Anda di halaman 1dari 81

ANALISIS EKOLOGI PERAIRANDI PANTAI SEBALANG,

DESA TARAHAN, KECAMATAN KATIBUNG, KABUPATEN LAMPUNG


SELATAN
(Laporan Praktikum Ekologi Perairan)

Oleh:

Kelompok 4

Arda Kurnia 1814201017


Ayu Anisa 1814201001
Feni Aulia 1854201004
Iwayan Suana Prima 1814201015
Lekat Sapitri 1814201027
Nadiyah Khoiriyah 1814201020
Ramdani Rasyid 1814201013

PROGRAM STUDI SUMBERDAYA AKUATIK


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Analisis Ekologi Perairan di Pantai Sebalang, Kecamatan


Tarahan, Kabupaten Lampung Selatan

Tempat Praktikum : Pantai Sebalan, Desa Tarahan, Kabupaten Lampung


Selatan dan Laboratorium Perikanan dan Kelautan Unila.

Tanggal Praktikum : 29 April-1 Mei 2019

Kelompok : 4 (Empat)

Program Studi : Sumberdaya Akuatik

Jurusan : Perikanan dan Kelautan

Fakultas : Pertanian

Universitas : Lampung

Bandar Lampung, 22 Mei 2019


Mengetahui,
Asisten

Mia Hanifah Indriani


NPM.1714201034
ANALISIS EKOLOGI PERAIRAN DI PANTAI
SEBALANG, DESA TARAHAN, KECAMATAN
KATIBUNG, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Arda Kurnia (1814201017): Ayu Anisa (1854201001): Feni


Aulia (1854201004): Iwayan Suana Prima (1814201015): Lekat
Sapitri (1814201027): Nadiyah Khoiriyah (1854201020):
Ramdani Rasyid (1814201013)
Kelompok 4

ABSTRAK

Praktikum kali ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui keadaan suatu lingkungan
atau ekosistem perairan tawar, laut, maupun perairan payau. Dalam praktikum ini hal
yang di amati adalah beberapa parameter dari berbagai komponen, yaitu komponen fisika,
komponen kimia, dan komponen biologi. Praktikum kali ini bertempat di Pantai
Sebalang, Desa Sebang Tarahan, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan,
Lampung ,lokasi ini di jadikan sebagai lokasi praktikum dikarenakan dinilai mencakup
semua kriteria yang terdapat di dalam parameter, akses menuju lokasi yang cukup mudah,
dan lokasi yang tidak jauh dari kota Bandar Lampung sehingga mudah di jangkau. Dalam
praktikum hali ini didapati beberapa sample biologi seperti bentos, plankton, serta
beberapa data hasil pengukuran komponen fisika dan kimia seperti suhu, pH, kecerahan,
serta kadar oksigen atau DO yang terdapat di perairan yang didapat dari pengukuran
dengan alat dan bahan yang telah di sediakan dan juga dengan arahan serta bantuan dari
asisten dosen. Data yang telah di dapatkan kemudian di amati lagi di Laboratorium
Perikanan dan Kelautan Universitas lampung dan di analisis datanya dengan rumus yang
sudah di tetapkan

Kata kunci: praktikum, perairan, komponen fisika, komponen biologi, komponen kimia

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara history kata ekologi pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli biologi
Jerman pada tahun 1986 yakni Ernest Hackle. Secara etimologis ekologi berasal
dari kata olkos yang berarti rumah atau lingkungan, dan logos yang artinya ilmu
atau pembelajaran. Jadi pendefinisian ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungannya. Mahluk hidup yang
dimaksud yaitu “ kelompok “ dari suatu mahluk hidup itu sendiri. Ekosistem air
tawar merupakan suatu tatanan kehidupan dan suatu bentuk menyeluruh yang
terdiri dari mahluk hidup dalam perairan tawar tersebut. Didalam ekosistem
terdapat hubungan untuk mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh tersebut
terjadiantara komponen satu dengan komponen lainnya. Komponen tersebut
terdapat dua bagian yakni komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik). Salah
satu ekosistem yang sering kali mendapatkan pengaruh adalah ekosistem pantai.
Ekosistem ini mendapatkan pengaruh dari pasang surut air laut. Organisme yang
tedapat dipantai memiliki adaptasi yang struktural sehingga dapat melekat kuat
pada substrat yang keras. Pada daerah pantai hanya pada saat pasang tinggi daerah
pantai bagian atas yang terendam. Daerah tersebut dihuni oleh ganggang,
molusca, remis, porifera, anemone laut, crustacea, landak laut, dan ikan-ikan
kecil. Padang lamun menjadi salah satu produktivitas primer yang tinggi pada
ekosistem pesisir. Daun lamun memiliki masa yang berfungsi untuk menurunkan
pencahayaan matahari yang berlebihan di siang hari, melindungi dasar perairan,
dan memungkinkan pengembangan lingkungan mikro dasar vegetasi. Hal ini
menjadi suatu yang memiliki potensi sebagai tempat perlindungan ikan, mencari
makan, dan berkembang biak. Terdapat sejumlah spesies yang bernilai ekonomis
penting menghabiskan sebagian siklus hidup dan sepanjang hidup di ekosistem
pada lamun. Namun tak hanya itu, ditemukan juga spesies non-komersial sebagai
sumber makanan penting untuk spesies komersial, sehingga terbentuk hubungan
trofik yang cukup kompleks.
1.2 Tujuan Praktikum Ekologi Perairan
Tujuan dari praktikum iini adalah untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam :
a. Keterampilan kognitif :
 Komparansi antara teori dan kondisi dilapangan.
 Pengintegrasian pemahaman berbagai teori
 Penerapan teori pada keadaan nyata di lapangan
b. Keterampilan efektif :
 Perencanaan kegiatan secara mandiri
 Kemampuan bekerja sama
 Pengkomunikasian hasil belajar
c. Keterampilan psikomotorik:
 Penguasaan pernapasan peralatan
 Penggunaan peralatan dan instrument tertentu
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Ekosistem Perairan


II.1.1 Sungai
Sungai merupakan ekosistem perairan yang mempunyai peran penting dalam daur
hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi daerah sekitarnya
sehingga kondisi air sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik kondisi
disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai komponen
biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk jalinan fungsional yang
saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu
sama lainnya dan membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas
ekosistem (Setiawan, 2010).

Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air


mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta
sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan .Sungai adalah salah satu jenis air
permukaan. Klasifikasi perairan mengalir seperti sungai dipengaruhi oleh
kecepatan arus atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi, dan sedimentasi.
Pada perairan sungai, biasnya terjadi pencampuran masa air secara menyeluruh
dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air (Hendriks, 2010).

Sungai merupakan jalan air alami, mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke
sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir
meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Melalui sungai
merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke
laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa
bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak
sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya
berbatasan dengan saluran dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung
sungai di mana sungai bertemu laut dikenal sebagai muara sungai. Manfaat
terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum,
sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya
potensial untuk dijadikan objek wisata sungai (Widianti, D. 2010).

Sungai adalah suatu saluran drainase yang terbentuk secara alamiah. Akan tetapi
disamping fungsinya sebagai saluran drainase dan dengan adanya aliran air di
dalamnya, sungai menggerus tanah dasarnya secara terus-menerus sepanjang
masa eksistensinya dan terbentuklah lembah-lembah. Pada definisi lain, yang lain
alur sungai adalah suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat
mengalirnya air yang berasal dari hujan. Bagian yang senantiasa tersentuh aliran
air ini disebut aliran air. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air di
dalamnya disebut sungai (Rodda, 2012).

Sungai merupakan saluran terbuka yang terbentuk secara alami di atas permukaan
bumi, tidak hanya menampung air tetapi juga mengalirkannya dari bagian hulu
menuju ke bagian hilir dan ke muara. Sungai dapat diartikan sebagai aliran
terbuka dengan ukuran geometrik (tampak lintang, profil memanjang dan
kemiringan lembah) berubah seiring waktu, tergantung pada debit, material dasar
dan tebing, serta jumlah dan jenis sedimen yang terangkut oleh air. sungai
merupakan wadah atau alur alami maupun buatan yang didalamnya tidak hanya
menampung air akan tetapi juga mengalirkan mulai dari hulu menuju muara.
(Asdak, 2010).

2.1.2 Pantai
Daerah pantai sering juga disebut daerah pesisir atau wilayah pesisir. Daerah
pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah
tersebut masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh aktivitas
kelautan. Pantai secara umum diartikan sebagai batas antara wilayah yang bersifat
daratan dengan wilayah yang bersifat lautan. Pantai merupakan daerah di tepi
perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air pasang surut terendah.
Terjadi pada pantai di daerah mana saja (Ramadhani, 2013).
Pantai merupakan gambaran nyata interaksi dinamis antara air, gelombang dan
material (tanah). Angin dan air bergerak membawa material tanah dari satu tempat
ke tempat lain, mengikis tanah dan kemudian mengendapkannya lagi di daerah
lain secara terus-menerus. Dengan kejadian ini menyebabkan terjadinya
perubahan garis pantai. Dalam kondisi normal, pantai selalu bisa menahan
gelombang dan mempunyai pertahanan alami (sand dune, hutan bakau, terumbu
karang) untuk melindungi diri dari serangan arus dan gelombang (Irwan, Z.D.
2015).

Ekosistem pantai merupakan daerah yang letaknya berbatasan dengan daratan,


laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian
pasang surut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural
sehingga dapat melekat erat pada substrat yang keras. Sebagai daerah perbatasan
antara ekosistem laut dan ekosistem darat, hempasan gelombang dan hembusan
angin menyebabkan pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat,
sehingga membentuk hutan pantai. Keadaan dalam massa air yang berdekatan
dengan daratan, berbeda dengan keadaan laut terbuka (Asriyana, 2012).

Merupakan batas antara wilayah yang bersifat daratan dengan wilayah yang
bersifat lautan. Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air
pasang tertinggi dan surut terendah Pantai. Dimana daerah daratan adalah daerah
yang terletak diatas dan dan dibawah permukaan daratan dimulai dari batas garis
pasang tertinggi. Sedangkan daerah lautan adalah daerah yang terletak diatas dan
dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk
dasar laut dan bagian bumi dibawahnya (Triadmodjo,2013).

Pantai merupakan daerah batas antara wilayah yang bersifat daratan dengan
wilayah yang bersifat lautan. Pantai juga merupakan wilayah yang sangat dinamis
artinya bentuk dan lokasi berubah dengan cepat sebagai respon terhadap alam dan
aktivitas manusia. Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
dinamisnya lingkungan pantai. Diantaranya seperti iklim (temperatur, hujan),
hidro-oseanografi (gelombang, arus, pasang surut), pasokan sedimen (sungai,erosi
pantai), perubahan muka air laut (tektonik, pemanasan global) dan aktivitas
manusia seperti reklamasi pantai dan penambangan pasir. Pantai adalah jalur yang
merupakan batas antara darat dan laut, diukur pada saat pasang tertinggi dan surut
terendah, dipengaruhi oleh fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah
darat dibatasi oleh proses alami dan kegiatan manusia di lingkungan darat
(Solihuddin, 2011).

2.1.3 Mangrove
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forestcoastal woodland,
vloedbos dan hutan payau yang terletak di perbatasan antara darat dan laut atau di
daerah pantai dan di sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang terdiri atas organisme yang
berinteraksi dengan faktor lingkungan. Karakteristik ekosistem mangrove
dipengaruhi oleh keadaan tanah, salinitas, penggenangan, pasang surut, dan
kandungan oksigen. Adaptasi dari tumbuhan mangrove terhadap habitat tampak
pada morfologi dan komposisi struktur tumbuhan mangrove, mangrove juga
toleran terhadap garam (Kusmana, 2010).

Ekosistem Mangrove merupakan ekosistem utama penyusun ekosistem wilayah


pesisir. Hutan mangrove adalah formasi tumbuhan litural yang kerakteristik
terdapat didaerah tropika dan sub tropika , terhampar disepanjang pesisir sebutan
mangrove atau bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan
mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh
tumbuhan ini. Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem dan sumberdaya alam
pemanfaatannya diarahkan untuk kesejahteraan manusia. Untuk mewujudkan
pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan, maka hutan mangrove perlu dijaga
keberadaannya. Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang
memiliki produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi
bahan organik yang tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang
sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup yang berada di perairan sekitarnya.
materi organik menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan
tempat asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Produksi ikan dan
udang di perairan laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan
oleh hutan mangrove (Tomlinson,2010).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi
oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang
pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya
tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air,
dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Ekosistem
mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria,
delta dan daerah pantai yang terlindung. Berbagai kelompok moluska ekonomis
juga sering ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan penyusun hutan mangrove.
Selain ikan, udang, dan moluska, biota yang juga banyak ditemukan di perairan
pantai mangrove seperti cacing laut (polychaeta). Polychaeta secara ekologi
berperan penting sebagai makanan hewan dasar seperti ikan dan udang ).
Pada ekosistem terumbu karang, polychaeta turut menyumbang kalsium
karbonat (CaCO3), dan adanya spesies tertentu seperti Capitella capitata yang
dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan (Irwan, 2015).

Hutan Mangrove merupakan suatu ekosistem perpaduan antara ekosistem lautan


dan ekosistem daratan dan berkembang terutama di daerah tropika dan sub tropika
yaitu pada tanah-tanah yang landai, muara sungai dan teluk terlindung dari
hampasan gelombang air laut. Hutan mangrove merupakan formasi dari tumbuhan
yang spesifik, dan umumnya dijumpai tumbuh dan berkembang pada kawasan
pesisir yang terlindung di daerah tropika dan subtropika. Kata mangrove sendiri
berasal dari perpaduan antara bahasa Portugis yaitu mangue, dan bahasa Inggris
yaitu grove (Ningsih, 2009).

Hutan mangrove yang biasanya juga disebut hutan bakau mempunyai


kerakteristik yang khas, mengingat hidupnya berada di daerah ekotone yaitu
perairan dan daratan. Kerakteristik mangrove ini terutama mampu berada pada
kondisi salin dan tawar. Hutan mangrove terdapat di daerah pasang surut pantai
berlumpur yang terlindungi dari gerakan gelombang dan dimana ada pasokan air
tawar dan partikel-partikel sedimen yang halus melalui air permukaan. Dalam
pertumbuhan mangrove memerlukan suatu kondisi lingkungan tertentu. Kondisi
lingkungan ini sangat mempengaruhi komposisi dan distribusi serta bentuk
pertumbuhan mangrove kondisi fisik yang jelas nampak di daerah mangrove
adalah gerakan air yang minim. Adanya gerakan air yang minim mengakibatkan
partikel-partikel sedimen yang halus sampai di daerah mangrove cenderung
mengendap dan mengumpul didasar berupa lumpur halus. Hasilnya berupa lapisan
lumpur yang menjadi dasar (substrat) hutan. Sirkulasi air dalam dasar (substrat)
yang sangat minimal, ditambah dengan banyaknya bahan organik dan bakteri
penyebab kandungan oksigin didalam dasar juga sangat minim, bahkan mungkin
tidak terdapat oksigen sama sekali di dalam substrat (Kustanti, 2013).

2.2 Parameter Fisika


2.2.1 Kecerahan
Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan. Di perairan,
cahaya memiliki dua fungsi utama antara lain adalah: 1. Memanasi air sehingga
terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) dan selanjutnya menyebabkan
terjadinya percampuran massa dan kimia air. Perubahan suhu juga mempengaruhi
tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat suatu organisme akuatik, karena setiap
organisme akuatik memiliki kisaran suhu minimum dan maksimum bagi
kehidupannya. 2. Merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis algae dan
tumbuhan air. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang
ditemukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan
dinyatakan dalam satuan meter, nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca,
waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian seseorang
yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada
saat cuaca cerah. Kecerahan suatu perairan menentuan sejauh mana cahaya
matahari dapat menembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses
fotosintesis dapat berlangsung sempurna. Kecerahan yang mendukung adalah
apabila pinggan seichi disk mencapai 20-40 cm dari permukaan (Chakroff, 2012).

Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang diamati secara visual dengan
menggunakan keping Secchi. Kecerahan perairan dipengaruhi oleh kandungan
bahan-bahan halus yang terdapat dalam air baik berupa bahan organik seperti
plankton, jasad renik, detritus maupun bahan anorganik seperti partikel pasir dan
lumpur. Prinsip penentuan kecerahan air dengan keping Secchi adalah
berdasarkan batas pandangan kedalam air untuk melihat warna putih yang berada
didalam air. Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat batas pandangan,
sebaliknya apabila semakin jernih suatu badan air maka batas pandangan akan
semakin jauh (Effendi, 2013).

Kecerahan merupakan tingkat intensitas cahaya matahari yang menembus peraian,


sehingga hal ini sangat dipengaruhi oleh kekeruhan. Kecerahan yang mencapai
100% umumnya pada kedalaman < 5 m. Perairan yang lebih dalam (> 10 m)
tingkat kecerahannya lebih kecil yakni < 70%. Hal tersebut disebabkan oleh
kemampuan tingkat intensitas cahaya matahri yang mampu menembus perairan
rata - rata < 10 m (Barus, 2010).

Kecerahan perairan merupakan tingkat transparasi perairan yang dapat diamati


secara visual menggunakan secci disk. Dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi
proses asimilasi dalam air, lapisan - lapisan mana yang tidak keruh, dan yang
paling keruh. Perairan yang memiliki nilai kecerahan rendah ketika cuaca normal
dapat menunjukan atau mengindikasi banyaknya partikel - partikel tersuspensi
dalam perairan tersebut. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai
ke dasar peairan dipengaruhi oleh kekeruhan air. Oleh karena itu, tingkat
kecerahan dan kekeruhan air laut sangat berpengaruh pada pertumbuhan biota
laut (Ramadhani, 2013).

Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis
pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus
cahaya matahari yang jauh ke dalam perairan. Begitu juga sebaliknya. Kecerahan
adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air yang dinyatakan dalam %
dari beberapa panjang gelombang di daerah spektrum yang terlihat cahaya melalui
lapisan 1 meter jauh agak lurus pada permukaan air. Apabila kecerahan tidak baik,
berarti perairan itu keruh. Kekeruhan ( turbidity ) air sangat berpengaruh terhadap
ikan. Kekeruhan terjadi karena plankton, humus dan suspensi lumpur, tau bisa
juga  diakibatkan oleh suspensi hidroksida besi. Kekeruhan perairan dapat
menghambat pertumbuhan ikan budidaya baik langsung maupun tidak langsung.
Kecerahan air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut itu sendiri dari kandungan
sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang keruh, radiasi sinar
matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tumbuhan akan kurang
dibandingkan dengan air laut jernih (Kustanti,2013).

2.2.2 Suhu
Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme dilautan.
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari
organisme-organisme tersebut. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika
banyak dijumpai bermacam-macam jenis hewan yang terdapat diberbagai tempat
didunia. Sebagai contoh hewan karang di mana penyebarannya sangat dibatasi
oleh perairan yang hangat yang terdapat di daerah tropik dan subtropik (hutabarat,
2012).

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari
permukaan laut (altidude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,
dan aliran serta kedalaman badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan
peningkatan viskoditas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu
juga menyebabkan penurunan larutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2,
CH4, dan sebagainya (Effendi, 2013).

Suhu merupakan pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya, ketinggihan geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh
vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola temperatur
perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang di
akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air
pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya
perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung (Barus,
2012).

Suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat
melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisika
yang sangat penting di air. Dalam Pengukuran suhu, alat yang digunakan adalah
Thermometer. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyerapan organisme. Proses kehidupan vital
yang sering disebut proses metabolisme. Hanya berfungsi dalam kisaran suhu
yang relatif sempit (Irwan, 2015).

Suhu air sungai yang tinggi dapat ditandai dengan munculnya ikan dan hewan air
lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen. Suhu air tergantung dari
sumbernya, untuk sistem air bersih suhu ideal berkisar antara 5°C sampai 10°C.
begitupun dengan suhu air laut, tetapi jika di laut, air dengan salinitas tinggi juga
mempunyai oksigen yg tinggi, ketika air masih terkena cahaya matahari (Hanif,
2010).

2.2.3 Kedalaman
Kedalaman air merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah
tertentu berbagai pesisir seperti erosi, pertambakan, stabilitas garis pantai,
pelabuhan dan konsekuensi pelabuhan dan konsekuensi pelabuhan, evaluasi
penyimpanan pasang surut, pengerukan, pemeliharaan dan lain-lain. Kedalaman
juga sangat berpengaruh terhadap penentuan teknologi budidaya perairan yang
dilakukan di laut ataupun di perairan tergenang ataupun mengalir. Kedalaman
berhubungan erat dengan Batimetri yang berarti ilmu yang mempelajari
kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau.
(Purba, 2014).

Dalam proses pengukuran kedalaman suatu perairan sering berhubungan juga


dengan beberapa faktor penting (aspek fisika laut) seperti gelombang Adapula
faktor cahaya atau kecerahan, tekanan, suara di laut dan lain-lain. Mendapatkan
data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survey Untuk
saat ini mengukur kedalaman perairan menggunakan peralatan elektronik yang
bernama fathometer atau echosounder (Haffan, 2010).

Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah


teknik berbagai pesisir seperti erosi. Pertambahan stabilitas garis pantai,
pelabuhan dan kontraksi, pelabuhan, evaluasi, penyimpanan pasang surut,
pergerakan, pemeliharaan, rute navigasi. Zona litoral adalah bagian dari laut,
danau atau sungai yang dekat dengan pantai. Dalam lingkungan pesisir zona
pesisir memanjang dari tanda air yang tinggi, yang jarang terendam, untuk daerah
pantai yang secara permanen terendam. Ini selalu mencakup ini zona intertidaldan
sering digunakan untuk berarti sama dengan zona intertidal. Namun, arti dari
“zona litoral” dapat meluas melewati zona intertidal (Roonawale, 2010).

Batimetti (dari bahasa Yunani. Barus, berarti kedalam dan ukuran) adalah ilmu
yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai
samudra atau danau. Sebuah peta gatimetri umumnya menampilkan relief pantai
atau daratan dengan garis-garis kontor (Contor lines) yang disebut kontor
kedalaman (depth contous atau subath) (Aridianto, 2010).

Bathmmetri adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Perubahan kondisi


hidrografi di wilayah perairan laut dan pantai di samping disebabkan oleh
fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut dan proses-proses
yang terjadi di wilayah hulu sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan
kandungan oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di
perairan pantai (Ariana, 2002).

2.2.4 Arus
Arus dapat mempengaruhi perpindahan sedimen dan mengikis substrat dasar
perairan sehingga dapat dibedakan menjadi substrat batu, pasir, liat. Hal ini
memerlukan kecepatan arus untuk membawa makanan, oksigen dan lain-lain.
Kejadian ini berdampak secara tidak langsung pada makrozoobenthos karena
semakin besar kecepatan arus maka akan terjadi kekeruhan pada perairan (Bada,
2011).

Salah satu faktor pembangkit arus permukaan disebabkan oleh adanya angin yang
bertiup diatasnya sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Besaran arus
biasanya dinyatakan dengan kecepatan dan arah. Untuk kecepatan arus dapat
dihitung volume transpor, yaitu suatu besaran yang menyatakan besarnya volume
air yang dipindahkan setiap satuan waktu. Ketika terjadi arus maka akan ada
perubahan pula di susbtrat (Bada, 2011).
Arus adalah massa air dipermukaan yang selalu bergerak. Gerakan ini ditimbulkan
oleh angin yang tertiup di atas permukaan air gerakan tersebut merupakan resultan
dari beberapa gaya yang bekerja dan beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Contoh gerakan ini seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus dari
tenaga rotasi bumi. Massa air akan berubah-ubah seiring perubahan angin
(Pramudji, 2015).

Kecepatan arus dapat berkurang sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman


perairan hingga angin tidak berpengaruh pada kedalaman 200 meter. Secara tidak
langsung arah arus mengikuti arah angin yang ada di perairan tersebut. Kecepatan
arus akan menentukan tipe sedimen suatu perairan. Arus yang kuat akan
menghasilkan perairan dengan dasar pasir dan arus yang lemah akan
menghasilkan perairan dengan dasar lumpur. Kecepatan arus juga berpengaruh
terhadap distribusi biota yang relatif menetap di perairan, yaitu bentos (Harini,
2017).

Arus laut terjadi karena adanya perbedaan massa air laut yang dipengaruhi oleh
perubahan angin. Arus laut merupakan arus permukaan yang terdiri dari lapisan-
lapisan yang setiap lapisannya memiliki massa air dan densitas yang berbeda-
beda. Hal ini membuat biota yang hidup di dasar laut mengalami perubahan
mekanisme dalam memperoleh makanan. Sehingga ketika arus berubah dengan
perbedaan yang besar,organisme yang berada di dasar perairan akan bergeser
(Adrianto, 2009).

2.2.5 Tipe Substrat


Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air,
udara, sinar matahari, bahan lain hidup merupakan medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. substrat dasar menjadi
penting molekul yang ditindaklanjuti oleh enzim. Substrat disimpan ke jaringan
aktif enzim, atau tempat yang memungkinkan ikatan lemah terbentuk antara dua
molekul (Flamid, 2010).

Substrat dasar yang berupa batuan merupakan habitat yang penting baik
dibandingkan dengan substrat pasir dan kerikil. Substrat pasir dan kerikil mudah
sekali terbawa oleh arus air. Sedangkan substrat batuan tidak mudah terbawa oleh
arus air. Kandungan bahan organik menggambarkan tipe dan substrat dan
kandungan nutrisi di dalam perairan. Tipe substrat berbeda-beda seperti pasir
Lumpur dan tanah liat (Sembiring, 2008).

Kecerahan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan. Kekasanan kadar sungai.


Kedalaman dan kelebaran sungai sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran
sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat
dasar sungai pada umumnya, tipe substrat dalam sungai dapat berupa Lumpur,
pasir, kerikil dan sampah (Suliati,2010).

Substrat dasar perairan berperan penting bagi kehidupan biota yang hidup di
daerah dasar perairan. Dasar perairan adalah habitat bagi bentos, ikan demersal
dan juga biota laut lainnya. Oleh karena itu, akurasi dan kecermatan yang tinggi
untuk mengklasifikasikan substrat dasar menjadi penting. Sudah berkembang
metode baru untuk mendapatkan informasi mengenai tipe substrat dasar perairan,
yaitu metode hidroakustik. Substrat dasar laut, sedimen, bentos dan vegetasi dapat
diakses dengan menggunakan echosounder dan diproses secara digital. Perbedaan
tipe substrat dasar perairan dapat diketahui melalui kekasaran topografi dan
kekerasan substrat dasar perairan yang terdiri dari karang, batu, pasir, lumpur dan
tanah liat. Penelitian ini mengkaji keterkaitan antara tipe substrat dasar perairan
dengan komunitas ikan demersal dengan pendekatan metode hidroakustik (Harini,
2017).

Tipe substrat pada perairan mengalir pada sungai hulu berupa batu-batuan dan
pasir, sedangkan pada sungai hilir tipe substratnya merupakan endapan lumpur.
Batu-batuan didapat banyak di sungai,dan sungai pun banyak yang berlumpur,
dengan kedalaman yang tidak dapat di perkirakan terlebi dahulu, karena lumpur
akan semakin banyak menyedot jika terinjak. Sedangkan untuk substrat pasir,
rata-rata nya yaitu di daerah pantai, juga substrat pantai berlumpur akan dapat
ditemukan, ketika letaknya berdekatan dengan sungai (Riyana,2009).

2.3 Parameter Kimia


2.3.1 pH
pH yang merupakan indikator kesuburan perairan. Fosfat dan nitrat merupakan zat
hara yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton yang
merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan.
Namun bila kedua zat ini konsentrasinya sangat besar di perairan dan melebihi
nilai ambang batas maka terjadi eutrofikasi (pengayaan zat hara) yang ditandai
dengan terjadinya blooming fitoplankton menyebabkan kematian berbagai jenis
biota laut. Sumber utama zat hara fosfat dan nitrat berasal dari perairan itu sendiri
yaitu melalui proses-proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-
tumbuhan dan sisa-sisa organisme mati. Selain itu juga tergantung pada keadaan
sekeliling diantaranya sumbangan dari daratan melalui aliran sungai yang terdiri
dari berbagai limbah industri yang mengandung senyawa organik. Proses
penguraian menjadi senyawa anorganik masuk ke perairan dalam proses banyak
membutuhkan oksigen (Simanjuntak, 2012).

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan dalam air

yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH-berada dalam keseimbangan


sehingga air yang bersih bereaksi netral. Organisme akuatik dapat hidup dalam
suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan toleransi antara asam
lemah dengan basa lemah.pH yang ideal umumnya berkisar 7-8, 5, kondisi
perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organism (Barus, 2012).

Derajat keasaman atau biasa disebut pH berpengaruh sangat besar terhadap


kehidupan organisme air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi derajat keasaman, salah satunya
disebabkan oleh buangan industri dan rumah tangga. Derajat krasaman (pH)
berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, semakin tinggi pH, semakin
tinggi alkalinitas dan semakin rendah kadar kandungan dioksida bebas (Effendi,
2013).

pH adalah ukuran tingkat keasaman dari air atau besarnya konsentrasi ion H
dalam air dan merupakan gambaran keseimbangan antara asam (H +) dan basa (H-)
dalam air. Nilai sangat dipengaruhi oleh daya produktifitas suatu perairan. PH
yang normal adalah sekitar antara 6-8. O 2 terlarut merupakan kebutuhan dasar
untuk kehidupan hewan dan tanaman dalam air. Derajat keasaman (pH)
mempunyai pengaruh yang besar terhadap biota air sehingga sering digunakan
sebagai parameter atau sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya
keadaan perairan sebagai lingkungan hidup (Hanif, 2010).

PH merupakan tingkat derajat keasaman yang dimiliki setiap unsur, pH juga


berpengaruh terhadap setiap organisme, karena setiap organisme atau individu
memiliki ketentuan pada derajat keasaman (pH) berapa mereka dapat hidup.
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi serta dapat meningkatkan
konsentrasi ammonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2012).

2.3.2 DO
DO (dissolved oxygent) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesa dan absorbsi atmosfer / udara. Semakin banyak jumlah DO maka
kualitas air semakin baik. b. BOD (biological oxygent demand), BOD adalah
banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk menguraikan
bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air buangan secara
biologi. Nilai BOD hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang di
butuhkan untuk mengoksidasi bahan–bahan pencemar (Barus, 2012).

Oksigen  terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesis dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat
berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air.
Umtuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan
mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO) (Wetzel,
2008).

Pada DO semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen) maka kualitas air


semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan
bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.
Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi. Oksigen terlarut dibutuhkan
oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat
yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan – bahan
organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Boyd, 2015).

Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti
kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arcs,
gelombang dan pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah
dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya
salinitas. Pada lapisan permukaaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena
adanya proses difusi antar air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis
(Graber, 2008).

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena


oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh
organisme aerobik dan anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah
untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah
nutrien yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan (Ganoe,
2013).

2.3.3 Salinitas
Salinitas merupakan tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam air.
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan
garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil
sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam
sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air
dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3%
sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine (Djoko, 2011).
Nilai salinitas dilakukan dengan cara menghitung jumlah kadar kalor dalam
sampel air laut. Karena untuk menentukan salinitas senyawa terlarut secara
keseluruhan sangatlah susah. Oleh sebab itu dilakukan peninjauan pada
komponen terbesar yaitu klorida. Kandungan klorida ditetapkan sebagai jumlah
dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua helogen digantikan
oleh klorida. Salinitas juga sangat berpengaruh dengan H2O (Nationo, 2010).

Salinitas air laut adalah jumlah kandungan garam yang ada di air laut. Kadar
garma air laut adalah banyaknya garam (per gram) yang ada pada 1 liter air laut.
Salinitas air laut di dunia rata-rata adalah 35%. Perubahan kadar garam di laut
tidak besar karena kecilnya penguapan bila dibandingkan dengan volume air laut
itu. Garam laut berasal dari hasil pelapukan daratan yang dibawa air sungai ke
laut. Pada umumnya salinitas laut memiliki kadar garam 33-37%. Untuk laut
dalam salinitas bisa mencapai 34-35% (Damaianto, 2014).

Salinitas merupakan salah satu parameter fisika yang dapat mempengaruhi


kualitas air. Salinitas juga sebuah konsentrasi total ion yang terdapat di air.
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida,
dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg
atau promil (0 /00) (Setyawan, 2017).

Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar ke air laut, curah hujan,
musim, topografi, pasang surut, dan evaporasi. Curah hujan biasanya pada di
daerah tropis yang permukaannya lebih rendah daripada kedalamannya.Salinitas
penting artinya bagi kelangsungan hidup organisme, hampir semua organisme laut
hanya dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang kecil
(Agus, 2010).

2.4 Parameter Biologi


2.4.1 Plankton
Perairan merupakan suatu ekosistem yang memiliki peran dan manfaat yang
sangat besar bagi kehidupan manusia. Kehidupan di dalamnya sangat beragam.
Mulai dari organisme mikroskopik sampai ukuran yang makro dapat terlihat
langsung oleh mata tanpa bantuan alat. Salah satu organisme yang terdapat di
perairan adalah plankton. Plankton merupakan organisme mikroskopis yang
berada di permukaan perairan dan berfungsi sebagai produsen ekosistem perairan.
Sebagai biota mikroskopis perairan, plankton sangat berperan sebagai produsen
primer dan sekunder. Plankton adalah oraganisme baik hewan atau tumbuhan
yang hidupnya mengambang dan melayang didalam kolam perairan yang tidak
mempunyai kekuatan untuk melawan arus. Pada umumnya plankton ada 2 jenis,
yaitu fitoplankton yang bersifat autotrofik dan zooplankton yang bersifat
heterotrofik (Mukayat, 2012).

Plankton merupakan kumpulan dari organisme pelagis yang sangat mudah hanyut
oleh gerakan massa air. Plankton berbeda dengan nekton (ikan) yang juga
merupakan organisme pelagis yang dapat berenang cukup kuat sehingga dapat
melawan gerakan massa air. Plankton juga memiliki perbedaan dengan bentos
yang terdiri dari organisme yang hidup di dasar perairan Plankton sebagai
bioindikator kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat
ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang mempengaruhi tingkat
tropik perairan tersebut Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
fitoplankton yang disebut plankton nabati dan zooplankton yang disebut plankton
hewani. Zooplankton merupakan tumbuhan yang amat banyak terdapat di seluruh
massa air, mulai dari permukaan sampai di kealaman dimana intensitas cahaya
masih memungkinkan untuk fotosintesis (Rahma,.2010).

Plankton merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya


terombang ambing oleh arus perairan. Organisme ini terdiri dari mikroorganisme
yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan tumbuhan (fitoplankton).
Plankton mempunyai massa yang aktif yang mirip dengan organis metingkat
tinggi, dimana untuk phytoplankton akan terdapat dalam jumlah besar pada siang
hari dan zooplankton pada malam hari (Fajri, 2013).

Fitoplankton adalah salah satu organisme perairan yang berukuran kecil yang
mempunyai peran utama dalam siklus kehidupan di perairan. Fitoplankton mampu
melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan senyawa organik yang
merupakan sumber energi yang dimanfaatkan oleh organisme lain yang hidup di
lingkungan perairan. Karena kemampuannya ini fitoplankton disebut sebagai
primer producer. Meski punukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat
tumbuh dengan sangat lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan perubahan
warna pada air laut (Nurfadillah, 2013).

Bahan organic yang diproduksi fitoplankton menjadi sumber energi untuk


menjalan segala fungsi faalnya. Tetapi, disamping itu energi yang terkandung di
dalam fitoplankton dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh hewan laut seperti
udang, ikan, cumi – cumi sampai ikan paus yang berukuran raksasa bergantung
pada fitoplankton baik secara langsung atau tidak langsung melalui rantai
makanan (Stewart,2009).

2.4.2 Perifiton
Perifiton dapat tumbuh pada substrat alami dan buatan. Berdasarkan substrat
menempelnya, perifiton dibedakan atas epilithic (perifiton yang tumbuh pada
batu), epipelic (perifiton yang tumbuh pada permukaan sedimen), epiphytic
(perifiton yang tumbuh pada batang dan daun tumbuhan), dan epizoic (perifiton
yang tumbuh pada hewan). Komunitas perifiton berpotensi sebagai indikator
ekologis karena perifiton berperan penting sebagai produsen utama dalam rantai
makanan, dapat bertahan pada perairan dengan kecepatan arus yang besar, dan
kebanyakan jenis-jenis perifiton dapat bersifat sensitif atau toleran terhadap
pencemaran, baik terhadap pencemaran organik maupun logam berat (Graham,
2009).

Perifiton yang memiliki sifat toleran terhadap bahan pencemar organik. Faktor-
faktor yang membatasi produktivitas primer perifiton diperairan di antaranya
adalah intensitas cahaya matahari, suhu, unsur hara danbiomassa perifiton.
Pengukuran produktivitas perifiton lebih sulit dari pada fitoplankton yang relatif
homogen. Perifiton sangat merekat erat dengan substrat mereka sehingga
pemisahan perifiton yang menempel di batuan topografi yang permukaannya tidak
teratur atau daun yang rapuh akan sulit dilakukan. Oleh karena itu penggunaan
substrat buatan seringkali dilakukan untuk pengamatan kolonisasi perifiton
(Syarifuddin, 2010).

Perifiton merupakan kumpulan dari mikroorganisme yang tumbuh pada


permukaan benda yang berada dalam air. Perifiton dapat tumbuh pada substrat
alami dan buatan. Berdasarkan substrat menempelnya, perifiton dibedakan atas
epilithic (perifiton yang tumbuh pada batu), epipelic (perifiton yang tumbuh pada
permukaan sedimen), epiphytic (perifiton yang tumbuh pada batang dan daun
tumbuhan), dan epizoic (perifiton yang tumbuh pada hewan) (Rifqi, 2009).

Perifiton adalah komunitas organisme yang hidup di atas atau sekitar substrat
yang tenggelam. Substrat tersebut dapat berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air
yang tenggelam, dan kadangkala pada hewan air. Pada umumnya terdiri atas
bakteri berfilamen, protozoa menempel, rotifer dan alga. Keberadaan perifiton
diperairan dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan perairan (Alexander dkk,
2013).

Perkembangan perifiton dapat dianggap sebagai proses akumulasi, yaitu proses


peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan hasil
kolonisasi dan komposisi perifiton. Hal ini terkait erat dengan kemampuan
perifiton dan alat penempelnya. Keberadaan substrat sangat menentukan
perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya. Kemampuan
perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian
oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahkannya (Wijaya, 2009).

2.4.3 Bentos
Hewan benthos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk
kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke
habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya
lingkungan dari waktu ke waktu, karena hewan benthos terus menerus terbawa
oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara hewan benthos yang relatif
mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah
jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini
lebih dikenal dengan makrozoobenthos. Makrozoobenthos berperan sebagai salah
satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga benthosik
sampai konsumen tingkat tinggi (Arfiati, 2009).

Benthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik yang sesil,
merayap maupun menggali lubang. Benthos hidup di pasir, lumpur, batuan,
patahan karang atau karang yang sudah mati. Substrat perairan dan kedalaman
mempengaruhi pola penyebaran dan morfologi fungsional serta tingkah laku
hewan bentik. Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik serta jenis makanan
benthos Keberadaan hewan benthos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang
berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber
makanan bagi hewan benthos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang
diantaranya: suhu, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD),
(COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (Biggs
2009).

Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan


sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan
pencemar, mobilitas yang rendah, mudah ditangkap dan memiliki kelangsungan
hidup yang panjang. Oleh karena itu , peran bentos dalam keseimbangan suatu
ekosistem perairan dapat menjadi indicator kondisi ekologi terkini pada kawasan
tertentu. Keragaman jenis merupakan parameter yang sering digunakan untuk
mengetahui tingkat kestabilan yang mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan
suatu komunitas. Faktor utama yang mempengaruhi jumlah bentos, keragaman
jenis, dan dominasi, antara lain adanya kerusakan habitat alami, pencemaran
kimiawi, dan perubahan iklim (Kordi, 2010).

Makrozoobenthos adalah organisme akuatik yang hidup di dasar perairan dengan


pergerakan relative lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta
kualitas perairan. Makrozoobenthos berperan penting dalam siklus nutrien di dasar
perairan karena berfungsi sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran
energy dan siklus dari algae planktonik sampai konsumen tingkat tinggi.
Makrozzobenthos merupakan zoobenthos berukuran lebih dari 1 mm. Substrat
dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur
komunitas makrozzobenthos. Benthos dapat banyak sekali ditemukan pada
perairan yang masih jernih (Haryado, 2010).

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme akuatik menetap di dasar


perairan yang memiliki pergerakan relatif lambat serta daur hidup relatif lama
sehingga memiliki. Kemampuan merespon kondisikualitas air secara terus
menerus. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa komponen biota akuatik (ikan,
plankton dan bentos) dapat difungsikan untuk biomonitoring kondisi lingkungan
(Setyawan, 2017).

2.4.4 Nekton
Kelompok nekton semuanya adalah hewan, dan dalam hidupnya menduduki
system pelagic, pembagiannya meliputi dua terutama yang hidup pada wilayah
epipelagik yaitu holoepipelagik, dan meroepipelagik. Kelompok nekton yang
hidup pada zona dekat dasar disebut spesies demersal, mereka biasanya
menghabiskan waktu didaerah dekat dasar, terutama pada terumbu karang. Semua
ikan adalah predator, beberapa jenis ikan tertentu hidup didaerah yang didalam,
pada kedalam ini sudah tidak dijumpai adanya cahaya, oleh karena itu hewan-
hewan yang hidup di zona ini mempunyai organ dalam tubuhnya yang dapat
mengeluarkan cahaya. Makan juga sangat terbatas sehingga untuk tetap
mempertahankan hidupnya mereka harus mampu untuk memenfaatkan
bermacam-macam makanan atau mangsa yang tersedia (Soepriyo, 2011).

Terdiri dari organisme yang mempunyai kemampuan untuk bergerak sehingga


mereka tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerekan air yang
disebabkan oleh angin, mereka dapat bergerak dalam air menurut kemauannya
sendiri bersama dengan plankton sering dikelompokkan dalam sistem pelagik.
Kebanyakan merupakan hewan-hewan besar, dan didalamnya termasuk
organisme-organisme terbesar dan tercepat bergerak disamudra. Jika plankton
didominasi oleh hewan-hewan vertebrata. Di antaranya ikan merupakan kelompok
terbanyak, baik dalam spesies maupun dalam individu, tetapi wakil dari tiap kelas
vertebrata, kecuali amphibi di jumpai sebagai nekton (Magdalena, 2014).
Organisme nekton terdiri dari berbagai jenis ikan, yang hidup tersebar dari
epipelagik sampai pada zona dekat dasar laut, dengan demikian kelompok ikan
merupakan yang terbesar jumlahnya seperti ikan hiu, ikan tuna, lemuru, ikan
terbang dll Kelompok kedua terbesar adalah mamalia laut termasuk diantaranya
anjing laut, singa laut, paus, duyung. Kelompok ketiga terbesar adalah reptil,
hampir semua yang mendominasi merupakan penyu, ular laut, penyu laut
menggunakan sebagian waktu untuk menuju pantai dan mendarat didaratan pasir
untuk bertelur, telur-telurnya kemudian disimpan dalam timbunan pasir yang
sebelumnya telah digali, sedangkan buaya yang terdapat di perairan Indo-Pasifik
dan Iguana hanya terdapat di perairan kepulauan Galapagos. Secara teknis burung
laut tidak dimasukkan dalam grup organisme nekton, karena mereka hanya
terbang diatas samudra dan tidak menembusnya, tetapi mereka juga mempunyai
peranan ekonomi dalam kelompok tersebut, seperti Cormorant dan burung laut
lainnya, menyelam dan mencari makan sampai menghabiskan banyak waktunya
sebagai perenang. Grup Molluska terdapat dua jenis yang bersifat nekton adalah
gurita Octopus dan golongan cumi-cumi (Nybakken., 2012).

Nekton adalah Komponen-komponen di ekosistem perairan berdasarkan cara


hidupnya adalah bentos, perifiton, plankton, dan nekton. Salah satu komponen
yang memiliki variasi organisme yang sedikit dalam suatu perairan adalah nekton
dan memiliki peranan cukup penting dalam rantai makanan suatu perairan. Nekton
adalah organisme yang dapat bergerak atau berenang sendiri dalam air sehingga
tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh
angina sebagai contohnya adalah ikan, cumi-cumi, udang, kepiting, mamalia dan
reptil (Odum, 2009).

Hewan-hewan Nektonis adalah perernang yang baik, didapatkan disemua


ekosistem akuatik kecuali pada bagian sungai yang sangat deras sekali. Ukuran
tubuh bervariasi dengan panjang sekitar 2 mm sampai kepada hewan terbesar di
dunia yaitu hiu paus. Nekton bahari adalah hewan-hewan nektonic yang tersebar
di zona epipelagik pada laut terbuka. Nekton bahari merupakan organisme laut
yang sangat bermanfaat bagi manusia terutama untuk perbaikan gizi dan
peningkatan ekonomi. Tumpukan bangkai nekton merupakan bahan dasar bagi
terbentuknya mineral laut seperti gas dan minyak bumi setelah mengalami proses
panjang dalam jangka waktu ribuan bahkan jutaan tahun. Nekton dapat ditemukan
pada perairan yang sangat jernih (Romimohtarto, 2009).

2.4.5 Neuston
Neuston adalah kumpulan dari zooplankton yang berhubungan erat dengan film
permukaan laut. Komuntas ini memiliki anggotanya sendiri, yang tinggal secara
permanen dihabitat ini, tapi banyak hewan planktonik lainnya juga dapat
ditemukan sementara di lapisan ini, biasanya bermigrasi pada malam Epiplankton
adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan sampai kedalaman sekitar
100m. Lapisan laut teratas ini kira-kira sedalam sinar matahari dapat menembus.
Namun dari kelompok epiplankton ini ada juga yang hanya hidup di lapisan yang
sangat tipis di permukaan yang langsung berbatasan dengan udara. Plankton
semacam ini disebut neuston (Ekubo, 2011).

Neuston adalah organisme kecil yang berenang yang mendiami permukaan water
film. Epineuston pada sisi udara hyponeuston pada sisi air. Bathyplankton:
merupakan plankton yang hidup pada kedalaman.Istilah neuston merujuk kepada
kumpulan organisme yang berhubungan dengan permukaan film pada danau, laut,
dan aliran sungai yang bergerak lambat. Umumnya termasuk spesies yang hidup
hanya dibawah permukaan air (hiponeuston), individu yang berada di bagian atas
tetapi terendam dalam air (epineuston) ( Nontji, 2009).

Para anggota sementara neuston tersebut disebut neuston fakultatif. Selain itu,
pentingnya untuk perikanan BST bisa dianggap sebagai spesies kunci untuk
pemantauan dan analisis proses yang sedang berjalan di lingkungan laut hitam.
Melalui rentang hidup SBT penutup hampir semua habitat dari laut hitam: telur
pelagis diangkat setelah pembuahan 50-100 m kedalaman menjadi komponen
neuston sampai menetas. Neuston adalah istilah untuk organisme yang
mengapung di atas air (epineuston) atau tinggal tepat di bawah permukaan
(hyponeuston). Neuston terkadang hanya mengandalkan tegangan permukaan air
untuk mempertahankan posisinya mengapung di atas permukaan air. Neustons
terdiri daribeberapa spesies ikan yang senang hidup di atas permukaan air seperti
ikan terbang. Contoh lain neuston adalah, kumbang, protozoa, bakteri, laba-laba,
serangga air dan Physalie “man o’war” (jelly fish). Neuston jarang ditemui pada
saat di pantai sebalang, mungkin karena pantai tersebut sudah mengalami
pencemaran (James, 2011).

Neuston adalah organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau
bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air. Neuston adalah organisme
yang beristirahat dan pada permukaan perairan. Neuston adalah organisme yang
tidak melekat pada subtrat namun di dapatkan diatas atau di bawah film air (batas
antara air dan udara) termasuk tumbuhan terapung. hewan yang hidup diatas film
air epineuston sedangkan di bawah film air disebut hyponeuston. Selain itu
terdapat faktor yang mempengaruhi komponen ekologi dalam ekosistem perairan
meliputi komponen biotik dan abiotik. Komponen abiotik berperan dalam
penyediaan habitat bagi organisme-organisme yang hidup di sekitarnya dan
memberi saham awal dalam pembentukan ekosistem. Sedangkan komponen biotik
memberi peran untuk menyediakan keanekaragaman jenis dan proses kehidupan
dalam tingkatan trofiknya. Neuston organisme yang mengapung atau berenang
pada permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
Neuston saat ini sudah sulit untuk ditemukan, tetapi mungkin jika diperairan yang
lebih bersih, jernih, dan masih terjangkau dalam kadar oksigennya dapat
ditemukan dengan sangat mudah (Giragosov, 2012).

Cara untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif mengenai jenis-jenis


hewan yang hidup dalam suatu perairan, hewan tersebut dapat ditangkap dengan
menggunakan berbagai kombinasi berbagai macam cara. Mulai dari penangkapan
dengan tangan, pinset, jala, ayakan, maupun alat-alat lainnya Organisme yang
tinggal atau beristirahat di atas permukaan air, yang pergerakannya tidak di
pengaruhi oleh pergerakan arus Air. Ketersediaan air mempengaruhi distribusi
organisme. Biota air tidak bisa hidup tanpa air Garam. Konsentrasi garam
mempengaruhi kesetimbangan air dalam organisme melalui osmosis. Tingkat
kedalaman perairan mempengaruhi jumlah organisme di dalamnya. Organisme
masih terdapat dalam jumlah melimpah pada permukaan perairan dan kolam
perairan. Jumlah intensitas cahaya yang menembus permukaan perairan dan
kolam, mempengaruhi kelimpahan organisme terutama yang dapat melakukan
proses fotosisntesis. Pada kedalaman dasar, maka dapat dipastikan jumlah
organisme yang melimpah adalah organisme yang tidak dapat melakukan proses
fotosisntesis. Karena organisme itu sudah dapat oksigen lebih banyak dalam air
(Gupta, 2009).

2.4.6 Tumbuhan Air


Tumbuhan air merupakan kumpulan dari berbagai golongan tumbuhan, sebagian
kecil terdiri dari lumut dan paku-pakuan, sebagian besar terdiri dari
spermatophyta atau tumhuhan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada
di air. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengolahan air
limbab menggunakan tumbuhan air, terdapat beberapa tumbuhan air yang dapat
digunakan dalam pengolahan air limbah. Tumbuhan air tersebut antara lain adalah
kayu apu (Pistia stratiotes), kangkung (Ipomoea aquatica), eceng gondok
(Eichhornia crassipes), kiambang (Salvinia molests), gulma itik (Lentiza sp), serta
berbagai tipe tumbuhan air mencuat dan tenggelam Masing masing tumbuhan air
tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengolah air limbah. Lemna
sp. sering digunakan dalam pengolahm air limbah karena ukurannya yang kecil
sehingga mernudahkan penanganan clan pemanenannya (Kurniawan, 2012).

Tumbuhan air merupakan tumbuhan yang tinggal di sekitar air dan didalam air
yang berfungsi sebagai penghasil energi pada suatu ekosistem. Kehadiran
tumbuhan air pada suatu ekosistem perairan darat adalah penting selama
populasinya masih terkendali. Tumbuhan air adalah tumbuhan yang sebagian atau
seluruh daur hidupnya berada di air, mempunyai peranan sebagai produsen primer
di perairan yang merupakan sumber makanan bagi konsumen primer atau biofag
(antara lain ikan). Di samping itu tumbuhan air juga membantu aerasi perairan
melalui fotosintesis, mengatur aliran air, membersihkan aliran yang tercemar
melalui proses sedimentasi, serta penyerapan partikel dan mineral. Tumbuhan air
merupakan tempat pemijahan ikan, serangga, dan hewan lainnya. Beberapa jenis
tumbuhan air juga memberikan sumber makanan langsung untuk manusia seperti
kangkung (Ipomoea aquatica). Tumbuhan air seperti ilung (Eicchornia crassipes),
purun tikus (Eleochiris dulcis), kumpai minyak (Panicum sp.), dan rumpiang
(Pandanus sp.), bento (Leersia hexandra), ganggeng (Hydrilla verticillata),
jungkal (Hanguana malayana), kangkung (Ipomoea aquatica), kumpai bulu
(Paspalum sp.) merupakan tempat pemijahan ikan pada musim penghujan.
Tumbuhan air tergantung hidupnya pada air, tidak sekadar tanah yang becek dan
kadang-kadang kering, meskipun istilah hidrofit dipakai juga untuk tumbuhan
yang dapat beradaptasi dengan kondisi becek, namun sehari-hari tumbuh pada
kondisi tanah dengan kandungan air normal (Muhsin, 2009).

Tumbuhan air merupakan kumpulan dari berbagai golongan tumbuhan, sebagian


kecil terdiri dari lumut dan paku-pakuan, sebagian besar terdiri dari
spermatophyta atau tumhuhan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di
air. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengolahan air limbab
menggunakan tumbuhan air, terdapat beberapa tumbuhan air yang dapat
digunakan dalam pengolahan air limbah. Tumbuhan air tersebut antara lain adalah
kayu apu (Pistia stratiotes), kangkung (Ipomoea aquatica), eceng gondok
(Eichhornia crassipes), kiambang (Salvinia molests), gulma itik (Lentiza sp), serta
berbagai tipe tumbuhan air mencuat dan tenggelam Masing masing tumbuhan air
tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengolah air limbah. Lemna
sp. sering digunakan dalam pengolahm air limbah karena ukurannya yang kecil
sehingga mernudahkan penanganan clan pemanenannya.Tumbuhan air merupakan
tumbuhan yang tinggal di sekitar air dan didalam air yang berfungsi sebagai
penghasil energi pada suatu ekosistem. Kehadiran tumbuhan air pada suatu
ekosistem perairan darat adalah penting selama populasinya masih terkendali
(Puspitaningrum, M., M, Izzati., S. Haryanti, 2009).

Tumbuhan air seperti ilung (Eicchornia crassipes), purun tikus (Eleochiris


dulcis), kumpai minyak (Panicum sp.), dan rumpiang (Pandanus sp.), bento
(Leersia hexandra), ganggeng (Hydrilla verticillata), jungkal (Hanguana
malayana), kangkung (Ipomoea aquatica), kumpai bulu (Paspalum sp.)
merupakan tempat pemijahan ikan pada musim penghujan. Salah atu tumbuhan
air tawar adalah Kiambang memiliki dua tipe daun yang sangat berbeda. Daun
yang tumbuh di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil
sehingga berwarna hijau, dan permukaannya ditutupi rambut berwarna putih agak
transparan. Rambut-rambut ini mencegah daun menjadi basah dan juga membantu
kiambang mengapung. Daun tipe kedua tumbuh di dalam air berbentuk sangat
mirip akar, tidak berklorofil dan berfungsi menangkap hara dari air seperti akar.
(Tjokrokusumo, 2013).

Avicennia merupakan pohon mangrove pionir, jadi mudah sekali dikenal.


Tumbuhnya selalu di tepi laut maupun di tepi sungai. Avicennia merupakan pohon
tinggi yang berukuran sedang sampai besaf. Avicennia dikenal pula dengan nama
api-api. Getah yang keluar dari kulit batangnya dilaporkan mempunyai khasiat
sebagai aphrodisiac (pembangkit gairah), kontraseptif dan obat sakit gigi. Biji
mudanya digunakan sebagai obat untuk mematangkan bisul. Buah dan bijinya
apabila direbus dapat dimakan. Apabila ditumbuk halus dan dicampur dengan
salep dapat menjadi obat luka yang manjur, terutama luka karena terbakar daun
muda dan pucuk atau sirung rasanya sangat enak sebagai lalap atau dibuat sayur
lodeh. Selain itu, abu dari kayu jenis-jenis Avicennia dapat digunakan sebagai
sabun (Yusuf, Guntur, 2009).
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun praktikum ini di laksanakan pada hari Senin, 29 April 2019 s/d Rabu, 1
Mei 2019 di Pantai Sebalang, Desa Sebang Tarahan, Kecamatan Katibung,
Kabupaten Lampung Selatan, Lampung.

Gambar 1. Titik Koordinat

Gamabar 2. Gambaran Umum


3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu secchi disk,
thermometer, plankton net, pipet tetes, botol sampel, buku identifikasi, kamera,
alat tulis, tali raffia, saringan, pH paper + box, microskop, formalin 4%, kertas
label, aquades, botol bekas, kuadran transek, sikat gigi, ekman grab/paralon,
stopwatch, plastic zeep, MnSO4, NaOH + KI, refrakto meter, H2SO4, Na2S2O3.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Parameter Fisika
3.3.1.1 Kecerahan
Cara kerja pengukuran kecerahan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Secchi disk dimasukkan ke dalam air dengan cara mengulur tali yang
terikat pada alat tersebut secara perlahan hingga warna hitam dan
putih pada secchidisk tepat tidak dapat terlihat, kemudian dicatat
kedalamannya
2. Secchi disk diulur sedikit lagi kemudian ditarik secara perlahan
hingga warna hitam dan putih secchi disk tepat tidak dapat terlihat lagi
dan dicatat kedalamannya terumbu karang.

3.3.1.2 Suhu
Cara kerja pengukuran suhu antara lain, yaitu :
1. Dicelupkan thermometer langsung kedalam air dengan membelakangi
sinar matahari sampai batas skala baca.
2. Dibiarkan sampai skala suhu pada thermometer menunjukkan angka
yang stabil.
3. Dibaca skala thermometer tanpa mengangkat terlebih dahulu
thermometer dari air.

3.3.1.3 Kedalaman
Cara kerja pengukuran kedalaman dilakukan dengan cara sebagi berikut :
1. Secci disk dimasukkan kedalam laut yang telah ditentukan titik
pengamatannya.
2. Kedalaman diamati dengan mengamati tiang pada secci disk.
3. Dicatat hasil pengamatan.

3.3.1.4 Arus
Pengukuran arus dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Botol berisi air diletakkan dipermukaan air pada jarak tertentu dengan
menggunakan tali.
2. Diperhatikan dan dihitung waktu hingga tali tersebut menegang
dengan menggunakan stopwatch
3. Posisi diukur dengan menggunakan kompas ke arah utara dan dibidik
kearah botol aqua
4. Pengukuran dilakukan dibeberapa titik lokasi yang sudah ditentukan

3.3.1.5 Tipe Substrat


Cara kerja menentuka tipe substrat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Ditentukan substarat yang akan diamati.
2. Diambil substrat kemudian ditambahkan air 200 ml.
3. Kemudian dikocok hingga homogeny.
4. Diukur berdasarkan lapisan yang terbentuk.
5. Dicatat hasil pengamatan.

3.3.2 Parameter Kimia


3.3.2.1 pH
Adapun pengukuran pH dapat dilakukan dengan cara :
1. Dimasukkan pH paper kedalam air sekitar 1 menit.
2. Dikibas-kibaskan pH paper sampai setengah kering.
3. Dicocokkan perubahan warna pH paper dengan kotak standar pH.

3.3.2.2 DO
Cara kerja pengamatan DO adalah sebagai berikut, yaitu :
1. Diambil botol DO dan dimasukkan ke dalam perairan.
2. Ditunggu hingga terdengar suara “blub” yang menandakan botol DO
penuh.
3. Segera ditutup botol DO agar tidak terkontaminasi oleh udara bebas,
kemudian angkat dan pastikan tidak ada gelembung udara.
4. Ditambahkan 2 ml larutan MnSO4 untuk mengikat O2 dan 2 ml NaOH
+ KI untuk mengikat I2 dan membentuk endapan cokelat.
5. Botol DO ditutup dan di bolak-balik hingga larutan homogen agar
larutan merata.
6. Dibiarkan beberapa menit hinga timulbulnya endapan cokelat.
7. Kemudian ditambahkan 2ml H2SO4 untuk indikator asam secara
perlahan dengan pipet tetes.
8. Ditambahkan 3-4 tetes indikator basa.
9. Dititrasi secara perlahan dengan larutan Na2S2O3 0,025 N dengan
menggunakan biuret hingga berubah menjadi bening.
10. Dicatat volume titran yg digunakan saat larutan bening.
11. Dihitung kadar dengan menggunakan rumus.

3.3.2.3 Salinitas
Cara kerja pengamatan saliniatas yaitu sebagai berikut :
1. Disiapkan sample air.
2. Diamati kadar salinitas dengan refrakto meter.

3.3.3 Parameter Biologi


3.3.3.1 Plankton
Cara kerja pengamatan plankton adalah sebagai berikut, yaitu :
1. Ditentukan karakteristik lokasi sampling.
2. Dilakukan pengambilan sampel denga botol secara horizontal/vertical,
diusahakan penarikan melawan arus air dengan kecepatan 10
cm/detik.
3. Pengambilan sampel air dilakukan hingga 10 liter.
4. Disaring semua sampel ke dalam plankton net.
5. Dipindahkan sampel dari botol di plankton net ke dalam botol sampel
yang telah disiapkan.
6. Diberi formalin 4%.
7. Disimpan di tempat dengan suhu ruangan yang sesuai untuk
selanjutnya di analisis.
8. Dihitung kelimpahan plankton dengan menggunakan rumus berikut :
Vt 1
N=nx x
Vcg Vd
Keterangan :
N = Kelimpahan plankton (sel/L)
n = Jumlah plankton yang tercacah (sel)
Vt = Volume sampel yang tersaring (mL)
Vcg = Volume gelas penutup (mL)
Vd = Volume air yang disaring (L)
9. Dihitung Indeks keanekaragaman plankton
s
H’ = -∑ pi log 2 pi
i=1

Keterangan :
H’ : Indeks keanekaragaman plankton
pi : ni/N (proporsi jenis ke-i)
ni : Jumlah individu bentos ke-i
N : Jumlah total individu

3.3.3.2 Perifiton
Cara kerja pengamatan perifiton adalah sebagai berikut, yaitu :
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dimasukkan kedalam plastic, kemudian di semprot dengan aquades
menggunakan pipet tetes secara perlahan.
3. Permukaan objek disikat menggunakan sikat gigi.
4. Diteteskan lugol sampai berwarna kuning teh.
5. Dimasukkan ke dalam botol sample.
6. Diamati di bawah mikroskop dan identifikasi.
7. Dihitung kelimpahan perfiton dengan menggunakan rumus berikut :
Vt 1
N=nx x
Vcg Vd
Keterangan :
N = Kelimpahan perifiton (sel/L)
n = Jumlah perifiton yang tercacah (sel)
Vt = Volume sampel yang tersaring (mL)
Vcg = Volume gelas penutup (mL)
Vd = Volume air yang disaring (L)
3.3.3.3 Bentos
Cara kerja pengamatan bentos adalah sebagai berikut, yaitu :
1. Ditentukan titik tempat penelitian.
2. Diambil sedimen dengan menggunakan ekman grab/paralon.
3. Diletakkan sedimen yang didapat di atas ayakan.
4. Dicuci sedimen tersebut dan ambil hewan-hewan yang ada kemudian
dimasukkan kedalam botol sampel yang telah diisi formalin 4%.
5. Diberi label di setiap botol sampel.
6. Dihitung Indeks keanekaragaman bentos dengan rumus berikut :
s

H = -∑ pi log 2 pi
i=1

Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman bentos
pi = ni/N (proporsi jenis ke-i)
ni = Jumlah individu bentos ke-i
N = Jumlah total individu
7. Dihitung Indeks keseragaman bentos dengan rumus berikut :
H' H'
E= =
log 2 s 3,32 log s
Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H’ = Indeks keanekaragaman bentos
In = Jumlah individu bentos ke-i
8. Dihitung Indeks keseragaman plankton dengan rumus berikut :
H' H'
E= =
¿ s 2,3 o 3 log s
Keterangan :
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman bentos
In : Jumlah individu bentos ke-i
9. Dihitung Indeks Dominansi Simpson dengan rumus berikut :
s 2
D = ∑ [ ¿ ¿] ¿
i=1 2

Keterangan
D : Indeks Dominansi
ni : Jumlah individu ke-i
N : Jumlah total individu

3.3.3.4 Nekton
Cara kerja pengamatan nekton dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Sampel dikumpulkan dengan alat tangkap atau di dokumentasi.
2. Disimpan sampel kedalam botol sampel dan diberi formalin.
3. Diberi label pada setiap botol sampel.

3.3.3.5 Neuston
Pengamatan neuston dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
4. Sampel dikumpulkan dengan alat tangkap atau di dokumentasi.
5. Disimpan sampel kedalam botol sampel dan diberi formalin.
6. Diberi label pada setiap botol sampel

3.3.3.6 Tumbuhan Air


Cara pengamatan tumbuhan air antara lain, yaitu :
1. Diamati tumbuhan pada lokasi yang telah di tentukan.
2. Dihitung kerapatan jenis tumbuhan.tumbuhan dengan rumus berikut.
¿
Di = A

Keterangan
Di : Kerapatan jenis i
ni : Jumlah total tegakan dari jenis i
A : Luas total area pengambilan contoh (luas total kotak)
3. Dihitung kerapatan relative jenis dengan rumus :
¿ x 100
RDi =
∑n
Keterangan
RDi : kerapatan relatife jenis
ni : Jumlah tegakan jenis i
∑n : Jumlah total tegakan seluruh jenis
4. Dihitung frekuensi jenis menggunakan rumus berikut :
Pi
Fi =
∑P
Keterangan
Fi : Frekuensi jenis i
Pi : Jumlah petak contoh dimana di temukan jenis i
∑P : Jumlah total petak yang diamati
5. Dihitung frekuensi relatif jenis menggunakan rumus berikut :
Pi
Fi =
∑P
Keterangan
Fi : Frekuensi jenis i
Pi : Jumlah petak contoh dimana di temukan jenis i
∑P : Jumlah total petak yang diamati
6. Dihitung penutupan jenis menggunakan rumus berikut :

Ci =
∑ BA
A
Keterangan
BA : π DBH2 / 4 (cm)
DBH : Diagram pohon dari jenis i

CBH
DBH =
π

CBH : Lingkaran pohon setinggi dada
A : Luasa total area pengambilan contoh
7. Dihitung penutupan relatip jenis menggunakan rumus berikut :
Ci
RCi =
∑ C x 100
Keterangan
RCi : Penutrupan relative jenis
Ci : Luas artea penutupan jenis i
∑C : Luas total area penutupan untuk seluruh jenis
8. Disimpulkan hasil pengamatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekosistem Sungai

4.1.1 Parameter Fisika

Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan fisika, kami sajikan dalam
table dan grafik
Table 1. Parameter Fisika
No. Parameter Titik 1 Titik 2 Titik 3
1. Suhu 31 0C 30 0C 300C
2. Kecerahan 45,0 % 37,5 % 32,5 %
3. Kedalaman 60 cm 65 cm 50 cm
4. Arus 0,0045 m/s 0,0045 m/s 0,0060 m/s
5. Tipe Subrat Lumpur Lumpur Lumpur

Berdasarkan data tabel pengamatan sungai dengan parameter fisika diantaranya


kedalaman, arus, suhu, kecerahan, dan substrat. Suhu perairan sungai normal yaitu
pada titik 1 adalah 310C, titik 2 adalah 300C dan titik 3 adalah 310C sehingga
dalam hal ini bisa dilihat bahwa pada tiap titik memiliki kualitas suhu yang
berbeda-beda karena suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang
(latitude), ketinggian dari permukaan laut (altidude), waktu dalam hari, sirkulasi
udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Menurut (Effendi,
2013) Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
dari permukaan laut (altidude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan
awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan
peningkatan viskoditas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu
juga menyebabkan penurunan larutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2,
CH4, dan sebagainya. Suhu merupakan pola temperatur ekosistem air dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air
dengan udara sekelilingnya.
Selanjutnya tingkat kecerahan yang terdapat diperairan sungai yaitu pada titik 1
adalah 45,0 %, titik 2 adalah 37,5 % dan titik 3 adalah 32,5 % sehingga dalam
pengamatan kecerahan berbeda-beda karena faktor kekeruhan dan tingkat bahan
organik yang tercampur, sehingga pada tiap titik tertentu dengan pengamatan
menggunakan secchidisk akan terlihat semakin dalam pada titik kedalaman
semakin kecil tingkat kekeruhan di perairan tersebut dengan ukuran transparansi
perairan secara visual. Menurut (Kustanti,m2013) kecerahan perairan dipengaruhi
oleh kandungan bahan-bahan halus yang terdapat dalam air baik berupa bahan
organik seperti plankton, jasad renik, detritus maupun bahan anorganik seperti
partikel pasir dan lumpur. Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya
dengan proses fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi
menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh ke dalam perairan. Begitu
juga sebaliknya. Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air
yang dinyatakan dalam % dari beberapa panjang gelombang di daerah spektrum
yang terlihat cahaya melalui lapisan 1 meter jauh agak lurus pada permukaan air.
Apabila kecerahan tidak baik, berarti perairan itu keruh. Kekeruhan (turbidity) air
sangat berpengaruh terhadap ikan. Kekeruhan terjadi karena plankton, humus dan
suspensi lumpur, tau bisa juga  diakibatkan oleh suspensi hidroksida besi.

Berdasarkan tabel diatas kedalaman di perairan sungai memiliki tiga titik yang
berbeda yaitu 60 cm; 65 cm; dan 50 cm sehingga pada kedalaman perairan dapat
menentukan tingkat kemeiringan tanah dan kelimpahan organisme akuatik karena
tiap kedalaman berbeda disebabkan permukaan subrat sungai tersebut. Menurut
(Haffan, 2010) pada kedalaman perairan bebeda karena beberapa faktor
permukaan subrat sungai berbeda tergantung kemiringan tanah pada sungai
tersebut sehingga dapat mengetahui proses pengukuran kedalaman suatu perairan
sering berhubungan dengan beberapa faktor penting seperti gelombang, cahaya
atau kecerahan, tekanan, dan lain-lain. Kedalaman air merupakan parameter yang
penting dalam memecahkan masalah tertentu berbagai pesisir seperti erosi,
pertambakan, stabilitas garis pantai, pelabuhan dan konsekuensi pelabuhan.

Pada tabel periode arus memiliki tiga titik yaitu 52 s, 52 s, dan 54 s dengan
kecepatan 0,0045 m/s, 0,0045 m/s dan 0,0060 m/s 50 0 arah barat sehingga dapat
dilihat bahwa pada tiap titik memiliki kecepatan arus yang berbeda karena faktor
gerakan permukaan air yang ditimbulkan oleh arah angin tersebut. Menurut
(Bada, 2011) dalam hal ini dapat dilihat bahwa arus mempunyai kecepatan
berbeda-beda tergantung arah mata angin hal ini karena gerakan ditimbulkan oleh
angin yang tertiup di atas permukaan air gerakan tersebut merupakan resultan dari
beberapa gaya yang bekerja dan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Contoh
gerakan ini seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus dari tenaga
rotasi bumi. Massa air akan berubah-ubah seiring perubahan angin. Arus dapat
mempengaruhi perpindahan sedimen dan mengikis substrat dasar perairan
sehingga dapat dibedakan menjadi substrat batu, pasir, liat. Hal ini memerlukan
kecepatan arus untuk membawa makanan, oksigen dan lain-lain. Kejadian ini
berdampak secara tidak langsung pada makrozoobenthos karena semakin besar
kecepatan arus maka akan terjadi kekeruhan pada perairan.

Selanjutnya pada pengamatan di sungai memiliki tipe subrat yang berlumpur


karena pada sungai tersebut terdapat bahan sisa organik sehingga sisa organik
tersebut mengendap ke tanah sedangkan kandungan perairan tersebut terdapat
partikel pasir dan batu-batuan dan menimbulkan kondisi subrat yang berlumpur
pada semua titik. Menurut (Riyana, 2009) hal ini menyebabkan tipe substrat di
sungai tersebut mempunyai kekasaran topografi (permukaan) hal ini karena
sungai mengalir dari hulu berupa batu-batuan dan pasir, sedangkan pada sungai
hilir tipe substratnya merupakan endapan lumpu. Lumpur akan semakin banyak
menyedot jika terinjak. Sedangkan untuk substrat pasir, rata-rata nya yaitu di
daerah pantai, juga substrat pantai berlumpur akan dapat ditemukan, ketika
letaknya berdekatan dengan sungai .

4.1.2 Parameter Kimia

Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan kimia, kami sajikan dalam
table dan grafik
Tabel 2. Pengamatan Kimia di Sungai
No. Parameter Titik 1 Titik 2 Titik 3
1. Ph 5 5 6
2. Do - - -
3. Salinitas 26 ppt 26 ppt 27 ppt

Berdasarkan data tabel pengamatan sungai dengan parameter kimia diantaranya


Ph, Do dan Salinitas. Pada titik 1 Phnya 5, titik 2 Phnya 5 dan titik 3 Phnya 6,
berdasarkan tabel diatas Ph mempunyai kisaran 5-6 ppt hal ini membuktikan
bahwa perairan sungai tersebut asam karena kandungan sungai terebut

mempunyai tingkat kosentarasi yang rendah yang disebabkan ion H+ lebih tinggi

dibandingkan ion OH-. Menurut (Barus, 2012) Nilai pH menyatakan nilai


konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan dalam air yang bersih jumlah

konsentrasi ion H+ dan OH-berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih
bereaksi netral. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang
mempunyai nilai pH netral dengan toleransi antara asam lemah dengan basa
lemah pH yang ideal umumnya berkisar 7-8, 5, kondisi perairan yang bersifat
sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme.

Pada tabel diatas Do (dissolved oxygent) tidak dapat terindentifikasi karena dalam
uji coba pengambilan sampel di sungai dengan menggunakan botol terdapat
gelembung saat pereaksi berlangsung dan dalam penggunaan zat pereaksinya
mempunyai kualitas yang tidak bagus disebabkan kualitas zat pereaksi tersebut
seperti Mnso4, Naoh+Ki dan H2SO4 tidak layak (kadaluarsa). Menurut (Boyd,
2015) hal ini menyebabkan saat perekasi berlangsung terdapat endapan dan ketika
ditambah Amilum tidak berwana biru tetapi kuning pudar sehingga hal ini
menyebabkan pereaksi tidak stabil (tidak terindentifikasi) dan saat pengambilan
botol di sungai teesebut mempunyai kualitas air yang tidak bagus karena warna air
tersebut keruh sehingga dapat dilihat, semakin oksigen terlarut yang terlalu
rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang
mungkin saja terjadi.
Pada salinitas di atas menurut termasuk dalam kategori ait tawar karena pada tiap
titik 1, 2 dan 3 rata-rata mempunyai salinitas 26 ppt-27 ppt hal ini dapat dilihat
bahwa kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami
sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Menurut
(Djoko, 2011) Salinitas merupakan tingkat keasinan atau kadar garam yang
terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam
tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami
sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar.
Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%.
Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila
konsentrasinya 3% sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.

4.1.3 Parameter Biologi

Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan biologi, kami sajikan dalam
table dan grafik
A. Plankton
Table 3. Data Pengamatan Plankton
No Jenis Plankton Jumlah Kelimpahan
1 Lynopytata 8 53

2 Gonolazygon Monotaedan 12 79

Tabel 4. Indeks Diversitas Plankton

Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3


Keanekaragaman 0,12 0,12 0,29
Keseragaman 0,006 0,006 0,0009
Dominasi 0,20 0,26 0,26
Kelimpahan Plankton
90
80
70
60
Lynopytata
50 Gonolazygon Monotaedan
Sel/L

40
30
20
10
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3
Grafik 1. Kelimpahan Plankton

Berdasarkan tabel plankton tersebut dapat dilihat bahwa suatu perairan di sungai
masih terbilang tidak baik hal ini dikarenakan masih banyaknya keanekaragaman
spesies plankton sedikit. Dari data tersebut ditemukan 2 jenis spesies dari 3 titik
yang berbeda dan paling banyak ditemukan spesies Gonolazygon Monotaedan.
sedangkan spesies yang paling sedikit ditemukan yaitu Lynopytata, sehingga dari
indeks tersebut bisa dilihat dari keanekaragaman sampai dominasi sedikit.
Menurut (Mukayat, 2012) perairan merupakan suatu ekosistem yang memiliki
peran dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia dengan adanya
keanekaragaman plankton dalam perairan akan menyebabkan penyedia makanan
pemula bagi seluruh konsumen Sebagai biota mikroskopis perairan, plankton
sangat berperan sebagai produsen primer dan sekunder.

Selanjutnya pada keseragaman pada titik 1 adalah 0,006 titik 2 adalah 0,006 dan
titik 3 adalah 0,0009 dan dapat dilihat pada titik ini keseragamannya sedikit
plankton tersebut, pengamatan ini termasuk golongan yaitu zooplankton yang
disebut plankton hewani. Menurut (Rahma, 2010) Zooplankton merupakan yang
amat banyak terdapat di seluruh massa air, mulai dari permukaan sampai di
kealaman dimana intensitas cahaya masih memungkinkan untuk fotosintesis.
Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0,20 titik 2 adalah 0,20 dan titik 3
adalah 0,26 dan dapat dilihat pada titik ini dominasinya sedikit plankton tersebut
karena faktor tingkat kekeruhan air sungai dan tempat habitat yang tidak stabil
sehingga fitoplankton sebagai primer producer. Menurut (Nurfadillah, 2013)
meski pungukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat tumbuh dengan
sangat lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan perubahan warna pada air.

B. Perifiton
Adapun data perifiton yang didapat adalah sebagai berikut
Tabel 5. Hasil pengamatan kelimpahan perifiton di sungai

No Spesies Jumlah Kelimpahan

1 Dinophysis 1 6,6

Tabel 6. Indeks Diversitas Perifiton


Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3

Keanekaragaman 0 0,12 0

Keseragaman 0 0,11 0
Dominasi 0 0,3 0

Dinophysis
7
6
5
4 Dinophysis
Sel/L

3
2
1
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3

Grafik 2. Kelimpahan Perifiton


Berdasarkan data tabel perifiton yang didapatkan, terdapat sedikit spesies perifiton
yang ditemukan dengan kisaran 1 spesies. Perifiton yang ditemukan Dinophysis
di titik 2.1 dari sampel yang diambil hal ini sesuai pada indeks perifiton yang
menunjukan jumlah keanekaragaman di titik 1 adalah 0,titik 2 adalah 0,12 dan di
titik 3 adalah 0 hal ini karena sedikit banyaknya keseragaman pada spesies ini
disebabkan karena kondisi lingkungan meliputi suhu, dan lainnya sangat sesuai
dengan dirinya. Menurut (Syarifuddin., 2010) faktor-faktor yang membatasi
produktivitas primer perifiton diperairan di antaranya adalah intensitas cahaya
matahari, suhu, unsur hara dan biomassa perifiton.

Perairan sungai yang diamati masih terbilang bagus pada keseragmannya pada
titik 1 adalah 0 titik 2 adalah 0,11 dan titik 3 adalah 0 hal ini dapat disimpulkan
bahwa tingkat keseragamanya masih kecil karena faktor pencemaran tersebut.
Menurut (Graham, 2009) hal tersebut karena keseragaman perifiton sangat toleran
pada lingkungannya terutama perairan dengan kecepatan arus yang besar, dan
kebanyakan jenis-jenis perifiton dapat bersifat sensitif atau toleran terhadap
pencemaran, baik terhadap pencemaran organik maupun logam berat.

Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0 titik 2 adalah 0,3 dan titik 3
adalah 0 dominasinya sangat sedikit hal ini tempat habitat dalam sungai tersebut
sedikit karena perifiton adalah komunitas organisme yang hidup di atas atau
sekitar substrat yang tenggelam. Menurut (Alexander, 2013) substrat tersebut
dapat berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam, dan kadangkala
pada hewan air. Pada umumnya terdiri atas bakteri berfilamen, protozoa
menempel, rotifer dan alga. Keberadaan perifiton diperairan dapat dijadikan
sebagai indikator kesuburan perairan .

C. Bentos
Adapun hasil pengamatan bentos pada ekosistem sungai sebagai berikut
Tabel 7. Hasil pengamatan kelimpahan benthos di sungai

No. Nama Spesies Jumlah Kelimpahan


Chrysosroma
1 14 93
paradoxsum
2 Dolomena marginata 15 100

3 Viviparus javanicus 11 73

Tabel 8. Indeks Diversitas Bentos


Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3
Keanekaragaman 3,01 3,01 3,02
Keseragaman 0,993 0,993 0,995
Dominasi 0,9984 0,9984 0,9985

Kelimpahan Bentos
120
100
Chrysosroma paradoxsum
80
Dolomena marginata
60
Sel/L

Viviparus javanicus
40
20
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3

Grafik 3. Kelimpahan Bentos

Berdasarkan dari tabel pengamatan benthos tersebut dapat dilihat bahwa


diperairan kolam mendapatkan 3 sampel benthos diantaranya Chrysosroma
paradoxsum , Dolomena marginata dan, Viviparus javanicus. Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa kelimpahan bentos sangat
dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Menurut (Biggs, 2009)
keanekaragaman sebagian besar benthos yang ditemukan seperti, keong mas,
kijing dan lainnya. Pembuktian ini sesuai dengan indeks bentos yang melimpah
karena Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang
merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan benthos. Adapun faktor
abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, oksigen terlarut (DO),
kebutuhan oksigen biologi (BOD), (COD), serta kandungan nitrogen (N),
kedalaman air, dan substrat dasar.
Perairan sungai yang diamati masih terbilang bagus pada keseragamannya pada
titik 1 adalah 0,993 titik 2 adalah 0,993 dan titik 3 adalah 0,995 dikarenakan
terdapat banyak organisme akuatik yang menjadikan nya sebagai habitat,
ditemukan pula organisme serangga air dalam kolam dengan spesies gerridae
sehingga dapat dilihat bahwa tingkat keseragaman pada perairan tersebut masih
terbilang rendah karena tingkat pencemarannya. Menurut (Kordi dan Andi, 2010)
memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang
rendah, mudah ditangkap dan memiliki kelangsungan hidup yang panjang.

Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0,9984 titik 2 adalah 0,9984 dan
titik 3 adalah 0,9985 dan dapat dilihat pada titik ini dominasinya termasuk
memiliki dominasi yang cukup banyak, menurut (Setyawan, 2017) karena bentos
di perairan tersebut memiliki hubungan biomonitoring hal ini sesuai dengan
berbagai penelitian menunjukkan bahwa komponen biota akuatik (ikan, plankton
dan bentos) dapat difungsikan untuk biomonitoring kondisi lingkungan.

D. Neuston
Pada pengamatan, tidak di temukan serangga air karena pergerakan serangga air
sangat cepat dan arus perairan sangat kuat. Serangga air merupakan kelompok
arthropoda yang sebagian hidupnya berada di kolom air. Menurut (Ekubo, 2011)
Neuston adalah kumpulan dari zooplankton yang berhubungan erat dengan film
permukaan laut. Komuntas ini memiliki anggotanya sendiri, yang tinggal secara
permanen dihabitat ini, tapi banyak hewan planktonik lainnya juga dapat
ditemukan sementara di lapisan ini, biasanya bermigrasi pada malam Epiplankton
adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan sampai kedalaman sekitar
100m. Lapisan laut teratas ini kira-kira sedalam sinar matahari dapat menembus.
Namun dari kelompok epiplankton ini ada juga yang hanya hidup di lapisan yang
sangat tipis di permukaan yang langsung berbatasan dengan udara. Plankton
semacam ini disebut neuston

4.2 Ekosistem Pantai

4.2.1 Parameter Fisika


Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan fisika, kami sajikan dalam
table dan grafik
Table 9. Parameter Fisika di Pantai
No. Parameter Titik 1 Titik 2 Titik 3
1. Suhu 35 0C 35 0C 350C
2. Kecerahan 65,0 % 62,5 % 65,0 %
3. Kedalaman 60 cm 70 cm 60 cm
4. Arus 0,125 m/s 0,125 m/s 0,150 m/s
5. Tipe Subrat Berpasir Berpasir Berpasir

Berdasarkan data tabel pengamatan pantai dengan parameter fisika diantaranya


kedalaman, arus, suhu, kecerahan, dan substrat. Selanjutnya suhu perairan pantai
normal karena tiap titik tersebut masing-masing 350C hal ini disebabkan karena
perairan pantai tersebut memliki kondisi air yang stabil sehingga proses
kehidupan organisme berlangsung secara alami. Menurut (Irwan, 2015) suhu air
normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan
metabolisme dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisika yang sangat
penting di air. Dalam Pengukuran suhu, alat yang digunakan adalah Thermometer.
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyerapan organisme. Proses kehidupan vital yang sering disebut
proses metabolisme. Hanya berfungsi dalam kisaran suhu yang relatif sempit.

Tingkat kecerahan yang terdapat diperairan pantai tersebut berbeda yaitu 65,0 %,
62,5 % dan 65,0 % hal ini karena kemampuan cahaya matahari untuk menembus
sampai ke dasar peairan dipengaruhi oleh kekeruhan air. Oleh karena itu, menurut
(Ramadhani, 2013) tingkat kecerahan dan kekeruhan air laut sangat berpengaruh
pada pertumbuhan biota laut. Kecerahan perairan merupakan tingkat transparasi
perairan yang dapat diamati secara visual menggunakan secci disk. Dengan
mengetahui kecerahan suatu perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih
ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan - lapisan mana yang
tidak keruh, dan yang paling keruh. Perairan yang memiliki nilai kecerahan
rendah ketika cuaca normal dapat menunjukan atau mengindikasi banyaknya
partikel - partikel tersuspensi dalam perairan tersebut. Kemampuan cahaya
matahari untuk menembus sampai ke dasar peairan dipengaruhi oleh kekeruhan
air. Oleh karena itu, tingkat kecerahan dan kekeruhan air laut sangat berpengaruh
pada pertumbuhan biota laut.

Berdasarkan tabel diatas kedalaman di perairan pantai memiliki tiga titik yang
berbeda yaitu 60 cm; 70 cm; dan 60 cm, hal ini disebabkan tiap titik berbeda pada
kemiringan pantainya karena faktor subratnya. Menurut (Haffan, 2010) hal ini
karena kedalaman perairan bebeda sebab beberapa faktor permukaan subrat
sungai berbeda tergantung kemiringan tanah pada pantai tersebut sehingga dapat
mengetahui proses pengukuran kedalaman suatu perairan sering berhubungan
dengan beberapa faktor penting seperti gelombang, kecerahan, tekanan, dan lain-
lain.

Selanjutnya untuk periode arus 60 s, 62 s, dan 67 s dengan kecepatan 0,125 m/s ,


0,125 m/s dan 0,150 m/s 250 ke arah barat dan mempunyai skala yang berbeda-
beda karena kecepatan arus tergantung pada arah angin pada tiap titik tersebut.
Menurut (Bada, 2011) arus dapat mempengaruhi perpindahan sedimen dan
mengikis substrat dasar perairan. Hal ini memerlukan kecepatan arus untuk
membawa makanan, oksigen dan lain-lain. Kejadian ini berdampak secara tidak
langsung semakin besar kecepatan arus maka akan terjadi kekeruhan pada
perairan. Kecepatan arus dapat berkurang sesuai dengan makin bertambahnya
kedalaman perairan hingga angin tidak berpengaruh pada kedalaman 200 meter.
Secara tidak langsung arah arus mengikuti arah angin yang ada di perairan
tersebut. Kecepatan arus akan menentukan tipe sedimen suatu perairan. Arus yang
kuat akan menghasilkan perairan dengan dasar pasir dan arus yang lemah akan
menghasilkan perairan dengan dasar lumpur.

Selanjutnya pada pengamatan di pantai memiliki tipe subrat yang berpasir baik
pada titik 1, 2 dan 3 hal ini menyebabkan tipe substrat di pantai mempunyai
substrat dasar yang berupa batuan yang dihuni oleh habitat organisme. Menurut
(Sembiring, 2008) substrat dasar yang berupa batuan merupakan habitat yang
penting baik dibandingkan dengan substrat pasir dan kerikil. Substrat pasir dan
kerikil mudah sekali terbawa oleh arus air. Sedangkan substrat batuan tidak
mudah terbawa oleh arus air. Substrat mudah sekali terbawa oleh arus air karena
kandungan bahan organik dan kandungan nutrisi di dalam perairan berbeda-beda.

4.2.2 Parameter Kimia


Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan fisika, kami sajikan dalam
table dan grafik
Table 10. Parameter Kimia di Pantai
No. Parameter Titik 1 Titik 2 Titik 3
1. Ph 5 5 6
2. Do 19,39 Mg/L 19,39 Mg/L 19,39 Mg/L
3. Salinitas 30 ppt 30 ppt 31 ppt

Berdasarkan data tabel pengamatan pantai dengan parameter kimia diantaranya


Ph, Do dan Salinitas. Pada titik 1 Phnya 5, titik 2 Phnya 5 dan titik 3 Phnya 6,
berdasarkan tabel diatas Ph mempunyai kisaran 5-6, hal ini dapat disimpulkan
bahwa pantai tersebut asam. Menurut (Barus, 2001) Ph mempunyai kisaran 5-6
ppt hal ini membuktikan bahwa perairan pantai memiliki nilai konsentrasi ion

Hidrogen dengan jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- yang keseimbangannya


bereaksi netral. PH merupakan tingkat derajat keasaman yang dimiliki setiap
unsur, pH juga berpengaruh terhadap setiap organisme, karena setiap organisme
atau individu memiliki ketentuan pada derajat keasaman (pH) berapa mereka
dapat hidup. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi serta dapat meningkatkan
konsentrasi ammonia yang bersifat sangat toksik bagi organism.

Pada tabel diatas Do (dissolved oxygent) 19,39 Mg/L dalam hal ini kualitas Do
(dissolved oxygent) di pantai baik namun, kurang berhati-hati dalam pengambilan
dalam uji coba dengan menggunakan botol saat uji berekasi sehingga terdapat
endapan, saat pereaksi terjadi sebelum ditambah H2SO4 hasilnya larutannya
bening bukan berwarana kuning kecoklatan (teh), dan ketika ditambah Naoh+Ki
warnanya bening tidak kuning hal ini membuktikan bahwa masih terdapat sedikit
gelembung di botol tersebut. Menurut (Graber, 2008) dalam hal ini kadar oksigen
dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan tingginya
salinitas karena adanya proses difusi antar air dengan udara bebas

Pada salinitas pantai di atas 30ppt-31ppt hal ini membuktikan bahwa pantai
tersebut mempunyai kandungan klorida yang banyak. Menurut (Setyawan, 2017)
hal ini disebabkan penetuan jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air
laut masih stabil dan salinitas sangat berpengaruh dengan H2O untuk
perkembangan organisme akuatik. Salinitas merupakan salah satu parameter fisika
yang dapat mempengaruhi kualitas air. Salinitas juga sebuah konsentrasi total ion
yang terdapat di air. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah
semua karbonat dikonversi menjadi oksida.

4.2.3 Parameter Biologi

A. Plankton
Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan biologi, kami sajikan dalam
table dan grafik
Table 11. Data Pengamatan Plankton
No. Jenis Plankton Jumlah Kelimpahan
1 Diantoms 30 199
2 Basmina Langrostal 5 33
Tabel 12. Indeks Diversitas Plankton
Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3
Keanekaragaman 0,25 0,20 0,29
Keseragaman 0,010 0,010 1,30
Dominasi 0,20 0,25 0,27
Kelimpahan Plankton
250

200

150 Diantoms
Basmina Langrostal
Sel/L

100

50

0
Titik 1 Titik 2 Titik 3
Grafik 4. Kelimpahan Plankton

Berdasarkan tabel plankton tersebut dapat dilihat bahwa suatu perairan di pantai
masih terbilang cukup baik hal ini dikarenakan masih banyaknya keanekaragaman
spesies plankton . Dari data tersebut ditemukan 2 jenis spesies dari 1,2 dan 3 titik
yang berbeda dan paling banyak ditemukan spesies Diantoms. sedangkan spesies
yang paling sedikit ditemukan yaitu Basmina Langrostal sehingga dari indeks
tersebut bisa dilihat dari keanekaragaman mulai dari dari 0,25-0,29 tiap titiknya,
hal ini menunjukan bahwa pantai tesebut mempunyai tingkat tropik yang baik.
Menurut (Rahma, 2010) plankton di pantai ini cukup baik sebagai bioindikator
kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan
berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang mempengaruhi tingkat tropik
perairan tersebut.

Selanjutnya pada keseragaman Diantoms dan Basmina Langrostal ditemukan di


titik 1 dan 3 dengan jumlah 30 dan titik 1,2 dan 3 adalah 5. Sehingga keseragaman
pada titik 1 adalah 0,010 titik 2 adalah 0,010 dan titik 3 adalah 1,30 hal ini dapat
dilihat bahwa tingkat kesergaman daerah tersebut cukup banyak
phytoplanktonnya karena saaat pengambilan sampel dilakukan pada siang hari.
Menurut (Fajri, 2013) hal ini disebabkan plankton mempunyai massa yang aktif
yang mirip dengan organis metingkat tinggi, dimana untuk phytoplankton akan
terdapat dalam jumlah besar pada siang hari dan zooplankton pada malam hari.

Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0,20 titik 2 adalah 0,25 dan titik 3
adalah 0,27, hal ini dapat dilihat bahwa dominasi titik tersebut cukup banyak
karena faktor lingkungan. Menurut (Nurfadillah, 2013) dominasinya cukup
banyak karena semakin banyak jumlah rata-rata pada dominasi maka akan
berpengaruh pada warna atau kualitas air tersebut. Punukurannya yang sangat
kecil, dengan sangat yang lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan perubahan
warna pada air laut tersebut.

B. Perifiton
Adapun hasil pengamatan perifiton pada ekosistem sungai sebagai berikut
Table 13. Data Pengamatan Perifiton
No Spesies Jumlah Kelimpahan

1. Skelethena 2 13
2. Chaetocetos 1 6,6
Tabel 14. Indeks Diversitas Perifiton
Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3
Keanekaragaman 0,5 0,5 0.8
Keseragaman 0.9 0,11 0,6
Dominasi 0.7 0,3 0,8

14
Kelimpahan Perifiton
12
10
8 Skelethena
Sel/L

6 Chaetocetos
4
2
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3

Grafik 5. Kelimpahan Perifiton


Berdasarkan data tabel perifiton yang didapatkan, terdapat sedikit spesies
perifiton yang ditemukan dengan kisaran 2 spesies. Perifiton yang ditemukan
Skelethena dan Chaetocetos dari sampel yang diambil hal ini sesuai pada indeks
perifiton yang menunjukan jumlah keanekaragaman yaitu 0,5-0,8. Menurut
(Graham, 2009) hal ini membuktikan bahwa sedikit banyaknya keanekaragaman
kepada spesies disebabkan pada perairan dengan kecepatan arus yang besar, dan
kebanyakan jenis-jenis perifiton dapat bersifat sensitif atau toleran terhadap
pencemaran, baik terhadap pencemaran organik maupun logam berat.

Selanjutnya pada keseragaman ditemukan Skelethena dan Chaetocetos dengan


titik 1,2 dan 3,2 adalah 2 dan titik 3.1 adalah 1. Sehingga keseragaman pada titik
0.9 adalah titik 2 0.11 dan titik 3 adalah 0,6. Menurut (Graham, 2009) hal ini
dapat dilihat karena perifiton sangat toleran pada lingkungannya terutama perairan
dengan kecepatan arus yang besar, dan kebanyakan jenis-jenis perifiton dapat
bersifat sensitif atau toleran terhadap pencemaran, baik terhadap pencemaran
organik maupun logam berat.

Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0,7 titik 2 adalah 0,3 dan titik 3
adalah 0,8. Menurut (Wijaya, 2009) dominasinya sedikit karena perkembangan
perifiton dapat dianggap sebagai proses akumulasi, yaitu proses peningkatan
biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan hasil kolonisasi
dan komposisi perifiton.

C. Bentos
Adapun hasil pengamatan bentos pada ekosistem sungai sebagai berikut
Tabel 15. Hasil pengamatan kelimpahan benthos di sungai

No. Nama Spesies Jumlah Kelimpahan


Chrysosroma paradoxsum
1 14 93

2 Dolomena marginata 15 100

3 Viviparus javanicus 11 73

Tabel 16. Indeks Diversitas Bentos


Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3
Keanekaragaman 0,62 0,62 0,62
Keseragaman 1,485 1,485 1,485
Dominasi 0,75 0,75 0,75

Kelimpahan Bentos
120

100

80 Chrysosroma paradoxsum
Dolomena marginata
60
Sel/L

Viviparus javanicus

40

20

0
Titik 1 Titik 2 Titik 3

Grafik 6. Kelimpahan Bentos

Berdasarkan dari tabel pengamatan benthos tersebut dapat dilihat bahwa


diperairan kolam mendapatkan 3 sampel benthos diantaranya Telescopion sp,
Scylla sp dan Pagurus. Pembuktian ini sesuai dengan indeks bentos yang
melimpah pada titik 3 dari 0,62 dalam keanekaragaman, sedangkan dilihat
jumlahnya di titik 3 terdapat 5 ind, dan pada titik 1 dan 2 tidak ada ind, hal ini
karena banyak sedikitnya keanekaragaman karena faktor abiotik. Menurut (Biggs
2009) faktor abiotik adalah fisika-kimia di pantai menyebabkan organinesme
tidak ada yang diantaranya: suhu, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen
biologi (BOD), (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat
dasar.

Selanjutnya pada keseragaman ditemukan Telescopion sp, Scylla sp dan Pagurus


dengan titik 1, 2 dan 3 adalah 5. Sehingga keseragaman pada titik 0,62 adalah titik
2 adalah 0,62 dan titik 3 adalah 0,62, hal ini dapat disimpulkan bahwa tingakt
keseragaman dipengaruhi oleh pencemaran air tersebut. Menurut (Kordi, 2010)
hal ini dapat dilihat bahwa tingkat keseragaman daerah tersebut sedikit beberapa
faktor utama yang mempengaruhi jumlah bentos, keragaman jenis, dan dominasi,
antara lain adanya kerusakan habitat alami, pencemaran kimiawi, dan perubahan
iklim.
Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0,75 titik 2 adalah 0,75 dan titik 3
adalah 0,75, hal ini dilihat bahwa tingkat dominasi tersebut dipengaruhi oleh
subtratnya. Menurut (Haryado, 2010) dominasinya sedikit karena makro
zoobenthos tersebut mempunyai dasar perairan dengan pergerakan relative lambat
yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta kualitas perairan.

D.Lamun
Adapun hasil pengamatan lamun pada ekosistem sungai sebagai berikut
Table 17. Kelimpahan Lamun
% Tutupan T.1 T .2 T.3 T.4 T.5

VMR 60% 56% 44% 40% 64%

Thalassia hemprichii
70
60
50
40 Thalassia hemprichii
Sel/L

30
20
10
0
T.1 T.2 T.3 T.4 T.5

Grafik 7. Kelimpahan Lamun

Berdasarkan data tabel lamun yang didapatkan, terdapat spesies lamun yang
ditemukan dengan kisaran 1 spesies yaitu Thalassia hemprichii dengan masing-
masing transek 60%, 56%, 44%, 40% dan 64%. Menurut (Muhsin, Indrawati.
2009) hal ini jumlah persentase tiap transek banyak hal ini karena perairan pantai
cukup baik dalam pertumbuhan lamun karena faktor kekeruhan, suhu, do, salinitas
dan kecerahan yang baik sehingga lamun memiliki fungsi sebagian atau seluruh
daur hidupnya berada di air, mempunyai peranan sebagai produsen primer di
perairan yang merupakan sumber makanan bagi konsumen primer atau biofag
(antara lain ikan).
E. Neuston
Pada pengamatan, tidak di temukan serangga air karena pergerakan serangga air
sangat cepat dan arus perairan sangat kuat. Serangga air merupakan kelompok
arthropoda yang sebagian hidupnya berada di kolom air. Menurut ( Nontji, 2009)
Neuston adalah organisme kecil yang berenang yang mendiami permukaan water
film. Epineuston pada sisi udara hyponeuston pada sisi air. Bathyplankton:
merupakan plankton yang hidup pada kedalaman.Istilah neuston merujuk kepada
kumpulan organisme yang berhubungan dengan permukaan film pada danau, laut,
dan aliran sungai yang bergerak lambat. Umumnya termasuk spesies yang hidup
hanya dibawah permukaan air (hiponeuston), individu yang berada di bagian atas
tetapi terendam dalam air (epineuston).

4.3 Ekosistem Mangrove

4.3.1 Parameter Fisika


Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan fisika, kami sajikan dalam
table dan grafik
Table 18. Pengamatan Fisika di Mangrove
NO Parameter Titik 1 Titik 2 Titik 3
.
1. Suhu 28 0C 28 0C 280C
2. Kecerahan 12,5 % 12,5 % 12,5 %
3. Kedalaman 35 cm 37 cm 38 cm
4. Arus 0,130 m/s 0,130 m/s 0,140 m/s
5. Tipe Subrat Lumpur Lumpur Lumpur

Berdasarkan data tabel pengamatan mangrove dengan parameter fisika


diantaranya kedalaman, arus, suhu, kecerahan, dan substrat. Selanjutnya suhu
perairan mangrove yaitu 280C tiap titiknya, hal ini berbeda karena tap titik
memiliki tingkat antrogen yang berbeda. Menurut (Barus, 2012) pola temperatur
perairan tersebut dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang
di akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air
pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya
perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.
Dan untuk persentase kecerahan baik titik 1,2 dan 3 pada tingkat kecerahan yang
terdapat diperairan mangrove tersebut sama yaitu adalah 12,5 % tiap titiknya
berbeda karena kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar
peairan dipengaruhi oleh kekeruhan air. Menurut (Ramadhani, 2013) hal ini.
karena itu, tingkat kecerahan dan kekeruhan air laut sangat berpengaruh pada
pertumbuhan biota laut. Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem
perairan. Di perairan, cahaya memiliki dua fungsi utama antara lain adalah: 1.
Memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) dan
selanjutnya menyebabkan terjadinya percampuran massa dan kimia air. Perubahan
suhu juga mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat suatu
organisme akuatik, karena setiap organisme akuatik memiliki kisaran suhu
minimum dan maksimum bagi kehidupannya. 2. Merupakan sumber energi bagi
proses fotosintesis algae dan tumbuhan air.

Kedalaman di perairan mangrove memiliki tiga titik yang berbeda yaitu 35cm;
37cm; dan 38cm, hal ini berbda karena faktor kemiringan pantai subrat tersebut.
Menurut (Haffan, 2010) hal ini karena kedalaman perairan bebeda sebab beberapa
faktor permukaan subrat sungai berbeda tergantung kemiringan tanah pada pantai
tersebut sehingga dapat mengetahui proses pengukuran kedalaman suatu perairan
sering berhubungan dengan beberapa faktor penting seperti gelombang,
kecerahan, tekanan, dan lain-lain.

Selanjutnya untuk periode arus 60 s, 62 s, dan 67 s dengan 0,130 m/s , 0,130 m/s
dan 0,140 m/s 300 ke arah barat dan mempunyai skala yang berbeda-beda karena
faktor arah angin. Menurut (Harini, 2017) hal ini karena kecepatan arus dapat
berkurang sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan hingga angin
tidak berpengaruh pada kedalaman 200 meter. Secara tidak langsung arah arus
mengikuti arah angin yang ada di perairan tersebut. Kecepatan arus akan
menentukan tipe sedimen suatu perairan. Arus laut terjadi karena adanya
perbedaan massa air laut yang dipengaruhi oleh perubahan angin. Arus laut
merupakan arus permukaan yang terdiri dari lapisan-lapisan yang setiap
lapisannya memiliki massa air dan densitas yang berbeda-beda. Hal ini membuat
biota yang hidup di dasar laut mengalami perubahan mekanisme dalam
memperoleh makanan. Sehingga ketika arus berubah dengan perbedaan yang
besar,organisme yang berada di dasar perairan akan bergeser.

Selanjutnya pada pengamatan di pantai memiliki tipe subrat yang berlumpur baik
titik 1, 2 dan 3. Menurut (Harini, 2017) hal ini karena arus mangrove yang kuat
akan menghasilkan perairan dengan dasar pasir dan arus yang lemah akan
menghasilkan perairan dengan dasar lumpur kecepatan arus juga berpengaruh
terhadap distribusi biota yang relatif menetap di perairan, yaitu bentos.

4.3.2 Parameter Kimia


Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan kimia, kami sajikan dalam
table dan grafik
Table 19. Pengamatan Kimia di Mangrove
No Parameter Titik 1 Titik 2 Titik 3
.
1. Ph 7 7 7
2. Do - - -
3. Salinitas 31 ppt 32 ppt 31 ppt

Berdasarkan data tabel pengamatan pantai dengan parameter kimia diantaranya


Ph, Do dan Salinitas. Pada titik 1 Phnya 7, titik 2 Phnya 7 dan titik 3 Phnya 7,
berdasarkan tabel diatas Ph mempunyai kisaran 7 ppt, hal ini karena ph mangrove
sangat dominan pada asam maupun basa. Menurut (Barus, 2011) hal ini
membuktikan bahwa perairan mangrove tersebut netral, hal ini nilai pH netral
berkisar 7, kondisi perairan ini yang bersifat sangat asam maupun sangat basa
akan berpengaruh kelangsungan hidup organisme.

Pada tabel diatas Do (dissolved oxygent) tidak dapat terindentifikasi karena dalam
uji coba pengambilan sampel di sungai dengan menggunakan botol terdapat
gelembung saat pereaksi berlangsung dan dalam penggunaan zat pereaksinya
mempunyai kualitas yang tidak bagus disebabkan kualitas zat pereaksi tersebut
seperti Mnso4, Naoh+Ki dan H2SO4 tidak layak (kada luarsa). Menurut (Boyd,
2015) hal ini menyebabkan saat perekasi berlangsung tidak terdapat endapan dan
ketika ditambah Amilum tidak berwana biru tetapi kuning pudar sehingga hal ini
menyebabkan pereaksi tidak stabil (tidak terindentifikasi) dan saat pengambilan
botol di sungai teesebut mempunyai kualitas air yang tidak bagus karena warna air
tersebut keruh sehingga dapat dilihat, semakin oksigen terlarut yang terlalu rendah
akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang
mungkin saja terjadi.

Pada salinitas pantai di atas 31ppt-32ppt mempunyai kandungan klorida yang


banyak. Menurut (Nasiono,2010) hal ini disebabkan penetuan jumlah dalam gram
ion klorida pada satu kilogram air laut masih stabil dan salinitas sangat
berpengaruh dengan H2O untuk perkembangan organisme akuatik yang berada di
sekitar perairan tersebut.

4.2.3 Parameter Biologi

A.Plankton
Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan biologi, kami sajikan dalam
table dan grafik.
Table 20. Data Pengamatan Plankton
No Jenis Plankton Jumlah Kelimpahan
1 Noushnus Sp 11 73

2 Sandesmus SP 3 19
3 Asteniella Formusa 5 33

Tabel 21. Indeks Diversitas Plankton


Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3
Keanekaragaman 0,10 0,30 0,29
Keseragaman 0,010 0,010 1,45
Dominasi 0,45 0,38 0,33
Kelimpahan Plankton
80
70
60 Noushnus Sp
50 Sandesmus SP
Sel/L

40 Asteniella Formusa
30
20
10
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3
Grafik 8. Kelimpahan Plankton

Berdasarkan tabel plankton tersebut dapat dilihat bahwa suatu perairan di pantai
masih terbilang cukup baik hal ini dikarenakan masih banyaknya keanekaragaman
spesies plankton. Dari data tersebut ditemukan 2 jenis spesies dari 1,2 dan 3 titik
yang berbeda dan paling banyak ditemukan spesies Noushnus Sp , Sandesmus SP
dan Asteniella Formusa sehingga dari indeks tersebut bisa dilihat dari
keanekaragaman sampai dominasi cukup banyak dari 0,10-0,29. Menurut
(Rahma, 2010) plankton di pantai cukup baik sebagai bioindikator kualitas suatu
perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi
populasi plankton yang mempengaruhi tingkat tropik perairan tersebut.

Selanjutnya pada keseragaman ditemukan Noushnus Sp , Sandesmus SP dan


Asteniella Formusa dengan titik 1 dan 2 adalah 11 dan titik 1,2 dan 3 adalah 3 dan
titik 1 adalah 5. Sehingga keseragaman pada titik 0,010 adalah titik 2 0,010 dan
titik 3 adalah 1,45, hal ini dapat dilihat bahwa keseragaman tergantung pada
intensitas cahaya yang di dapat. Menurut (Rahma, 2010) hal ini dapat dilihat
karena faktor fluktuasi populasi plankton yang mempengaruhi tingkat tropik
perairan tersebut dimana intensitas cahaya masih mempengaruhi.
Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0,45 titik 2 adalah 0,38 dan titik 3
adalah 0,33. Menurut (Nurfadillah, 2013) dominasinya sedikit karena
perkembangan plankton tersebut dari faktor tingkat kekeruhan air sungai dan
tempat habitat yang tidak stabil sehingga fitoplankton sebagai primer produser.
Meski pungukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat tumbuh dengan
sangat lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan perubahan warna pada air.
B. Perifiton
Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan fisika, kami sajikan dalam
table dan grafik
Table 22. Data Pengamatan Perifiton
No Spesies Jumlah Kelimpahan
1 Rhizosorish sp 4 26

2. Plantoneiela 9 59
3. Bidolphia 2 13
Tabel 23.Indeks Diversitas Perifiton
Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3
Keanekaragaman 0,10 0,5 0.9
Keseragaman 0.5 0,15 0,6
Dominasi 0.7 0,8 0,7

Kelimpahan Perifiton
70
60
50 Rhizosorish sp
40 Plantoneiela
Sel/L

Bidolphia
30
20
10
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3

Grafik 11. Kelimpahan Perifiton


Berdasarkan data tabel perifiton yang didapatkan, terdapat sedikit spesies
perifiton yang ditemukan dengan kisaran 3 spesies. Perifiton yang ditemukan
Rhizosorish sp, Plantoneiela dan Bidolphia dari sampel yang diambil hal ini
sesuai pada indeks perifiton yang menunjukan jumlah keanekaragaman yaitu
0,10-0,9. Menurut (Graham, 2009) hal ini membuktikan bahwa sedikit banyaknya
keseragaman pada spesies disebabkan pada perairan dengan kecepatan arus yang
besar, dan kebanyakan jenis-jenis perifiton dapat bersifat sensitif atau toleran
terhadap pencemaran, baik terhadap pencemaran organik maupun logam berat.

