tahap Pemeliharaan Larva
 Penyediaan bak larva
 Penetasan telur
 Pemeliharaan larva
 Pengendalian hama dan penyakit
 Tahap Pemanenan
 Teknik Pemanenan
 Sarana dan Prasarana panen
 Packing
 Distribusi dan pemasaran

3.5 Jadwal Kegiatan

MINGGU

KEGIATAN I II III IV

Tahap Persiapan sebelum PKL

 Survey lokasi PKL X


 Pengurusan perizinan PKL
 Pengajuan judul proposal X
 Penyusunan proposal kegiatan PKL X

Tahap Pelaksanaan PKL

 Tahap Pemijahan
 Persiapan sarana dan prasarana pemijahan

18
 Penyediaan induk X
 Seleksi induk
X
 Pemijahan
 Manajemen pakan induk X
 Pengendalian hama dan penyakit
 Tahap Pemeliharaan Larva X
 Penyediaan bak larva X
 Penetasan telur
 Manajemen pakan larva X
 Pengendalian hama dan penyakit X

 Tahap Pemanenan X
 Teknik pemanenan
X
 Sarana dan prasarana panen
 Packing Manajemen pakan larva X
 Pengendalian hama dan penyakit
X

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. 2001. Budidaya Patin Secara Intensif. Agromedia Pustaka.Jakarta.

19
Anonim, 2013. KKP Targetkan Produksi Patin 1,1 Juta Ton. (Online)
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1975277/kkp-targetkan-produksi-
patin-11-juta-ton#.UtdWkPvzvIU, diakses 16 Desember 2014.
Arie, 2009. Ikan Patin. (Online) http://djedygeolgetoh.blogspot.com/, diakses 31
Desember 2013.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT Rineka
Cipta. Jakarta.
Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.
Gustiano, R., 2003. Taxonomy and phylogeny of pangasiidae catfishes from Asia (
Ostariophysi, Siluriformes). Ph.D. Thesis. Katholieke Universiteit
Leuven. 304 p.
Hernowo.2001. Pembenihan Ikan Patin Skala Kecil dan Besar, Solusi
Permasalahan. Penebar Swadaya. Jakarta. 66 halaman.
Heru. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta
Irauda, Awalia. 2006. Teknik Pembenihan Ikan Maanvis (Pterophyllum scalare)
Di Kelompok Tani ” MINA MAKMUR” Desa Bendil Jati Wetan
Kecamatan Sumbergempol Kab. Tulungagung. Poject PKL. Uiversitas
Muhammadiyah Malang. Malang.
Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012. Permintaan Ikan patin. (online)
http://www.kkp.go.id, diakses tanggal 3 Januari 2014.
Khairuman, dan D. Sudenda. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. Agro Media
Pustaka. Jakarta.
Khairuman. 2007. Budidaya Patin Super. Agro Media. Jakarta.
Kordi, H. G. 2005. Budidaya Perairan. Buku Kedua. PT Citra Aditya Bakti.
Bandung. 964 Hal
Lisnawati. 2012. Pengembangbiakan Ikan Botia Secara Buatan. (Online)
http://lisnawativedca.wordpress.com/2012/06/13/pengembangbiakan-
ikan-botia-chromobotia-macracanthus-bleeker-secara-buatan-induced-
breeding/, diakses 15 Januari 2014.
Mukti. 2005. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Marzuki. 1986. Metodologi Riset. BPFE. UII. Yogyakarta.
Nugraha, 2007. Kebiasaan Makan Ikan Patin Siam.Penebar Swadaya. Jakarta
Perangi - angin, K., 2003. Benih Ikan Jambal Siam. Kanisius. Yogyakarta.

20
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I. Bina Cipta.
Bandung. 256 Hal.
Satyani, Darti, 2006. Pemijahan Buatan Ikan Air Tawar. Warta TAAT-MSTK
TMII.3 (1): 5.
Sularto, Rani, H., dan Evi, T., 2006. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin
Pasupati. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan
AirTawar, Subang.
Sumantadinata, K. 1991. Perkembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia.
Jakarta. PT. Sastra Hudaya.129 Hal
Sunarma, Ade. 2007. Panduan Singkat teknik Pembenihan Ikan Patin. BBPBAT,
Sukabumi.

