Phronima 6
Disusun Oleh :
NIM : 26020119140083
Kelas : Akuakultur B
DEPARTEMEN AKUAKULTUR
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
DAFTAR ISI
i
4.2. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima ke Udang Windu ……………….
11
4.3. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima sp. ke Kuda Laut Zebra ………...
13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pakan ikan merupakan sumber energi yang diperlukan untuk hidup dan untuk
pertumbuhan ikan. Pakan ikan berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu pakan
alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang bersumber dari alam atau
keberadaannya sudah tersedia di alam. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan ikan dan pembuatannya perlu memperhatikan kadar
nutrisi untuk mencapai kebutuhan ikan yang terpenuhi. Pakan dengan kualitas baik
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, antara lain: (1) pakan harus mudah
dicerna, (2) kandungan nutrisi pakan harus dapat diserap oleh tubuh ikan, (3) kondisi
pakan harus baik dan segar, dan (4) ukuran pakan harus sesuai dengan ukuran mulut
ikan.
Pakan alami adalah pakan yang keberadaannya sudah tersedia di alam, diberikan
dalam keadaan hidup tanpa melalui proses, dan sifat pakan alami yang mudah dicerna
membuat pakan alami juga dijadikan sebagai pakan benih ikan yang alat pencernaannya
belum sempurna. Menurut Yusuf et al., (2015), menyatakan bahwa pakan alami sangat
cocok untuk pertumbuhan benih ikan seperti benih ikan cupang karena kandungan
nutrisi pada pakan alami yang seimbang, sesuai dengan sistem pencernaan dan juga
sesuai dengan bukaan mulut benih ikan. Harga pakan alami relatif murah dan dapat
diperoleh dengan mudah.
1
Phronima sp. merupakan salah satu jenis pakan alami dari jenis microcrustacea
endemik genus Phronima yang hidup di perairan air payau dan masih dikembangkan di
Jawa Tengah (Fattah et al., 2014 dalam Ratri et al., 2020). Phronima sp. biasa
digunakan untuk pakan benih ikan air payau. Keunggulan yang dimiliki oleh Phronima
sp. antara lain ukurannya yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi, dan dapat dikultur secara massal (Pangestika et al., 2020).
1.2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Phronima sp. merupakan salah satu jenis amphipoda dan Phronima sp.
ditemukan di kedalaman 0 - 5 meter dibawah permukaan laut (Aoki et al., 2013 dalam
Yusuf et al., 2020). Phronima sp. termasuk dalam salah satu jenis pakan alami dan
biasa digunakan untuk pakan benih ikan. Phronima sp. merupakan salah satu
mikrokrustasea dengan genus Phronima. Phronima sp. memiliki toleransi yang tinggi
terhadap kandungan amonia di perairan (Fattah et al., 2014).
2
Pakan alami Phronima sp. cocok dijadikan pakan benih / larva ikan, karena
ukuran Phronima sp. sesuai dengan bukaan mulut larva. Keunggulan Phronima sp.
lainnya adalah dapat dibudidaya dalam jumlah banyak dan memiliki kandungan nutrisi
yang tinggi. Kandungan protein yang dimiliki pakan alami Phronima sp. adalah sebesar
40,26% (Ratri et al., 2020).
Phronima sp. termasuk dalam salah satu jenis amphipoda dan Yusuf et al.,
(2020) mengutip pernyataan Dalpadado et al., (2004); Rojano et al., (2013), yang
menyatakan bahwa amphihoda memegang peran penting dalam ekosistem perairan,
yaitu amphipoda sebagai tropik penghubung antara produsen primer dengan tingkatan
tropik yang lebih tinggi seperti udang laut dan ikan. Phronima sp. selain memiliki
potensi yang digunakan sebagai pakan alami untuk kultiva budidaya di tambak,
Phronima sp. juga berperan penting dalam perbaikan kualitas lingkungan perairan
budidaya (Fattah et al., 2014).
