Oleh:
Arkabinus Hengki
NIM. C1101151031
Oleh:
Arkabinus Hengki
NIM. C1101151031
Arkabinus Hengki
NIM. C1101151031
Tim Pembimbing:
Dr. FX. Widadi Padmarsari, S.Si, M.Si Dra. Sri Rahayu, M.Si
NIP:197012031998022001 NIP: 195812161993032001
Disahkan Oleh
Arkabinus Hengki
C1101151031
RIWAYAT HIDUP
Puji dan Syukur penulis Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena
Berkat dan Kasih-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Tanjungpura,
Pontianak, Kalimantan Barat.
Penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan dari Dosen
Pembimbing Pertama yaitu Ibu Dr. FX. Widadi Padmarsari, S.Si, M.Si dan Dosen
Pembimbing Kedua Ibu Dra. Sri Rahayu, M.Si. Pada kesempatan ini penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua saya Ayah dan Ibu tercinta, keluarga besar, saudara-saudara ku
yang amat kukasihi, untuk doa dan dukungannya.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Denah Suswati, M.P. Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura Pontianak.
3. Bapak Dr. Ir. Fadjar Rianto, M.S. Selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak.
4. Bapak Drs. Inpurwanto, M.Si selaku Dosen Penguji Pertama serta Ketua Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ibu Yeni Hurriyani, S.Pi, M.Si
selaku Dosen Penguji Kedua.
5. Bapak Tamam Selaku Nelayan Desa Subah, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten
Sanggau, Kalimantan Barat beserta keluarga besar.
6. Teman-teman mahasiswa angkatan 2015 yang memberikan bantuan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Arkabinus Hengki
NIM: C1101151031
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Ikan patung ..................................................................................... 4
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian ........................................................... 9
Gambar 3. Pengambilan sampling jala tebar pada setiap stasiun ..................... 11
Gambar 4. MorfologiTingkat Kematang Gonad Ikan Jantan dan TKG I(a),
TKG II(b),TKG III(c), TKG IV(d) Dan TKG V(e) ........................ 18
Gambar 5. Indeks Kematangan Gonad Ikan Patung terhadap jantan dan
betina .............................................................................................. 19
Gambar 6. Indeks Hepatosomatik ikan patung terhadap jantan dan betina .... 20
Gambar 7. Hubungan Fekunditas Total dengan panjang ikan patung ............. 20
Gambar 8. Hubungan Fekunditas Total dengan berat ikan patung .................. 20
Gambar 9. Hubungan Fekunditas Relatif dengan panjang ikan patung ........... 21
Gambar 10. Hubungan Fekunditas Relatif dengan berat ikan patung.............. 21
Gambar 11. Gonad ikan jantan ......................................................................... 36
Gambar 12. Gonad ikan betina ......................................................................... 36
Gambar 13. Panjang ikan patung ..................................................................... 36
Gambar 14. Berat ikan patung.......................................................................... 36
Gambar 15. Berat hati ikan patung................................................................... 36
Gambar 16. Berat gonad ikan patung ............................................................... 36
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sumberdaya perikanan yang terdapat di perairan masih belum dimanfaatkan
secara optimal dan seimbang bagi lingkungan. Masyarakat awam hanya mengambil
sumberdaya perikanan tanpa mengetahui akibat dari eksploitasi yang tidak
memperhatikan aspek kelestarian, sehingga dapat menyebabkan penurunan populasi.
Eksploitasi yang terus-menerus tanpa memperhatikan keberlanjutannya dapat
menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya yang secara tidak
langsung dapat menyebabkan kepunahan spesies (Safarini et al., 2017), salah satunya
ikan patung yaitu dari famili Pristolepididae.
Ikan patung (Pristolepis grootii) atau yang lebih dikenal dengan Leaffish
termasuk dalam famili Pristolepididae dan masih berkerabat dekat dengan Nandidae.
Di Indonesia, genus Pristolepis ini terdiri dari 2 spesies, yaitu P. fasciata dan P.
grootii dan yang membedakan keduanya yaitu pada sirip pelvic atau perut terhadap
jangkauan kloaka (Sukmono et al., 2017). Ikan patung merupakan ikan air tawar asli
Indonesia yang banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias.
Hingga saat ini, informasi terkait biologi ikan patung terbilang sedikit dan penelitian
yang sudah dilakukan, contohnya: biologi reproduksi di Sungai Musi (Ernawati et
al., 2009), dan studi pola lingkaran pertumbuhan otolith di Hilir Sungai Siak,
Provinsi Riau (Chahyadi et al., 2016).
Biologi reproduksi ikan adalah aspek mendasar dari biologi ikan yang sangat
penting untuk keperluan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Dalam mempertahankan keturunannya, suatu organisme pastinya perlu dalam
melakukan kegiatan reproduksi. Reproduksi adalah kemampuan individu untuk
menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya
(Yuniar., 2012). Adanya kegiatan reproduksi sendiri, sangat erat kaitanya dengan
rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, indeks
hepatosomatik dan fekunditas. Penelitian tentang biologi reproduksi sudah banyak
dilakukan antara lain penelitian ikan sepatung (Pristolepis grootii Bleeker) di Sungai
Musi (Ernawati et al., 2009), dan ikan sepatung (Marosatherina ladigesi Ahl, 1936)
di Sungai Kelekar (Muslim et al., 2019). Dari penelitian-penelitian tersebut dikaji
1
2
B. Rumusan masalah
Ikan patung mempunyai potensi untuk dibudidayakan, mengingat potensinya
sebagai ikan konsumsi dan hias. Hingga saat ini, masyarakat sekitar masih
memanfaatkan ikan ini dari hasil alam dalam jumlah besar, tanpa memperhatikan
konsep keberlanjutan yang dapat mengakibatkan ikan tersebut punah. Perlunya peran
pemerintah dalam memberikan kontribusi terkait kegiatan pengelolaan kearah
keberlanjutan dengan mempertimbangkan pada pemenuhan kebutuhan domestikasi
dan informasi terkait ikan patung. Oleh sebab itu, penelitian terkait biologi
reproduksi ikan patung perlu dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang diteliti
mulai dari rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad,
indeks hepatosomatik dan fekunditas agar kelestarian ikan tersebut tetap terjaga.
