Oleh:
DANIAR RIFQI FARDIAN
NIT. 10. 3. 02. 095
Menyetujui:
Mengetahui:
Ketua Jurusan TBP,
KATA PENGANTAR
Ir. Moh. Zainal Arifin, MP
NIP. 19640214 199003 1 004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
1. Bapak H. Endang Suhaedy, A.Pi., MM., M.Si, selaku Direktur Akademi Perikanan
Sidoarjo .
2. Bapak Ir. Moh. Zainal Arifin, MP, selaku Ketua Jurusan Teknologi Budidaya Perikanan
yang telah memberikan kesempatan dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapang II.
3. Bapak Ir. Teguh Harijono, MP selaku dosen pembimbing I dan bapak Hamdani, S.Pi.
MMA selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan
laporan ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaannya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Maksud .......................................................................................... 2
1.2. Tujuan ........................................................................................... 2
III. METODOLOGI....................................................................................... 23
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................. 23
3.2. Metode PKL .................................................................................. 23
3.3. Sumber Data ................................................................................. 23
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 24
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ........................................... 24
IV. KEADAAN UMUM ................................................................................. 26
4.1. Lokasi BBAP Situbondo ................................................................ 26
4.2. Sejarah berdirinya BBAP Situbondo .............................................. 26
4.3. Tugas dan Fungsi BBAP Situbondo .............................................. 27
4.4. Struktur Organisasi BBAP Situbondo ............................................ 28
4.5. Sarana dan Prasarana .................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ......................................... 4
2. Stadia Zoea I-III ................................................................................. 8
3. Stadia Mysis I-III ................................................................................. 8
4. Stadia PL I-10 ..................................................................................... 9
5. Pengisian Filter Bag ............................................................................ 32
6. Skeletoneme pada Penampungan ...................................................... 34
7. Kultur Artemia dan Artemia dalam Kemasan ....................................... 37
8. Pakan Buatan ..................................................................................... 40
9. Pencampuran dan Penyebaran Pakan Buatan.................................... 43
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Stadia Perkembangan Naupli ..................................................... 7
2. Tabel Perkembangan Stadia Zoea ................................................. 7
3. Stadia Perkembangan Mysis ...................................................... 8
4. Kandungan nauplius artemia ...................................................... 14
5. Bentuk dan Ukuran Pakan Buatan ...................................................... 16
6. Manajemen Pemberian Pakan pada Larva Udang Vannamei ............. 18
7. Dosis Pemberian Pakan Alami ............................................................ 38
8. Kandungan Nutrisi Artemia ................................................................. 38
9. Komposisi Pakan Buatan .................................................................... 40
10.Dosis dan Waktu Pemberian Pakan Buatan ........................................ 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Denah lokasi BBAP Situbondo ............................................................. 51
2. Struktur Organisasi BBAP Situbondo ................................................... 52
3. Dekapsulasi Artemia sp ....................................................................... 53
4. Jadwal Pemberian Pakan..................................................................... 54
I. PENDAHULUAN
Udang putih Amerika Litopenaeus vannamei merupakan salah satu pilihan jenis
udang vannamei. Udang vannamei masuk ke Indonesia paada tahun 2001. Pada Mei
2002, pemerintah memberikan ijin kepada perusahaan swasta untuk mengimpor induk
udang vannamei sebanyak 2.000 ekor. Selain itu juga mengimpor benur sebanyak 5
juta ekor dari Hawai dan Taiwan serta 300.000 ekor dari Amerika Latin. Induk dan
Dengan adanya pembenihan udang vannamei, baik dalam bentuk skala kecil atau
skala mini hatchery akan membantu pemerintah dalam penyediaan benur bemutu bagi
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vannamei karena
menyerap 60 – 70 % dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan
akan memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vannamei secara optimal sehingga
produktifitasnya bisa ditingkatkan. Pada prinsipnya, semakin padat penebaran benih udang
berarti ketersediaan pakan alami semakin sedikit dan ketergantungan pada pakan buatan pun
semakin meningkat.
Karena itu, manajemen pakan sangat penting dalam budidaya perairan. Manajemen
pakan yang tidak tepat dapat menyebabkan usaha tidak ekonomis dan tidak lestari. Manajemen
pakan terdiri dari memilih merek atau membuat pakan yang akan digunakan, mengadakan,
menyimpan dan prosedur pemberiannya kepada biota budidaya pada waktu yang tepat dan
benar. Untuk itu perlu dilakukan PKL II tentang management pakan udang vannamei untuk
1.2.1. Maksud
Adapun maksud yang ingin dicapai selama mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang II
adalah ikut berpatisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan manajemen pakan udang vannamei
mulai dari persiapan lahan, pengisian air, penebaran naupli, manajemen pakan, dan monitoring
pertumbuhan.
1.2.2. Tujuan
(Litopenaeus vannamei).
2. Untuk memperoleh pengetahuan tentang pengelolaan pakan pada pemeliharaan larva udang
vannamei.
2.1.1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang atau (biramous) yaitu exopodite dan
endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktifitas berganti kulit luar atau
Kepala (Chephalothorax) udang vannamei terdiri dari antenula, antenna, mandibula, dan
dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped
dan lima pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxipiliped sudah
mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Bentuk peripoda beruas-ruas
yang berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki 1,2 dan 3) dan tanpa
renang dan sepasang uropod (mirip ekor) yang berbentuk kipas bersama-sama telson (Haliman
Dalam usaha pembenihan udang, perlu adanya pengetahuan tentang tingkah laku
udang. Menurut Haliman dan Adiwijaya (2005), beberapa tingkah laku udang yang perlu
1. Sifat nokturnal
Yaitu sifat binatang yang aktif mencari makan pada waktu malam, dan siang hari udang
vannamei lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri pada lumpur maupun menempel
2. Sifat kanibalisme
Yaitu sifat suka memangsa sejenisnya. Sifat ini sering timbul pada udang yang kondisinya
sehat, yang tidak sedang ganti kulit. Sasarannya adalah udang-udang yang kebetulan ganti
kulit.
Yaitu suatu proses pergantian kutikula lama digantikan dengan kutikula yang baru. Kutikula
adalah kerangka luar udang yang keras (tidak elastis). Oleh karena itu untuk tumbuh menjadi
besar udang vannamei perlu melepas kulit lama dan menggantikan dengan kulit baru.
4. Daya tahan
Udang pada waktu masih berupa benih sangat tahan pada perubahan kadar garam
(salinitas). Sifat demikian dinamakan sifat euryhaline. Sifat lain yang menguntungkan adalah
ketahanan terhadap perubahan suhu dan sifat ini dikenal sebagai Eurytherma.
Telur yang telah menetas pada dasarnya masih bersifat planktonis dan bergerak
mengikuti arus air. Dalam perkembangan pertumbuhannya, larva akan berkembang sempurna
dengan kondisi suhu 26o - 280C, oksigen terlarut 5 - 7 mg/l, salinitas 35 ppt. Setelah menetas
larva akan berkembang menjadi 3 stadia yaitu nauplius, zoea, mysis. Setiap stadia akan
dibedakan menjadi sub stadia sesuai dengan perkembangan morfologinya. Pergantian stadia
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), perkembangan larva udang vannamei pada setiap
stadia mulai dari stadia nauplius sampai stadia post larva sebagai berikut:
1. Stadia Nauplius
Stadia ini terbagi menjadi enam tingkatan dan berlangsung antara 35 - 50 jam. Pada
stadia ini belum memerlukan makanan dari luar karena masih memiiki cadangan makanan dari
Stadia Karakteristik
Bentuk badan bulat telur dan mempunyai anggota badan tiga
Nauplius I
pasang
2. Stadia Zoea
Pada fase ini larva mulai tampak aktif mengambil makanan sendiri dari luar, terutama
plankton. Fase zoea berlangsung selama 3 - 4 hari (3 stadia). Adapun ciri-ciri dari setiap stadia
Stadia Karakteristik
3. Stadia Mysis
Setelah fase zoea selesai maka stadia selanjutnya adalah fase mysis yang berlangsung
selama 4 - 5 hari. Fase mysis mengalami 3 kali perubahan atau stadia. Tanda- tanda stadia
Stadia Karakteristik
Mysis I Bentuk udang sudah seperti udang dewasa
Tunas kaki renang/pleopoda mulai nampak nyata, tetapi belum
Mysis II
beruas-ruas
Mysis III Kaki renang/pleopoda bertambah panjang dan beruas-ruas
Sumber : Martosudarmo dan Raboemihardjo (1980).
Bentuk paling akhir dan paling sempurna dari seluruh metamorfosa adalah post larva (PL).
Pada fase ini tidak mengalami perubahan bentuk karena seluruh bagian anggota tubuh sudah
lengkap dan sempurna seperti udang dewasa. Post larva yang berumur 20 - 25 hari dapat
dilepas di tambak.
Gambar 4. Stadia PL 1 - 10
udang vannamei. Subaidah, dkk (2006), menyatakan tentang beberapa faktor harus memenuhi
persyaratan untuk memilih lokasi yang paling sesuai, yang terbagi dalam dua kriteria yaitu
kriteria teknis dan kriteria non teknis. Sedangkan beberapa aspek yang mendukung
a. Aspek teknis dengan maksud agar dalam pembangunannya, tata bangunan pembenihan
b. Aspek ekonomi dengan maksud agar pembenihan yang akan dibangun memang layak
secara ekonomi.
c. Aspek sosial budaya dengan maksud agar proses pembangunan unit pembenihan searah
Menurut Ghuhron, (2010) nutrisi adalah kandungan gizi yang terkandung dalam pakan.
Apabila pakan yang diberikankepada udang pemeliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang
cukup tinggi, maka hal ini tidak saja akan menjamin hidup dan aktifitas udang, tetapi juga akan
didibutuhkan udang perlu diketahui terlebih dahulu. Banyaknya zat – zat gizi yang dibutuhkan
ini disamping tergantung pada spesies udang, juga pada ukuran atau besarnya udang serta
keadaan lingkungan tempat hidupnya. Nilai nutrisi pakan pada umumnya dilihat dari komposisi
zat gizinya. Beberapa komponen nutrisi yang penting dan harus tersedia dalam pakan udang
a. Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks, tersusun atas banyak asam amino yang
dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fospor dan sulfur.
Protein sangat penting bagi tubuh, karena zat ini mempunyai fungsi sebagai bahan - bahan
dalam tubuh serta sebagai zat pembangun (membentuk berbagai jaringan baru untuk
pertumbuhan), zat pengatur (pembentukan enzim dan hormon penjaga dan pengatur proses
metabolisme) dan zat pembakar (unsur karbon yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan
sebagai sumber energi (Ghufron, 2010) Hasil penelitian dilakukan oleh Colvin dan Brand (1977)
menunjukan bahwa untuk pertumbuhan udang jenis Penaeus californiensis, penaeus stylirostris
dan penaeus vannamei ukuran pasca lava dibutuhkan 40% protein dalam pakannya,
b. Lemak
Lemak dibutuhkan sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein dan
karbohidrat. Untuk udang, asam lemak mempunyai peranan penting, baik sebagai sumber
energi maupun sebagai zat yang esensial untuk udang. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9
kkal per gram sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal per gram. Lemak
organisme di dalam air. Pakan yang baik bagi larva udang vannamei mengandung lemak atau
minyak antara 4-18%. Sedangkan pada larva udang membutuhkan pakan dengan kandungan
lemak 12-15%, juvenile 8-12%, dan untuk udang yang berukuran lebih dari 1g antara 3-9%.
Beberapa sumber lemak dapat ditambahkan ke dalam pakan sebagai sumber energi, seperti
minyak ikan, minyak jagung, dll. Namun kadar lemak dalam pakan buatan tidak boleh
c. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan
oksigen dalam perbandingan tertentu. Udang pada stadia larva memerlukan karbohidrat dalam
jumlah yang relatif kecil, hal ini disebabkan pada stadia larva mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat, sehingga yang diperlukan adalah zat putih telur atau protein. Kandungan
karbohidrat untuk larva udang agar dicapai pertumbuhan optimal adalah lebih rendah dari 20%
(Wardiningsih, 1999).
d. Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh udang dalam jumlah sedikit, tetapi
Walaupun jumlah vitamin yang diperlukan udang sangat sedikit dibandingkan dengan zat yang
lainnya, namun kekurangan dari salah satu vitamin akan menyebabkan gejala tidak normal
vitamin B6.
e. Mineral
Mineral adalah bahan organik yang dibutuhkan oleh udang dengan cara menyerapnya
dari air atau tempat media hidupnya. Udang memerlukan mineral untuk pembentukan jaringan
tubuh, proses metabolisme serta untuk mempertahankan keseimbangan osmosis antara cairan
Menurut penelian Kanazawa (1976) bahwa pertumbuhan terbaik dapat dicapai oleh udang
melalui pemberian pakan dengan penambahan 1,04% fosfor dan 1,24% kalsium.
2.3.2.Pemberian Pakan
Menurut Wardiningsih (1999), menyatakan bahwa ada beberapa hal yang diperhatikan di
dalam pemberian pakan yaitu jenis pakan, Secara umum pakan yang diberikan pada larva
udang vannamei selama proses pemeliharaan ada dua jenis yaitu pakan alami (phytoplankton
dan zooplankton) dan pakan komersil (buatan). Secara alami makanan udang adalah plankton.
Adapun jenis plankton yang baik dan memenuhi syarat dijadikan makanan larva udang,
khususnya pada stadia zoea dan mysis memerlukan pakan plankton berupa Tetracellmis,
Chaetoceros calcitrans, sedangkan pada stadia akhir mysis sampai pada post larva makanan
yang paling baik adalah Artemia salina. Lebih jelasnya jadwal pemberian pakan dapat dilihat
pada Lampiran 1.
2.3.3.Pakan Alami
Jenis - jenis pakan alami yang dikonsumsi udang sangat bervariasi tergantung umurnya.
Dalam usaha budidaya biasanya menggunakan pakan alami plankton. Plankton adalah jasad
renik yang melayang di dalam kolom air mengikuti gerakan air. Plankton dapat dikelompokkan
menjadi dua :
Fitoplankton, jasad nabati yang dapat melakukan fotosintesis karena mengandung klorofil;
Zooplankton, jasad hewani yang tidak dapat melakukan fotosintesis zoo-plankton memakan
fitoplankton. Zooplankton juga merupakan jasad hewani mikro yang melayang di dalam air
kecil.
Menurut Cahyaningsih (2006), pakan alami dari jenis zooplankton yang diberikan pada
larva udang vannamei antara lain dapat berupa Artemia salina dengan cara dilakukan
pengkulturan selama 24 jam dalam wadah berupa gallon air minum volume 20 liter, baru
kemudian dapat diberikan pada larva udang vannamei pada M3 - PL1 dengan kepadatan 3 - 4
individu/ml, pada PL2 - PL5 dengan kepadatan 8 - 10 individu/ml, dan PL6 - PL10 dengan
kepadatan 11 - 13 individu/ml.
Nauplius artemia merupakan zooplankton yang banyak diberikan pada larva udang. Hal ini
dikarenakan nauplius artemia banyak mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan oleh larva
udang. Kandungan nutrisi nauplius artemia terdiri atas protein, karbohidrat, lemak, air, dan
Protein 52,50
Karbohidrat 14,8
Lemak 23,40
Air 5 - 10
Abu 3-4
Sumber : Leger,(1987)
Teknik penetasan kista artemia dilakukan dengan conical tank yang berkapasitas 200 liter.
Sedangkan bahan yang digunakan untuk proses dekapsulasi kista artemia adalah klorin
(NaOCl) dan soda api. Sumber air diperoleh dari air laut dengan menggunakan pompa air dan
sumber air tawar berasal dari sumur. Kualitas air yang terukur adalah suhu air 31oC, salinitas 34
promil, pH 8 dan cahaya dari dua buah lampu 40 watt. Pemanenan nauplius artemia dilakukan
setiap hari dan langsung dikonsumsikan pada larva udang vannamei stadia post larva (PL1 -
PL4). Proses pemberian nauplius artemia dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada pukul 08.00,
13.00, 19.00. Selain pemberian nauplius artemia larva udang vannamei juga diberikan pakan
alami Chaetoceros gracilis dan pakan buatan dari pabrik (Purnomo, 2008).
2.3.4.Pakan Buatan
Menurut Mudjiman (2004), menyatakan pakan buatan (artificial feed) adalah pakan yang
sengaja dipersiapkan dan dibuat, pakan ini biasanya terdiri dari beberapa bahan baku yang
kemudian diproses lebih lanjut sehingga bentuknya berubah dari bentuk aslinya.
Menurut Wardiningsih (1999), menyatakan bahwa untuk membuat pakan buatan bagi
udang, maka pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu komposisi yang baik pada
pakan udang yang baik pada udang tersebut. Sebelum kita membahas tentang komposisi dari
pakan buatan untuk udang maka sebaiknya kita lihat persyaratan bagi bahan-bahan yang akan
Dalam memilih bahan ramuan pakan yang harus diperhatikan adalah kandungan asam
1. Mempunyai nilai gizi yang tinggi, kandungan proteinnya relatif tinggi dan bermutu.
pekerja praktek di lapangan yang tidak mungkin mengadakan pemeriksaan laboratorium dapat
cukup dengan melihat daftar komposisi makanan para ahli. Komposisi makanan hasil penelitian
ini dapat dipakai sebagai acuan untuk pembuatan bahan makanan yang diramu diharapkan
dan dapat digunakan sebagai pengganti atau pelengkap makanan hidup (Sumeru dan Anna,
1992).
Menurut Sumeru dan Anna (1992), bahwa pengaturan jumlah pemberian pakan selama
Menurut Mudjiman (2004), bahwa untuk burayak dan benih yang masih kecil, pakan
diberikan dengan menyebarkan secara merata di seluruh permukaan air. Apabila berbentuk
larutan maka pemberiannya dilakukan dengan alat penyemprot (spriyer). Pakan yang berbentuk
Menurut Mudjiman (2004), bahwa pemberian pakan untuk burayak dan benih lebih sering
dilakukan kurang lebih 6 kali sehari. Apabila pakan sifatnya sebagai pakan pokok, maka
pemberian pakan perlu dilakukan sesering mungkin. Tenggang waktu antara pemberian pakan
2.3.5.Pakan Tambahan
Pakan tambahan menurut Sumeru dan Anna (1992), dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Egg Microcapsulated
Pembuatan Egg Microcapsulated pada dasar penggunaan telur bagi pakan larva karena
telur mempunyai nilai nutrisi yanng cukup tinggi, mudah didapat dengan harga relatif murah,
dan mempunyai keseimbangan nutrisi yang dikandungnya. Telur mentah mengandung zat
avidin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga zat tersebut harus dihilangkan dengan
cara pemanasan sebelum diberikan pada larva udang. Walaupun demikian, pemanasan dapat
menyebabkan pemisahan kuning dan putih telur sebagai akibat denaturasi protein (kerusakan
struktur protein). Untuk mengikat kedua bagian tersebut menjadi pakan yang homogen stabil
b. Egg Custard
karena bahan utama yang digunakan sebagai sumber protein berasal dari telur. Akan tetapi,
dapat juga digunakan bahan tambahan untuk sumber protein yang berasal dari bahan hewani
yang mempunyai jaringan daging lunak, seperti: kerang, tiram, dan artemia dewasa, dapat
dilihat pada Tabel 6 Mengenai manajemen pakan alami larva udang vannamei.