Filum : Arthropoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Amphipoda
Famili : Phronimidae
Genus : Phronima
3
Gambar 1. Phronima suppa (Phronima sp.)
Sumber: Fattah et al., 2014
Phronima sp. dapat ditemukan di seluruh dunia, kecuali di daerah kutub (polar
regions) dan Phronima sp. berenang di perairan terbuka. Tubuh Phronima sp. adalah
semi transparan. Siklus hidup Phronima sp. dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap
stadia juvenile dan tahap stadia dewasa. Menurut Yusuf et al., (2020), pengolongan
untuk stadia Phronima sp. diacukan pada ukuran tubuh Phronima sp., dimana
berdasarkan hasil penelitian terdahulu, pengukuran menunjukkan bahwa stadia juvenile
Phronima sp. yang baru menetas berukuran 1.06 ± 0.01 mili meter dan stadia dewasa
Phronima sp. berukuran 4.5 ± 0.2 mili meter.
Tingkah laku Phronima sp. yang menjadi kelemahan dalam budidaya adalah
Phronima sp. selalu menempel di pojok akuarium atau menempel di batu aerasi,
sehingga yang memakan Phronima sp. (larva ikan, udang vaname dan lain-lain) sulit
untuk memakannya (Ratri et al., 2020). Yusuf et al., (2020) mengutip pernyataan dari
Lowry dan Myers, (2017); Parker dan Minor, (2015), pernyataan tersebut menerangkan
bahwa kebiasaan makan dari amphipoda, yaitu cara makannya bersifat sebagai pemakan
detritus dan sebagai pengurai limbah. Hal ini membuat limbah budidaya tambak atau
sisa pakan ikan yang tidak termetabolisme oleh ikan akan diuraikan oleh Phronima sp.
Sifat yang dimiliki Phronima sp. yaitu sebagai pemakan detritus ternyata juga bisa
4
memangsa jenis zooplankton, akan tetapi jenis zooplankton yang berukuran lebih kecil
dari ukuran tubuhnya.
Phronima suppa (Phronima sp.) secara endemik hidup di perairan payau di Desa
Wiringtasi dan Tasiwale, Kecamatan Suppa (Fattah et al., 2014). Phronima sp.
ditemukan hidup di kedalaman 0 - 5 meter dibawah permukaan laut (Aoki et al., 2013
dalam Yusuf et al., 2020). Keberadaan Phronima sp. tidak ditemukan di daerah kutub
dan berenang bebas di perairan terbuka. Habitat Phronima sp. tersebar hampir di
seluruh perairan laut dunia dan juga dapat ditemukan di perairan payau (Diebel, 1988
dalam Yusuf et al., 2020).
Salinitas (ppt) 21 – 27
pH 8.0 – 9.0
Tabel 1. Kisaran nilai indikator kualitas media yang memenuh persyaratan hidup dan
pertumbuhan Phronima suppa (Phronima sp.).
Sumber : Fattah et al., (2012) dalam Fattah et al., (2014).
BAB III
5
PEMBAHASAN
Pemberian pakan untuk Phronima suppa dengan kombinasi Chaetoceros sp. dan
Chlorella sp. menghasilkan jumlah produksi Phronima suppa yang tinggi, karena
dengan kombinasi Chaetoceros sp. dan Chlorella sp. dapat menyuplai unsur hara yang
lebih lengkap dan bervariasi (Fattah et al., 2014). Guna mendapatkan masa produktif /
produksi Phronima sp. yang lebih lama saat kultur di bak terkontrol diperlukan
ketersediaan pakan alami yang teratur dan pengendalian faktor lingkungan perairan
yang lengkap. Hal tersebut juga membuat masa produktif (masa hidup) Phronima sp. di
bak terkontrol lebih lama dibandigkan di habitat endemik (Fattah et al., 2014).
6
(Novanti dan Zulaika, 2018). Fase stasioner terjadi setelah fase eksponensial yang
ditandai dengan tidak adanya pertambahan jumlah pertumbuhan (Nailulmuna et al.,
2017). Fase stasioner digambarkan dari tahap puncak pertumbuhan populasi sampai
terjadinya penurunan jumlah populasi secara drastis akibat dari kematian massal
(Darmawan, 2014).
Phronima sp. dikenal sebagai salah satu pakan almi yang mempunya kandungan
protein yang tinggi dan hampir setara dengan pakan alami Artemia sp. Pakan alami
Phronima sp. memiliki kelebihan dalam kandungan nutrisi, yaitu kandungan asam
amino, asam lemak serta nutrisi DHA (Docosa Hexaenoic Acid) dan EPA (Eicosa
Pentaenoic Acid) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan alami Artemia sp. (Ratri
et al., 2020). DHA dan EPA merupakan asam lemak Omega-3, nutrisi penting yang
baik dan dibutuhkan bagi tubuh (Aryani et al., 2017).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ratri et al., (2020), hasil proksimat
Phronima sp. adalah sebagai berikut:
Keterangan:
BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
Tabel 2. Hasil Uji Proksimat Pakan Phronima sp. dalam (%) Bobot Kering
Sumber : Ratri et al., (2020).
BAB IV
HASIL
7
4.1. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima sp. ke Udang Vaname
Phronima sp. merupakan salah satu pakan alami untuk benih ikan dan larva
udang. Phronima sp. termasuk dalam salah satu jenis amphipoda. Keunggulan lainnya
selain sebagai pakan alami, Phronima sp. juga dapat sebagai substitusi pengganti
Artemia sp. karena memiliki ciri, yaitu ukuran sesuai dengan bukaan mulut larva,
kandungan protein yang tidak jauh berbeda dengan Artemia sp, mengandung nilai
nutrisi yang tinggi, dan mudah diperoleh dengan harga relatif murah.
Penelitian yang dilakukan oleh Ratri et al., (2020), adalah kajian mengenai
pakan alami Phronima sp. substitusi Artemia sp. terhadap Udang Vaname (L.
vannamei) Post Larva 15 dan bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi pakan
alami Phronima sp. dengan Artemia sp. terhadap laju pertumbuhan dan kelulushidupan
udang vaname (L. vannamei) dan untuk mengetahui dosis substitusi terbaik.
Udang uji yang digunakan dalam penelitian adalah udang vaname (L. vannamei)
stadia Post Larva 15 dengan bobot rata-rata 0.029±0.001 gr/ekor, dan berjumlah 405
ekor. Padat tebar pada wadah dengan volume air 6 liter adalah 27 ekor. Pakan uji yang
digunakan dalam penelitian adalah pakan alami Artemia sp. dan pakan alami Phronima
sp. dengan kandungan protein masing-masing adalah 48.87% dan 40.26%. Trobos
(2012), menyatakan bahwa kandungan protein dari larva udang stadia awal adalah
40,71%.
8
- dosis perlakuan (A), 100% pakan alami Artemia sp.
- dosis perlakuan (B), 75% pakan alami Artemia sp. dan 25% Phronima sp.
- dosis perlakuan (C), 50% pakan alami Artemia sp. dan 50% Phronima sp.
- dosis perlakuan (D), 25% pakan alami Artemia sp. dan 75% Phronima sp.
- dosis perlakuan (E), 100% pakan alami Phronima sp.
