Anda di halaman 1dari 21

BUDIDAYA PAKAN ALAMI

Phronima 6

Dosen Pengampu: Dr. Vivi Endar Herawati, S. Pi., M.Si.

Disusun Oleh :

Virda Zahra Silfiana

NIM : 26020119140083

Kelas : Akuakultur B

DEPARTEMEN AKUAKULTUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...…. i

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….……...…...


1

1.1. Latar Belakang


……………………………………………………………... 1
1.2. Tujuan
…………………………………………………………………….... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………....


2

2.1. Phronima sp. ………………………………………………………….... 2


2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Phronima sp. ………………………………..
3
2.1.2. Kebiasaan Hidup Phronima sp. …………………………………………
4
2.1.3. Habitat Phronima sp. ……………………………………………………
5

BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………………...


6

3.1. Proses Kultur Phronima sp. ……………………………………………..


6
3.2. Kualitas Nutrisi Phronima sp. …………………………………………..
7

BAB IV HASIL ………………………………………………………………………...


8

4.1. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima sp. ke Udang Vaname …………..


8

i
4.2. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima ke Udang Windu ……………….
11
4.3. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima sp. ke Kuda Laut Zebra ………...
13

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….


17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan ikan merupakan sumber energi yang diperlukan untuk hidup dan untuk
pertumbuhan ikan. Pakan ikan berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu pakan
alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang bersumber dari alam atau
keberadaannya sudah tersedia di alam. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan ikan dan pembuatannya perlu memperhatikan kadar
nutrisi untuk mencapai kebutuhan ikan yang terpenuhi. Pakan dengan kualitas baik
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, antara lain: (1) pakan harus mudah
dicerna, (2) kandungan nutrisi pakan harus dapat diserap oleh tubuh ikan, (3) kondisi
pakan harus baik dan segar, dan (4) ukuran pakan harus sesuai dengan ukuran mulut
ikan.

Pakan alami adalah pakan yang keberadaannya sudah tersedia di alam, diberikan
dalam keadaan hidup tanpa melalui proses, dan sifat pakan alami yang mudah dicerna
membuat pakan alami juga dijadikan sebagai pakan benih ikan yang alat pencernaannya
belum sempurna. Menurut Yusuf et al., (2015), menyatakan bahwa pakan alami sangat
cocok untuk pertumbuhan benih ikan seperti benih ikan cupang karena kandungan
nutrisi pada pakan alami yang seimbang, sesuai dengan sistem pencernaan dan juga
sesuai dengan bukaan mulut benih ikan. Harga pakan alami relatif murah dan dapat
diperoleh dengan mudah.

Jenis-jenis pakan alami ada banyak, seperti Phytoplankton, Rotifera, Moina,


Daphnia dan Phronima. Keberadaan Phronima di Indonesia masih perlu dikembangkan
dan diteliti, dengan upaya agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor
Artemia sp. yang relatif mahal dan juga kandungan nutrisi Phronima yang hampir sama
dengan Artemia sp. (Ratri et al., 2020). Menurut Fattah et al., (2014), menyatakan
bahwa Phronima suppa (Phronima sp.) memiliki potensi sebagai produk unggulan
nasional dan dapat menjadi pakan alami substitusi Artemia sp.

1
Phronima sp. merupakan salah satu jenis pakan alami dari jenis microcrustacea
endemik genus Phronima yang hidup di perairan air payau dan masih dikembangkan di
Jawa Tengah (Fattah et al., 2014 dalam Ratri et al., 2020). Phronima sp. biasa
digunakan untuk pakan benih ikan air payau. Keunggulan yang dimiliki oleh Phronima
sp. antara lain ukurannya yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi, dan dapat dikultur secara massal (Pangestika et al., 2020).

1.2. Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:


a. Mengetahui proses kultur Phronima sp.
b. Mengetahui kualitas nutrisi Phronima sp.
c. Mengetahui pengaruh pemberian pakan Phronima sp. ke Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei).
d. Mengetahui pengaruh pemberian pakan Phronima ke Udang Windu (Penaeus
monodon).
e. Mengetahui pengaruh pemberian pakan Phronima sp. ke Kuda Laut Zebra
(Hippocampus barbouri).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Phronima sp.

Phronima sp. merupakan salah satu jenis amphipoda dan Phronima sp.
ditemukan di kedalaman 0 - 5 meter dibawah permukaan laut (Aoki et al., 2013 dalam
Yusuf et al., 2020). Phronima sp. termasuk dalam salah satu jenis pakan alami dan
biasa digunakan untuk pakan benih ikan. Phronima sp. merupakan salah satu
mikrokrustasea dengan genus Phronima. Phronima sp. memiliki toleransi yang tinggi
terhadap kandungan amonia di perairan (Fattah et al., 2014).

2
Pakan alami Phronima sp. cocok dijadikan pakan benih / larva ikan, karena
ukuran Phronima sp. sesuai dengan bukaan mulut larva. Keunggulan Phronima sp.
lainnya adalah dapat dibudidaya dalam jumlah banyak dan memiliki kandungan nutrisi
yang tinggi. Kandungan protein yang dimiliki pakan alami Phronima sp. adalah sebesar
40,26% (Ratri et al., 2020).
Phronima sp. termasuk dalam salah satu jenis amphipoda dan Yusuf et al.,
(2020) mengutip pernyataan Dalpadado et al., (2004); Rojano et al., (2013), yang
menyatakan bahwa amphihoda memegang peran penting dalam ekosistem perairan,
yaitu amphipoda sebagai tropik penghubung antara produsen primer dengan tingkatan
tropik yang lebih tinggi seperti udang laut dan ikan. Phronima sp. selain memiliki
potensi yang digunakan sebagai pakan alami untuk kultiva budidaya di tambak,
Phronima sp. juga berperan penting dalam perbaikan kualitas lingkungan perairan
budidaya (Fattah et al., 2014).

2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Phronima sp.

Klasifikasi Phronima (Phronima Latreille, 1802) menurut WoRMS dan


Wikipedia adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Sub Filum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Sub Kelas : Eumalacostraca

Ordo : Amphipoda

Famili : Phronimidae

Genus : Phronima

3
Gambar 1. Phronima suppa (Phronima sp.)
Sumber: Fattah et al., 2014

Phronima sp. dapat ditemukan di seluruh dunia, kecuali di daerah kutub (polar
regions) dan Phronima sp. berenang di perairan terbuka. Tubuh Phronima sp. adalah
semi transparan. Siklus hidup Phronima sp. dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap
stadia juvenile dan tahap stadia dewasa. Menurut Yusuf et al., (2020), pengolongan
untuk stadia Phronima sp. diacukan pada ukuran tubuh Phronima sp., dimana
berdasarkan hasil penelitian terdahulu, pengukuran menunjukkan bahwa stadia juvenile
Phronima sp. yang baru menetas berukuran 1.06 ± 0.01 mili meter dan stadia dewasa
Phronima sp. berukuran 4.5 ± 0.2 mili meter.

2.1.2. Kebiasaan hidup Phronima sp.

Tingkah laku Phronima sp. yang menjadi kelemahan dalam budidaya adalah
Phronima sp. selalu menempel di pojok akuarium atau menempel di batu aerasi,
sehingga yang memakan Phronima sp. (larva ikan, udang vaname dan lain-lain) sulit
untuk memakannya (Ratri et al., 2020). Yusuf et al., (2020) mengutip pernyataan dari
Lowry dan Myers, (2017); Parker dan Minor, (2015), pernyataan tersebut menerangkan
bahwa kebiasaan makan dari amphipoda, yaitu cara makannya bersifat sebagai pemakan
detritus dan sebagai pengurai limbah. Hal ini membuat limbah budidaya tambak atau
sisa pakan ikan yang tidak termetabolisme oleh ikan akan diuraikan oleh Phronima sp.
Sifat yang dimiliki Phronima sp. yaitu sebagai pemakan detritus ternyata juga bisa

4
memangsa jenis zooplankton, akan tetapi jenis zooplankton yang berukuran lebih kecil
dari ukuran tubuhnya.

2.1.3. Habitat Phronima sp.

Phronima suppa (Phronima sp.) secara endemik hidup di perairan payau di Desa
Wiringtasi dan Tasiwale, Kecamatan Suppa (Fattah et al., 2014). Phronima sp.
ditemukan hidup di kedalaman 0 - 5 meter dibawah permukaan laut (Aoki et al., 2013
dalam Yusuf et al., 2020). Keberadaan Phronima sp. tidak ditemukan di daerah kutub
dan berenang bebas di perairan terbuka. Habitat Phronima sp. tersebar hampir di
seluruh perairan laut dunia dan juga dapat ditemukan di perairan payau (Diebel, 1988
dalam Yusuf et al., 2020).

Kualitas media perairan saat pemeliharaan sangat memengaruhi kehidupan


Phronima sp. Menurut pengamatan penelitian yang dilakukan Fattah et al., (2012)
dalam Fattah et al., (2014), yaitu mengamati populasi Phronima sp. di habitat
endemiknya dan mendapatkan nilai parameter kualitas air yang diperlukan Phronima
sp. untuk hidup. Berikut adalah kisaran nilai indikator kualitas media perairan
Phronima sp. yang didapat dari hasil pengamatan Fattah et al., (2012), sebagai berikut:

Rentang nilai indikator kualitas media berdasarkan referensi

Temperatur (oC) 30.30 – 38.00

Salinitas (ppt) 21 – 27

DO (ppm) 2.6 – 4.9

pH 8.0 – 9.0

Amonia 0.08 – 1.47

Tabel 1. Kisaran nilai indikator kualitas media yang memenuh persyaratan hidup dan
pertumbuhan Phronima suppa (Phronima sp.).
Sumber : Fattah et al., (2012) dalam Fattah et al., (2014).

BAB III

5
PEMBAHASAN

3.1. Proses Kultur Phronima sp.

Phronima biasa dibudidayakan di bak terkontrol. Produksi di bak terkontrol


menjadi faktor penting dalam kultur massal penyediaan berkelanjutan Phronima suppa
untuk mendukung pembenihan dan pengelolaan budidaya udang windu (Fattah et al.,
2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fattah et al., (2014), metode atau cara
yang dipakai untuk kultur Phronima suppa adalah yang pertama Phronima suppa
disebarkan ke masing – masing bak terkontrol (basin) dan tiap bak / wadah diisi oleh
100 individu Phronima suppa, volume tiap bak adalah 30 liter atau densitas dispersi
tiap baknya 3,33 atau 3,00 individu/liter.

Pemberian pakan untuk Phronima suppa dengan kombinasi Chaetoceros sp. dan
Chlorella sp. menghasilkan jumlah produksi Phronima suppa yang tinggi, karena
dengan kombinasi Chaetoceros sp. dan Chlorella sp. dapat menyuplai unsur hara yang
lebih lengkap dan bervariasi (Fattah et al., 2014). Guna mendapatkan masa produktif /
produksi Phronima sp. yang lebih lama saat kultur di bak terkontrol diperlukan
ketersediaan pakan alami yang teratur dan pengendalian faktor lingkungan perairan
yang lengkap. Hal tersebut juga membuat masa produktif (masa hidup) Phronima sp. di
bak terkontrol lebih lama dibandigkan di habitat endemik (Fattah et al., 2014).

Hari ke-17 hingga ke-24, produksi Phronima suppa mengalami peningkatan


secara bertahap (Fattah et al., 2014). Peningkatan tersebut menggambarkan bahwa
kultur Phronima suppa berada pada fase logaritmik atau membentuk fungsi logaritma
dan pada masa ini bisa dikatakan belum masuk ke fase stasioner (stationary phase).
Fase dimana terjadi peningkatan produksi atau penambahan jumlah sel yang apabila
dihitung secara matematis membentuk fungsi logaritma termasuk dalam fase
eksponensial. Fase eksponensial atau disebut juga dengan fase logartima, ditandai
dengan pertumbuhan secara cepat (Moentamaria et al., 2016). Fase pembelahan sel
yang berlangsung secara cepat karena terjadi peningkatan aktivitas metabolisme,
sehingga sel berkembang secara optimum adalah pengertian dari fase eksponensial

6
(Novanti dan Zulaika, 2018). Fase stasioner terjadi setelah fase eksponensial yang
ditandai dengan tidak adanya pertambahan jumlah pertumbuhan (Nailulmuna et al.,
2017). Fase stasioner digambarkan dari tahap puncak pertumbuhan populasi sampai
terjadinya penurunan jumlah populasi secara drastis akibat dari kematian massal
(Darmawan, 2014).

3.2. Kualitas Nutrisi Phronima sp.

Phronima sp. dikenal sebagai salah satu pakan almi yang mempunya kandungan
protein yang tinggi dan hampir setara dengan pakan alami Artemia sp. Pakan alami
Phronima sp. memiliki kelebihan dalam kandungan nutrisi, yaitu kandungan asam
amino, asam lemak serta nutrisi DHA (Docosa Hexaenoic Acid) dan EPA (Eicosa
Pentaenoic Acid) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan alami Artemia sp. (Ratri
et al., 2020). DHA dan EPA merupakan asam lemak Omega-3, nutrisi penting yang
baik dan dibutuhkan bagi tubuh (Aryani et al., 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ratri et al., (2020), hasil proksimat
Phronima sp. adalah sebagai berikut:

Komposisi Komponen Phronima sp.


Kadar Air 8.43
Protein 40.26
Lemak 5.14
Abu 30.20
Serat Kasar 5.93
BETN 10.14

Keterangan:
BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
Tabel 2. Hasil Uji Proksimat Pakan Phronima sp. dalam (%) Bobot Kering
Sumber : Ratri et al., (2020).

BAB IV

HASIL

7
4.1. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima sp. ke Udang Vaname

Keberhasilan di dalam kegiatan usaha budidaya, salah satunya yaitu dari


ketersediaan pakan alami yang berkualitas. Masalah umum yang sering dihadapi oleh
pembudidaya adalah harga pakan yang dikeluarkan lebih besar dibanding pendapatan.
Dengan penggunaan pakan alami dapat menekan biaya pengeluaran pakan selama
produksi. Keberadaan Phronima sp. memiliki potensi menjadi pakan alami substitusi
Artemia sp. (Fattah et al., 2014).

Phronima sp. merupakan salah satu pakan alami untuk benih ikan dan larva
udang. Phronima sp. termasuk dalam salah satu jenis amphipoda. Keunggulan lainnya
selain sebagai pakan alami, Phronima sp. juga dapat sebagai substitusi pengganti
Artemia sp. karena memiliki ciri, yaitu ukuran sesuai dengan bukaan mulut larva,
kandungan protein yang tidak jauh berbeda dengan Artemia sp, mengandung nilai
nutrisi yang tinggi, dan mudah diperoleh dengan harga relatif murah.

Penelitian yang dilakukan oleh Ratri et al., (2020), adalah kajian mengenai
pakan alami Phronima sp. substitusi Artemia sp. terhadap Udang Vaname (L.
vannamei) Post Larva 15 dan bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi pakan
alami Phronima sp. dengan Artemia sp. terhadap laju pertumbuhan dan kelulushidupan
udang vaname (L. vannamei) dan untuk mengetahui dosis substitusi terbaik.

Udang uji yang digunakan dalam penelitian adalah udang vaname (L. vannamei)
stadia Post Larva 15 dengan bobot rata-rata 0.029±0.001 gr/ekor, dan berjumlah 405
ekor. Padat tebar pada wadah dengan volume air 6 liter adalah 27 ekor. Pakan uji yang
digunakan dalam penelitian adalah pakan alami Artemia sp. dan pakan alami Phronima
sp. dengan kandungan protein masing-masing adalah 48.87% dan 40.26%. Trobos
(2012), menyatakan bahwa kandungan protein dari larva udang stadia awal adalah
40,71%.

Pemberian pakan alami dilakukan sebanyak 3 kali sehari dan menggunakan


perbedaan dosis substitusi Artemia sp. dan Phronima sp., dengan 5 perlakuan antara
lain:

8
- dosis perlakuan (A), 100% pakan alami Artemia sp.
- dosis perlakuan (B), 75% pakan alami Artemia sp. dan 25% Phronima sp.
- dosis perlakuan (C), 50% pakan alami Artemia sp. dan 50% Phronima sp.
- dosis perlakuan (D), 25% pakan alami Artemia sp. dan 75% Phronima sp.
- dosis perlakuan (E), 100% pakan alami Phronima sp.

Hasil yang diperoleh dari penelitian Ratri et al., (2020) adalah bahwa perlakuan
(B) dengan dosis 75% pakan alami Artemia sp. dan pakan alami 25% Phronima sp.
menghasilkan:

- nilai laju pertumbuhan larva udang vaname (L. vannamei) yang tertinggi
sebesar 0,350±0,001%
- pertumbuhan panjang mutlak larva udang vaname (L. vannamei) tertinggi
sebesar 1,77±0,06 cm
- nilai bobot biomass larva udang vaname (L. vannamei) tertinggi sebesar
0.0101gr/hari

Hal tersebut dikarenakan kandungan protein pakan alami Artemia sp. dengan
pakan alami Phronima sp. hampir sama dan juga dosisnya bervariasi, maksudnya
ada;ah apabila komposisi dosis yang diberikan pada udang vaname bervariasi atau lebih
dari satu jenis pakan alami pertumbuhan udang vaname yang didapat lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan satu jenis pakan alami saja. Hal ini diperkuat oleh
Panjaitan et al., (2014), yang menyatakan bahawa udang vaname yang diberi plankton
campuran akan mendapatkan nilai nutrisi yang lebih baik karena terdapat dua jenis
sumber nutrisi, dibanding dengan pemberian 1 jenis plankton saja.

Pemberian pakan kombinasi Artemia sp. dan Phronima sp. berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan dan bobot biomass larva udang vaname (L. vannamei), dengan
mendapatkan nilai tertinggi pada penelitian Ratri et al., (2020). Gabungan nutrisi dari
pakan alami Artemia sp. dan pakan alami Phronima sp. memenuhi kebutuhan larva
udang vaname (L. vannamei) karena kandungan nutrisi yang tinggi dan juga adanya
defisiensi EPA dan DHA yang dimiliki keduanya serta memiliki kandungan asam lemak
dan asam amino. Hal ini diperkuat oleh Santoso (2006), yang menyatakan bahwa

9
kandungan EPA dan DHA yang cukup merupakan sumber asam lemak esensial bagi
udang dan dapat mempercepat pertumbuhan udang.

Dosis perlakuan (E) yaitu pemberian 100% pakan alami Phronima sp.
mendapatkan nilai terendah untuk nilai laju pertumbuhan relatif, pertumbuhan panjang
mutlak, dan bobot biomass udang vaname (L. vannamei). Hal ini dikarenakan
pemberian pakan hanya Phronima sp. saja, yang kandungan proteinnya lebih rendah
dibanding pakan alami Artemia sp. dan juga tidak ada kombinasi pakan alami lainnya.
Larva udang vaname (L. vannamei) tidak mendapatkan nutrisi yang cukup.

Kelemahan lainnya adalah karena Phronima sp. selalu menempel di batu aerasi
sehingga larva udang vaname sulit untuk memakannya. Hutabarat (1999) dalam
Sudaryono (2005) dalam Purba (2012), menyatakan bahwa kekurangan protein akan
mengakibatkan hambatan terhadap pertumbuhan karena akan segera diikuti dengan
kehilangan berat, sedangkan bila protein dalam pakan berlebihan maka hanya sebagian
saja yang dimanfaatkan untuk pembentukan protein tubuh kemudian sisanya diubah
menjadi energi. Ghufran (2006), juga berpendapat, bahwa beberapa komponen nutrisi
yang penting dan harus tersedia dalam pakan udang antara lain protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, substitusi pakan alami dengan


kombinasi dosis 75% pakan alami Artemia sp. dan 25% pakan alami Phronima sp. (B)
telah memenuhi komposisi substitusi yang baik untuk menghasilkan laju pertumbuhan
yang lebih baik dibandingkan dosis 50% pakan alami Artemia sp. 50% pakan alami
Phronima sp. (C) dan dosis 25% pakan alami Artemia sp. 75% pakan alami Phronima
sp. (D).

Kategori untuk rerata laju pemanfaatan pakan alami tertinggi pada dosis
perlakuan (A) dengan 100% pakan alami Artemia sp. Nutrisi yang terkandung di
Artemia digunakan oleh larva udang vanamei sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan dan sumber daya tahan tubuh larva (Purba, 2012). Dosis perlakuan
substitusi pakan alami Artemia sp. dengan pakan alami Phronima sp. tidak memberi
pengaruh nyata terhadap kelulushidupan udang vaname (L. vannamei). Kesimpulan dari

10
penelitian Ratri et al., (2020), adalah perlakuan terbaik dalam penelitian ini adalah B
yaitu perlakuan dengan dosis 75% pakan alami Artemia sp. 25% pakan alami Phronima
sp. dengan nilai RGR tertinggi sebesar 0,330±0,001%.

4.2. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima ke Udang Windu

Amphipoda termasuk dalam kelompok fauna bentik utama di lingkungan laut,


memiliki kemampuan untuk bereproduksi dengan cepat dan dapat mentolerir berbagai
kisaran parameter lingkungan perairan serta amphipoda berperan penting sebagai
organisme trofik rendah yang memainkan peran utama dalam dekomposisi / mengatur
masukan alga dan memfasilitasi transfer nutrisi dari laut ke garis pantai (Sulaeman et
al., 2020).

Gambar 2. Amphipod-crustacea dalam penelitian Sulaeman et al., (2020)


Sumber : Sulaeman et al., (2020)

Jenis amphipoda diatas dan juga digunakan dalam penelitian merupakan jenis
amphipoda Grandidierella megnae (Giles, 1888), dilihat berdasarkan karakter
spesifiknya. Amphipoda tersebut sudah diklaim sebagai spesies endemik di daerah
Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, Indonesia dan dinamai “Phronima suppa”
atau Phronima sp.

Referensi diambil dari penelitian Sulaeman et al., (2020), udang uji yang
digunakan adalah benih udang windu (Penaeus monodon) yang berasal dari stadia
PostLarva (PL) yang dibesarkan di laboratorium hingga masuk tahap juvenil di
pembenihan RIBAFE, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Benih udang windu
(Penaeus monodon) ditebar berdasarkan ukuran ke tiap-tiap wadah kaca bervolume 2

11
liter. Benih udang windu (Penaeus monodon) dibiarkan tidak makan selama kurang
lebih 4 jam sebelum diberi makan amphipoda dengan jumlah sesuai perlakuan. Suhu
perairan dijaga tetap pada sekitar 30oC.

Amphipoda (Phronima) yang digunakan diambil dari hasil populasi alami pada
tangki beton outdoor di RIBAFE. Amphipoda yang dipilih hanya amphipoda dewasa
dengan berat badan 0.00059 ± 0.00008 gram dan panjang tubuh 3.79 ± 1.02 mili meter.
Pengamatan dilakukan dengan 7 perlakuan (10, 20, 40, 80, 160, 320, dan 640
individu/liter) berbeda dengan 3 kali ulangan selama 4 jam.

Hasil yang didapatkan dalam penelitian adalah jumlah amphipoda yang


dikonsumsi oleh setiap individu udang di semua ukuran meningkat seiring degan
peningkatan jumlah konsentrasi individu udang di setiap wadah. Saat tingkat
konsentrasi udang windu ditingkatkan dari 10 menjadi 40 individu/liter, tidak ada
peribahan nyata dalam jumlah konsumsi amphipoda, namun saat laju konsumsi
amphipoda terus meningkat terjadi ketika tingkat konsentrasi meningkat dari 40 sampai
640 individu/liter (Sulaeman et al., 2020).

Udang windu akan lebih mudah menangkap makanannya yaitu amphipoda


(Phronima) saat tingkat tebar amphipoda tinggi. Selama penelitian, tidak ada kematian
yang ditemukan untuk udang windu, namun ada pada amphipoda. Hal tersebut diduga
bukan karena pada tebar hewan, tetapi mungkin telah dibunuh oleh udang atau alasan
lain. Udang bisa memakan amphipoda hidup, juga yang sudah mati (Sulaeman et al.,
2020). Penting diperhatikan bahwa makanan hidup lebih baik dan menarik
dibandingkan dengan makanan mati.

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian Sulaeman et al., (2020),


adalah berdasarkan tingkat konsumsi benih udang windu (Penaeus monodon) terhadap
amphipoda dapat disimpulkan bahwa Amphipod-crustacea (Phronima) cocok sebagai
pakan alami hidup selama fase pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon).
Kepadatan tebar amphipoda yang optimal untuk konsumsi pakan benih udang windu
(Penaeus monodon) maksimum adalah 29 individu/0.5 liter. Pesan menurut Sulaeman
dalam penelitian ini yaitu pengaruh amphipoda terhadap laju pertumbuhan swimming

12
crab (amphipoda krustasea) dan aspek biologisnya masih memerlukan penelitian lebih
lanjut untuk mendapatkan penjelasan yang lebih rinci.

4.3. Aplikasi Pemberian Pakan Phronima sp. ke Kuda Laut Zebra

Kuda laut merupakan jenis ikan dengan nilai ekonomi tinggi dan banyak
diperdagangkan sebagai ikan hias dan dijadikan sebagai bahan baku obat tradisional
Tionghoa dengan cara dikeringkan (Rosa et. al., 2011 dalam Ahmad et al., 2019). Kuda
laut termasuk dalam kategori predator pasif, yaitu hewan yang menunggu pakan lewat
dan memangsanya dengan cara menghidap menggunakan moncong yang panjang.
Pakan untuk remaja kuda laut adalah pakan alami Artemia salina naupli. Harga Artemia
salina dijual tinggi sehingga diperlukan pakan alternatif pengganti Artemia salina.

Referensi diambil dari hasil penelitian oleh Ahmad et al., (2019), penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat substitusi Phronima untuk menggantikan
naupli Artemia sebagai pakan alternatif pemeliharaan benih Hippocampus barbouri.
Hewan uji yang digunakan adalah Hippocampus barbouri berumur 7 hari (anakan kuda
laut) dengan panjang tubuh 1.5 cm. Induk Hippocampus barbouri diperoleh dari
perairan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Kuda laut remaja (Hippocampus barbouri) dipelihara dengan menggunakan bak


plastik berukuran 5 liter dilengkapi dengan pelampung di setiap sisinya. Wadah
pemeliharaan dilengkapi dengan sistem resirkulasi dan filter. Perancangan wadah
pemeliharaan bertujuan agar kualitas air media kuda laut remaja (juvenil) tetap stabil
dan mudah dikendalikan.

Persiapan pakan untuk Hippocampus barbouri yaitu Artemia diperoleh dari


pembenihan sedangkan Phronima sp. diperoleh dari Desa Tasiwalie, Pinrang yang
kemudia dibudidayakan dalam bak 1 ton. Sebelum percobaan dimulai, kuda laut remaja
(Hippocampus barbouri) dipuasakan sehari di hari keenam pemeliharaan. Hal tersebut
bertujuan untuk mengosonkan isi pakan dalam perut kuda laut remaja (Hippocampus
barbouri).

13
Penelitian oleh Ahmad et al., (2019), dilakukan dengan 5 perlakuan dan 3
ulangan. Perlakuan pemberian pakan diberikan dengan tingkat kepadatan yang berbeda-
beda. Hari pertama hingga hari kelima, kuda laut remaja (Hippocampus barbouri) masih
diberi pakan Artemia naupli. Hari ketujuh baru dimulai untul percobaan. Berikut adalah
5 perlakuan pemberian pakan kombinasi dengan dosis berbeda, antara lain:

- dosis perlakuan (A), 100% pakan alami Artemia naupli


- dosis perlakuan (B), 75% pakan alami Artemia naupli dan 25% Phronima sp.
- dosis perlakuan (C), 50% pakan alami Artemia naupli dan 50% Phronima sp.
- dosis perlakuan (D), 25% pakan alami Artemia naupli dan 75% Phronima sp.
- dosis perlakuan (E), 100% pakan alami Phronima sp.

Analisis asam amino ditemukan 10 kandungan asam amoni esensial dari tubuh
kuda laut remaja (Hippocampus barbouri), yaitu arginin, lisin, leusin, isoleusin,
fenilalanin, valin, metionin, histidin, treonin, dan triptofan. Hasil analisis asam amino
menunjukkan bahwa beberapa jenis asam amino esensial mengalami defisiensi untuk
kebutuhan kuda laut remaja (Hippocampus barbouri), berikut rinciannya:

- Perlakuan A, B, C, D, E diketahui kekurangan asam amino esensial arginin dan


fenilalanin dalam kebutuhan juvenil.
- Perlakuan C diketahui kekurangan asam amino esensial treonin dalam
kebutuhan juvenil.
- Perlakuan D diketahui kekurangan asam amino esensial histidin, treonin, valin,
lisin, dan triptofan dalam kebutuhan juvenil.
- Perlakuan E diketahui kekurangan semua jumlah asam amino esensial dalam
kebutuhan juvenil.

Kelangsungan hidup kuda laut remaja (Hippocampus barbouri) juga menjadi


parameter penelitian, berikut adalah tabel hasil penelitian untuk Survival Rate:

14
Perlakuan Survival Rate (%)
A 80.00 ± 10.00
B 90.00 ± 17.32
C 96.67 ± 5.77
D 96.67 ± 5.77
E 63.33 ±15.27

Tabel 3. Rata – rata Tingkat Kelangsungan Hidup (%) Hippocampus barbouri


Sumber : Ahmad et al., (2019)

Kelangsungan hidup juvenil sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor penting,


salah satunya adalah kecukupan nutrisi pakan yang diberikan selama pemeliharaan.
Kandungan nutrisi analisis proksimat substitusi Artemia dan Phronima naupli pada
perlakuan B, C, dan D mencukupi untuk jumlah kebutuhan juvenil yaitu pada protein
dan lemak. Ahmad et al., (2019) mengutip pernyataan dari Nenciu et al., (2015);
Novelli et al., (2016), yang menyatakan bahwa tahap awal pertumbuhan juvenil sangat
membutuhkan kandungan protein yang tinggi. Protein dan lemak berperan penting
sebagai sumber bahan bakar utama yang menentukan kualitas kemampuan bertahan
hidup juvenil (Blanco et al., 2011 dalam Ahmad et al., 2019). Rendahnya kelangsungan
hidup pada perlakuan (E) diduga karena rendahnya kandungan protein dan lemak dari
jumlah kebutuhan juvenil serta kandungan asam aminonya.

Total tenaga yang diproduksi oleh perlakuan (E), hasilnya lebih rendah dari
perlakuan lain (A, B, C, dan D). Total energi dalam perlakuan (A) 579.27 kkal / g;
perlakuan (B) 497.32%; perlakuan (C) 415.36% sedangkan perlakuan (E) 251.45%.
Kandungan serat kasar yang tinggi pada perlakuan (E) menyebabkan rendahnya
pertumbuhan dan kelangsungan hidup dalam pemeliharaan kuda laut remaja
(Hippocampus barbouri) yang tergolong spesies karnivora. Ahmad et al., (2019)
mengutip pernyataan dari Afrianto dan Liviawati (2005), yang menyatakan bahwa
kemampuan mencerna pada ikan karnivora terhadap serat kasar relatif rendah
dibandingkan dengan kemampuan mencerna terhadap lemak dan protein. Satyani (2013)
dalam Ahmad et al., (2019) juga menambahkan, semakin tinggi kandunga serat kasar
maka semakin tinggi pakan sulit dicerna sehingga pertumbuhan dan kelangsungan hidup
juvenil menjadi rendah.

15
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad
et al., (2019), tentang mengetahui tingkat substitusi Phronima yang sesuai untuk
menggantikan naupli Artemia sebagai pakan alternatif pemeliharaan benih
Hippocampus barbouri adalah kualitas rumput laut Hippocampus barbouri substitusi
Artemia naupli dengan Phronima sp. hingga 75% pada perlakuan (D) memberikan nilai
Survival Rate yang tidak berbeda jauh dengan pemberian 100% Artemia naupli pada
perlakuan (A). Oleh karena itu, penggunaan pakan alami Phronima sp. sebagai pakan
alternatif untuk pemeliharaan juvenil kuda laut remaja (Hippocampus barbouri) dapat
diberikan dengan tingkat substitusi hingga 75%.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agaian, G., M. M. Ridhawati., A. Chumaidi dan N. Hendrawati. 2017. Hidrolisis


Minyak Kelapa Dengan Lipase Terimobilisasi Zeolit pada Pembuatan Perisa
Alami. Jurnal Bahan Alam Terbarukan., 5(2): 84 – 91.

Ahmad, F., S. Syafiuddin., dan H. Haryati. 2019. The Quality of Seahorse Juveniles
Hippocampus barbouri After Modifying Natural Feed Artemia Nauplii To
Phronima sp. Jurnal Ilmu Kelautan SPERMONDE., 5(2): 83 – 88.

Anonim. 2021. Wikipedia Phronima. https://en.wikipedia.org/wiki/Phronima (14 April


2021).

Aryani, T., F. S. Utami., dan S. Sulistyaningsih. 2017. Identifikasi asam lemak omega
pada asi eksklusif menggunakan kromatografi gc-ms. JHeS (Journal of Health
Studies)., 1(1): 1 – 7.

Darmawan, J. 2014. Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. Pada Media Budidaya Dengan
Penambahan Air Buangan Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus
Burchell, 1822). Berita Biologi., 13(1): 57 – 63.

Fattah, M. H., M. Saenong., dan S. R. Busaeri. 2014. Production of endemic


microcrustacean Phronima suppa (Phronima sp.) to substitute Artemia salina in
tiger prawn cultivation. Journal of Aquaculture Research and Development., 5(5): 1
– 5.

Horton, T., J. Lowry., C. De Broyer., D. Bellan-Santini., et all. 2021. World Amphipoda


Database. Phronima Latreille, 1802. Accessed through: World Register of Marine
Species at: http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=101804 on
2021-04-14.

Nailulmuna, Z., P. Pinandoyo., dan V. E. Herawati. 2017. Pengaruh Pemberian


Fermentasi Kotoran Ayam Roti Afkir Dan Ampas Tahu Dalam Media Kultur
Massal Terhadap Pertumbuhan Dan Kandungan Nutrisi Daphnia sp. Bioma:
Berkala Ilmiah Biologi., 19(1): 47 – 57.

17
Novanti, R., dan E. Zulaika. 2019. Pola Pertumbuhan Bakteri Ureolitik pada Medium
Calcium Carbonat Precipitation (CCP). Jurnal Sains dan Seni ITS., 7(2): 34 – 35.

Ratri, K. S., J. Hutabarat., dan V. E. Herawati. 2020. Pengaruh Pemberian Pakan


Phronima sp. Substitusi Artemia sp. Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Jurnal Sains Teknologi Akuakultur., 3(2):
66 – 75.

Sulaeman., Herlinah., dan A. Parenrengi. 2020. The consumption rate of tiger prawns
(Penaeus monodon) on alive Amphipod-Crustacean. IOP Conference Series: Earth
and Environmental Science., 564(1): 1 – 6.

Yusuf, A., Y. Koniyo., dan A. Muharam. 2015. Pengaruh Perbedaan Tingkat Pemberian
Pakan Jentik Nyamuk terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Cupang. The NIKe
Journal, 3(3): 106 – 110.

Yusuf, M. B., S. Suminto., dan V. E. Herawati. 2020. Pengaruh Pemberian Pakan Alami
yang Berbeda dari Jenis Zooplankton (Artemia salina, Brachionus rotundiformis
dan Oithona similis) terhadap Performa Pertumbuhan Phronima sp. Sains
Akuakultur Tropis: Indonesian Journal of Tropical Aquaculture., 4(2): 109 – 118.

18

Anda mungkin juga menyukai