Sumber: BBAP
No Stadia Jenis pakan Jumlah pakan Frekuensi Situbondo,
1 N5-6 Chaetoceros Min. 50.000 sel/ml/hr 2006
2 Zoea I Chaetoceros Min. 50.000 sel/ml/hr 2
Lancy Zm 3 ppm/hr 6
3 Zoea II Chaetoceros Min. 50.000 sel/ml/hr 2 2.4.
Lancy Zm 3 ppm/hr 6
4 Zoea III Chaetoceros Min. 100.000 sel/ml/hr 2 Pemeliaraan
Lancy Zm 4 ppm/hr 6
5 Mysis I Chaetoceros Min. 100.000 sel/ml/hr 2 Larva Udang
Lancy Zm 4 ppm/hr 6
Flake 4 ppm/hr 6 Vannamei
6 Mysis II Chaetoceros Min. 100.000 sel/ml/hr 2
Lancy MPL 4 ppm/hr 6 2.4.1.
Flake 4 ppm/hr 6
7 Mysis III Chaetoceros Min. 50.000 sel/ml/hr 2 Persiapa
Lancy MPL 6 ppm/hr 6
n Bak
Flake 6 ppm/hr 6
Artemia 10 ind/hr 3
Pemeliharaan
8 MPL-PL 1 Chaetoceros Min. 50.000 sel/ml/hr 2
Lancy MPL 6 ppm/hr 6
Larva
Flake 6 ppm/hr 6
Artemia 20 ind/hr 3
Menurut
9 PL 2-5 Chaetoceros Min. 50.000 sel/ml/hr 2
Lancy PL 8 ppm/hr 6
Subaidah, dkk
Flake 8 ppm/hr 6
Artemia 60 ind/hr 3
(2006), bak
10 PL 5-10 Lancy PL 9 ppm/hr 6
Flake 9 ppm/hr 6
pemeliharaan
Artemia 80 ind/hr 3
larva dilapisi dengan cat berwarna biru muda dan dilengkapi dengan pipa saluran udara,
instalasi air laut instalasi alga, dan saluran pengeluaran yang dilengkapi saringan sirkulasi dan
pipa goyang, serta terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses pemeliharaan.
Sedangkan dalam proses pengeringan, pencucian bak dilakukan dengan menggunakan kaporit
60% sebanyak 100 ppm yang dicampur dengan deterjen 5 ppm dan dilarutkan dengan air tawar
pada wadah atau ember kemudian dinding dan dasar bak digosok-gosok dengan menggunakan
scoring pad dan dibilas dengan air tawar hingga bersih dan kemudian dilakukan pengeringan
selama dua hari. Pencucian dan pengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan
mematikan mikroorganisme pembawa penyakit. Pengisian air laut dalam bak pameliharaan
disaring dengan menggunakan filter bag. Berdasarkan bentuknya bak pembenihan dapat
dibedakan menjadi bak persegi empat, bak berbentuk lingkaran, bentuk bulat telur dan bak
yang berbentuk kerucut yang biasa disebut conical tank (Martosudarmo dan Ranoemirahardjo,
1980).
Larva udang vannamei dapat dipelihara dalam bak yang terbuat dari semen atau fiber
glass. Keuntungan menggunakan bak berbahan semen antara lain mudah dalam pembuatan,
tahan lama dan mudah dalam memperoleh bahan baku. Kerugiannya antara lain jika lumut
tumbuh maka akan sulit dibersihkannya dan bak dapat membuat larva menjadi stress jika tidak
ada treatment terlebih dahulu, oleh karena itu bak tidak boleh langsung digunakan karena
berpengaruh buruk dalam kehidupan larva. Bak harus direndam dan dicuci terlebih dahulu
dengan air tawar. Bak dapat pula dicat untuk menutup pori - pori. Bak dapat berbentuk bulat,
oval atau persegi empat berbentuk tumpul. Bak pemeliharaan larva sebaiknya ditempatkan
dalam ruangan tertutup untuk menjaga kestabilan suhu dan menjaga intensitas cahaya. Atap
bangunan bak pemeliharaan larva dengan menggunakan asbes dengan 20% diantaranya
Kualitas air harus diatur dan dipelihara pada kondisi menyerupai lingkungan alami udang
Penaeid. Air laut yang dimasukkan ke bak harus mengalami beberapa perlakuan dahulu, antara
lain penghilangan materi organik yang terlarut dengan cara filtrasi dan pengendapan, ozonisasi
o o
untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme, dan pendinginan air (25 C - 28 C) agar
o
didapat suhu yang menyerupai habitat asli udang Penaeid. Thermostat diatur pada suhu 27 C
o
dan fluktuasi temperatur harian diatur agar kurang dari 0,5 C (Wyban et al., 1991).
Penebaran nauplius dilakukan pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan
suhu yang terlalu tinggi dengan cara aklimatisasi 15 menit atau sampai suhu dalam dengan
suhu di luar wadah sama dengan menggunakan thermometer 0°C. Aklimatisasi ini bertujuan
untuk menyesuaikan naupli dengan perubahan kondisi lingkungan air di bak pemeliharaan larva
Nauplius yang ditebar adalah nauplli muda (N3 - N4), hal ini bertujuan agar menekan
gangguan proses metamorfosis sekecil mungkin dari stadia protozoea pertama. Karena pada
proses pemeliharaan larva udang putih vannamei sering dikenal dengan istilah zoea syndrome
Jenis pakan yang diberikan pada larva udang vannamei selama proses pemeliharaan ada
dua jenis yaitu pakan alami ( phytoplakton dan zooplakton ) dan pakan komersil (buatan).
Masing-masing makanan tersebut diberikan dengan jumlah dan frekuensi tertentu sesuai
dengan stadia larva. Menurut Cahyaningsih dkk (2006), pakan alami dari jenis zooplankton
yang diberikan pada larva udang vannamei antara lain dapat berupa Artemia salina dengan
cara dilakukan pengulturan selama 24 jam dalam wadah berupa gollon air minum volume 20
liter, baru kemudian dapat diberikan pada larva udang vannamei pada M3 – PL1 dengan
kepadatan 3 - 4 individu/ml, pada PL2 – PL5 dengan kepadatan 8 - 10 individu/ml, dan PL6 –
Nauplius artemia merupakan zooplankton yang banyak diberikan pada larva udang. Hal ini
dikarenakan nauplius Artemia banyak mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan oleh larva
udang. Kebutuhan nauplius Artemia mutlak diperlukan seiiring dengan peningkatan usaha
pertambakan. Teknik penetasan kista Artemia dilakukan pada conical tank yang berkapasitas
200 liter. Sedangkan bahan yang digunakan untuk proses dekapsulasi kista artemia adalah
klorin (NaOCL) dan soda api. Sumber air diperoleh dari air laut dengan menggunakan pompa
air dan sumber air tawar berasal dari sumur. Kualitas air yang terukur adalah suhu air 31°C,
salinitas 34 promil, pH 8 dan cahaya dari 2 buah lampu 40 watt. Pemanenan nauplius Artemia
dilakukan setiap hari dan langsung dikonsumsikan pada larva udang vannamei stadia post larva
(PL1 - PL4). Proses pemberian nauplius Artemia ini dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada pukul
08.00, 13.00 dan 19.00. Selain pemberian nauplius Artemia larva udang vannamei juga
diberikan pakan alami Chaetoceros gracilis dan pakan buatan dari pabrik
(http://adln.lib.unair.ac.id/, 2007).
