Anda di halaman 1dari 17

PLANKTON SEBAGAI PAKAN ALAMI IKAN

Arni Khurnia Suci, Dena, Muhammad Zainudin, Naimatul Mubarokah, Rosyad


,Sri Rahayu M.,
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Fakultas Biologi,
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 53123 Telp/Fax 0281-625865

ABSTRAK
Kata Kunci :

I. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva dan benih ikan mencakup

fitoplankton, zooplankton dan benthos serta berperan sebagai sumber


protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Disamping mengandung gizi
yang lengkap pakan alami mudah dicerna sebab mengandung enzim yang
dapat membantu pencernaan di usus larva atau benih ikan yang belum
berkembang alat pencernaannya. Pakan alami berukuran relatif kecil (150
mikron - 1 mm) sesuai dengan bukaan mulut larva atau benih dan bergerak
tidak

begitu

aktif

sehingga mempermudah

larva

atau

benih

untuk

memangsanya. Karena sifatnya yang hidup, pakan alami tidak mencemari


media pemeliharaan larva atau benih ikan. Pakan alami jenis fitoplankton
diketahui sebagai makanan awal bagi larva ikan laut yang relatif bukaan
mulut larvanya kecil. Sedangkan sebagian larva ikan air tawar banyak
memanfaatkan zooplankton karena bukaan mulut larvanya relatif besar.
Pakan alami sangat diperlukan dalam budidaya ikan dan pembenihan,
karena akan menunjang kelangsungan hidup benih ikan. Pada saat telur ikan
baru

menetas

maka

setelah

makanan

cadangan

habis,

benih

ikan

membutuhkan pakan yang sesuai dengan ukuran tubuhnya. Pemberian


pakan yang berlebihan atau tidak sesuai dengan kondisi ikan berakibat
kualitas air media sangat rendah. Disamping air media cepat kotor dan
berbau amis, berakibat pula kematian benih ikan sangat tinggi sampai sekitar
60 - 70%. Pakan alami merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
produksi benih ikan hias maupun ikan konsumsi. Budidaya pakan alami yang
dilakukan sendiri oleh petani menjanjikan sejumlah keuntungan, disamping
kualitas kebersihan pakan terjamin, pakan alami produksi sendiri juga
menghasilkan jenis pakan/kutu air seperti yang diharapkan. Penghematan

waktu, tenaga dan biaya juga akan diraih apabila produksi pakan alami
dilakukan dengan baik.
Namun beberapa ikan air tawar termasuk ikan hias ada yang bukaan
mulut larvanya relatif kecil sehingga di dalam usaha pembenihan memerlukan
zooplankton yang ukurannya kecil. Pakan alami sebagian mudah didapat dari
alam

dan

ada

yang

mudah

dibudidayakan.

Media

kultur

untuk

pembudidayaan pakan alami dapat berupa media alga atau media yang
banyak mengandung bakteri untuk itu fasilitas pengembangbiakan khususnya
alga perlu dipersiapkan. Sedangkan media bakteri mudah didapat dengan
menggunakan

kotoran

hewan.

Penyediaan

pakan

alami

secara

berkesinambungan dan peruntukannya yang tepat akan meningkatkan


pertumbuhan dan sintasan larva dan benih ikan.
Jumlah populasi ikan dalam suatu perairan biasanya ditentukan oleh
pakan yang ada. Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi
tersebut,
didapatnya

yaitu jumlah dan kualitas

pakan yang tersedia dan mudah

pakan tersebut (Effendi 1997). Jenis-jenis pakan alami yang

dimakan ikan sangat bermacam- macam, bergantung pada jenis ikan dan
tingkat umurnya. Benih ikan yang baru mencari makan, pakan utamanya
adalah plankton nabati (fitoplankton) namun sejalan dengan bertambah
besarnya ikan berubah pula makanannya (Mudjiman, 1989). Ikan yang
mampu menyesuaikan diri ditinjau dari segi makanan adalah jenis ikan
yang

mampu

memanfaatkan

makanan

yang

tersedia

dan

bersifat

generalis dalam memanfaatkan makanan alami, sehingga ikan tersebut


mampu menyesuaikan diri terhadap fluktuasi kesediaan makanan alami
(Tjahjo, 1998).
Makanan alami biasanya berupa plankton, baik fitoplankton atau
zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme bentos dan ikan
maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme

yang dipelihara. Secara


sebagai

plankton,

ekologis

pengelompokan

makanan

alami

nekton, benthos, perifiton, epifiton dan neuston, di

dalam perairan akan membentuk suatu rantai makanan dan jaringan


makanan (Mudjiman 1989).
1.2

Tujuan
Untuk mengetahui berbagai jenis plankton sebagai pakan alami ikan

II. METODE
Pembuatan artikel ilmiah ini dilakukan dari tanggal 19 Desember 2014
hingga 20 Desember 2014. Lokasi pembuatan artikel ilmiah ini adalah di
Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman. Pembuatan artikel ilmiah
dilakukan dengan metoda deskripsi dari berbagai sumber

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Zonneveld dkk. (1991) pakan alami ikan adalah organisme


hidup yang

juga

dibiakkan,

diproduksi

bersama-sama

dengan

spesies

yang

atau dipelihara secara terpisah dalam unit produksi yang

spesifik atau dikumpulkan dari alam liar (misalnya penangkapan ikan).


Contohnya adalah organisme akuatik tingkat rendah seperti fitoplankton
dan zooplankton.
Jenis-jenis pakan alami yang dimakan ikan sangat bermacammacam, bergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Benih ikan
yang baru belajar mencari makan, pakan utamanya adalah plankton
nabati (fitoplankton) namun sejalan dengan bertambah besar ikannya
berubah pula makanannya. Menurut Goldman
produksi

ikan dan biomassa

dan Horne

ikan ditentukan

(1983),

oleh kualitas dan

produktivitas plankton dan bentos yang dimanfaatkan sebagai pakan,


bukan ditentukan oleh biomassa total kedua jenis pakan tersebut.
Plankton adalah organisme renik yang umumnya melayang dalam
air,

mempunyai

kemampuan

distribusinya dipengaruhi oleh


adalah

tumbuhan

mempunyai

klorofil

gerak
gerakan

yang

sangat

massa

air.

lemah

dan

Fitoplankton

mikroskopis

yang melayang-layang di dalam air,

sehingga

mampu berfotosintesis (Odum 1971).

Kelompok fitoplankton terdiri dari alga hijau (Chlorophyta), alga biruhijau (Cyanophyta), Euglena (Euglenophyta) , alga hijau- kuning

dan

alga

dan

coklat

keemasan

serta

Diatomae

(Chrysophyta)

Dinoflagellata (Phyrrophyta) (Boyd 1990).


Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dibedakan menjadi
dua macam
adalah

yaitu

holoplankton

dan

meroplankton. Holoplankton

organisme yang selama hidupnya hidup sebagai plankton atau

biasa disebut plankton sejati. Meroplankton adalah larva dari suatu


organisme yang hidupnya dengan cara memanfaatkan organisme lain
atau bahan organik sebagai makanannya.
Menurut

Goldman

dan

Horne

(1983)

plankton

terbagi

dalam dua kelompok utama yaitu :


1.

Fitoplankton
autotrof

(plankton

tumbuhan)

merupakan

organisme

yaitu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan

memanfaatkan

nutrien anorganik

melalui proses fotosintesis

(photoautotrof) dan sintesis kimia (chemoautotrof).


(CARI KLASIFIKASI, CIRI MORFOLOGI, IDENTIFIKASI, HABITAT
LINGKUNGAN (SUHU, PH, O2 TERLARUT, AMONIA), GAMBAR)
RINGKAS

AJA

JANGAN

PANJANG2.

JANGAN

LUPA

DAPUS

DISERTAKAN.

2.

a.

Spirulina

b.

Chorella

c.

Nannochloropsis

d.

Skeletonema

Zooplankton
heterotrof
dengan

(plankton
yaitu untuk

cara

Rotifera

memenuhi

merupakan
kebutuhan

organisme
hidupnya

memanfaatkan organisme lain atau bahan organik

sebagai makanannya.
a.

hewani)

Klasifikasi Rotifera (Brachionus plicatilis) menurut Redjeki


(1999) adalah sebagai berikut :
Phylum

: Avertebrata

Kelas

: Aschelmintes

Sub kelas

: Rotaria

Ordo

: Eurotaria

Family

: Brachionidae

Sub famili

: Brachioninae

Genus

: Brachionus

Species

: Brachionus plicatilis

Rotifera mempunyai warna putih dan berbentuk seperti piala,


pada bagian korona atau mulut dilengkapi dengan bulu getar yang
bergerak aktif. Diameter korona antara 60-80 mikron. Tubuh rotifera
terbagi atas 3 bagian yaitu kepala, badan dan kaki atau ekor.
Pemisahan bagian kepala dengan badan tidak jelas. Bagian kaki dan
ekor berakhir dengan belahan yang disebut jari. Badan rotifera dilapisi
kutikula yang tebal disebut "lorika". Pada bagian kepala terdapat 6
duri, sepasang ditengah sebagai duri yang panjang. Ujung depan
tubuh rotifera dilengkapi dengan gelang-gelang silia yang kelihatan
melingkar seperti spiral yang disebut "korona" dan berfungsi untuk
memasukkan makanan kedalam mulutnya (Redjeki, 1999).
Rotifera dapat hidup di perairan telaga, sungai, rawa, danau
dan sebagian besar terdapat di perairan air payau dan melimpah pada
perairan yang kaya akan nannoplankton dan detritus (Redjeki, 1999).
Untuk dapat hidup dengan baik Brachionus plicatilis memerlukan
oksigen terlarut yang cukup besar yaitu di atas 3,5 ppm. Brachionus

plicatilis hidup pada kisaran pH cukup besar, tetapi nilai pH yang


optimal untuk kehidupannya sukar ditentukan. Lingkungan perairan

yang netral dan relatif basah yaitu pada pH 7,5 8,5. Pada kandungan
amoniak antara 0,35 0,61 ppm. Rotifer memiliki masa hidup yang
tidak terlalu lama. Usia betina pada suhu 250C adalah antara 6-8 hari
sedangkan yang jantan hanya 2 hari. Rotifer memiliki toleransi salinitas
mulai dari 1-60 ppt, perubahan salinitas yang tiba-tiba dapat
mengakibatkan kematian. Salinitas diatas 35 ppt akan mencegah
terjadinya reproduksi seksual. (Safrizal, 2013).
b.

Artemia

Artemia merupakan udang renik yang tergolong udang primitif.


Zooplankton ini hidup secara planktonik di perairan yang berkadar
garam

tinggi

yakni

antara

plankton, Artemia tidak

dapat

15

300

mempertahankan

permil.
diri

Sebagai
terhadap

pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk


membela diri (Jusadi, 2003).
Menurut

Jusadi

(2003)

berikut :
Kingdom

: Animalia.

Phylum

: Arthropoda

Subphylum

: Crustacea

Class

: Branchiopoda

Order

: Anostraca

Family

: Artemiidae

klasifikasi Artemia adalah

sebagai

Genus

: Artemia

Spesies

: Artemia sp

Artemia dewasa memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan


berat sekitar 10 mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian
mengecil hingga bagian ekor. Mempunyai sepasang mata dan
sepasang antenulla yang terletak pada bagian kepala. Pada bagian
tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda. Alat
kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang. Salah
satu antena artemia jantan berkembang menjadi alat penjepit,
sedangkan pada betina antena berfungsi sebagai alat sensor.
(Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

Artemia sp. secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran


suhu 25-30 oC. Kista artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga
100 oC. Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi,
disebut dengan brain shrimp. Kultur biomasa artemia yang baik pada
kadar garam 30-50 ppt. Untuk artemia yang mampu menghasilkan
kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995). Faktor lain yang penting adalah pH, cahaya, dan
oksigen. Nilai pH berkisar antara 8-9 merupakan nilai yang paling baik,
sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh
artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan akan
sangat menguntungkan bagi pertumbuhan artemia (Jusadi, 2003).
c.

Daphnia sp.

Menurut Mokoginta (2003), klasifikasi Daphnia magna adalah


sebagai berikut :
Filum

: Arthropoda

Subfilum

: Crustacea

Kelas

: Branchiopoda

Subkelas

: Diplostraca

Ordo

: Cladocera

Subordo

: Eucladocera

Famili

: Daphnidae

Subfamili

: Daphnoidea

Genus

: Daphnia

Spesies

: Daphnia sp.

Daphnia sp memiliki karapaks yang berguna untuk menutupi


seluruh tubuh kecuali kepalanya. Daphnia sp. mempunyai mata yang
tidak bertangkai, antena yang besar, dan biramus yang merupakan
alat bntu untuk berenang. Segmen tubuh Daphnia sp. berjumlah
antara 4-5 buah. Mulutnya terdiri dari satu labium dan satu pasang
mandibula. Daphnia sp mempunyai 5 pasang kaki yang berbentuk
seperti daun (Radiopoetro, 1977).

Daphnia sp. adalah sejenis zooplankton yang hidup di air tawar


dan mendiami kolam-kolam atau danau-danau. Daphnia sp dapat
hidup di air tawar dan hidup di daerah tropis dan sub tropis (Nazla,
2011). Daphnia sp. hidup baik pada suhu 22-310C dan pada pH 6,5-7,4
dalam kondisi ini Daphnia sp. dapat berkembang menjadi dewasa
dalam waktu 4 hari dan umumnya mencapai 12 hari yang digunakan
untuk bereproduksi (Radiopoetro, 1977).

Oksigen

terlarut

mempunyai

peranan

penting

dalam

kehidupan Daphnia sp. Pada umumnya, Daphnia sp. dapat hidup pada
konsentrasi oksigen terlarut yang cukup tinggi yaitu sekitar 4,2 5,1
ppm dan tidak dapat hidup pada konsentrasi oksigen terlarut kurang
dari 1 ppm. Kadar amonia di perairan akan meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu dan pH. Kadar amonia yang tinggi dapat
menurunkan tingkat reproduksi Daphnia sp. Kadar amonia yang aman
bagi kultur Daphnia sp. adalah di bawah 0,2 mg/L (Mokoginta, 2003).
d.

Moina sp.

Mudjiman (1984), mengklasifikasikan Moina sp adalah sebagai


berikut :
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Subphylum

: Crustacea

Class

: Branchiopoda

Order

: Cladocera

Family

: Moinidae

Genus

: Moina

Spesies

: Moina sp.

Ciri-ciri morfologi Moina sp adalah berwarna merah karena


mengandung haemoglobin, bergerak aktif, bentuk tubuh Moina sp

membulat, bentuk tubuhnya bulat, segmen badan tidak terlihat. Tubuh


Moina sp ditutupi oleh cangkang dari kutikula yang mengandung khitin
yang transparan, dibagian dorsal (punggung) bersatu tetapi dibagian
ventral (perut) berongga/terbuka dan terdapat lima pasang kaki yang
tertutup oleh cangkang. Ruang antara cangkang dan tubuh bagian
dorsal merupakan tempat pengeraman telur. Pada ujung post
abdomen terdapat dua kuku yang berduri kecil-kecil (Mudjiman, 1984).
Perkembangbiakan Moina sp dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu asexual atau parthegonesis (melakukan penetasan tanpa di
buahi) dengan cara sexual (melakukan penetasan telur dengan
melakukan perkawinan/pembuahan terlebih dahulu). Moina biasa
hidup pada perairan yang tercemar bahan organik, seperti pada kolam
dan rawa. Pada perairan yang banyak terdapat kayu busuk dan
kotoran hewan, Moina akan tumbuh dengan baik pada perairan yang
mempunyai kisaran suhu antara 14-30C dan pH antara 6,5 9, DO
berada di kisaran 3-5 ppm kecerahan 60-80 cm (Mujiman, 1984).

IV.

Pakan

alami

berupa

KESIMPULAN

fitoplankton

maupun

zooplankton

sangat

menentukan keberhasilan dalam budidaya ikan terutama pada fase larva,


katrena pada fase ini peran pakan alamu belum bisa digantikan oleh pakan
buatan. Pemahaman tentang jenis-jenis pakan alami harus dipahami
sehingga dapat dipilih jenis plankton yang cocok digunakan sebagai
pakan.
V. UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Alabama


Agricultural Experiment Station Auburn University. Birmingham
Publishing Co. Alabanma.482 hlm.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.
155 hlm.
Goldman

dan Horne

(1983),

Goldman, C. R and A.J. Horne. 1983.

Limnology. McGraw-Hill Book Company. Tokyo. 464 hlm


Jusadi,
Dedy. 2003. Modul
Penetasan
Artemia.
Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Mokoginta, I. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Situbondo.
Mudjiman, A. 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 190 hal.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third E. W.B. Saunders
Company. Philadelphia. 474 hlm.
Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri. 2003. Budidaya Pakan Alami Untuk
Ikan. Penebar Swadaya Sumeru. Jakarta. Diakses tanggal
20 Desember 2014.
Radiopoetro. 1977. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Redjeki, S. 1999. Budidaya Rotifera (Brachionus plicatilis). Jurnal
Volume XXIV, Nomor 2 : 27-43. Serang.

Oseana,

Safrizal, Erlita, dan Humairani, R. 2013. Peningkatan Laju Pertumbuhan


Populasi
Rotifera
(Brachionus plicatilis) Sesudah Diberikan
Penambahan Makanan Pada Media Perlakuan. Jurnal Lentera: Vol.13
No.2 : 80-88. Universitas Almuslim.
Tjahjo, D. W. H. dan Kunto Purnomo. 1998. Studi Interaksi Pemanfaatan
Pakan Alami

Antar

Ikan

Betok

(Anabas

Sepat

(Trichogaster

testudineus),

Mujair

pectoralis),
(Oreochromis

mossambicus), Nila (O. niloticus) dan Gabus (Channa striatus) di


Rawa Taliwang. Bull. Penel. Perik. Indonesia. Vol. IV No. 3 : 50
59.
Zonneveld, N. E. A. Huisman dan J.H. Boon. 1991. Pronsip-prinsip
Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 hlm

Anda mungkin juga menyukai