Susanto, H. 1996. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. PT. Penebar


Swadaya.Jakarta.

Susanto. H., dan Amri. K., 1997. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya, Depok.
Susanto H. K. dan Amri. 2001. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta

Lampiran

DAFTAR QUESIONER

21
A. Keadaan Lokasi
 Sejak kapan didirikannyaBalai Layanan Usaha Produksi Perikanan
Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Apa latar belakang didirikannya Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan
Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Berapa luas lahan yang dimiliki oleh Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Bagaimana keadaan geografis serta batas-batas wilayah Balai Layanan
Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Bagaimana susunan organisasi di Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Fasilitas apa saja yang dimiliki oleh Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Komoditas apa saja yang dikembangkan oleh Balai Layanan Usaha
Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Dari mana sumber dana untuk operasional ?
 Adakah jenis usaha perikanan lain disekitar lokasi ?

B. Sarana dan Prasarana


 Sarana
1. Kolam/Bak
 Berapa banyak kolam/bak yang dimiliki Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang untuk proses pembenihan ikan
Patin Siam (Pangasius hypothalmus) ?
 Apa fungsi dari masing-masing kolam/bak tersebut ?
 Berapakah ukuran dan bagaimana keadaan dari masing-masing kolam/bak
tersebut ?
 Berapa kapasitasnya ?

2. Induk

22
 Dari manakah induk ikanPatin Siam (Pangasius hypothalmus)diperoleh ?
 Bagaimanakah ciri-ciri induk yang baik ?
 Berapa harganya ?
1. Pakan
Induk
 Jenis pakan apa saja yang dibutuhkan untuk induk di Balai Layanan
Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Berapa jumlah pakan yang diberikan tiap berat biomassa ?
 Berapa kali pemberian pakan ?
Larva
 Jenis pakan apa saja yang dibutuhkan untuk larva di Balai Layanan Usaha
Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Berapa jumlah pakan yang diberikan tiap berat biomassa ?
 Berapa kali pemberian pakan ?
 Pakan yang diberikan apakah di berikan pengkayaan nutrisi yang lain ?
 Prasarana
1. Sistem Penyediaan Air
 Dari manakah sumber airnya ?
 Bagaimana cara memperoleh air tersebut (alat yang digunakan) ?
 Bagaimana treatment air sebelum digunakan atau dialirkan ?
 Berapa kapasitas yang dimiliki tandon tersebut untuk menampung air ?
2. Penerangan
 Penerangan apa yang digunakan di Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Berapa kapasitasnya ?
 Berapa tegangannya ?

2. Komunikasi
 Alat komunikasi apa yang digunakan di BalaiLayanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?

23
 Bagaimana kondisinya ?
 Berapa jumlahnya ?
3. Transportasi
 Alat transportasi apa yang dimiliki oleh Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Bagaimanakah kondisinya ?
 Berapakah jumlahnya ?

C. Teknik Pembenihan ikan Patin


1. Persiapan
 Bagaimana cara persiapan bak yang dilakukan di Balai Layanan Usaha
Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Bagaimana cara pembersihan baknya ?
 Alat dan bahan apa saja yang digunakan untuk pembersihan bak ?
2. Seleksi Induk
• Bagaimana cara yang diterapkan di Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawanguntuk menyeleksi calon induk
ikan Patin Siam (Pangasius hypothalmus)?
• Di dapat dari mana ikan PatinSiam (Pangasius hypothalmus)yang akan
dijadikan calon induk ?
• Bagaimana ciri-ciri induk ikan PatinSiam (Pangasius hypothalmus)yang
bagus untuk dipijahkan ?
• Bagaimana cara membedakan antara induk jantan dan induk betina ?
3. Pemeliharaan Induk
 Bagaimana cara yang diterapkan di BalaiLayanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawanguntuk pemeliharaan induk
ikanPatinSiam (Pangasius hypothalmus) ?
 Bagaimana desain kolam yang digunakan untuk pemeliharaan induk ?
• Berapa kepadatan induk pada tiap kolamnya ?
• Bagaimana cara manajemen pemberian pakannya ?
• Bagaimana ciri-ciri induk yang sudah matang gonad ?

24
• Berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai induk matang gonad ?
• Bagaimanakah manajemen kualitas airnya ?
4. Pemijahan
• Bagaimana desain kolam yang digunakan sebagai tempat pemijahan ?
• Berapa waktu yang dibutuhkan induk untuk melakukan pemijahan ?
• Bagaimana kualitas air yang dibutuhkan untuk pemijahan ?
• Kapan induk melakukan pemijahan (pagi, siang atau malam) ?
• Berapa perbandingan/rasio untuk induk jantan dan betina yang digunakan ?
• Berapa kepadatan induk untuk dipijahkan setiap baknya ?
• Berapa jumlah telur (fekunditas) yang dihasilkan selama pemijahan ?
• Berapa jumlah telur yang digunakan dalam setiap melakukan pemijahan ?
5. Penetasan Telur
• Bagaimana cara yang diterapkan di Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang untuk penetasan telur ?
• Bagaimana desain bak yang digunakan dalam penetasan telur ?
• Berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai telur menetas ?
• Berapa padat penebaran telur dalam setiap bak penetasan?
• Berapa rata-rata telur yang menetas (HR) ?
6. Pemeliharaan Larva
• Bagaiamana desain bak yang digunakan untuk pemeliharaan larva ?
• Berapa padat penebaran larva dalam suatu bak ?
• Berapa besar ukuran larva yang siap panen ?
• Bagaiman cara manajemen kualitas airnya ?
• Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pemeliharaan larva ?
• Berapa rata-rata tingkat kelulus hidupan (SR) larva ?

D. Manajemen Pemberian Pakan


- Barapa jumlah frekuensi pemberian pakan per hari ?
- Jenis pakan apa saja yang diberikan ?
- Adakah pemberian nutrisi yang lain sebagai pengkayaan pakan tersebut?

25
- Bagaimana cara pemberian pakannya ?

E. Menajemen Pengendalian Hama dan Penyakit


 Hama dan penyakit apa saja yang sering menyerang ?
 Apa penyebab timbulnya penyakit yang sering menyerang IkanPatinSiam
(Pangasius hypothalmus) ?
 Bagaimana cara pencegahan dan pengobatannya ?
 Obat-obatan apa saja yang sering digunakan untuk memberantas hama dan
penyakit ?
 Berapa dosis penggunaan obat-obatan tersebut ?
 Kerugian apa saja yang diakibatkan oleh hama dan penyakit ?

F. Manajemen Kualitas Air


 Bagaimana cara manajemen kualitas air di Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang ?
 Parameterapa sajakah yang diukur pada manajemen kualitas air di Balai
Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang pada
pembenihan ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) ?
 Berapakah kisaran yang optimum untuk pembenihan ikan Patin Siam
(Pangasius hypothalmus) ?
Berapa kali pengukuran kualitas air dilakukan dan tiap jam berapa ?

G. Manajemen Pemanenan dan Pemasaran


 Berapa ukuran dari benih yang akan dipanen ?
 Bagaimana cara pemanenannya ?
 Bagaimanakah cara pemasarannya ?
 Bagaimana proses pengepakan hasil panen dan pengangkutannya?

H. Hambatan dan Usaha Pengembangan

26
Hambatan yang dihadapi
 Masalah apa yang sering timbul dalam usaha pembenihan ini ?
 Bagaimana mengatasi masalah yang timbul ?
 Kepada siapa biasanya meminta bantuan untuk menyeleaikan masalah
tersebut ?
Kemungkinan Pengembangan Usaha
 Apakah ada rencana pengembangan usaha pembenihan ini, kalau ada
bagaimana ?
 Apakah ada tujuan dari pengembangan usaha pembenihan ini ?

27

Anda mungkin juga menyukai