3
C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi beberapa aspek biologi
reproduksi ikan patung di Sungai Selambuk, Desa Subah, Kecamatan Tayan Hilir,
Kabupaten Sanggau yang mencakup rasio kelamin, tingkat kematangan gonad,
indeks kematangan gonad, indeks hepatosomatik dan fekunditas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan patung (Pristolepis grootii)
Mulut
Sirip ekor
Operkulum
Sirip anal halus
Sirip dada
Sirip anal kasar
Sirip perut
4
5
mencapai 18,4 cm dengan jumlah sirip punggung (Dorsal) mencapai XII pada bagian
jari-jari kasar sedangkan 16 pada jari-jari tipis dan sirip dubur (Anal) mencapai III
pada bagian jari-jari kasar sedangkan 8 pada jari-jari tipis sedangkan sisik melintang
badan (SMB) dengan jumlah sisik antar sirip dorsal dengan lateral line sebesar 4,5
(Sukmono et al., 2017).
2. Biologi Reproduksi
Perkembangan biologi reproduksi ikan disebabkan oleh adanya perbedaan
pola pertumbuhan (Prianto et al., 2015). Dalam suatu spesies ikan jantan dan betina
dapat dibedakan dari morfologi tubuhnya. Pada umumnya ikan jantan memiliki
warna yang lebih cerah dibandingkan ikan betina, hal ini sebagai upaya untuk
menarik perhatian lawan jenisnya (Yuniar., 2012). Pengetahuan mengenai biologi
reproduksi dalam populasi berkaitan erat dengan pengelolaan ikan sebagai sumber
daya suatu perairan (Asriyana et al., 2013). Biologi reproduksi merupakan aspek
penting dalam biologi perikanan maupun dinamika populasi. Dalam mempelajari
biologi reproduksi ada beberapa aspek lain yang mendasari meliputi rasio kelamin,
tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (TKG), indeks
hepatosomatik (IHS) dan fekunditas.
a. Rasio Kelamin
Rasio kelamin merupakan frekuensi relatif dari ikan jantan dan betina setelah
dilakukan penentuan jenis kelamin (Susanto et al., 2017). Penentuan jenis kelamin
ikan dilakukan berdasarkan ciri seksual primer yaitu dengan cara membedah dan
melihat perbedaan gonad antara ikan jantan dan betina (Suhendra et al., 2017). Rasio
kelamin dilakukan untuk melihat perbandingan antar jenis kelamin ikan jantan dan
ikan betina dalam suatu populasi, dimana perbedaan pola tingkah laku bergerombol
antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, penyebaran ikan
jantan dan betina yang tidak merata, kondisi lingkungan serta faktor penangkapan
sering kali menjadi pembeda terhadap pola 1:1 yang kondisi ideal (Bal et al., 1984)
6
pemijahan, dan mencapai titik terendah pada masa pasca pemijahan yang kemudian
meningkat kembali pada fase istirahat dimana ikan mulai makan sebanyak-
banyaknya yang menyebabkan peningkatan cadangan lemak di hati. Peningkatan
cadangan lemak di hati ini kemudian digunakan untuk bereproduksi, dimana lemak
tersebut merupakan energi untuk melangsungkan pemijahan (Tresnati et al., 2018).
Di alam, ada tiga strategi reproduksi yang paling menonjol dalam memijah, yaitu:
bilamana energi (lipit) cukup tersedia, ikan dalam proporsi ketersediaan energi dan
ikan mengorbankan semua fungsi yang lain, dan sesudah itu individu tersebut akan
mati (Yuniar., 2012).
e. Fekunditas
Jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas. Dalam
ovarium biasanya ada dua macam ukuran telur, yaitu telur yang berukuran besar dan
yang berukuran kecil. Ada telur yang berukuran besar akan dikeluarkan tahun ini,
dan telur yang berukuran kecil akan dikeluarkan pada tahun berikutnya, tetapi sering
terjadi apabila kondisi perairan baik telur yang sekecil apapun akan dikeluarkan
menyusul telur yang besar (Effendie., 1979). Ikan di setiap ekosistem pastinya
menghasilkan nilai fekunditas yang dipengaruhi ukuran panjang total dan berat bobot
ikan (Kusmini et al., 2016). Menurut Harianti (2013), menyatakan bahwa fekunditas
pada setiap individu betina bergantung pada umur, ukuran, spesies dan kondisi
lingkungan (ketersediaan makanan, suhu air dan musim). Besarnya fekunditas salah
satunya ditentukan oleh ukuran induk, semakin panjang atau besar ukuran induk
biasanya diikuti oleh besarnya gonad (Karyaningsih., 2008).
