Anda di halaman 1dari 13

PENGAMATAN GONAD DENGAN METODE ASETOKARMIN

(LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI REPRODUKSI IKAN)

Dosen Pengampu : Bapak Agung Kurniawan, A.M.d

KELOMPOK 2

M Gathan Rapoundra Ilyas (21744018)

Ranu (21744026)

Muhammad Wahyu Widyantoro (21744026)

Wahyu Ade Prasetyo (21744032)

Satria Anggoro (21744035)

Bagas Imam Samudra (21744005)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN

JURUSAN PETERNAKAN

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 30 juni 2022

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1. Klasifikasi dan morfologi ikan Nila..........................................................3
2.2. Habitat dan kebiasaan hidup ikan Nila......................................................4
BAB III....................................................................................................................6
METODOLOGI PRAKTIKUM..............................................................................6
3.1. Waktu dan Tempat....................................................................................6
3.2. Alat dan Bahan..........................................................................................6
3.3. Prosedur Kerja...........................................................................................6
BAB IV....................................................................................................................7
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................7
4.1. Hasil...........................................................................................................7
4.2. Pembahasan...............................................................................................7
BAB V......................................................................................................................9
PENUTUP................................................................................................................9
5.1. Kesimpulan................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan mengalami peningkatan yang lambat dibandingkan pertambahan


jumlah manusia. Fenomena tersebut dapat mengakibatkan konflik di masa depan
karena sifat dasar manusia yang membutuhkan makan. Kebutuhan pangan dapat
ditanggulangi dengan intensifikasi kebutuhan pangan di berbagai sektor seperti
pertanian, peternakan, dan perikanan. Perikanan ditopang oleh dua sektor yaitu
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Sektor perikanan tangkap semakin
lama mengalami penurunan karena pemanfaatan secara berlebih dan kerusakan
lingkungan (Pratama et al. 2016).

Sektor perikanan budidaya mengalami hal sebaliknya, sehingga menjadi penopang


utama sektor perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sektor perikanan,
utamanya sektor perikanan budidaya menjadi harapan untuk terpenuhinya
kebutuhan pangan, hal itu karena kebutuhan lahan yang tidak terlalu luas dan
produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Produkivitas ikan
ditunjang pengetahuan tentang seks ikan terutama untuk proses pemijahan ikan.
Ikan jantan dan ikan betina memiliki ciri khusus yang membedakannya, yang
terbagi menjadi ciri primer dan ciri sekunder. Ciri primer berkaitan dengan ciri
fisik bagian luar organ reproduksi/organ reproduksi ikan tersebut, sedangkan ciri
sekunder berkaitan dengan ciri fisik selaim bagian luar organ reproduksi. Kedua
ciri tersebut dapat diterapkan untuk identifikasi jenis seks ikan yang telah stadia
juvenil dan dewasa.

Pengamatan jenis seks dengan asetokarmin dapat diaplikasikan untuk mengetahui


keberhasilan dari sex reversal. Sex reversal adalah pengubahan jenis seks ikan
dengan menggunakan senyawa/bahan tertentu yang mampu membuat larva ikan
menjadi dominan seks tertentu. Menurut Bustaman et al. (2009), sex reversal
dapat menggunakan hormon melalui perendaman embrio, larva, pakan. Sex
reversal dilakukan karena ikan memiliki diferensiasi sifat berdasarkan seks, baik
ikan hias maupun ikan konsumsi.

1
Ikan hias pada umumnya memiliki perbedaan corak dan warna yag lebih menonjol
pada seks jantan, sedangkan seks betina sebaliknya. Ikan konsumsi berbeda
dengan ikan hias yang ditargetkan pada pertumbuhannya. Ikan konsumsi ada yang
lebih cepat tumbuh pada seks jantan dan ada yang cepat tumbuh pada seks
kelamin betina. Ikan yang jantannya tumbuh lebih cepat salah satunya ikan nila,
sedangkan ikan yang cepat tumbuh seks betina salah satunya ikan mas. Pewarnaan
asetokarmin bertujuan mempelajari perbedaan histologi seks ikan yang diwarnai
dengan pewarna asetokarmin dengan mikroskop.

1.2. Rumusan Masalah

 Apa itu asetokarmin


 Bagaimana hasil pengamatan gonad dengan metode asetokarmin dibawah
mikroskop

1.3. Tujuan

 Untuk mengetahui apa itu asetokarmin


 Untuk mengetahui hasil pengamatan gonad dengan metode asetokarmin
dibawah mikroskop.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan morfologi ikan Nila

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup
dalam kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air
yang rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan
dari jenis lain tidak dapat hidup.