Selain pakan alami selama proses pemeliharaan larva udang vannamei diberikan juga
pakan tambahan berupa pakan komersil yang tujuannya untuk menjaga agar tidak sampai
terjadi under feeding selama pemeliharaan larva. Pakan buatan (artificial feed) adalah pakan
yang sengaja disiapkan dan dibuat. Pakan ini terdiri dari ramuan beberapa bahan baku yang
kemudian diproses lebih lanjut sehingga bentuknya berubah dari bentuk aslinya.
pertumbuhan larva. Apabila pertumbuhan larva lambat dapat dipacu dengan pemberian pakan
yang berkualitas. Menurut Amri dan Kana, (2008), mengatakan apabila pakan yang diberikan
berkualitas baik, jumlahnya mencukupi, dan kondisi lingkungan mendukung, maka dapat
dipastikan laju pertumbuhan udang akan lebih cepat sesuai yang diharapkan. Sedangkan untuk
mengamati kesehatan larva perlu dilakukan dengan pengamatan makroskopis dan mikroskopis
Pengamatan Makroskopis
dari bak pemeliharaan sebanyak 1 liter becker glass kemudian diarahkan ke cahaya untuk
melihat kondisi tubuh larva, pigmentasi, usus, sisa pakan kotoran atau feces dan butiran-butiran
Pengamatan Mikroskopis
Dilakukan dengan cara mengambil beberapa ekor larva dan diletakkan di atas gelas
objek, kemudian diamati dibawah mikroskop. Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati
morfologi tubuh larva, keberadaan parasit, pathogen yang menyebabkan larva terserang
Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo terdiri dari lima divisi yakni, divisi ikan, divisi
udang, dan divisi budidaya, instalasi udang Gelung dan instalasi pembenihan udang Tuban.
Secara geografis BBAP Situbondo terletak pada posisi 113055’56’’ BT – 114000’00” BT dan
07040’32” LS – 07042’35” LS. Divisi ikan sekaligus sebagai kantor utama BBAP Situbondo
terletak di Dusun Pecaron, Desa Klatakan, Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo. Divisi
udang terletak di Desa Blitok, Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo. Sedangkan divisi
Situbondo. Batas – batas lokasi BBAP Situbondo yakni sebelah utara berbatasan dengan selat
Madura, sebelah Timur berbatasan dengan PT. Central Pertiwi Bahari (CPB), sebelah selatan
berbatasan dengan rumah penduduk dan sebelah barat berbatasan dengan pemukiman
penduduk Desa Klatakan. Lebih jelasnya denah lokasi BBAP Situbondo dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo berdiri pada tahun 1986 yang pada awalnya
bernama proyek Sub Senter Udang Windu Jawa Timur di bawah naungan Direktorat Jendral
Perikanan, Departemen Pertanian. Sub senter udang windu ini terletak di Desa Blitok,
Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo dan merupakan cabang dari BBAP Jepara, Jawa
Tengah. Kemudian melepaskan diri dari BBAP Jepara dan berganti nama menjadi Loka Balai
Budidaya Air Payau yang ditetapkan pada tanggal 18 April 1994 melalui surat keputusan
Menteri Pertanian nomor : 246/Kpts/OT.210/4/94. Loka Balai Budidaya Air Payau terdiri dari tiga
Direktorat Jenderal Perikanan bidang pengembangan produksi budidaya perikanan air payau
yang bertanggung jawab kepada Direktorat Jendral Perikanan. Dengan beban tugas dan
tanggung jawabnya semakin berat maka pada tanggal 1 Mei 2001 Status Loka Balai Budidaya
Air Payau dinaikkan menjadi Balai Budidaya Air Payau Situbondo berdasarkan surat Keputusan
Balai Budidaya Air payau Situbondo mempunyai tugas melaksanakan penerapan teknik
pembenihan pembudidayaan ikan air payau serta pelestarian sumberdaya induk /benih ikan
b. Pengkajian standard dan pelaksanaan sertifikasi sistim mutu dan sertifikasi personil
c. Pengkajian system dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk
f. Pengkajian standar pengendalian lingkungan dan sumber daya induk/benih ikan air payau.
h. Pengelolaon dan pelayanan informasi dan publikasi pembenihan dan pembudidayaan ikan
air payau.
i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Berdasarkan surat keputusan menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 26 D/MEN/2001
pembagian tugas dan fungsi kerja dengan susunan organisasi terdiri dari seksi standarisasi dan
informasi, seksi pelayanan teknis, sub bagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional.
Untuk lebih jelasnya struktur organisasi BBAP Situbondo dapat dilihat pada Lampiran 2.
mengarahkan tugas penerapan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau serta
pelestarian sumber daya induk atau benih ikan air payau dan lingkungan serta membina
bawahan dan di lingkungan BBAP Situbondo sesuai dengan prosedur dan peraturan yang
berlaku untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Seksi standarisasi dan informasi mempunyai
tugas untuk menyiapkan bahan standart teknik dan pengawasan pembenihan dan
kepegawaian, persuratan, perlengkapan dan rumah tangga serta pelaporan. Kelompok jabatan
pembudidayaan dan penyuluhan serta kegiatan lain sesuai tugas masing – masing jabatan
Di BBAP Situbondo terdapat beberapa Sarana dan Prasarana sebagai penunjang atau
pendukung untuk mencapai maksud dan tujuan dalam suatu kegiatan pembenihan udang
3) Gedung laboratorium yang sampai saat ini difungsikan sebagai ruang laboratorium sekaligus
4) Bangsal kerja yang difungsikan sebagai ruangan staf teknis dan ruang kerja kepala seksi
pengadaan benih.
5) Gedung tambak yang difungsikan untuk ruang kerja kepala seksi induk dan koordinator
7) Bangsal kerja sebanyak 10 buah yang terdiri dari bangsal C1, C2, C3, D1, D2, D3, E1, E2,
8) Gudang mesin, sebagai tempat penyimpanan mesin seperti generator set dan alat pompa air
lainnya.
Sedangkan jenis sarana yang dimiliki oleh BBAP Situbondo terdiri atas:
1) Ember dan Gayung, digunakan saat memberikan pakan alami dan buatan. Ember digunakan
4) Terpal, digunakan untuk menutup bak pemeliharan agar intensitas cahayanya berkurang
Di BBAP Situbondo bak yang digunakan untuk pemeliharaan larva udang vannamei
terbuat dari semen dilapisi cat berwarna biru muda, berbentuk persegi panjang dengan
Dalam kerjanya pembersihan bak dilakukan dengan cara membilas bak dengan menggunakan
air tawar sampai bersih. Selanjutnya dilakukan pengeringan hingga hari berikutnya. Kemudian,
diberi kaporit 60% sebanyak 100 ppm secara merata pada dinding dan bagian dasar bak dan
dibiarkan selama 1 hari lalu dibilas lagi dengan sabun deterjen dan air tawar, setelah itu
dilakukan pengeringan selama 2 hari. Proses pencucian bak dilakukan dengan menggunakan
deterjen secukupnya dan dilarutkan dengan air tawar pada timba, kemudian dinding dan bagian
dasar bak digosok-gosok menggunakan spon lalu dibilas kembali dengan air tawar hingga
bersih. Hal ini sesuai dengan pendapat Subaidah, dkk (2006), yang menyatakan bahwa
pencucian bak dilakukan dengan menggunakan kaporit 60% sebanyak 100 ppm yang dicampur
dengan deterjen 5 ppm dan dilarutkan dengan air tawar pada wadah atau ember kemudian
dinding dan dasar bak digosok-gosok dengan menggunakan scoring pad dan dibilas dengan air
tawar hingga bersih dan kemudian dilakukan pengeringan selama dua hari. Pencucian dan
pengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan mikroorganisme pembawa
penyakit.
5.1.2. Persiapan Air Media
Pengisian air laut kedalam bak pemeliharaan larva dilakukan dengan menggunakan filter
bag ukuran 10 µ, sebanyak 7 ton atau setengah dari kapasitas bak. Pengisian air laut dapat
Air yang dimasukkan berasal dari laut yang disedot pompa air kedalam tandon hingga
akhirnya disedot menuju bak pemeliharaan larva. Setelah itu air di treatment dengan
menggunakan EDTA 5 ppm, dan diaerasi kuat selama 24 jam agar larutan dapat tercampur rata
dengan air media tersebut. Kemudian diendapkan selama 15 menit. Setelah itu air media
dibuang sedikit untuk menghilangkan sisa endapan EDTA untuk dapat bisa digunakan
selanjutnya. Persyaratan kualitas air yang dimasukkan sudah cukup baik, karena dalam
persiapan air sebelumnya air laut telah di treatment dan juga melewati proses sinar UV selama
Untuk menjaga agar suhu air selalu baik, maka bak pemeliharaan ditutup dengan terpal
biru. Fungsinya agar suhu air tetap berada di suhu normal dan kualitas air akan tetap baik.
5.1.3. Penebaran Naupli Udang Vannamei
Naupli yang ditebar berasal dari BBAP Situbondo itu sendiri. Penebaran naupli dilakukan
pada pagi hari, hal ini dilakukan dengan harapan untuk menghindari fluktuasi suhu yang terlalu
Padat tebar dalam bak pemeliharaan larva sebanyak 167 ekor/liter, dengan populasi
mencapai 1.170.000 ekor/bak 10 ton dengan stadia tebar Naupli (N) untuk 7 ton volume air.
Padat tebar yang dilakukan oleh BBAP Situbondo tersebut berbeda dengan Better Management
Practices (BMP) Manual for Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon) Hatcheries (2005), yang
menyatakan bahwa padat tebar naupli sekitar 100 - 150 ekor/liter dalam air media pemeliharaan
Sebelum ditebar naupli yang masih berada dalam ember diaklimatisasi terlebih dahulu
pada bak pemeliharaan larva selama ± 15 menit. Aklimatisasi terhadap suhu dan salinitas perlu
dilakukan sebelum naupli ditebar ke dalam bak pemeliharaan larva agar naupli tidak mengalami
stres.
Setelah dilakukan penebaran aerasi harus diatur, jangan sampai aerasi dalam bak
terlalu besar dan terlalu kecil sehingga dapat menyebabkan stres pada nauplius. Kualitas air
media di BBAP Situbondo cukup baik, dengan suhu 31 - 320C, salinitas 32 ppm, dan pH
sebesar 7,5. Sehingga naupli udang vannamei dapat beradaptasi dan tumbuh dengan baik.
Jenis pakan yang diberikan pada larva udang vannamei terdiri dari pakan alami dan
pakan buatan. Pakan alami yang digunakan adalah Skeletonema dan Artemia. Sedangkan
untuk pakan buatan menggunakan beberapa merek seperti Rotemia, Rotofier, dan Brine
Shrimp Flakes. Hal ini sesuai pendapat Wardiningsih (1999), yang menyatakan bahwa, secara
umum pakan yang diberikan pada larva udang vannamei selama proses pemeliharaan ada dua
jenis yaitu pakan alami (phytoplankton dan zooplankton) dan pakan komersil (buatan).
Frekuensi pemberian pakan diberikan 8 kali sehari. Dosis pemberian pakan alami dan buatan
Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam. Berikut pakan alami yang
A. Skeletonema costatum
Skeletonema costatum merupakan salah satu jenis phytoplankton dari kelompok diatom.
Skeletonema ini digunakan sebagai pakan alami bagi larva udang vannamei dari naupli3-mysis3.
BBAP Situbondo dalam pengadaan pakan alami ini tidak dengan kultur sendiri, melainkan
BBAP Situbondo membelinya secara langsung dari PT Summa Benur sebanya 7 kantong. 1
Dosis yang diberikan sebanyak 10 liter setiap 1 pemberian pakan. Frekuensi pemberian
hanya 2 kali dalam sehari, pada pukul (07.00) pagi dan (15.00) sore hari. Penebarannya
B. Artemia salina
menipiskan cangkang pada artemia, agar nauplius artemia dapat keluar dengan
mudah.
timba berukuran 10 liter, rendam cyste artemia dengan air tawar ±7 liter selama 15
menit.