B. Kerangka Konsep
Ikan patung (Pristolepis grootii) merupakan ikan lokal yang dominan
ditemukan di perairan umum Desa Subah Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten
Sanggau. Sampai saat ini, belum banyak informasi yang mendukung tentang biologi
reproduksi ikan patung, khususnya untuk aspek budidaya, sehingga permintaannya
dipenuhi dengan mengandalkan hasil tangkapan dari alam dalam jumlah besar, tanpa
memperhatikan konsep keberlanjutan yang dapat mengakibatkan ikan tersebut
punah. Penangkapan dalam jumlah besar pada ikan berukuran kecil dan sedang
8
sampai saat ini terus terjadi, perlunya peran pemerintah dalam memberikan
kontribusi terkait kegiatan pengelolaan kearah keberlanjutan dengan
mempertimbangkan pada pemenuhan kebutuhan domestikasi dan informasi terkait
ikan patung. Informasi reproduksi ikan penting diketahui dalam kaitannya untuk
menyusun rencana pengelolaan dan pengembangan yang mengarah ke keberlanjutan
ikan sebagai salah satu informasi dasar yang perlu diketahui adalah biologi
reproduksi ikan. Menurut Ernawati (2009), hasil penelitian “Biologi Reproduksi Ikan
Sepatung, Pristolepis grootii Bleeker (Nandidae) di Sungai Musi” menunjukan nilai
rasio kelamin pada angka 1:1.7, dengan ikan yang paling banyak ditemukan untuk
TKG I pada selang ukuran 50-85 mm dan Indeks Kematangan Gonad ikan jantan
berkisar 0%-2.25% dan betina berkisar 0.04%-4.22%, untuk fekunditas yang
diperoleh ikan patung adalah 2.301 butir telur. Informasi yang sedikit mengenai
biologi reproduksi ikan patung perlu untuk dikaji lebih lanjut dengan
membandingkan hasil penelitian tersebut dengan penelitian-penelitian lainnya.
Menurut Lisna (2016), hasil penelitian “Biologi Reproduksi Ikan Tambakan,
Helostoma temminckii di perairan umum Kec. Kumpeh Ulu Kab. Muaro Jambi”
menunjukan nilai rasio kelamin pada angka 1.25:1, dengan ikan yang paling banyak
ditemukan pada TKG III dan Indeks Kematangan Gonad ikan jantan berkisar 4.84%-
6.80% dan betina berkisar 6.87%-7.59%. Menurut Helmizuryani (2013), hasil
penelitian “Biologi Reproduksi Ikan Betok, Anabas testudineus di perairan alami”
menunjukan nilai rasio kelamin 95% pada ikan jantan, dengan ikan yang paling
banyak ditemukan pada TKG III dan Indeks Kematangan Gonad ikan sampel
berkisar 0.34%-0.95% dan fekunditas yang diperoleh berkisar antara 168-958 butir
telur. Menurut Prianto (2014), hasil penelitian “Biologi Reproduksi Ikan Betok,
Anabas testudineus di Paparan Banjiran Lubuk Lampam” menunjukan nilai rasio
kelamin pada angka 0.57:1, dengan ikan yang paling banyak ditemukan pada TKG
III dan Indeks Kematangan Gonad ikan jantan berkisar 1.3%-15.0% dan betina
berkisar 1.2%-17.1% untuk fekunditas yang diperoleh ikan patung adalah 224-
182.736 butir telur.
9
Ikan konsumsis,
ikan asin dan ikan Aktifitas penangkapan
hias
Penangkapan berlebih
10
11
stasiun yang telah dilakukan 2 minggu sekali sebanyak 6 kali, menggunakan metode
Systematic Random Sampling. Lokasi sampling adalah Sungai Selambuk bagian
tengah, dan lokasi dibagi menjadi 3 stasiun secara sistematik. Setiap stasiun berjarak
870 meter dengan kondisi lingkungan yang sama berdekatan dengan hutan dan
perkebunan sawit. Alat tangkap yang digunakan dalam penelitian ini adalah jala dan
pukat. Setiap stasiun dilakukan penebaran jala 100 meter sebanyak 10 kali dengan
jarak tebar 10 meter.
100 m
1 3 5 7 9
10 m
2 4 6 8 10
10 m
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian biologi reproduksi ikan patung (Pristolepis grootii)
adalah sebagai berikut:
12
1. Survei Lapangan
Survei lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi sementara terkait
alat tangkap dan lokasi yang cocok digunakan dalam pengambilan sampel ikan
patung. Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan, lokasi yang menjadi tempat
penelitian yaitu berada di Sungai Selambuh Desa Subah Kecamatan Tayan Hilir
Kabupaten Sanggau. Jenis alat tangkap yang cocok digunakan yaitu pukat dengan
ukuran mata jaring 1.5 dan 2 inch dengan panjang jaring sekitar 10 meter dan jala
tebar dengan mata jaring yang berukuran 1.5 inch. Hasil survei yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa ikan patung banyak berada di sekitar perairan yang kurang
dalam, berlumpur dan berpasir, dan disekitar ranting, maka dipilih titik sampling
yang memiliki kondisi seperti kriteria tersebut.
E. Variabel pengamatan
Variabel pengamatan dibutuhkan dalam memenuhi kriteria aspek biologi
reproduksi ikan antara lain perhitungan rasio kelamin, tingkat kematangan gonad,
indeks kematangan gonad, indeks hepatosomatik dan fekunditas.
13
1. Rasio Kelamin
Rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan
betina (Sinaga et al., 2018) berdasarkan pola 1:1, yang berarti 50% jantan dan 50%
betina (Bal et al., 1984) yang dinyatakan dalam persen dari jumlah individu:
∑𝐽
𝑋=
∑𝐵
Keterangan:
X : Rasio kelamin
∑J : Jumlah ikan jantan
∑B : Jumlah ikan betina
Analisis untuk mengetahui perbandingan kelamin ikan jantan dan betina
digunakan uji chi-kuadrat (X2) (Steel dan Torrie., 1993).
𝑛
2
∑(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖 )2
𝑥 =∑
∑ 𝐸𝑖
𝑖=1
Keterangan:
X2 : sebuah nilai bagi peubah acak
Oi: frekuensi ikan jantan dan atau ikan betina yang diamati
Ei: frekuensi harapan, yaitu (ikan jantan + ikan betina) / 2.
Hipotesis :
H0 = Jumlah ikan jantan dan betina tidak berbeda nyata
H1 = Jumlah ikan jantan dan betina berbeda nyata.
𝑊ℎ
IHS = 𝑥100%
𝑊
Keterangan:
IHS : Indeks Hepatosomatik (%)
Wh : Berat hati ikan (gram)
W : Berat tubuh ikan (gram)
5. Fekunditas
a. Fekunditas total
Fekunditas total dihitung dengan metode sub contoh berat gonad atau yang
disebut metode gravimetri (Alamsyah et al., 2013) dengan rumus sebagai berikut
(Saputra et al., 2016):
G
Ft = 𝑥𝑁
𝑄
Keterangan:
Ft : Fekunditas total (butir)
G : Berat gonad (gram)
Q : Berat contoh (gram)
N : Jumlah telur setiap gonad contoh (butir)
Hubungan fekunditas dengan berat maupun panjang ikan dinyatakan dalam
persamaan berikut (Gustomi et al., 2016):
W = 𝑎𝐹 𝑏 dan F = 𝑎𝐿𝑏
Keterangan:
W : Berat tubuh ikan (g)
F : Fekunditas (butir)
L : Panjang tubuh ikan (mm)
b. Fekunditas relatif
Fekunditas relatif diperoleh dengan membagi fekunditas mutlak atau total
dengan berat tubuh ikan (gram) selanjutnya dikaitkan dengan panjang total ikan
(mm) dengan rumus sebagai berikut (Jusmaldi et al., 2018):
𝐹𝑡 𝐹𝑡
Fr = dan Fr =
𝑃𝑡 𝐵𝑡
16
Keterangan:
Fr : Fekunditas relatif (butir)
Ft : Fekunditas mutlak/total (gram)
Pt : Panjang tubuh (mm)
Bt : Berat tubuh (gram)
Hubungan koefisien korelasi secara sistematis pada hubungan panjang dan
berat ikan terhadap fekunditas adalah sebagai berikut (Agustiari et al., 2017):
1. r = 0 berarti tidak ada korelasi
2. r > 0 – 0,5 berarti korelasi lemah/rendah
3. r > 0,5 – 0,8 berarti korelasi sedang
4. r > 0,8 – 1 berarti korelasi kuat/tinggi
5. r = 1 berarti korelasi sempurna
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Rasio Kelamin
Ikan patung (Pristolepis grootii) yang diperoleh sebanyak 127 ekor, terdiri
dari 83 ekor jantan dan 44 ekor betina. Selama penelitian rasio kelamin ikan patung
jantan dan betina setiap bulannya bervariasi, dimana pada bulan Januari dan
September 2020 maupun secara keseluruhan menunjukkan jantan lebih dominan
daripada betina. Populasi ikan patung jantan dan betina secara keseluruhan
berdasarkan chi-square (X kuadrat) menunjukkan nilai ×2 hitung (3.38) lebih kecil
dari ×2 tabel (7.81) yang berarti proporsi ikan betina dan ikan jantan seimbang di
Sungai Selambuk.
Tabel 3. Rasio Kelamin ikan patung di Sungai Selambuk dalam periode penelitian
Waktu Jantan Betina Jumlah Rasio Kelamin
Desember 2019 18 14 32 1.3 : 1
Januari 2020 26 10 36 2.6 : 1
Februari 2020 15 11 26 1.4 : 1
September 2020 24 9 33 2.6 : 1
Total 83 44 127 1.9 : 1
17
18
(a) (a)
(b) (b)
(c) (c)
(d) (d)
(e) (e)
Gambar 4. Morfologi Tingkat Kematang Gonad Ikan jantan dan betina TKG I(a),
TKG II(b), TKG III(c), TKG IV(d) Dan TKG V(e)
Data grafik IKG ikan patung menunjukkan hasil yang tidak sejalan, dimana
jantan mengalami penurunan dari bulan Desember 2019 – September 2020. Namun,
pada ikan betina mengalamin perbedaan adanya penurunan dari bulan Desember
2019 – Januari 2020 dan peningkatan kembali pada bulan Februari 2020 secara
signifikan dengan IKG ikan betina (4.19%) lebih besar daripada jantan (0.74%).
2.00 Jantan
1.00
Betina
0.00
Desember 2019 Januari 2020 Februari 2020 September 2020
Bulan
Gambar 5. Indeks Kematangan Gonad Ikan Patung terhadap jantan dan betina
4. Indeks Hepatosomatik
Secara keseluruhan, rata- rata IHS ikan jantan adalah 3.87% dengan kisaran
1.27-9.67% dan betina 4.11% dengan kisaran 1.50-6.80%.
Tabel 7. Indeks Hepatosomatik Ikan Patung (%)
IHS Jantan IHS Betina
Waktu
Rata-Rata Kisaran Rata-Rata Kisaran
Desember 2019 4.06 2.20-7.95 4.48 3.50-6.80
Januari 2020 3.90 1.27-9.67 4.19 2.29-6.25
Februari 2020 3.79 1.77-7.00 3.99 2.71-6.11
September 2020 3.74 0.67-4.00 3.76 1.50-6.13
Keseluruhan 3.87 1.27-9.67 4.11 1.50-6.80
20
Data grafik IHS ikan patung menunjukkan hasil yang sejalan, dimana jantan
dan betina sama-sama mengalami penurunan setiap bulannya dengan IHS ikan betina
lebih besar daripada jantan setiap bulannya.
3.00
Jantan
2.00
1.00 Betina
0.00
Desember 2019 Januari 2020 Februari 2020 September 2020
Bulan
5. Fekunditas
Ikan patung yang diperoleh selama penelitian pada tingkat kematangan gonad
III-IV sebanyak 24 ekor. Rata-rata nilai fekunditas total berkisar antara
241.14-4268.98 butir telur. Fekunditas relatif terhadap panjang total ikan berkisar
antara 1.72-28.46 butir/mm dengan kisaran panjang total ikan 100-160 mm.
Fekunditas relatif terhadap berat total ikan berkisar antara 10.96-200.68 butir/g
dengan kisaran berat total ikan 8-32 g.
a. Fekunditas Total
r = 0.1
2 n = 24
1.5
1
0.5
0
1.95 2 2.05 2.1 2.15 2.2 2.25
Log Panjang
2 R² = 0.0579
1.5 r = 0.2
1 N = 24
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2
Log Berat
Gambar 8. Hubungan Fekunditas Total dengan berat Ikan Patung
21
1.2 R² = 0.0003
1 r = 0.01
0.8
0.6 N = 24
0.4
0.2
0
1.95 2 2.05 2.1 2.15 2.2 2.25
Log Panjang
Gambar 9. Hubungan Fekunditas Relatif dengan panjang Ikan Patung
Fekunditas Relatif dan Berat
2.5
2 y = -0.2842x + 2.0817
Log FR
1.5 R² = 0.0096
1 r = 0.1
0.5 N = 24
0
0 0.5 1 1.5 2
Log Berat
Gambar 10. Hubungan Fekunditas Relatif dengan berat Ikan Patung
Persamaan regresi fekunditas relatif terhadap panjang total menunjukkan
y = 0.1501x+0.5612 dengan nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0.0003 dan
koefisien korelasi (r) adalah 0.01 tergolong kategori rendah. Persamaan regresi
fekunditas relatif terhadap panjang total menunjukkan y = -0.2842x + 2.0817
dengan nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0.0096 dan koefisien korelasi (r)
adalah 0.1 tergolong kategori rendah.
B. Pembahasan
Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jumlah jantan dan betina
dalam suatu populasi. Ikan patung (Pristolepis grootii) yang tertangkap di Sungai
Selambuk berjumlah 127 ekor, terdiri dari 83 ekor jantan dan 44 ekor betina. Hasil
uji chi square pada taraf 0.05 menunjukkan ikan jantan dan betina seimbang.
Seimbangnya jumlah ikan jantan dan ikan betina yang tertangkap diduga karena ikan
jantan maupun ikan betina berada pada satu area saat memijah sehingga
menyebabkan peluang tertangkapnya sama (Pratama et al., 2018). Hasil ini, sesuai
dengan penelitian biologi reproduksi ikan sepatung di Sungai Musi (Ernawati et al.,
2009) dan juga pendapat Muslim (2019) yang menunjukkan adanya keseimbangan
jumlah ikan jantan dan ikan betina di habitat yang sama.
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad
sebelum dan sesudah ikan memijah (Dahlan et al., 2015). Tingkat kematangan gonad
ikan patung jantan dan betina ditentukan melalui pengamatan secara morfologi
dengan modifikasi Siregar (1991) dalam Ernawati (2009). Hasil penelitian
menunjukkan ikan patung tidak matang secara bersamaan, dimana ikan jantan (Bulan
Januari) matang lebih dulu daripada betina (Bulan Februari) yang ditandai dengan
tidak ditemukannya jantan dan betina pada TKG IV dan V setiap bulannya. Menurut
Ernawati (2009), mengemukakan bahwa di daerah tropis, hujan memegang peranan
yang sangat penting dalam mengatur tingkat-tingkat (fase) reproduksi. Hal ini
dipengaruhi musim pada waktu pengambilan sampel ikan patung yaitu musim
23
peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan, sehingga ikan tidak dalam masa
memijah. Ikan sepatung termasuk jenis ikan memijah di rawa-rawa dan setelah
selesai melakukan pemijahan, ikan akan kembali ke sungai. Tipe pemijahan seperti
ini sangat dipengaruhi oleh musim kemarau dan ketinggian permukaan air. Secara
morfologi, TKG ikan patung sudah dapat ditentukan dengan mengklasifikasikan
TKG I-V. Pada TKG I dan II sebagian ikan yang tertangkap masih berukuran kecil
dan belum mencapai fase dewasa, sehingga belum memungkinkan untuk
berkembangnya gonad. Ketika TKG III dan IV diduga hasil tertangkap ikan sudah
berukuran cukup besar, mencapai fase dewasa dan memungkinkan untuk
perkembangan gonad. Pada TKG V, ikan sudah melakukan pemijahan dan kembali
lagi ke TKG II ditandai dengan gonad ikan mengalami penyusutan disertai kerutan.
Indeks kematangan gonad merupakan nilai dalam persen dari perbandingan
antara berat gonad dengan berat tubuh ikan (Suhendra et al., 2017). Indeks
kematangan gonad (IKG) merupakan suatu informasi untuk mengetahui perubahan
yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif. Indeks kematangan gonad ikan patung
bervariasi setiap bulan, dengan kisaran ikan jantan 0.14-5.48% dan betina 0.29-
9.63%. Nilai indeks kematangan gonad ikan patung betina (2.46%) lebih besar
dibandingkan ikan jantan (1.03%). Hasil ini, sesuai dengan penelitian biologi
reproduksi ikan sepatung di Sungai Musi (Ernawati et al., 2009) yang menunjukkan
IKG ikan patung betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Menurut Auliyah
(2018), besarnya IKG ikan betina disebabkan pertambahan berat ovarium selalu lebih
besar daripada penambahan berat testis. Pada umumnya pertambahan berat gonad
pada ikan betina berkisar 10-25% dari berat tubuhnya, sedangkan pada ikan jantan
berkisar 10- 15% (Effendie, 2002) atau 5-10% dari berat tubuhnya (Tang et al.,
2001). Indeks kematangan gonad (IKG) ikan patung tertinggi terjadi pada bulan
Februari. Menurut Jusmaldi (2018), nilai puncak pada kurva IKG menunjukkan
bahwa energi sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan sel somatik dan
reproduksi. Hal ini sesuai dengan nilai persentase TKG IV dan V tertinggi pada ikan
patung betina yang ditemukan pada bulan Februari saat terjadinya musim penghujan.
Menurut Effendie (2002), IKG akan meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat
kematangan gonad, mencapai maksimum pada saat terjadi pemijahan dan akan
menurun setelah ikan selesai memijah. IKG yang didapatkan selama penelitian
24
dibawah 20%, hal ini sesuai dengan pernyataan Fatah (2013), yang menyatakan
bahwa ikan yang mempunyai nilai IKG < 20% adalah kelompok ikan yang dapat
memijah lebih dari satu kali pada setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
ikan patung merupakan kelompok ikan yang bernilai IKG kecil, sehingga
dikategorikan sebagai ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali dalam setiap
tahunnya.
Indeks hepatosomatik merupakan persentase perbandingan antara berat hati
dengan berat tubuh yang menggambarkan proses metabolisme di hati (Sadekarpawar
et al., 2013). Saat proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil
metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad, dimana bertambahnya berat
diimbangi dengan bertambah besar ukuran ikan (Effendie, 2002). IHS ikan patung
bervariasi setiap bulan, dengan kisaran ikan jantang 1.27-9.67% dan betina 1.50-
6.80%. Hubungan IKG dan IHS menunjukan kesamaan, dimana Indeks
Hepatosomatik ikan patung betina (4.11%) lebih besar dibandingkan ikan jantan
(3.87%), artinya sebagian besar energi pada ikan betina lebih banyak dipakai untuk
reproduksi. Besarnya nilai IHS ikan patung betina terhadap jantan dikarenakan pada
saat proses perkembangan dan pematangan gonad ikan, sebagian besar energi
pertumbuhan akan dialihkan dari perkembangan sel somatik menjadi pertumbuhan
sel gamet (Ma’ruf et al., 2019), konversi energi ini sebagian menggunakan energi
cadangan yang ada di hati (Fani et al., 2015).
Fekunditas merupakan semua telur yang akan dikeluarkan pada waktu
pemijahan (Dahlan et al., 2015). Rata-rata nilai fekunditas total ikan patung berkisar
antara 241.14-4268.98 butir tergolong sedang. Menurut Patrick (2010) fekunditas
ikan digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu: rendah (>100 butir), sedang (>1000 butir)
dan tinggi (>10.000 butir). Fekunditas ikan berkisar antara 1.72-28.46 butir/mm
dengan kisaran panjang total ikan 100-160 mm. Fekunditas relatif ikan berkisar
antara 10.96-200.68 butir/g dengan kisaran berat total ikan 8-32 g. Menurut
Djuhanda (1981), bahwa besar dan kecilnya fekunditas sangat dipengaruhi oleh
makanan, ukuran ikan, dan kondisi lingkungan.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak erat
antara fekunditas total terhadap panjang dan berat total tubuh ikan, serta fekunditas
relatif terhadap panjang dan berat total tubuh ikan terlihat dari hasil koefisien
25
korelasi dan determinasi yang kecil. Rendahnya korelasi ini diduga disebabkan
karena ikan memiliki ukuran panjang dan berat tubuh yang hampir sama bahkan
sebagian besar memiliki ukuran yang sama dengan fekunditas (Harianti., 2013)
dengan kurva yang didapatkan berbentuk linear artinya jumlah ikan betina yang
menjadi sampel terbatas (Soekiswo et al., 2014). Hubungan linier antara fekunditas
total dengan panjang tubuh ikan, fekunditas total dengan berat tubuh ikan, fekunditas
relatif dengan panjang tubuh ikan dan fekunditas relatif dengan berat tubuh ikan
mengindikasikan bahwa jumlah telur di dalam ovarium mengikut secara proporsional
terhadap keenam variabel. Hal ini didukung oleh pernyataan Agustiari (2017), yang
menyatakan bahwa jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan akan meningkat sejalan
dengan semakin besarnya gonad. Menurut Wigati (2013), bahwa Nilai determinasi
yang cenderung kecil tidak dapat dijadikan penduga fekunditas.
Pengamatan parameter lingkungan di Sungai Selambuk merupakan faktor
pendukung yang penting di perairan selama penelitian dengan memperhatikan suhu,
pH, DO, Kecerahan dan Kecepatan arus. Hasil kisaran menunjukkan suhu, pH dan
kecerahan memenuhi kriteria perairan, kecuali pada DO dan kecepatan arus. Suhu
perairan optimal memegang peran penting dalam mempengaruhi derajat metabolisme
dalam tubuh ikan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 untuk
kegiatan budidaya ikan air tawar (kelas II), suhu optimal untuk perairan berkisar
antara 28-32˚C. Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu pada perairan Sungai
Selambuk berkisar antara 27-29˚C artinya suhu baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan ikan patung. Hal ini, sesuai dengan pernyataan Muslim (2019), bahwa
suhu 25-32 ˚C tergolong baik untuk ikan patung di perairan. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 untuk kegiatan budidaya ikan air tawar (kelas II),
DO perairan yang optimal untuk perikanan adalah >5 mg/l. Nilai DO yang diperoleh
selama penelitian di Sungai Selambuk jauh lebih rendah berkisar antara 1.07-2.92
mg/l. Hal ini, berbeda dengan pernyataan Muslim (2019), bahwa DO 3.44-65.6 mg/l
tergolong baik untuk ikan patung di perairan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor
82 Tahun 2001 untuk kegiatan budidaya ikan air tawar (kelas II), pH optimal untuk
ikan berkisar 7.0-8.5. Nilai pH yang diperoleh selama penelitian di perairan Sungai
Selambuk berkisar antara 5.1-5.8, kondisi ini tergolong baik bagi ikan. Hal ini, sesuai
dengan pernyataan Muslim (2019), bahwa pH 4.5-6.9 tergolong baik untuk ikan
26
patung di perairan dimana, ikan patung dapat hidup di habitat perairan dengan
kualitas air terutama oksigen terlarut dan keasaman (pH) rendah, bahkan dapat hidup
di lingkungan yang ekstrim seperti lahan rawa gambut.
Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan
aktivitas fotosintesis. Menurut Linne (2015), kisaran kecerahan perairan yang
optimal untuk air tawar 25-40 cm. Pengukuran kecerahan air di Sungai Selambuk
berkisar antara 111.1-157.2 cm, hal ini menunjukkan perairan tersebut tergolong
tinggi untuk ikan patung. Hal ini, berbeda dengan pernyataan Muslim (2019), bahwa
kecerahan 20-50 cm tergolong baik untuk ikan patung di perairan. Kecerahan yang
tinggi merupakan syarat untuk berlangsungnya proses fotosintesis oleh fitoplankton.
ketika fitoplanton tergangunggu yang disebabkan oleh kekurangan cahaya tentunya
organisme diatasnya ikut terganggu. Kondisi perairan yang kecerahanya rendah dan
kecerahannya yang terlalu tinggi akan menurunkan kelimpahan zoobenthos di
perairan (Goldman, 1984). Menurut Hasan (2016), kisaran kecepatan arus perairan
yang optimal untuk air tawar 0.20-0.50 m/s. Nilai kecepatan arus yang diperoleh
selama penelitian di Sungai Selambuk berkisar antara 0.03-0.1 m/s tergolong sangat
rendah. Pembagian kategori kecepatan arus di dasari oleh Dharmawibawa (2014)
bahwa perairan yang mempunyai arus > 1 m/s di kategorikan sebagai arus sangat
deras, perairan dengan arus > 0.5-1 m/s dikategorikan sebagai arus deras, kecepatan
arus 0.25-0.5 m/s dikategorikan arus sedang, kecepatan arus 0.1-0.25 m/s di
kategorikan arus lambat dan kecepatan arus < 0.1 dikategorikan sebagai arus sangat
lambar. Kecepatan arus mempengaruhi keberadaan dan komposisi makrozoobenthos
secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan. Menurut Juita (2019),
Sungai dengan arus air yang cepat, substrat dasarnya terdiri dari batuan dan kerikil
sedangkan sungai dengan arus air yang lambat substrat dasarnya terdiri dari pasir
atau lumpur.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian biologi reproduksi ikan patung (P. grootii)
memiliki kesimpulan sebagai berikut:
1. Rasio kelamin ikan patung secara keseluruhan menunjukkan perbandingan 1.9:1,
dengan proporsi ikan jantan dan betina seimbang di perairan.
2. Tingkat Kematangan Gonad ikan patung jantan dan betina di klasifikasikan
menjadi 5 tingkatan yaitu: TKG I (Muda), II (Masa Perkembangan), III
(Dewasa), IV (Matang) dan V (Pemiijahan).
3. Indeks Kematangan Gonad ikan patung betina (2.46%) lebih besar dibandingkan
ikan jantan (1.03%), dimana gonad ikan betina lebih berkembang dibandingkan
ikan jantan.
4. Indeks Hepatosomatik ikan patung betina (4.11%) lebih besar dibandingkan ikan
jantan (3.87%), artinya sebagian besar energi pada ikan betina lebih banyak
dipakai untuk reproduksi.
5. Fekunditas total ikan patung betina secara keseluruhan berkisar antara 241.14-
4268.98 butir telur dengan kisaran panjang total antara 100-160 mm dan berat 8-
32 g. Fekunditas ikan patung memiliki hubungan yang tidak erat dengan panjang
total dan berat total.