Hasil yang diperoleh dari penelitian Ratri et al., (2020) adalah bahwa perlakuan
(B) dengan dosis 75% pakan alami Artemia sp. dan pakan alami 25% Phronima sp.
menghasilkan:
- nilai laju pertumbuhan larva udang vaname (L. vannamei) yang tertinggi
sebesar 0,350±0,001%
- pertumbuhan panjang mutlak larva udang vaname (L. vannamei) tertinggi
sebesar 1,77±0,06 cm
- nilai bobot biomass larva udang vaname (L. vannamei) tertinggi sebesar
0.0101gr/hari
Hal tersebut dikarenakan kandungan protein pakan alami Artemia sp. dengan
pakan alami Phronima sp. hampir sama dan juga dosisnya bervariasi, maksudnya
ada;ah apabila komposisi dosis yang diberikan pada udang vaname bervariasi atau lebih
dari satu jenis pakan alami pertumbuhan udang vaname yang didapat lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan satu jenis pakan alami saja. Hal ini diperkuat oleh
Panjaitan et al., (2014), yang menyatakan bahawa udang vaname yang diberi plankton
campuran akan mendapatkan nilai nutrisi yang lebih baik karena terdapat dua jenis
sumber nutrisi, dibanding dengan pemberian 1 jenis plankton saja.
Pemberian pakan kombinasi Artemia sp. dan Phronima sp. berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan dan bobot biomass larva udang vaname (L. vannamei), dengan
mendapatkan nilai tertinggi pada penelitian Ratri et al., (2020). Gabungan nutrisi dari
pakan alami Artemia sp. dan pakan alami Phronima sp. memenuhi kebutuhan larva
udang vaname (L. vannamei) karena kandungan nutrisi yang tinggi dan juga adanya
defisiensi EPA dan DHA yang dimiliki keduanya serta memiliki kandungan asam lemak
dan asam amino. Hal ini diperkuat oleh Santoso (2006), yang menyatakan bahwa
9
kandungan EPA dan DHA yang cukup merupakan sumber asam lemak esensial bagi
udang dan dapat mempercepat pertumbuhan udang.
Dosis perlakuan (E) yaitu pemberian 100% pakan alami Phronima sp.
mendapatkan nilai terendah untuk nilai laju pertumbuhan relatif, pertumbuhan panjang
mutlak, dan bobot biomass udang vaname (L. vannamei). Hal ini dikarenakan
pemberian pakan hanya Phronima sp. saja, yang kandungan proteinnya lebih rendah
dibanding pakan alami Artemia sp. dan juga tidak ada kombinasi pakan alami lainnya.
Larva udang vaname (L. vannamei) tidak mendapatkan nutrisi yang cukup.
Kelemahan lainnya adalah karena Phronima sp. selalu menempel di batu aerasi
sehingga larva udang vaname sulit untuk memakannya. Hutabarat (1999) dalam
Sudaryono (2005) dalam Purba (2012), menyatakan bahwa kekurangan protein akan
mengakibatkan hambatan terhadap pertumbuhan karena akan segera diikuti dengan
kehilangan berat, sedangkan bila protein dalam pakan berlebihan maka hanya sebagian
saja yang dimanfaatkan untuk pembentukan protein tubuh kemudian sisanya diubah
menjadi energi. Ghufran (2006), juga berpendapat, bahwa beberapa komponen nutrisi
yang penting dan harus tersedia dalam pakan udang antara lain protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral.
Kategori untuk rerata laju pemanfaatan pakan alami tertinggi pada dosis
perlakuan (A) dengan 100% pakan alami Artemia sp. Nutrisi yang terkandung di
Artemia digunakan oleh larva udang vanamei sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan dan sumber daya tahan tubuh larva (Purba, 2012). Dosis perlakuan
substitusi pakan alami Artemia sp. dengan pakan alami Phronima sp. tidak memberi
pengaruh nyata terhadap kelulushidupan udang vaname (L. vannamei). Kesimpulan dari
10
penelitian Ratri et al., (2020), adalah perlakuan terbaik dalam penelitian ini adalah B
yaitu perlakuan dengan dosis 75% pakan alami Artemia sp. 25% pakan alami Phronima
sp. dengan nilai RGR tertinggi sebesar 0,330±0,001%.
Jenis amphipoda diatas dan juga digunakan dalam penelitian merupakan jenis
amphipoda Grandidierella megnae (Giles, 1888), dilihat berdasarkan karakter
spesifiknya. Amphipoda tersebut sudah diklaim sebagai spesies endemik di daerah
Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, Indonesia dan dinamai “Phronima suppa”
atau Phronima sp.
Referensi diambil dari penelitian Sulaeman et al., (2020), udang uji yang
digunakan adalah benih udang windu (Penaeus monodon) yang berasal dari stadia
PostLarva (PL) yang dibesarkan di laboratorium hingga masuk tahap juvenil di
pembenihan RIBAFE, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Benih udang windu
(Penaeus monodon) ditebar berdasarkan ukuran ke tiap-tiap wadah kaca bervolume 2
11
liter. Benih udang windu (Penaeus monodon) dibiarkan tidak makan selama kurang
lebih 4 jam sebelum diberi makan amphipoda dengan jumlah sesuai perlakuan. Suhu
perairan dijaga tetap pada sekitar 30oC.
Amphipoda (Phronima) yang digunakan diambil dari hasil populasi alami pada
tangki beton outdoor di RIBAFE. Amphipoda yang dipilih hanya amphipoda dewasa
dengan berat badan 0.00059 ± 0.00008 gram dan panjang tubuh 3.79 ± 1.02 mili meter.
Pengamatan dilakukan dengan 7 perlakuan (10, 20, 40, 80, 160, 320, dan 640
individu/liter) berbeda dengan 3 kali ulangan selama 4 jam.
12
crab (amphipoda krustasea) dan aspek biologisnya masih memerlukan penelitian lebih
lanjut untuk mendapatkan penjelasan yang lebih rinci.
Kuda laut merupakan jenis ikan dengan nilai ekonomi tinggi dan banyak
diperdagangkan sebagai ikan hias dan dijadikan sebagai bahan baku obat tradisional
Tionghoa dengan cara dikeringkan (Rosa et. al., 2011 dalam Ahmad et al., 2019). Kuda
laut termasuk dalam kategori predator pasif, yaitu hewan yang menunggu pakan lewat
dan memangsanya dengan cara menghidap menggunakan moncong yang panjang.
Pakan untuk remaja kuda laut adalah pakan alami Artemia salina naupli. Harga Artemia
salina dijual tinggi sehingga diperlukan pakan alternatif pengganti Artemia salina.
Referensi diambil dari hasil penelitian oleh Ahmad et al., (2019), penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat substitusi Phronima untuk menggantikan
naupli Artemia sebagai pakan alternatif pemeliharaan benih Hippocampus barbouri.
Hewan uji yang digunakan adalah Hippocampus barbouri berumur 7 hari (anakan kuda
laut) dengan panjang tubuh 1.5 cm. Induk Hippocampus barbouri diperoleh dari
perairan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
13
Penelitian oleh Ahmad et al., (2019), dilakukan dengan 5 perlakuan dan 3
ulangan. Perlakuan pemberian pakan diberikan dengan tingkat kepadatan yang berbeda-
beda. Hari pertama hingga hari kelima, kuda laut remaja (Hippocampus barbouri) masih
diberi pakan Artemia naupli. Hari ketujuh baru dimulai untul percobaan. Berikut adalah
5 perlakuan pemberian pakan kombinasi dengan dosis berbeda, antara lain:
Analisis asam amino ditemukan 10 kandungan asam amoni esensial dari tubuh
kuda laut remaja (Hippocampus barbouri), yaitu arginin, lisin, leusin, isoleusin,
fenilalanin, valin, metionin, histidin, treonin, dan triptofan. Hasil analisis asam amino
menunjukkan bahwa beberapa jenis asam amino esensial mengalami defisiensi untuk
kebutuhan kuda laut remaja (Hippocampus barbouri), berikut rinciannya:
14
Perlakuan Survival Rate (%)
A 80.00 ± 10.00
B 90.00 ± 17.32
C 96.67 ± 5.77
D 96.67 ± 5.77
E 63.33 ±15.27
Total tenaga yang diproduksi oleh perlakuan (E), hasilnya lebih rendah dari
perlakuan lain (A, B, C, dan D). Total energi dalam perlakuan (A) 579.27 kkal / g;
perlakuan (B) 497.32%; perlakuan (C) 415.36% sedangkan perlakuan (E) 251.45%.