Kembalikan lagi cyste artemia kedalam timba berukuran 10 liter, lalu beri chlorine
sebanyak 1 liter. Fungsi dari chlorine adalah melarutkan senyawa lipoprotein pada
saringan 100 µ, lalu dibilas hingga bersih dengan air tawar sampai bau chlorine
benar-benar hilang. Proses pengadukan diulang 3-4 kali dengan chlorine yang
diakhiri dengan perubahan warna dari warna awal (coklat keputihan) menjadi
warna orange atau merah bata. Selama proses dekapsulasi diusahakan suhu tidak
lebih dari 40ºC karena dapat menyebabkan artemia terbakar dan mati.
pada Lampiran 3.
b) Proses Kultur Artemia, kultur dapat diartikan sebagai proses
membudidayakan mahluk hidup dari ukuran kecil sampai ukuran yang diharapkan.
saja dan sisanya dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Kultur dilakukan setiap
hari pada pagi hari untuk memasok naupli artemia pada keesokan harinya.
bervolume 10 liter, kemudian diisi air laut yang telah steril sebanyak 7 liter dan
diberi aerasi. Selanjutnya, sekitar 12-24 jam cyste artemia akan menetas menjadi
nauplius artemia.
1. Membunuh bakteri dan jamur yang terdapat pada cyste melalui pemberian chlorine.
cangkang.
3. Lebih cepat menetas karena nauplius artemia mudah merobek cangkang yang tipis,
Nauplius artemia merupakan pakan alami jenis zooplankton yang diberikan pada larva
udang mulai dari stadia post larva 1. Pemberian nauplius artemia dikarenakan banyak
mengandung nilai nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh larva dan merupakan zooplankton yang
bergerak aktif sehingga dapat merangsang serta meningkatkan nafsu makan larva udang.
a. Dosis Pemberian
dosis pemberian pakan alami dilakukan pada stadia PL 1-PL9 dengan 100 - 200
Nauplius
Skeletonema c
Stadia artemia Keterangan
(sel/ml/hari)
(ekor/hari)
Naupli3-4 Pemberian
Mysis3 Min.600
Frekuensi pemberian nauplius Artemia sama dengan Skeletonema c yaitu hanya dua kali
c. Cara Pemberian
Pemanenan dilakukan setelah cyste menetas dengan cara mematikan aerasi dan biarkan
selama 5 - 10 menit agar sisa cangkang artemia yang tidak menetas mengendap di dasar,
nauplius artemia disaring dengan menggunakan saringan 100 µ dan dimasukkan kedalam
timba, kemudian dicuci dengan air laut. Nauplius artemia diberikan dengan cara ditebar secara
Pakan buatan merupakan pakan yang diberikan pada larva udang selama proses
pemeliharaan selain pakan alami. Pakan buatan berperan sebagai pakan tambahan dan untuk
menjaga agar tidak sampai terjadi under feeding. Hal ini sependapat Sumeru dan Anna (1992),
yang menyatakan bahwa pakan buatan merupakan alternatif yang penyediaannya secara
continue atau berlanjut memungkinkan dapat digunakan sebagai pengganti atau pelengkap
makanan hidup.
Di BBAP Situbondo pakan buatan diperoleh atau didapat dengan tidak memilih bahan
dan meramu pakan secara manual atau dibuat sendiri melainkan diperoleh dengan membeli
langsung dari produsen pembuat pakan buatan atau pabrik dalam bentuk powder dan cair.
Pakan buatan yang digunakan bermerek Rotemia yang memiliki komposisi atau kandungan
nilai gizi dan nutrisi yang tinggi yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan larva udang. Untuk
lebih jelasnya mengenai komposisi pakan buatan dapat dilihat pada Tabel 9.
Nama
Buatan
PL5 (50 - 100 µm) max 8%, Fiber max 6%, lipid
Untuk lebih jelasnya mengenai macam pakan buatan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pakan Buatan
Pakan buatan berperan sebagai pakan tambahan yang ketersediannya secara continue
yang memungkinkan dapat digunakan sebagai pengganti atau pelengkap dari pakan alami.
Oleh karena itu, sirkulasi atau ketersediaan pakan alami tidak selalu ada setiap saat yang mana
harus melalui proses pengkulturan terlebih dahulu. Sedangkan pakan buatan ketersediannya
selalu ada karena dibuat oleh mesin atau pabrik dalam bentuk powder atau cair dengan
kandungan nutrisi dan nilai gizi yang tinggi serta lengkap, sehingga dapat dijadikan pengganti
Dosis pemberian pakan buatan tergantung dari tingkatan stadia larva, pakan buatan mulai
diberikan saat stadia zoea1 sampai post larva. Semakin tinggi tingkat stadia larva maka
pemberian pakan buatan semakin meningkat dikarenakan sifat dari udang vannamei yang
pemakan lambat dan terus-menerus, jika ketersediaan pakan tersebut habis maka sifat
Frekuensi pemberian pakan buatan di BBAP Situbondo 6 kali/hari dengan selang waktu 4
jam. Pemberian pakan buatan setiap 4 jam sekali karena untuk memperkirakan kondisi larva itu
lapar dan menghindari endapan-endapan dari sisa pakan sebelumnya. Dosis dan Waktu
N2 – Z2 4 RT - - RT RT RT
Z2 – Z3 6 RT RT RT RT RT RT
Z3 – M1 7 RT RT RT RT RT RT
M1 – M2 8 RT RT RT RT RT RT
M2 – M3 9 RT RT RT RT RT RT
Keterangan:
b. Cara Pemberian
Di BBAP Situbondo, pakan buatan terdiri dari dua macam bentuk yaitu dalam bentuk
powder (Rotemia, Rotofier, dan Brine Shrimp Flakes) dan cair. Kedua macam bentuk pakan
buatan tersebut dalam pemberiannya terlebih dahulu dilarutkan dengan air tawar. Misalnya,
pada stadia zoea2 pada pukul 13.00 diberikan pakan buatan Rotemia (powder), pada
pemeliharaan larva terdapat 1 bak yaitu: E1, padat tebar 1.170.000. Jadi, timbang pakan buatan
Rotemia dengan dosis 6 gram dan hari berikutnya menambah menjadi 7 gram, sampai larva
siap panen. Lain halnya dengan pakan buatan jenis Rotofier dan Brine Shrimp Flakes, ke dua
pakan tersebut dicampur dengan perbandingan 1:1, masing-masing 3 grm. Sebanyak 6 grm
Rotemia dimasukkan ke dalam timba lalu disaring dengan saringan 100 µ dan dilarutkan
dengan air tawar ± 10 liter kemudian diaduk agar tidak terjadi endapan dan pakan buatan yang
telah tercampur dengan air tawar, pemberian dilakukan dengan cara menyebarkannya secara
merata ke seluruh permukaan air pada bak pemeliharaan. Pencampuran pakan buatan dengan
air tawar dan cara penyebaran pakan secara merata dapat di lihat pada Gambar 9 dan 10.
Pemberian pakan yang dilakukan sudah sangat efektif. Hal ini terlihat dari setiap
perkembangan stadia yang sehat dan terus berkembang bagi pertubuhan larva.
Pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan larva udang vannamei dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu : penyiponan (dilakukan pada pagi hari saat pertumbuhan larva mencapai
stadia mysis1) dan ganti air (dilakukan pada pagi hari setelah larva mencapai stadia mysis2)
dengan menurunkan air sebanyak 4 ton dari volume awal air 7 ton dan diiringi pengisian air
kembali sebanyak volume awal air. Monitoring kualitas air dilakukan setiap hari. Monitoring
yang dilakukan hanya pengamatan suhu saja, sedangkan yang lainnya seperti DO, salinitas,
Pengukuran suhu air pemeliharaan larva udang vannamei di BBAP Situbondo dilakukan
perubahan suhu yang terjadi dapat diamati. Pengukuran suhu dilakukan pada pagi dan sore
hari. Suhu pada pemeliharaan larva udang vannamei berkisar 31 - 32 0C, hal ini sesuai dengan
pendapat Haliman dan Adijaya, (2005) yang menyatakan bahwa suhu optimal pertumbuhan
Pada pemeliharaan larva udang vannamei BBAP Situbondo, tidak ditemukan penyakit
Karena telah dilakukannya tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan dilakukan dengan cara
mensterilisasi peralatan, pengeringan bak, melakukan treatment air, baik treatment air tandon
Treatment air tandon hanya menggunakan sinar UV, sedangkan treatment air media pada
hari larva udang dikontrol dengan rutin. Monitoring ini bertujuan untuk :
diambil yaitu titik pojok bak karena larva udang akan cenderung mengumpul di daerah pojok.
Pengembilan sampel ini menggunakan beaker glass. Selanjutnya diamati, pengamatan ini
a. Larva memasuki stadia zoea, ditandai dengan adanya kotoran yang selalu
b. Larva memasuki stadia mysis, apabila cara berenangnya ke belakang dan sedikit
c. Larva memasuki stadia PL, apabila sudah tampak seperti udang dewasa yaitu larva
sudah berenang dengan normal dan bentuk tubuh serta alat pencernaanya sudah
sempurna.
Larva udang vannamei ini jika diamati dengan beaker glass pada stadia zoea-mysis
akan melayang-layang di air bila pada stadia PL larva akan terlihat aktif bergerak, PL yang
pertumbuhannya lebih rendah daripada yang lainnya atau mempunyai bentuk badan yang lebih
kurus dari yang lain akan berada di permukaan gelas beaker. Dari monitoring tersebut
didapatkan hasil dari pertumbuhan larva cukup baik, karena perkembangan pertumbuhan larva
Dalam satu siklus produksi pertumbuhan larva belum tentu sama. Dalam arti
pertumbuhannya tidak sama atau tidak seragam, sebagai contoh larva dalam bak yang
seharusnya sudah memasuki masa PL tetapi pada pengamatan masih ada yang masih stadia
mysis. Hal ini disebabkan karena kemampuan moulting setiap larva itu berbeda.
5.6. Pemanenan
Pemanenan larva udang vannamei biasanya dilakukan saat stadia minimal post larva9
(PL9) dengan ciri-ciri uropoda telah terbuka semua atau benur yang sudah siap di tebar di
tambak. Namun, hal tersebut dapat berubah sesuai dengan permintaan pembeli atau
konsumen.
a. Cara Panen
Terlebih dahulu air dalam bak pemeliharaan larva diturunkan hingga 50% (volume bak 10
ton terisi air sebanyak 7 ton diturunkan menjadi 3 ton) melalui pipa goyang atau pipa
pengeluaran dan pipa saringan bagian dalam. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (2003),
yang menyatakan bahwa salah satu tahapan pemanenan adalah dengan menurunkan air dalam
Air yang keluar ditampung dengan menggunakan ember bersaring dengan ukuran saringan 300
µ. Benur diseser dan ditampung dalam baskom bersaring. Setelah jumlah benur dalam bak
berkurang, pipa saringan bagian dalam dilepaskan untuk dilakukan panen total. Selanjutnya
Air dialirkan melalui saringan saluran pembuangan dan ditampung dalam ember
menggunakan takaran yang telah diperhitungkan dari setiap sampling tersebut. Misalnya,
dilakukan sampling dengan menggunakan skopnet dengan jumlah benur sebanyak 2.500
ekor/skopnet.
b. Pengemasan
Benur yang telah dipanen dan ditakar dituang dalam kantong plastik yang telah diisi air
laut sebanyak 4 liter. Kemudian diberi oksigen (O2) dengan perbandingan air laut dan O2 1:1,5
atau sesuai dengan kepadatan dan jarak pengiriman, lalu ikat dengan karet gelang.
BBAP Situbondo memproduksi atau menghasilkan larva sebanyak 300.000 ekor larva,
dengan tingkat kelulushidupan larva (SR) 25,6% dari jumlah tebar 1.170.000 ekor. Benur siap
tebar pada tambak hasil pemeliharaan larva BBAP Situbondo yang akan dipasarkan untuk
6.1. Kesimpulan
Dari hasil Pemeliharaan Larva Udang vannamei yang telah dilaksanakan di BBAP
Situbondo penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Manajemen pakan yang diterapkan pada pemeliharaan udang vannamei sudah cukup
baik karena pakan yg diberikan berkualitas baik, serta dosis pemberian pakan tepat dan
frekwensi pemberian pakan yang diberikan tepat, namun pada pertumbuhan dirasa
tidak seragam kemungkinkan dalam cara pemberian pakan yang kurang tepat membuat
pertumbuhan larva menjadi tidak seragam dan laju pertumbuhan lambat serta tingkat
2. Tidak ditemukannya penyakit pada saat pemeliharaan karena dosis dan frekwensi
6.2. Saran
Saran yang dapat saya berikan pada BBAP Situbondo antara lain :
1. Dalam pemberian pakan larva udang vannamei sebaiknya dilakukan dengan cara yang
baik dan benar, yakni dengan terpal penutup bak larva dibuka sehingga tidak
DAFTAR PUSTAKA
Kepala Sub.
Bagian tata usaha
Perekayasaa Litkayasa
n
Pengawas Benih Pengawas Budidaya
Larva Artemia
Stadia Post Larva