Perairan mangrove yang diamati masih terbilang tidak bagus pada keseragmannya
pada titik 1 adalah 0.5 titik 2 adalah 0,15 dan titik 3 adalah 0,6 keseragamannya.
Menurut (Graham, 2009) hal tersebut karena perifiton sangat toleran pada
lingkungannya terutama perairan dengan kecepatan arus yang besar, dan
kebanyakan jenis-jenis perifiton dapat bersifat sensitif atau toleran terhadap
pencemaran.

Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0,7 titik 2 adalah 0,8 dan titik 3
adalah 0,7. Menurut (Alexander, 2013) dominasinya sangat sedikit hal ini tempat
habitat dalam sungai tersebut sefikit karena perifiton adalah komunitas organisme
yang hidup di atas atau sekitar substrat yang tenggelam. Substrat tersebut dapat
berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam, dan kadangkala pada
hewan air. Pada umumnya terdiri atas bakteri berfilamen, protozoa menempel,
rotifer dan alga. Keberadaan perifiton diperairan dapat dijadikan sebagai indikator
kesuburan perairan .

C.Bentos
Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan biologi, kami sajikan dalam
table dan grafik
Table 24. Data Pengamatan Perifiton
No Spesies Jumlah Kelimpahan
1 Telescopion sp 5 33

2. Scylla sp 5 33
3. Pungurus B 5 33

Tabel 25. Indeks Diversitas Bentos


Indeks Titik 1 Titik 2 Titik 3
Keanekaragaman 0 0 0
Keseragaman 0 1,25 1,25
Dominasi 0 0,95 0,95
Kelimpahan Bentos
35
30
1 Telescopion sp
25
20
Sel/L

Scylla sp
15
Pagurus B
10
5
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3
Grafik 10. Kelimpahan Bentos

Berdasarkan dari tabel pengamatan benthos tersebut dapat dilihat bahwa


diperairan kolam mendapatkan 3 sampel benthos diantaranya Telescopion sp,
Scylla sp dan Pagurus. Pembuktian ini sesuai dengan indeks bentos yang
melimpah pada titik 2 dari 1,25 keanekaragaman dilihat jumlahnya di titik 2
terdapat 5 ind. Menurut (Biggs 2009) hal ini dikarenakan faktor abiotik adalah
fisika-kimia di pantai menyebabkan organinesme tidak ada yang diantaranya:
suhu, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD), (COD), serta
kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar.

Selanjutnya pada keseragaman Telescopion sp, Scylla sp dan Pagurus, Sehingga


keseragaman pada titik 1 adalah 0,titik 2 adalah 1,25 dan titik 3 adalah 1,25.
Menurut (Kordi dan Andi, 2010) hal ini dapat dilihat bentos memiliki sifat
kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah, mudah
ditangkap dan memiliki kelangsungan hidup yang panjang. Karena ia dapat hidup
ditempat-tempat yang mungkin kandungan airnya kurang dalam berbagai hal ini
karena bentos juga memiliki ketahanan terhadap kondisi lingkungan.

Berdasarkan pada dominasi pada titik 1 adalah 0 ,titik 2 adalah 0,95 dan titik 3
adalah 0,95, hal ini karena dominasi dipengaruhi oleh tingkat dasar perairan
terhadap cahaya. Menurut (Haryado, 2010) dominasinya sedikit karena
perkembangan karena makro zoobenthos tersebut mempunyai dasar perairan
dengan pergerakan relative lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar
serta kualitas perairan.

D.Neuston
Pada pengamatan, tidak di temukan serangga air karena pergerakan serangga air
sangat cepat dan arus perairan sangat kuat. Menurut (James, 2011) Serangga air
merupakan kelompok arthropoda yang sebagian hidupnya berada di kolom
airterkadang hanya mengandalkan tegangan permukaan air untuk
mempertahankan posisinya mengapung di atas permukaan air. Neustons terdiri
daribeberapa spesies ikan yang senang hidup di atas permukaan air seperti ikan
terbang. Contoh lain neuston adalah, kumbang, protozoa, bakteri, laba-laba,
serangga air dan Physalie “man o’war” (jelly fish). Neuston jarang ditemui pada
saat di pantai sebalang, mungkin karena pantai tersebut sudah mengalami
pencemaran

D.Mangrove
Adapun hasil yang kami dapatkan dalam pengamatan biologi, kami sajikan dalam
table dan grafik
Tabel 26. Pengamatan Mangrove

Jenis Mangrove
No. Parameter
Bruguiera Avicennia sp.

1. Kerapatan Jenis 0,06 0,09


2. Kerapatan Relatif Jenis 40 60
3. Frekuensi Jenis 1 1
4. Frekuensi Relatif Jenis 50 50
5. Penutupan Jenis 9,80 13,18
6. Penutupan Relatif Jenis 0,42 0,57
7. INP 90,42 110,57
Mangrove
120
100
80
60
40
20
0
Category 1 Category 2

kerapatan jenis kerapatan relatif frekuensi jenis frekuensi relatif


penutupan jenis penutupan relatif inp

Grafik 12. Pengamatan Mangrove

Pada pengamatan mangrove didapatkan dua jenis mangrove yaitu avicenia dan
bruguiera. Pada jenis mangrove avicenia terdapat hasil perhitungan Kerapatan
jenis 0,09, kerapatan relatif jenis 60, Frekuensi jenis 1, Frekuensi relative jenis
50 ,Penutupan jenis 13,18 Penutupan relative jenis 0,57 sehingga 𝞢BA = 1.318,23
dengan CI = 13,18 dan RCI = 0,57 dengan hasil akhir INP = 110,57.Dan bullgeria
perhitungan Kerapatan jenis 0,06, kerapatan relative jenis 40, Frekuensi jenis 1 ,
Frekuensi relative jenis 50, Penutupan jenis 9,80 Penutupan relative jenis 9,80
sehingga pada jenis mangrove Bruguiera 𝞢BA = 980,22 dengan CI = 9,80 dan
INP = 90,42. Pada pengamatan mangrove ini, menggunakan kuadran transek
dengan ukuran 10x10m dan 5x5m. Menurut (Yusuf, 2009) dalam hal ini
karakteriktik dari avicenia dan bruguiera hampir sama baik kerapatan jenis,
frenkuensi rekatif dll, karena avicennia dan bruguiera merupakan pohon
mangrove pionir. Tumbuhnya selalu di tepi laut maupun di tepi sungai. Avicennia
atau bulgeria merupakan pohon tinggi yang berukuran sedang sampai besar.
V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum lapangan ekologi perairan ini adalah sebagai
berikut :
1. Ekologi perairan merupakan ilmu yang mempelajari tentang ekosistem
yang hidup di perairan, baik air tawar, payau, maupun laut.
2. Terdapat varietas yang berbeda pada setiap parameter pada saat
pengambilan yang berbeda.
3. Salinitas perairan sungai, payau, dan laut berbeda: pada sungai 26-27 ppt
sedangkan pada laut yakni 30-35 ppt, dan pada perairan payau aykni 31-
32 ppt.
4. Terdapat pH yang berbeda pada tiap-tiap perairan sungai, payau, dan
laut: pada sungai yakni 5-6 , pada payau yakni 7, sedangkan pada
perairan laut yakni 5-6.
5. Komunitas benthos sangatlah sensitif pada perubahan kualitas air yang
berbatasan dengan motilitas dan kemampuan yang relatif karena
merupakan fungsi indikasi kualitas perairan yang efektif.
6. Untuk pengamatan plankton kali ini, perairan masih tergolong baik karna
masih memiliki kelimpahan serta jenis plankton yang banyak di temui
kisaran 2-3 jenis.
7. Pada perifiton pada beberapa titik jumlah perifiton sangat sedikit
ditemukan dan mungkin alasannya karna arus pada perairan, seperti yang
kita ketahui bahwa perifiton sangat peka terhadap pencemaran, baik itu
pencemaran organik maupun logam.
5.2 Saran
Adapun saran pada praktikum lapangan ekologi perairan ini adalah sebagai
berikut :
1. Sebaikanya praktikan lebih teliti terhadap parameter yang diamati.
2. Sebaiknya praktikan lebih hati-hati pada saat praktikum.
3. Sebaiknya praktikan lebih kondusif agar praktikum terlaksana dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adrianto. 2009. Greywater Characterisation to Know the Potential Utilization of


Alexander. 2013. Nekton. The Hague. London.

Agus. 2010. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Knisius.

Arfiati, Diana. 2009. Strategi Peningkatan Kualitas Sumberdaya pada Ekosistem.


Jakarta: Yudistira.

Ariana. 2011. Kimia dalam Perairan. Penerbit Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Aridianto. 2017. Geografi Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung. Citra Praya.

Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Jakarta: Bumi Aksara.

Bada. 2011 . Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural


Experiment station. Auburn University, Auburn.

Bambang, Triatmodjo. 2013. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset.

Barus, K. 2012. Asam Basa Kimia. Penerbit Visindo. Jakarta Selatan.

Biggs, B. J. F. 2009. Stream Periphyton Monitoring Manual. Christchurch. New


Zealand.

Boyd,Claude. 2015. Water Quality 2nd Edition. London: Library of Congress


Control.

Chakroff, KR. 2012. Karakteristik Perairan. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Damaianto. 2014. Kimia Organik. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Djoko, Ridwan. 2011. Laut Nusantara. Jakarta. Djambatan.

Effendi, KE. 2013. Fisika Perairan. Penerbit Grafindo Media Pratama. Bandung
Ekubo, A. A. 2011. Review of Some Water Quality Management Principles In
Culture.USA: FisheriesEngineering and Technology.

Fajri. 2013. Plankton and Benthos Research, Volume 4 Issues 1. Plankton Society
of Japan. Japan.

Flamid. 2010. Plankton. The Rosen Group. New York.

Ganoe, Rene. 2013. Remote of Dissolved Oxygen. Library Cataloging Data.


London.

Giragosov, V and Khanaychenko, A. 2012. The State-of-Art of the Black Sea


Turbot Spawning Polulation of Crimea. Turkish ; Journal of Fisheries and
Aquatic Sciens.

Graber, Howard. 2008. Dissolved Oxygen in Water. University of Ilinois. USA.

Graham, L.E . 2009. Bentos. Prentice Hall, New York.

Gupta, R.S and Desa, E. 2009. The Indian Ocean-a Perspective Volume 2. India:
Zeitlinger Publisher.

Haffan. 2010. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanius.

Hanif, dkk. 2010. Parameter perairan. Jakarta . UI Press.

Harini. 2013. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Haryado, dkk. 2010 . Kualitas suatu perairan. Yogyakarta: Kansius.

Hendriks, M.R. 2010. Intoduction to Physical Hydrology. New York: Oxford


University Press Inc.

Hutabarat. 2012. Dasar – dasar ekologi perairan jilid II. Yogyakarta: Kansius.

Irwan, Z.D. 2015. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komonitas


dan Lingkungan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

James. 2011. Ecology and Classification of North American Freshwater


Invertebrates. UK: Elsevier Inc.

Kordi dan Andi , 2010. Pengantar Ekologi. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya.

Kurniawan, Riky. 2012. Keragaman Jenis dan Penutupan Tumbuhan Air di


Ekosistem Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian Limnologi Lipi.
Cibinong.

Kusmana. 2010. Respon Mangrove terhadap Pencemaran. Bogor: IPB.


Kustanti, A. 2013. Evolusi hak kepemilikan dan penataan peran para pihak pada
pengelolaan ekosistem hutan mangrove dengan kemunculan tanah timbul.
Disertasi. Program Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Hutan. IPB. Bogor.

Magdalena, dkk . 2014. Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau
Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan
Riau.Pekan baru. Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau.

Muhsin., Indrawati. 2009. Keanekaragaman Tumbuhan Air pada Perairan Sungai


dan Rawa di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal. Vol 16
No 02. ISSN 0854-0667.

Mukayat, D.B. 2012. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Nationo. 2010. Marine Biology An Ecological Apprach. 3 rd edition. Addison-


Wesley Educational Publishers Inc, USA.

Ningsih, S.S. 2009. Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian dari Upaya.
Jakarta: Erlangga.

Nontji, Anugerah. 2009. Plankton Laut. Jakarta: LIPI Press.

Nurfadillah. 2013. Marine Biology. Nova Science Publisher: Great Britain.

Nybakken, James W. 2012. Biologi Laut. Gramedia. Jakarta.

Odum, E. P., 2009. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.

Pramudji. 2015. Ekologi dan Karakteristik Perairan. Depok: UI Press.

Purba. 2014 . Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut. Yogyakarta. BPF E-


Yogyakarta.

Puspitaningrum, M., M, Izzati., S. Haryanti. 2009. Produksi dan Konsumsi


Oksigen Terlarut Oleh Beberapa Tumbuhan Air. Jurusan Biologi. MIPA.
INDIP.

Rahma, Y. F. 2010. Keanekaragaman dan Kelimpahan. Surakarta: UNS


Surakarta.

Ramadhani, F. S. 2013. Kandungan Antibakterial dalam Daun Sirih. UNEJ:


Jurnal I(1): 1-3.

Rifqi. 2009. Plankton laut. Jakarta: LIPI press.

Riyana. 2009. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta:
Erlangga.
Rodda, J.C., Downing, R. A., Law, F. M. 2012. Systematic Hydrology. London:
Butterworth & Co (Publisher) Ltd.

Romimohtarto. 2009. Nekton. Jakarta: Erlangga.

Roonawale. 2010. Pengantar Ekologi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sembiring. 2008. Biologi Perairan Darat.USA: The University of Michigan.

Setiawan. 2010. Penanggulangan Bencana Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Setyawan. 2017. Biomonitoring. Malang: Fakultas Perikanan Universitas


Brawijaya.

Simanjuntak , 2012. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta.Gadjah Mada University.


Press.

Soepriyo, D. 2011. Pengertian Nekton. Jakarta: Erlangga.

Solihuddin, Ichsan.2011. Hypnosis for student. Jakarta : Kafia.

Suliati. 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.

Syarifuddin. 2010. Sains Geografi. Jakarta : Bumi Aksara.

Tjokrokusumo, S, W., F,L, Sahwan. 2013. Tanaman Potensial Penyerap Limbah


Studi Kasus di Pulau Batam. Pusat Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi
Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi.

Tomlinson, P.B., 2010. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press:


England.

Wetzel, Robert. 2008. Limnological. New York: Libary of Congres Cataloging-in-


Publication Data.

Widianti, D. 2010. Greywater Characterisation to Know the Potential Utilization


of Greywater Reuse in bandung City. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan:
ITB.

Wijaya. 2009. Konservasi hutan mangrove sebagai wisata pendidikan. Jurnal

Yusuf, Guntur.2009. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga Dengan Simulasi


Tanaman Air. Jurnal Bumi Lestari. Vol 8 No 2. Fakultas MIPA. Universitas
Islam Makassar. KOPERTIS WILL XI.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
No Gambar Keterangan
1.

Mengukur Kedalaman

2.

Mengukur pH

3.

Mengukur Kerapatan
Mangrove

4.
Mengukur Kelimpahan
Bentos

5.

Mengukur Kadar DO

6.

Mengukur Keanekaragaman
Perifiton
7.

Mengukur Keanekaragaman
Plankton

9.

Mengukur Suhu

10.

Mengukur Kelimpahan
Lamun

Anda mungkin juga menyukai