B. Saran
Penelitian lebih lanjut mengenai biologi reproduksi ikan patung diharapkan
dapat berjalan pada jangka waktu yang lebih lama, agar diperoleh data yang lebih
lengkap terkait biologi reproduksi ikan patung. Penangkapan ikan patung harus
dengan pengelolaan yang didasari oleh informasi beberapa aspek reproduksi,
sehingga sumber daya ikan patung di Sungai Selambuk dapat stabil dan
berkelanjutan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A. S. L Sara, dan A Mustafa. 2013. Studi biologi reproduksi ikan kerapu
sunu (Plectropomus areolatus). Jurnal Mina Laut Indonesia, 01(01): 73-83.
Alawi, H. N Aryani dan N Asiah. 2015. Pengaruh kadar protein pakan terhadap
penampilan pertumbuhan, kematangan gonad dan fekunditas ikan katung
(Pristolepis grooti Bleeker) matang gonad pertama. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 3(1): 10-22.
Asriyana, dan L. Sara. 2013. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan Siro (Sardinella
longiceps Val.) di Perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara. Jurnal
Iktiologi Indonesia, 13(1):1-11.
Asyari dan Khoirul Fatah. 2011. Kebiasaan makan dan biologi reproduksi ikan
motan (Thynnichthys polylepis) di Waduk Koto Panjang, Riau. BAWAL, 3(4):
1-10.
Chahyadi, E. dan Windarti. 2016. Studi Pola Lingkaran Pertumbuhan Otolith pada
Ikan Katung (Pristolepis grooti) yang Ditangkap di Hilir Sungai Siak
Provinsi Riau. Jurnal perikanan dan kelautan, 21 (1): 39-46.
28
29
Fatah, K. dan S Adjie. 2013. Biologi reproduksi ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)
di Waduk Kedung Ombo Provinsi Jawa Tengah. Bawal, 5 (2): 89-96.
Harianti. 2013. Fekunditas dan diameter telur ikan Gabus (Channa Striata BLOCH,
1793) di Danau Tempe, Kabupaten Wajo. Jurnal Saintek Perikanan, 8(2):18-
24.
Hasibuan, J S. M Boer, dan Y Ernawati. 2018. Hubungan Panjang Bobot dan Potensi
Reproduksi Ikan Kurau (Polynemus dubius Bleeker, 1853) di Teluk
Palabuhanratu. Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis, 2(1): 37-42.
Juita, R. dan Mawardi. 2019. Analisis kualitas sungai batanghari aliran sungai dareh
kecamatan pulau punjang ditinjau dari sedimennya. Journal of Residu, 3(16):
64-69.
Karyaningsih, S. 2008. Kajian fekunditas dan daya tetas telur ikan Betutu
(Oxyeleotris marmorata) pada wadah pemijahan yang berbeda. Berita
biologi, 9(2):163-168.
KepMen-LH No. 51. 2004. Baku mutu air laut. Jakarta: Kementerian Lingkungan
Hidup Republik Indonesia.
Masuku. M. A. 2013. Studi aspek bioreproduksi ikan lolosi biru (C. caerulaureus)
yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate. Jurnal Ilmiah
agribisnis dan perikanan, 6(2): 58-65.
Nugraha, M R. Anhar S dan B Hendrarto. 2017. Aspek reproduksi ikan Wader Ijo
(Ostheochilus hasselti) di danau Rawa Pening Ambarawa, Kabupaten
Semarang. Journal Of Maquares, 6(1): 77-86.
Pratama, R. Jusmaldi dan N. Hariani. 2018. Pola pertumbuhan, faktor kondisi dan
habitat ikan tewaring Barbodes binotatus (valenciennes, 1842) di Sungai
Hutan Berambai Samarinda. Bioprospek 13(1):40-49.
Safarini, D. dan A Mashar. 2017. Kematangan Gonad dan Potensi Reproduksi Ikan
Banyar (Rastrelliger kanagurta, Cuvier 1817). Jurnal Pengelolaan Perikanan
Tropis, 1(1): 1-66.
Steel RGD dan Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B,
penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:
Principle and Statistics Procedure.
Sunarni. 2015. Aspek reproduksi ikan Blodok (b. Boddarti) di perairan kabupaten
Merauke. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan, 8(2): 8-12.
Susanto dan S N Fadlilah. 2017. Profil Reproduksi Ikan di Sungai Logawa Wilayah
Kabupaten Banyumas. SAINTEKS, 14(2): 95-103.
Tarigan A, D. Bakti dan Desrita. 2017. Tangkapan dan tingkat kematangan gonad
Ikan selar kuning (Selariodes leptolepis) di Perairan Selat Malaka. Acta
Aquatica, 4(2): 44-52.
Wigati, K.N, dan Syafei, L.S. 2013. Biologi reproduksi ikan belanak (Moolgarda
engeli, bleeker 1858) di Pantai Mayangan Jawa Barat. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 13(2): 125-132.
Yuniar, I. 2012. Biologi Reproduksi Ikan. Surabaya: Hang Tuah University Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
34
35
Gambar 11. Ikan patung jantan Gambar 12. Ikan patung betina
Gambar 15. Berat hati ikan patung Gambar 16. Berat gonad ikan patung
37
Lampiran 7. Fekunditas total dan relatif terhadap panjang dan berat ikan patung
a. Fekunditas total terhadap panjang