Kandungan serat kasar yang tinggi pada perlakuan (E) menyebabkan rendahnya
pertumbuhan dan kelangsungan hidup dalam pemeliharaan kuda laut remaja
(Hippocampus barbouri) yang tergolong spesies karnivora. Ahmad et al., (2019)
mengutip pernyataan dari Afrianto dan Liviawati (2005), yang menyatakan bahwa
kemampuan mencerna pada ikan karnivora terhadap serat kasar relatif rendah
dibandingkan dengan kemampuan mencerna terhadap lemak dan protein. Satyani (2013)
dalam Ahmad et al., (2019) juga menambahkan, semakin tinggi kandunga serat kasar
maka semakin tinggi pakan sulit dicerna sehingga pertumbuhan dan kelangsungan hidup
juvenil menjadi rendah.
15
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad
et al., (2019), tentang mengetahui tingkat substitusi Phronima yang sesuai untuk
menggantikan naupli Artemia sebagai pakan alternatif pemeliharaan benih
Hippocampus barbouri adalah kualitas rumput laut Hippocampus barbouri substitusi
Artemia naupli dengan Phronima sp. hingga 75% pada perlakuan (D) memberikan nilai
Survival Rate yang tidak berbeda jauh dengan pemberian 100% Artemia naupli pada
perlakuan (A). Oleh karena itu, penggunaan pakan alami Phronima sp. sebagai pakan
alternatif untuk pemeliharaan juvenil kuda laut remaja (Hippocampus barbouri) dapat
diberikan dengan tingkat substitusi hingga 75%.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, F., S. Syafiuddin., dan H. Haryati. 2019. The Quality of Seahorse Juveniles
Hippocampus barbouri After Modifying Natural Feed Artemia Nauplii To
Phronima sp. Jurnal Ilmu Kelautan SPERMONDE., 5(2): 83 – 88.
Aryani, T., F. S. Utami., dan S. Sulistyaningsih. 2017. Identifikasi asam lemak omega
pada asi eksklusif menggunakan kromatografi gc-ms. JHeS (Journal of Health
Studies)., 1(1): 1 – 7.
Darmawan, J. 2014. Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. Pada Media Budidaya Dengan
Penambahan Air Buangan Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus
Burchell, 1822). Berita Biologi., 13(1): 57 – 63.
17
Novanti, R., dan E. Zulaika. 2019. Pola Pertumbuhan Bakteri Ureolitik pada Medium
Calcium Carbonat Precipitation (CCP). Jurnal Sains dan Seni ITS., 7(2): 34 – 35.
Sulaeman., Herlinah., dan A. Parenrengi. 2020. The consumption rate of tiger prawns
(Penaeus monodon) on alive Amphipod-Crustacean. IOP Conference Series: Earth
and Environmental Science., 564(1): 1 – 6.
Yusuf, A., Y. Koniyo., dan A. Muharam. 2015. Pengaruh Perbedaan Tingkat Pemberian
Pakan Jentik Nyamuk terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Cupang. The NIKe
Journal, 3(3): 106 – 110.
Yusuf, M. B., S. Suminto., dan V. E. Herawati. 2020. Pengaruh Pemberian Pakan Alami
yang Berbeda dari Jenis Zooplankton (Artemia salina, Brachionus rotundiformis
dan Oithona similis) terhadap Performa Pertumbuhan Phronima sp. Sains
Akuakultur Tropis: Indonesian Journal of Tropical Aquaculture., 4(2): 109 – 118.
18