Klasifikasi ikan Nila berdasarkan Suyanto (2003) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii

Sub-ordo : Percoidea

Family : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

3
Ikan Nila secara morfologi memiliki bentuk tubuh pipih, sisik besar dan
kasar, kepala relatif kecil, mata tampak menonjol dan besar, tepi mata berwarna
putih dan garis linea lateralis terputus dan terbagi dua. Ikan Nila memiliki lima
buah sirip yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut
(venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Ikan Nila dikenal
sebagai ikan yang memiliki toleransi sangat tinggi, baik toleransi terhadap
salinitas, suhu, pH, dan bahkan kadar oksigen. Perbedaan antara ikan jantan dan
betina dapat dilihat pada lubang genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin
sekundernya. Pada ikan jantan, di samping lubang anus terdapat lubang genital
yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran kencing dan
sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang
melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, sedangkan yang betina biasanya
pada bagian perutnya besar (Suyanto, 2003).

Berdasarkan alat kelaminnya, ikan Nila jantan memiliki ukuran sisik yang
lebih besar daripada ikan Nila betina. Alat kelamin ikan Nila jantan berupa
tonjolan agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma yang
terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan Nila jantan akan mengeluarkan
cairan bening (cairan sperma) terutama pada saat musim pemijahan. Sementara
itu, ikan Nila betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran
urin yang terletak di depan anus. Bentuk hidung dan rahang belakang ikan Nila
jantan melebar dan berwarna biru muda. Pada ikan betina, bentuk hidung dan
rahang belakang agak lancip dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan
sirip ekor ikan Nila jantan berupa garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan Nila
betina, garisnya berlanjut (tidak putus) dan melingkar (Amri dan Khairuman,
2002). Ikan Nila mampu hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam
yang sempit dan dangkal, mempunyai pertumbuhan yang cepat terutama untuk
ikan Nila jantan, tidak memiliki duri dalam daging, serta dapat dipelihara dalam
kepadatan yang cukup tinggi (Jannah, 2001).

4
2.2. Habitat dan kebiasaan hidup ikan Nila

Ikan Nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar,
terkadang ikan Nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau).
Ikan Nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran
salinitas yang lebar). Ikan Nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk
saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan Nila dapat menjadi
masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya
pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ikan Nila untuk bertahan
hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21° C (Harrysu,
2012).

Pada perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi


karbondioksida diperlukan untuk proses fotosintesis oleh tanaman air. Nilai CO2
ditentukan antara lain oleh pH dan suhu. Jumlah CO2 di dalam perairan yang
bertambah akan menekan aktivitas pernapasan ikan dan menghambat pengikatan
oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi stress.
Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran Nila sebaiknya kurang dari
15 mg/liter (Sucipto dan Prihartono, 2005).

Ikan Nila mempunyai kemampuan tumbuh secara normal pada kisaran


suhu 14-38°C dengan suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangannya
yaitu 25-30°C. Pada suhu 14°C atau pada suhu tinggi 38°C pertumbuhan ikan
Nila akan terganggu. Pada suhu 6° C atau 42° C ikan Nila akan mengalami
kematian. Kandungan oksigen yang baik bagi pertumbuhan ikan Nila minimal
4mg/l, kandungan karbondioksida kurang dari 5mg/l dengan derajat keasaman
(pH) berkisar 5-9 (Amri, 2003). Menurut Setyo (2006), Secara umum Nilai pH air
pada budidaya ikan Nila antara 5 sampai 10 tetapi Nilai pH optimum adalah
berkisar 6 sampai 9.

5
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Senin pukul 15.00 s/d selesai di


Laboratorium Perikanan Politeknik Negeri Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan:

 Alat bedah
 Mikroskop
 Cawan petri
 Kaca preparat

Bahan yang digunakan:

 Ikan nila
 Larutan asetokarmin

3.3. Prosedur Kerja

1) Setiap mahasiswa berkelompok 2 orang lalu ambil 1 ikan


2) Lakukan pembedahan ikan
3) Setelah gonad terambil, lalu cacah gonad diatas kaca preparat dan
kemudian teteskan larutan asetokarmin
4) Tutup dengan coverglass
5) Lakukan pengamatan dibawah mikroskop.

6
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berikut merupakan hasil gambar pewarnaan gonad ikan nila (Oreochromis


niloticus) dengan pewarna asetokarmin di bawah mikroskop.

4.2. Pembahasan

Berdasarkan gambar di atas menunjukan bahwa jenis gonad yang teramati di


bawah mikroskop adalah jenis gonad jantan, dengan ciri-ciri gonadnya yaitu seperti titik-
titik kecil dan menyebar dalam jumlah banyak. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang
ditulis oleh Damayanti et al. (2013) yang menunjukan bahwa pada gonad jantan memiliki
bentuk yang lebih kecil dan halus serta terlihat sperma yang menyebar dalam jumlah
yang banyak. Pewarnaan asetokarmin terhadap gonad jantan dan betina memiliki hasil
yang berbeda, terlihat pada kedua gambar hasil. Karakteristik pada gonad jantan memiliki
ukuran yang kecil, berwarna putih susu, dan berpasangan. Pada gonad betina, terlihat
bentuk yang sedikit mirip dengan gonad jantan, tetapi perbedaan terdapat pada warna
yang sedikit kekuningan dan diselubungi lemak. Jika dilihat dari bentuknya relatif hampir
sama untuk semua jenis ikan. Bahkan, terkadang di dalam suatu gonad yang sama dapat
dijumpai sekaligus bakal testis dan bakal ovari. Dengan dilakukannya pewarnaan
asetokarmin, terlihat sel bakal sperma berupa titik-titik kecil berjunlah sangat banyak.
Sedangkan sel bakal telur tampak berbentuk bulatan besar dan bagian inti berada ditengah
dengan warna lebih pucat dikelilingi sitoplasma yang berwarna merah (Sjafei et al 2008).

7
Asetokarmin adalah suatu zat pewarna yang digunakan untuk proses pewarnaan
seperti pewarnaan gonad pada suatu organisme untuk mengetahui jenis kelaminnya.
Metode pewarnaan asetokarmin ini dilakukan secara histologis yang menggunakan alat
bantu berupa mikroskop. Penggunaan asetokarmin ini untuk mempermudah dalam
identifikasi jenis kalamin ikan yang masih sulit diindentifikasi secara langsung
berdasarkan ciri-ciri dari gonad (Damayanti et al. 2013).

Asetokarmin merupakan larutan yang terbuat dari pencampuran bubuk karmin


dengan cairan asam asetat. Bubuk karmin sendiri terbuat dari serangga Cochineal
(Dactylopius coccus costi). Cara pembuatan asetokarmin adalah dengan melarutkan
bubuk karmin 0,6 g kedalam 100 ml asam asetat 45% yang dipanaskan selama 2 – 4
menit (Kurnasih et al. 2006).

Fungsi asetokarmin yaitu berfungsi sebagai pewarnaan jaringan gonad untuk


identifikasi gonad, dimana asetokarmin memilki fungsi sebagai pewarna yang dapat
digunakan untuk mewarnain jaringan gonad pada ikan. Larutan asetokarmin yang
berwarna merah terebut dapat mempermudah dalam pengamatan mengetahui serta
mengamati jaringan pada gonad ikan.Proses penyerapan hormone MT dengan
meneggunakan metode perendaman terjadi melalui proses difusi, dimana konsentrasi
hormon didalam media pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan cairan tubuh pada
ikan sehingga menyebabkan terjadinya difusi ( Suryanto dan Setyono 2007).

8
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Asetokarmin adalah suatu zat pewarna yang digunakan untuk proses pewarnaan seperti
pewarnaan gonad pada suatu organisme untuk mengetahui jenis kelaminnya. Metode
pewarnaan asetokarmin ini dilakukan secara histologis yang menggunakan alat bantu
berupa mikroskop. Penggunaan asetokarmin ini untuk mempermudah dalam identifikasi
jenis kalamin ikan yang masih sulit diindentifikasi secara langsung berdasarkan ciri-ciri
dari gonad (Damayanti et al. 2013).

Jenis gonad yang teramati di bawah mikroskop adalah jenis gonad jantan, dengan
ciri-ciri gonadnya yaitu seperti titik-titik kecil dan menyebar dalam jumlah
banyak.Cara pengamatan gonad menggunakan metode asetokarmin yaitu seluruh
peralatan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu, ikan diambil dan dimatikan.
Gonad pada ikan diambil dan dihaluskan diatas kaca preparat. Kemudian diberi
pewarna asetokarmin secukupnya sampai gonad terendam pewarna asetokarmin.
Kaca preparat dikeringkan, kemudian diamati pada mikroskop.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://gyamarta21.wordpress.com/2012/01/10/pemeriksaan-gonad-metoda-
asetokarmin/

https://pdfcoffee.com/fisrep-asetokarmindocx-pdf-free.html

http://eprints.umg.ac.id/3312/3/Bab%202_Tinjauan%20Pustaka.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai