Anda di halaman 1dari 33

ACARA IX

ANALISIS ISI LAMBUNG

Oleh :

Kelompok 2

Reza Oka Purnama H1G010006


Firda Lutvia H1G010009
R. Haki Muhammad H1G010014

Asisten : Nova Dwi Afni

JURUSANPERIKANAN DAN KELAUTAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah pakan telah lazim dipergunakan untuk menyebut makanan ikan. Istilah

ini dipakai untuk membedakan antara bahan pangan dan makanan. Meskipun

keduanya memberikan konotasi sebagai sumber nutrisi (energi) yang diperlukan oleh

organisme hidup (Djarijah, 1996).

Berdasarkan macam pakan yang dimakannya, ikan dapat dibedakan menjadi 3

golongan, yaitu (1) pemakan tumbuhan-tumbuhan (herbivora), (2) pemakan daging

(karnivora) dan (3) pemakan campuran (omnivora). Jenis ikan pemakan campuran

adalah ikan pemakan plankton dan ikan pemakan hancuran bahan organik (detritus).

Selain itu jika untuk keberlangsungan budidaya kita dapat menentukan pakan alami

yang tepat.

Saluran pencernaan ikan terdiri dari mulut, kerongkongan, oesoephagus,

lambung, usus, dan anus. Kelenjar pencernaan ikan terdiri dari hati dan kantong

empedu, lambung, dan usus juga dapat berfungsi sebagai kelenjar pencernaan.

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pakan yang dimakan oleh spesies ikan asli.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ikan merupakan suatu organisme yang memiliki macam pakan yang berbeda-

beda untuk setiap jenisnya. Masing-masing ikan memiliki karakteristik yang berbeda-

beda mengenai pakan yang dikonsumsi. Tergantung dari kebiasaan makan dan akibat

dari kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.

Ikan dapat diidentifikasi berdasarkan jenis pakan yang dikonsumsinya dan hal

tersebut dapat diamati melalui isi lambung ikan sebagai bentuk analisis terhadap

kebiasaan makan dari ikan itu sendiri. Secara umum, ikan – ikan yang hidup di alam

memiliki komposisi pakan yang sedikit akibat dari ketersediaan pakan yang terbatas.

Tetapi ikan – ikan yang hidup di kolam pemeliharaan, selain bisa memakan pakan yang

diberikan juga dapat mengkonsumsi pakan – pakan yang secara alami tumbuh di

media budidaya.

Di perairan umum, ikan lebih cenderung memakan jenis plankton yang menjadi

spesilisasinya maupun jenis lain yang memang tidak sengaja terkonsumsi. Jenis

plankton sendiri di alam sangat melimpah. Berdasarkan jenisnya plankton dibedakan

menjadi fitoplankton dan zooplankton. Menurut Odum (1971), plankton adalah jasad-

jasad hewani atau nabati yang hidup melayang dalam air tidak bergerak atau bergerak

sedikit dan pergerakannya selalu di pengaruhi oleh arus.

Fitoplankton berasal dari kata fito yang berarti tumbuhan dan plankton yang

merupakan istilah untuk menyebut komunitas tumbuhan


atau hewan mikroskopik yang hidup tersuspensi pada perairan (Reynold, 1993

dalam Rahayu, 1999). Fitoplankton terdiri dari kumpulan berbagai jenis tumbuhan

yang tidak mempunyai atau sangat dibatasi oleh kekuatan pergerakan, akan tetapi

dapat melayang bebas dan tersuspensi dalam perairan (Wetzel, 1983).

Zooplankton merupakan plankton yang berkedudukan sebagai konsumen

primer, yaitu pemakan fitoplankton (Sachlan, 1982). Zooplankton terdiri dari

holoplankton dan mesoplankton, yang mana mesoplankton adalah plankton yang jika

menjadi dewasa tidak berupa plankton lagi, sedangkan holoplankton adalah plankton

sejati. Plankton sejati seperti holoplankton sebagian besar merupakan jasad-jasad renik

yang besarnya antara 0,1µm-1,5µm. plankton yang terkecil adalah cocolith sedangkan

plankton yang paling besar adalah volvox hidup di air tawar dan dapat dilihat tanpa

alat pembesar (mikroskop). Zooplankton sebenarnya termasuk hewan perenang aktif

yang dapat mengadakan migrasi secara vertikal pada beberapa perairan, tetapi

kekuatan berenang mereka sangat kecil jika dibandingkan dengan kekuatan arus itu

sendiri (Hutabarat dan Evans, 1985).


III. MATERI DAN METODE

2.1 Materi

2.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu baki, preparat, saveting set,

botol isi lambung, planktonet dan mikroskop.

2.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah isi lambung ikan dan

formalin 4 %.

2.2 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Mata Kuliah Manajemen Spesies Asli, dilaksanakan pada hari

Minggu, tanggal 24 September 2013, pukul 06.00 WIB sampai selesai di Waduk PB.

Soedirman, Sungai Pekacangan, Bendung Gerak Soedirman dan Laboratorium Jurusan

Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto.

2.3 Metode

Metode yang dipakai dalam praktikum Manajemen Spesies Asli adalah ikan

yang sudah di ukur di bedah dari anus sampai depan, lambung di ambil pakai pinset,

isi lambung dikeluarkan lalu di encerkan ± 1 liter air. Isi lambung yang sudah

diencerkan disaring dengan planktonet dan dimasukkan dalam botol koleksi,

kemudian tambahkan formalin 4% sebagai pengawet, lalu isi lambung diamati dengan

mikroskop dan diamati dengan buku identifikasi plankton.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1. Pengamatan Isi Lambung pada berbagai ikandi Waduk PB. Soedirman

Jenis Ikan Ikan Ikan Ikan Ikan Ikan


Plankton Nila 1 Nila 2 Nila 3 Tawes Palung Louhan
Synedra 10 4 5 19 8 10
Nitzschia 6 9 7 18 23 26

3.2 Pembahasan

Istilah pakan telah lazim dipergunakan untuk merebut makanan ikan. Istilah ini

dipakai untuk membedakan antara bahan pangan dan makanan. Meskipun keduanya

memberikan konotasi sebagai sumber nutrisi (energi) yang diperlukan oleh organisme

hidup. (Djarijah, 1996). Menurut Djajasewaka (1985) energi pakan pada awalnya

digunakan untuk kelangsungan hidup dan apabila ada kelebihan pakan akan

digunakan untuk pertumbuhan. Pakan memegang peranan sangat penting untuk

kelangsungan dan pertumbuhan hidup. Pakan yang sesuai kebutuhan ikan baik dari

segi jumlah maupun jenisnya akan mendukung keberhasilan dalam budidaya.

Kebutuhan pakan bagi ikan sangat penting baik pakan alami atau pakan buatan,

pakan alami dan pakan buatan keduanya memegang peranan penting bagi

keberhasilan suatu produksi (Haryanti et al., 1994), sementara itu pengelolaan pakan

merupakan kegiatan yang sangat menentukan performansi hasil budidaya

(Rachmansyah dan Usman, 1993).


Indeks kebiasaan makanan pada ikan menurut kelompok ukuran mengalami

perubahan. Perubahan makanan ini selain dipengaruhi oleh faktor selera ikan dengan

ketersediaan makanan di perairan, juga ditentukan oleh lebar bukaan mulut ikan

(Nurnaningsih, 2005).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tadi, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Ikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda mengenai pakan yang

dikonsumsi. Tergantung dari kebiasaan makan dan akibat dari kondisi

lingkungan yang mempengaruhinya.

2. Jenis plankton yang terdapat dalam isi lambung ikan hasil tangkapan di Waduk

PB. Soedirman sebagian besar didominasi oleh Synedra dan Nitzschia.

4.2. Saran

Untuk fasilitas yang ada seperti mikroskop untuk pengamatan saat di

laboratorium dilengkapi lagi agar waktu praktikum lebih efisien lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Djajasewaka, H. 1995. Pakan Ikan. Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Direktorat Jendral
Perikanan, Bogor.
Djarijah, A. S. 1996. Pakan Ikan Alami. Kanisius, Yogyakarta.

Haryanti, S. Ismi, dan A. Khalik. 1994. Studi penggunaan pakan mikro dan alamidengan
perbandingan berbeda dalam pemeliharaan larva udang windu, Penaeus monodon. J.
Penelitian Budidaya Pantai 10 (1): 35-42.

Huet, M. 1979. Texs Books of Culture, Beeding and Cultivation of fish. Brye and sptcis
Wood, London.

Nurnaningsih, M.F. Rahardjo, Sutrisno Sukimin. 2005. Pemanfaatan Makanan Oleh Ikan
Ikan Dominan Di Perairan Waduk Ir. H. Djuanda. Jurnal lktiologi Indonesia,
Volurne 4, Nomor 2.

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology 3rd Edition. W. B. Sounder Company, London.

Rachmansyah dan Usman. 1993. Studi pendahuluan pengaruh frekuensi pemberian pakan
terhadap pertumbuhan ikan kuwe Caranx sp. dalam jaring apung. J. Penelitian Budidaya
Pantai 9 (4). 1993: 65
ACARA X

KESEHATAN IKAN

Oleh :

Kelompok 2

Reza Oka Purnama H1G010006


Firda Lutvia H1G010009
R. Haki Muhammad H1G010014

Asisten : Nova Dwi Afni

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai merupakan salah satu bentuk perairan yang sangat bermanfaat bagi

manusia sehingga kualitas lingkungan hidup sungai perlu dijaga. Sungai dihuni

berbagai macam organisme akuatik antara lain : ikan, plankton, makrobenthos dan

detritus. Masing-masing sungai dihuni oleh organisme yang berbeda-beda atau dengan

kata lain spesies asli masing-masing sungai berbeda.

Spesies asli adalah jenis ikan yang menghuni wilayah perairan Indonesia dan

bukan merupakan hasil introduksi. Introduksi adalah ikan-ikan baik sengaja maupun

tidak, dimasukkan ke dalam wilayah perairan Indonesia. Pada beberapa kasus,

introduksi tidak bersifat membahayakan dan pengaruhnya hanya sedikit terhadap

komunitas ikan asli. Tetapi introduksi sering bersifat sangat merugikan (Welcomme

dan D. Miller dalam Kottelat, 1993). Pengaruh introduksi ikan-ikan di perairan

Indonesia nampaknya terdapat pengaruh negatif terhadap komunitas ikan asli. Sebagai

contoh adalah introduksi yang terjadi secara kebetulan yaitu ikan mujair (Oreochromis

mossambica) yang kurang disukai.

Fluktuasi organisme pakan yang tersedia bagi ikan akan sangat berpengaruh

terhadap kemampuan menyesuaikan diri. Apabila terjadi pengurangan sumberdaya

makanan dan akan meningkatkan kompetisi antar jenis maupun antar individu. Ikan

yang dapat menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan dan mempunyai

kemampuan yang lebih baik dalam memanfaatkan sumberdaya makanan akan


mempunyai potensi berkembang yang lebih besar di perairan. Oleh karena itu perlu

dilihat pemanfaatan makanan yang terjadi dengan mengetahui kebiasaan makanannya

sehingga ikan mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada (Nurnaningsih, 2005).

1.1 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan nilai status nutrisi ikan

(NVC) dari ikan yang tertangkap di sungai.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan ikan merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap organisme.

Hal ini dikarenakan kesehatan ikan menjadi aspek penentu setiap aktivitas organisme

tersebut, baik aktivitas internal dalam tubuh maupun aktivitas yang menyangkut

kebiasaan dan tingkah laku. Kebiasaan ikan dipengaruhi dari berbagai faktor antara

lain : faktor genetik, dan faktor lingkungan (Kordi, 2004).

Berdasarkan faktor genetik, suatu organisme memiliki tingkat kesehatan yang

tidak jauh berbeda dari organisme indukan. Atau kesehatan organisme induk nantinya

akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan anaknya/ keturunannya. Sedangkan

faktor lingkungan sangat berpengaruh karena lingkungan yang sesuai akan

memberikan respon terhadap kesehatan ikan yang baik. Dengan keadaan lingkungan

yang optimum, maka ikan akan terhidar dari berbagai penyakit. Sehingga kesehatan

ikan dapat terus terjaga.

Kesehatan ikan mencirikan bahwa organ-organ fisiologisnya dalam keadaan

normal dan mampu bekerja dengan baik. Penyakit merupakan penyebab utama

menurunnya kesehatan ikan pada suatu budidaya. Merebaknya penyakit dipengaruhi

oleh keadaan lingkungan yang buruk sehingga perkembangan penyakit menjadi cepat

berkembang dan meluas.

Kesehatan ikan dapat diketahui dari segi morfologisnya. Keadaan panjang dan

berat ikan menjadi penentu awal apakah ikan dapat dikatakan sehat atau tidak. Ikan

yang sehat akan mempunyai kisaran panjang dan berat yang optimum berdasarkan
umur ikan tertentu. Sebaliknya ikan yang sedang terserang penyakit mempunyai

pertambahan panjang dan berat menjadi terhambat sehingga ikan akan terlihat kecil

atau bentuk yang tidak normal/ cacat.


III. MATERI DAN METODE

2.1 Materi

2.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan dan penggaris.

2.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalahikan yang tertangkap di

sungai.

2.2 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Mata Kuliah Manajemen Spesies Asli, dilaksanakan pada hari

Minggu, tanggal 24 September 2013, pukul 06.00 WIB sampai selesai di Waduk PB.

Soedirman, Sungai Pekacangan, Bendung Gerak Soedirman dan Laboratorium Jurusan

Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto.

2.3 Metode

Ikan yang tertangkap diukur panjang total dan bobotnya (dalam keadaan segar).
Kemudian ditentukan nilai NVC dengan rumus:

beratx100
NVC 
( panjang)3

Keterangan :

NVC = Nilai status nutrisi Jika NVC  1,7 = ikan tidak memenuhi

Berat = gram Syarat kesehatan

Panjang = panjang total (cm)


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Nilai status nutrisi ikan yang tertangkap di Waduk PB. Soedirman
No Jenis Ikan Berat (gram) Panjang (cm) NVC
1 Ikan Nila I 344 26,5 1,849
2 Ikan Nila II 113 18,8 1,701
3 Ikan Nila III 70 17,3 1,352
4 Ikan Tawes I 261 26,5 0,3
5 Ikan Tawes II 67 17,5 1,250
6 Ikan Tawes III 61 17,7 1,100
7 Ikan Tawes IV 64 17 1,303
8 Ikan Tawes I 215 25,3 1,328
9 Ikan Tawes II 56 16,3 1,293
10 Ikan Tawes III 47 15,3 1,312
11 Ikan Louhan I 118 17,2 2,319
12 Ikan Louhan II 52 13,2 2,261
13 Ikan Louhan III 57 12,5 2,918

Kesehatan ikan dapat diketahui dari Nilai Status Nutrisi Ikan (NVC = Nutriution

Value Coeficient). Nilai status nutrisi ikan menunjukan kelayakan lingkungan (kualitas

air ). Dan dari hasil pengamatan yang telah memasuki tahap perhitungan dengan di

masukannya kedalam rumus, di ketahui nilai NVC dari 13 ikan yang diukur semuanya

mendapati nilai yang kurang dari 1,7. Berarti semua ikan yang ditangkap tidak

memenuhi syarat kesehatan. Walaupun ada ikan yang mendekati nilai minimum

kesehatan yaitu dengan nilai NVC = 0,3. Hal ini mungkin disebabkan adanya plankton

sebagai pakan alami yang ada pada perairan tersebut bukan merupakan jenis yang

disukai, atau mempunyai nutrient yang tidak mencukupi kebutuhan bagi ikan, selain

itu juga banyak energi yang dibuang untuk berenang ataupun mencari makan.
Selain itu kondisi perairan dengan temperatur, CO2, pH dan kekeruhan yang tinggi

akan mempengaruhi pemasukan nutrient-nutrien ke dalam tubuh ikan, karena kemungkinan

indera pembau (organ olfactorius) penerima informasi bahan makanan terganggu sehingga

dapat menyebabkan nilai NVC menurun (Pratiwi, 2010).

Normal tidaknya perkembangan dan kesehatan ikan dapat ditentukan

berdasarkan NVC yaitu apabila kurang atau sama dengan 1,7 dapat menggambarkan

bahwa kualitas perairan tersebut sudah tercemar sehingga ikan-ikan ini tidak dapat

memenuhi syarat kesehatan dan dapat dianggap mempunyai nilai gizi yang rendah

dan tidak layak konsumsi (Lucky, 1977 dalam Pratiwi 2010).


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Nilai NVC beberapa spesies ikan yang tertangkap di Waduk PB. Soedirman relatif lebih

rendah karena nilai NVC kurang dari 1, 7

2. Nilai NVC dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

 adanya plankton sebagai pakan alami yang ada pada perairan tersebut bukan

merupakan jenis yang disukai

 mempunyai nutrient yang tidak mencukupi kebutuhan bagi ikan

 banyak energi yang dibuang untuk berenang ataupun mencari makan.

 Tingkat kualitas air yang kurang baik.

5.2. Saran

Proses pengambilan sampel untuk menghitung NVC harusnya diambil lebih banyak

agar data yang dihasilakan lebih valid.


DAFTAR PUSTAKA

Effendi. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Jogjakarta.

.2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Jogjakarta.

Huet, M. 1997. Tekt Book of fish culture, Breding and cultivation of fish. Fishing New Book.
New York.

Kordi, K. M. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Rineka Cipta dan
Bina Aksara.

Makmur, S. 2006 Kebiasaan Pakan Ikan Gabus (Channa striata Bloch) Badan Riset Kelautan
Dan Perikanan Balai Riset Perikanan Perairan Umum. BPPRU. Palembang.

Pratiwi, Yuli. 2010. Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan
Nutrition Value Coefficient Bioindikator. Jurnal Teknologi, Vol 3 No. 2
(Desember 2010): 129-137.
ACARA XI

WAWANCARA TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT

Oleh :

Kelompok 2

Reza Oka Purnama H1G010006


Firda Lutvia H1G010009
R. Haki Muhammad H1G010014

Asisten : Nova Dwi Afni

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2013
Tujuan : Mendapatkan data sekunder dari masyarakat sekitar untuk mendukung data tentang

keberadaan spesies ikan asli dan ikan introduksi.

Teori : Data primer menjadi penting dengan adanya keterkaitan data sekunder dalam

pengamatan suatu pengambilan sampling sehingga wawancara tidak dapat

dilepaskan dari aspek penting dalam pengambilan sampel.

Cara Kerja :

1. Melakukan kunjungan ke masyarakat

2. Memberikan beberapa kuisioner terhadap masyarakat untuk mendapatkan data

sekunder

3. Menganalisis hasil wawancara dan memberikan solusi untuk permasalahan di Waduk

PB. Soedirman.

Hasil :

 Jenis ikan yang tertangkap di Waduk PB. Soedirman adalah Ikan Nila, Ikan Nilem, Ikan

Bawal, Ikan Gurami, Ikan Louhan, Ikan Betutu, Ikan Tawes, Ikan Palung, Lobster air

tawar, dan Ikan Gabus.

 Jenis ikan yang paling dominan di Perairan Waduk PB. Soedirman adalah Ikan Nila.

 Alat yang digunakan untuk menangkap ikan di Waduk PB. Soedirman adalah jenis

jaring insang, jala tebar, dan pancing.

 Ikan-ikan yang tertangkap memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga sebagian besar

masyarakat di sekitar Waduk PB. Soedirman memiliki mata pencaharian sebagai

nelayan dan petani.


ACARA XII

KONSERVASI IKAN SIDAT (Anguilla sp.) di SUNGAI SERAYU

Oleh :

Kelompok 2

Reza Oka Purnama H1G010006


Firda Lutvia H1G010009
R. Haki Muhammad H1G010014

Asisten : Nova Dwi Afni

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2013
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bendung Gerak Serayu terletak di desa Tambaknegara Kecamatan Rawalo

Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah. Bendungan ini merupakan bendungan

yang di buat untuk irigasi sawah di kabupaten Cilacap.

Manfaat dari pembangunan Bendung Gerak Serayu adalah sebagai berikut:

a. Terjaminnya pengambilan air sepanjang tahun

b. Mencukupi kebutuan air bagi sawah di daerah Irigasi Gambarsari – Pesangrahan

seluas ± 25.000 ha sekaligus mencukupi dan penggelontoran bagi kota Cilacap

c. Perluasan areal irigasi teknis dari sawah tadah hujan yang ada di Kabupaten

Banyumas, Cilacap dan Kebumen seluas ± 4.700 ha

d. Dengan adanya penanggulangan banjir dan genangan air yang cukup diharapkan

adanya peningkatan produksi padi di seluruh Daerah Irigasi – Pesanggrahan.

Curah hujan per tahun bervariasi antara 1.700 mm s.d. 4.000 mm per tahun,

dengan variasi hujan bulanan antara 33 s.d. 385 mm dan jumlah hari hujan antara 57

sampai 102 hari per tahun. Suhu udara rata-rata berkisar antara 25°C s.d. 27° C.

Sedangkan kelembaban rata-rata yang terjadi berkisar antara 80% s.d. 85%. Kecepatan

angin rata-rata berkisar antara 0,96 m/detik s.d 1,81 m/ detik dan penyinaran matahari

rerata bervariasi dari 37% s.d. 65%.(Direktorat Jendral Sumber Daya Air,2010)

Ikan menghuni semua bentuk ekosistem apakah laut, perairan payau ataupun

perairan tawar. Tempat hidup ikan berkisar dari 11 km di bawah permukaan laut
sampai 5 km di atas permukaan laut. Dari jumlah spesies ikan yang telah

terdeskripsikan secara ilmiah, sekitar 41% menghuni perairan tawar, yang luasnya

hanya 1% luas permukaan bumi. Sisanya yang 58% menghuni laut yang luasnya 70%

dari seluruh permukaan bumi. Disparitas besar antara lingkungan air tawar dan

lingkungan air laut dari sudut jumlah spesies per satuan volume air bahwa tersedia

113.000 km3 per spesies ikan laut, dan hanya 15 km3 bagi setiap spesies ikan air tawar,

atau ruang yang tersedia bagi spesiesikan laut 7.500 kali lipat dibandingkan ikan air

tawar. Bila yang diperhitungkan hanya ikan yang tinggal di perairan pantai sampai

batas paparan benua (sampai kedalaman 200 meter), maka spesies ikan ini lebih tinggi

20 kali lipat (290 km3 berbanding 15 km3).

Salah satu ikan endemic adalah ikan sidat (Anguila spp) sehingga kita perlu

mengetahui menejemen dalam pengelolaannya sebagai pengetahuan yang penting

untuk mengetahui sumberdaya spesies asli di Indonesia.

Ikan Sidat kurang populer di Indonesia, dikonsumsi hanya pada golongan

tertentu. Permintaan ikan Sidat domestik masih rendah, tetapi permintaannya dari luar

negeri cukup tinggi dengan harga yang dapat mencapai 10 $US. Permintaan ikan sidat

pasar domestik kurang lebih 50 ton per tahun dan yang berhasil disuplai baru sekitar 20

ton per tahun (Amir, 2008).

1.2. Tujuan

a. Menyusun rencana pengelolaan Ikan Sidat di Sungai Serayu.

b. Melakukan tindakan konservasi ikan sidat.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Ikan sidat disebut juga ikan moa, merupakan suku utama sidat yang memasuki

Perairan tawar. Terdapat di semua laut di dunia kecuali di kutubBentuknya panjang

lurus dengan sirip punggung yang panjang dan menyatu dengan sirip ekor dan

seterusnya bersambung dengan sirip dubur. Bentuk tubuh menyerupai ular, panjang

dapat mencapai 50-125 cm, sirip punggung dan sirip dubur menyatu dengan sirip ekor,

sisik sangat kecil yang terletak di dalam kulit, kepala lebih panjang dibandingkan jarak

antara sirip punggung dengan anal.

Gambar 1. Ikan Sidat (Anguilla sp.)

Klasifikasi :

Phylum : Chordata

Class : Pisces

Ordo : Apodes

Famili : Anguillidae

Genus : Anguilla

Spesies : Anguilla sp.


Ikan sidat merupakan ikan yang penyebarannya sangat luas yakni di daerah

tropis dan sub tropis sehingga dikenal adanya sidat tropis dan sidat sub tropis. Di

dunia paling sedikit terdapat 17 spesies ikan sidat (Tesch, 1977 dalam Affandi, 2005).

Sidat mempunyai sifat katadromus, yaitu masa menjelang dewasa ikan sidat

hidup di air tawar kemudian bermigrasi untuk bertelur atau berkembang biak di air

laut. Ikan ini toleran terhadap salinitas, temperatur dan tekanan yang berbeda-beda.

Pada umumnya ikan betina lebih besar dari pada ikan jantan. Bersifat predator dan

merupakan ikan konsumsi penting. Ikan dewasa lebih banyak hidup di air tawar tetapi

kembali ke laut untuk memijah. Larva ikan seperti pita tembus pandang yang secara

kolektif dikenal sebagai leptocephali. Di indonesia mereka hidup di sungai-sungai yang

bermuara di laut-laut yang dalam (pesisir barat daya sumatera, pesisir selatan jawa,

pesisir timur burneo, sulawesi dan bali) tetapi hampir tidak dikenal sama sekali di

sungai-sungai yang bermuara di laut-laut yang dangkal di selat sunda

Ikan sidat dapat meninggalkan hidup di air, daya adaptasinya sangat kuat,

dapat hidup di laut, juga dapat hidup di sungai, maupun air tawar. Sumber ikan sidat

tersebar di berbagai daerah di dunia, pembiakan dengan penangkapan tunas ikan sidat

alami dan menjadi ikan sidat air tawar sangat jarang.

Perubahan iklim telah mengubah pola migrasi ikan sidat di perairan laut

Kepulauan Indonesia. Jika biasanya ikan ini hanya bisa dilihat di laut selama setengah

tahun, namun saat ini belut laut ini muncul sepanjang tahun. Bentuknya seperti ular.

Namun secara biologis karena memiliki insang dan sirip dia masuk kelompok ikan.
Orang Indonesia biasa menyebutnya ikan sidat (belut laut tropis) atau bahasa latinnya

anguilla sp.

Siklus hidup ikan sidat bertelur di laut dalam dan berkembang di perairan

tawar. Setelah telur ikan sidat menetas di perairan laut dalam akan menjadi

leptocephalus atau larva ikan yang bergerak secara pasif bersama gelombang dan arus

laut. Dalam migrasi di perairan laut, stadia leptocephalus bermetamorphosis dan

selanjutnya berubah menjadi stadia glass eel / elver yang pada akhirnya glass eel atau

elver melanjutkan migrasi ke perairan estuari dan tawar untuk tumbuh dan

berkembang . Setelah dewasa sidat akan kembali mencari laut untuk bereproduksi

begitu terus siklusnya. Ini terbalik dari ikan salmon yang justru mencari air tawar

untuk melakukan reproduksi, dan anak-anaknya yang akan bermigrasi mencari

laut.bahwa musim kemarau merupakan puncak kelimpahan sidat di Indonesia bagian

tengah yakni pada bulan April-Oktober. Namun kebalikannya, justru Indonesia bagian

barat dan timur kelimpahannya rendah saat musim kemarau. Sidat dewasa (bisa

berusia belasan tahun) memijah di laut berkedalaman 200-1.000 meter,sebelum

kemudian bertumbuh dewasa mencari perairan tawar.


III. MATERI DAN METODE

2.2 Materi

2.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tali plastik, seser, dan batu.

2.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini daun pisang yang diikat dan

diberi pemberat (berfungsi sebagai rumpon).

2.2 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Mata Kuliah Manajemen Spesies Asli, dilaksanakan pada hari

Minggu, tanggal 24 September 2013, pukul 06.00 WIB sampai selesai di Bendung Gerak

Soedirman dan Laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan

Teknik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

2.3 Metode

Ikan yang tertangkap di Bendung Gerak Serayu difoto dan diambil, lalu dilepas

kembali ke Sungai Pelus sebagai bukti nyata konservasi.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Ikan Sidat yang tertangkap di Bendung Gerak Serayu dengan menggunakan

rumpon yang berasal dari daun pisang dan diikat oleh tali hanya mendapatkan 1 ekor

saja dan masih berukuran sangat kecil.

4.2. Pembahasan

Pendapatan ikan sebelum dan setelah adanya bendungan memang relatif

berkurang tapi masih dapat dikatakan tetap. Musim sidat terjadi pada saat air keruh

dan pergantian ketika musim kering kemusim hujan, saat tersebut bias mendapatkan 1

ember penuh ukuran 25 kg. Sedangkan pendapatan rata-rata ikan sidat setiap harinya

adalah sekitar ½-1 Kg, Sedangkan musim paceklik terjadi saat kondisi air sedikit dan

bening, hanya dapat menangkap 1-2 ekor saja per hari. Penangkapan biasanya akan

terjadi secara terus menerus pada saat musim ikan sidat penangkap akan mendapatkan

hasil tangkapan yang banyak, selain itu faktor cahaya bulan juga mendukung hasil

tangkapan ikan sidat ini.

Demi terjaminnya alur ruaya pemijahan ikan sidat dari upaya penangkapan

yang menyalahi aturan akan menjamin keberadaan stok ikan sidat di alam tetap stabil

secara berkesinambungan perlu adanya teknik penangkapan ikan sidat di perairan

umum yang ramah lingkungan (Affandi, 2005).

Peraturan mengenai pengelolaan yag dilakukan untuk dapat melaksanakan

menejemen di daerah BGS dapat dilakukan dengan berdasarkan Peraturan Gubernur


Jawa Tengah tahun 2009 dimana didalamnya berisi tentang masalah Peruntukan air

dan Pengelolaan Kualitas Air Sungai Serayu diantaranya adalah:

 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya

Air;

 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Lintas Kabupaten /

Kota Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun

2003 Nomor 132);

 Peraturan Gubernur Bab 1 Pasal 1 tentang Pengelolaan Kualitas air adalah

upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai

peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi

alamiahnya.

 Peraturan Gubernur Bab IV pasal 11 tentang pembinaan dan Pengawasan:

1. Pemerintah Daerah melakukan pembinaan kepada Pemerintah Kabupaten

dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam pelaksanaan

Program Kegiatan Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Air Sungai Serayu.

2. Pemerintah Kabupaten melakukan pembinaan kepada penanggung jawab

usaha dan/atau kegiatan dalam pelaksanaan Program Kegiatan Pengelolaan


Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Sungai Serayu sesuai dengan

kewenangannya

3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi :

a. sosialisasi peraturan perundang-undangan yang terkait;

b. peningkatan kemampuan manajemen lingkungan;

c. pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan

sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya

Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL);

d. pelaksanaan produksi bersih;

e. pembangunan dan operasionalisasi instalasi pengolahan air limbah;

f. penerapan jasa lingkungan atas pemanfaatan air; dan

g. penerapan kebijakan insentif atau disinsentif.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengelolaan Ikan Sidat harus melibatkan seluruh lembaga terkait agar selama

prosesnya berjalan dengan lancar karena banyak pihak yang mengawasi.

2. Ikan Sidat banyak tertangkap pada saat kondisi perairan sedang keruh dan

cahaya bulan sedang redup.

5.2. Saran

Demi terciptanya konservasi Ikan Sidat perlu adanya suatu aturan yang

diciptakan oleh lembaga pemerintahan yang sangat kuat agar masyarakat sadar bahwa

konservasi Ikan Sidat ini perlu dan penting agar tidak terjadinya kepunahan yang tidak

diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Ridwan. 2005. Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat (Anguilla sp) di
Indonesia. Jurnal Iktiologi Indonesia. Vol. 5 No. 2 : 77-82

Amir, Faisal. 2008. Dinamika Populasi dan PengkajianStok Ikan Sidat Tropis (Anguilla
marmorata) di Sungai Malunda, Sulawesi Barat. Skripsi Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan Unhas.

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai