Anda di halaman 1dari 20

PHRONIMA 9

Mata Kuliah : Budidaya Pakan Alami


Dosen : Dr. Vivi Endar Herawati S.Pi. M.Si.

Disusun oleh :

Hafid Rahman
NIM. 26020119140091
Akuakultur – B

DEPARTEMEN AKUAKULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I.......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG........................................................................................3
B. TUJUAN..........................................................................................................4

BAB II.....................................................................................................................4

PHRONIMA...........................................................................................................4

BAB III....................................................................................................................5

KULTUR DAN NUTRISI.....................................................................................5


A. KULTUR.........................................................................................................5
B. NUTRISI.........................................................................................................9

BAB IV..................................................................................................................10

PENGAPLIKASIAN PHRONIMA....................................................................10
A. UDANG WINDU (PENAEUS MONODON).........................................................10
B. UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI)...............................................12
C. KUDA LAUT (HIPPOCAMPUS BARBOURI)......................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan dalam kegiatan budidaya perikanan yang berkembang di
Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh berbagai faktor penunjang, salah satunya
yaitu dengan ketersediaan pakan alami yang berkualitas (Ratri et.al. 2020). Ratri
et.al. (2020) melanjutkan bahwa penggunaan pakan alami pada kegiatan budidaya
dapat menekan biaya pengeluaran pembelian pakan selama produksi.
Ratri et.al. (2020) mengutip pernyataan Fattah et.al. (2014) yang
menyatakan bahwa salah satu jenis pakan alami yang akan dikembangkan di Jawa
Tengah yaitu Phronima sp. yang termasuk kedalam salah satu microcrustacea
endemik dari genus Phronima, yang dapat hidup di perairan air payau di Desa
Wiringtasi, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan.
Menurut Fattah et.al. (2014) yang dikutip oleh Ratri et.al. (2020)
menyatakan bahwa keberadaan pakan alami jenis Phronima sp memiliki potensi
untuk menjadi pakan alami substitusi pengganri Artemia sp. yang biasanya sering
digunakan sebagai pakan ikan pada stadia larva. Ratri et.al.(2020) melanjutkan
bahwa penggunaan Phronima sp. sebagai substitusi Artemia sp. dapat digunakan
karenakan Phronima sp. memiliki kandungan nutrisi yang tidak jauh beda dengan
kandungan nutrisi yang dimilik oleh Artemia sp.
Herawati et.al. (2021) mengutip pernyataan Rojano et.al. (2014) yang
menyatakan bahwa ampipoda dapat berfungsi menjadi sumber pakan alami untuk
ikan pada kegiatan budidaya.
Herawati et.al. (2021) juga mengutip pernyataan Baeza-Rojano et.al.
(2013) yang menyatakan bahwa ampipoda juga berpotensi dapat digunakan dalam
budidaya dengan sistem terpadu atau IMTA di tambak.
Menurut Baeza-Rojano et.al. (2013) dan Jimenez-Prada et.al. (2018) yang
dikutip oleh Herawati et.al. (2021) menyatakan bahwa ampipoda dikenal sebagai
sumber pakan alami yang sering digunakan dalam kegiatan budidaya ikan dan
memiliki potensi yang baik apabila digunakan dalam budidaya sistem terpadu di
sistem tambak atau sistem keramba jaring.

3
Menurut Elder dan Siebel (2015), yang dikutip oleh Herawati et.al. (2021)
menyatakan bahwa Phronima pacifica merupakan salah satu spesies ampipoda
mikrokrustase yang dapat ditemukan hidup di perairan laut pada kedalaman 0-25
meter di bawah permukaan air.
Phronima sp. merupakan salah satu jenis pakan alami yang sering
digunakan dalam kegiatan budidaya perikanan, selain memiliki kandungan nutrisi
yang tinggi, Phronima sp. juga memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut
larva ikan, serta mudah untuk dibudidaya secara besar (Pangestika et.al. 2020)
Ketersediaan Phronima sp. di Indonesia belum dikembangkan secara
maksimal, maka dari itu perlu dikembangkan tentang kultur Phronima sp. salah
satu contoh kultur Phronima sp. yaitu dengan menggunakan rumput laut dengan
jenis Caulerpa Lentifera (Pangestika et.al. 2020)

B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan tujuan yang dapat
diperoleh pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis tentang Phronima sp.
2. Menganalisi kandungan nutrisi yang terkandung oleh pakan alami
Phronima sp.
3. Mengetahui cara kultur pakan alami Phronima sp.
4. Pengaplikasian pakan alami Phronima sp. pada kultivan budidaya.

BAB II
PHRONIMA
Ampipoda memiliki bentuk yang bervariasi, antara ampipoda air laut dan
ampipoda air tawar memiliki ukuran tubuh yang tidak berbeda (Herawati et.al.
2021).Beberapa jenis ampipoda, ada yang memiliki kutikula tipis dan transparan
serta otot otot – otot kutikula yang sedang berkembang (Herawati et. al.
2021).Pada umumnya ampipoda memiliki tubuh yang sedikit bulat, merupakan
organisme bentik pelagis dan merupakan perenang yang buruk (Herawati et.al.
2021). Beberapa ampipoda memiliki bentuk tubuh yang lebih padat dengan otot
yang kuat dan dapat berenang dengan cepat (Herawati et.al. 2021).

4
Yusuf et.al. (2020), mengutip pernyataan Aoki et.al. (2013), yang
menyatakan bahwa Phronima sp. merupakan salah satu jenis dari ampipoda yang
dapat ditemukan di kedalaman 0 – 5 meter dibawah permukaan air laut. Fattah
et.al. (2014), menyatakan bahwa Phronima sp. merupakan salah satu jenis pakan
alami yang sering digunakan dalam kegiatan budidaya terutama pada stadia benih,
dan Phronima sp. memiliki toleransi terhadap kandungan ammonia di perairan.
Fattah et.al. (2014) melanjutkan bahwa Phronima sp. selain memiliki potensi
dalam penggunaannya sebagai pakan alami untuk kultivan budidaya, Phronima
sp. juga memiliki peran penting dalam perbaikan kualitas lingkungan perairan
budidaya.
Dilansir dari Integrated Taxonomic Information System klasifikasi dari
Phronima pacifica yang ditemukan oleh Latreille (1802), merupakan Kingdom:
Animalia, Phylum: Arthropoda, Sub-Phylum: Crustacea, Class: Malacostraca,
Order: Amphipoda, Family: Phronimidae, Genus: Phronima, dan Spesies:
Pacifica (Streets, 1877).
Herawati et.al.(2021), mengutip pernyataan Moore dan Eastman (2015),
yang menyatakan bahwa rumput laut yang memiliki nutrisi yang baik maka akan
memiliki banyak thallus, dan thallus yang berasal dari rumput laut yang mati akan
berubah menjadi detritus yang nantinya berfungsi sebagai sumber makanan utama
bagi organisme lain, seperti Phronima pacifica.
Herawati et.al. (2021) mengutip pernyataan Aoki et.al. (2013) yang
menyatakan bahwa ampipoda memiliki kemampuan ciri khas tersendiri yaitu
konglobasi atau membulat menjadi bola, kemampuan ini berfungsi dalam
perlindungan diri dari serangan predator di alam.

BAB III
KULTUR DAN NUTRISI
A. Kultur
Fitoplankton merupakan pakan alami utama dari Phronima pacifica selain
bakteri dan detritus pada media budidaya (Herawati et.al. 2021) Media kultur
yang digunakan dapat mempengaruhi kualitas nutrisi dari fitoplankton, yang mana

5
akan mempengaruhi kualitas nutrisi dari Phronima pacifica (Demle dan Chairi,
2011, Herawati et.al. 2020) dalam Herawati et.al. (2021).
Anggur laut atau Caulerpa lentillifera merupakan salah satu media
budidaya Phronima pacifica (Herawati et.al. 2021)Caulerpa lentillifera atau
anggur laut merupakan salah satu rumput laut hijau yang memiliki nilai ekonomi
tinggi, memiliki potensi yang baik yang dapat mendorong perkembangan industri
budidaya perikanan (Herawati et.al. 2021)
Struktur dari Caulerpa lentillifera sendiri antara lain merupakan organ
batang yang disebut thallus, thallus yang mati akan berubah menjadi detritus yang
dapat berfungsi sebagai habitat, tempat bertelur, dan berfungsi sebagai pakan
alami bagi Phronima pacifica yang dapat mendukung pertumbuhannya (Parker
dan Maria 2015) yang dikutip oleh Herawati et.al. (2021).
Konsentrasi unsur hara yang terkandung dalam detritus dapat
mempengaruhi dari kandungan bahan organik di dalam media kultur, hal tersebut
dapat mempengaruhi kepadatan dari Phronima pacifica yang tumbuh dari pakan
yang tersedia (Herawati et.al. 2021).
Herawati et.al. (2021) mengutip pernyataan Aoki et.al. (2013) yang
menyatakan bahwa Phronima pacifica merupakan ampipoda bersifat non-
selective filter feeder, yang dimana kandungan nutrisi pada Phronima pacifica
dapat ditambahkan melalui media budidaya.
Menurut Fattah dan Asbar (2015) yang dikutip oleh Pangestika et.al.
(2020) menyatakan bahwa laju pola pertumbuhan Phronima sp. dapat dipengaruhi
dengan 3 faktor, antara lain seperti kondisi fisik perairan, kosentrasi pakan dan
jenis pakan. Pangestika et.al. (2020), melanjutkan bahwa ketiga faktor diatas
dapat mendukung dari laju pertumbuhan Phronima sp. yang akan berlangsung
lebih cepat dan menghasilkan populasi yang lebih banyak.
Kualitas air untuk media kultur Phronima sp. yang dilakukan pada
penelitaian Pangestika et.al.(2020) yang menyatakan kualitas air yang baik yaitu
dengan kandungan oksigen terlarut 3,5-4,5 mg/L, kadar asam atau pH berada pada
8, dan dengan suhu media kultur berada pada kisaran 28-30˚C.
Pernyataan Fattah et.al.(2014) yang dikutip oleh Pangestika et.al. (2020)
menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi laju populasi dari Phronima

6
sp. adalah kualitas air, seperti suhu, pH, dan oksigen terlarut. Pangestika et.al.
(2020), melanjutkan bahwa suhu merupakan salah satu faktor abiotic yang dapat
mempengaruhi dari peningkatan dana tau penurunan aktivitas organisme seperti
reproduksi, pertumbuhan, dan kematian.
Semakin banyak anggur laut atau Caulerpa lentillifera yang ditanam pada
media kultur berpotensi semakin banyak Phronima pacifica yang hinggap pada
organ batangnya atau thallus (Herawati et.al.2021).
Herwati et.al. (2021) mengutip pernyataan Preciado et.al. (2017) yang
menunukkan bahwa Phronima sp. merupakan pemakan detritus dan beberapa
spesiesnya merupakan algae gazers, yang di mana semakin tinggi padat tebar
rumput laut pada media kultur maka semakin tinggi pula laju pertumbuhan dari
Phronima sp.
Penelitian yang dilakukan Herawati et.al. (2021) menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan tertinggi dari Phronima pacifica yang diujicoba berada di angka
4,41 induvidu per harinya. Herawati et.al. (2021) melanjutkan bahwa padat tebar
Caulerpa lentillifera memiliki pengaruh nyata pada laju pertumbuhan dari
Phronima pacifica P<0.05.
Penelitian yang dilakukan Herawati et.al. (2020) menunjukkan bahwa
Phronima yang diolah dengan limbah organik yang terfermentasi dapat
memberikan hasil dengan populasi tertinggi yaitu 98 induvidu per liternya yang
terjadi pada hari ke-16 budidaya, dengan biomassa tertinggi yaitu 0,51gram
(Herawati et.al. 2021).
Siklus hidup dari Phronima pacifica dimulai dari fase adaptasi atau lag
phase, kemudian dilanjutkan dengan fase eksponensial atau exponential phase,
declining phase, stationary phase, dan diakhiri dengan fase kematian atau death
phase (Herawati et.al. 2021).
Lag phase merupakan fase di mana pertumbuhan dari Phronima pacifica
masih rendah (Herawati et.al. 2021). Laju pertumbuhan dari Phronima pacifica
dipengaruhi oleh ketersediaan detritus yang terkandung dalam media kultur,
dengan kondisi lingkungan yang kondusif (Herawati et.al. 2021).
Menurut penelitian Herawati et.al.(2021) menunjukkan bahwa
pertumbuhan dari Phronima pacifica yang dikultur menggunakan Caulerpa

7
lentillifera dengan padat tebar yang berbeda menujukkan efek signifikan yang
berbeda pada lag phase atau fase adaptasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Herawati et.al. (2021) menyatakan bahwa
pada fase adaptasi yang dilakukan oleh Phronima pacifica di lingkungan baru
akan lebih cepat apabila kerapatan atau kondisi media kultur serupa dengan
kondisi alamiah, yang di mana apabila kondisi kerapatan media kultur berbeda
dengan kondisi alaminya akan memakan waktu lebih lama untuk Phronima
pacifica beradaptasi di lingkungan kultur.
Herawati et.al.(2021) mengutip pernyataan Herawati el.al.(2017), yang
menyatakan bahwa adanya perbedaan konsentrasi antara media kultur dan sel sel
dalam plankton, berdampak pada restitusi enzim dan konsentrat ke tingkat lebih
lanjut dari pertumbuhan dan adanya nutrisi dalam sel melalui proses difusi yang
diakibatkan perbedaan konsentrasi antara media kultur dengan caitran tubuh.
Perbedaan distribusi rumput laut dapat menyebabkan adanya perbedaan
kepadatan Phronima pacifica, perbedaan distribusi rumput laut akan
menyebabkan adanya perbedaan nutrisi yang tersedia di media kultur, perbedaan
kelimpahan detritus pada distribusi rumput laut yang bervariasi (Herawati
et.al.2021). Herawati et.al. (2021) melanjutkan bahwa jumlah detritus yang
merupakan sumber makanan organik Phronima pacifica akan bervariasi
bergantung pada distribusi rumput laut di media kultur.
Fase eksponensial merupakan fase di mana konsentrasi nutrient dan
kepadatan plankton belum mencapai periode puncak (Herawati et.al.2021).
Laju pertumbuhan Phronima pacifica sangat bergantung pada kemampuan
dalam menghasilkan benih (Herawati et.al.2021), menurut Moosa dan Aswandi
(1984) dan Fattah et.al.(2014) yang dikutip oleh Herawati et.al.(2021), yang
menyatakan bahwa jumlah benih atau telur yang dihasilkan spesies Ampipoda
sangat lah bervariasi, yang dipengaruhi oleh faktor fakor seperti jenis, umur,
berat, dan ukuran spesies, sehingga terdapat korelasi antara ukuran dan jumlah
Phronima pacifica yang diproduksi. Semakin besar ukuran Phronima pacifica
maka akan semakin banyak telur yang akan dihasilkan (Herawati et.al.2021).
Aoki et.al. (2013) yang ikutip oleh Herawati et.al. (2021) menyatakan bahwa telur
yang dihasilkan saat penetasan Phronima pacifica berkisar antara 50%-75%.

8
Menurut Herawati etl.al. (2021), fase diam atau stationary phase
merupakan fase yang terjadi setelah fase eksponensial, fase diam ditandai dengan
tidak adanya laju pertumbuhan atau laju laju kematian yang relative sama
Herawati et.al.(2021), melanjutkan bahwa stationary phase atau fase diam
merupakan fase puncak pertumbuhan populasi, yang kemudian diakhiri dengan
terjadinya penurunan populasi akibat terjadinya kematian masal.
Fase kematian dapat ditentukan dari beberapa faktor, seperti suhu air yang
tinggi, kondisi pH yang buruk, tidak adanya ketersediaan unsur hara, terjadinya
kontaminasi dan penurunan fotosintesis (Herawati et.al.2021). Herawati et.al.
(2021), melanjutkan bahwa kontaminasi dapat menyebabkan penurunan
kepadatan populasi dan menurunkan tingkat fotosintesis.
Menurut Herawati et.al. (2021), menyatakan bahwa kondisi beracun yang
disebabkan oleh kematian alga juga dapat mempengaruhi pertumbuhan Phronima
pacifica. Herawati et.al. (2021), juga mengutip pernyataan Jimenez et.al. (2014),
yang menyatakan bahwa fase akhir kultur Phronima pacifica terjadi peningkatan
pertumbuhan populasi, yang dapat menyebabkan penurunan jumlah nutrient pada
media kultur.
C. Nutrisi
Kandungan nutrisi dalam tubuh Phronima sp. sangatlah bergantung pada
media kultur yang digunakan untuk menumbuhkan fitoplankton (Pangestika
et.al.2020). Pangestika et.al. (2020), melanjutkan bahwa media kultur akan
berperan sebagai pakan dari Phronima sp. nutrisi untuk Phronima sp. dapat
berasal dari banyak sumber, contohnya dari bahan organik yang tersuspensi ke
dalam media kultur, media kultur yang sering digunakan salah satu contohnya
yaitu rumput laut dengan jenis Caulerpa Lentifera.
Phronima pacifica memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, yang sering
digunakan dalam pemberian pakan larva ikan pada kegiatan budidaya air payau
(Herawati et.al. 2021). Herawati et.al. (2021) melanjutkan bahwa Phronima
pacifica merupaka pakan yang sesuai dengan bukaan mulut larva ikan, dan dapat
dibudidayakan secara masal.
Herawati et.al. (2021) menyatakan bahwa kandungan tertinggi nutrisi yang
terkandung Phronima yang dapat diperoleh dari analisi proksimat protein yaitu

9
sebesar 58,90%, dengan asam lemak yang terdiri dari 7,53% asam
eicosapentaenoic, dan asam amino lisin sebesar 44,16 ppm.
Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Pakan Alami dalam (%) Bobot Kering.

Sumber : Ratri et.al. (2020)

BAB IV
PENGAPLIKASIAN PHRONIMA
A. Udang Windu (Penaeus monodon)
Ketersediaan akan pakan alami yang tepat bagi Udang Windu (Penaeus
monodon) sangatlah krusial, kelaparan dapat memicu tingginya angka mortalitas,
terutama di fase larva udang. Ampipoda sudah dikategorikan menjadi pakan alami
yang memiliki potensi tinggi bagi Udang Windu (Penaeus monodon) selama masa
pertumbuhan di budidaya tambak, dikarenakan ampipoda memiliki kandungan
protein yang tinggi dan tingkat asam lemak tak jenuh ganda yang tinggi yaitu
DHA dan EPA. Ampipoda tidak hanya mengandung mikronutrien tapi juga
makronutrien seperti protein, lemak, dan khususnya kandungan n-3 PUFA yang
tinggi.
Ampipoda sendiri merupakan salah satu hewan di lingkungan laut yang
berperan penting dalam trofodinamika. Selain itu ampipoda menjadi organisme
penting yang berperan aktif dalam dekomposisi alga dan menjadi jembatan
transfer nutrisi dari laut ke garis pantai. Negara Thailand menggunakan ampipoda
sebagai pakan utama untuk ikan Spotted Catfish (Arius maculatus) yang dimana
ikan tersebut merupakan ikan yang terkenal disana.
Ampipoda digunakan sebagai pakan alami dikarenakan kemampuan
bereproduksinya yang sangat cepat, kemampuan dalam beradaptasi dari berbagai

10
parameter lingkungan, dan memungkinkan dapat dibudidayakan secara massal.
Ampipoda tersedia sepanjang tahun dan dapat mencapai kepadatan yaitu ±60.000
induvidu/m2.

Gambar 1. Ampipoda diduga jenis Grandidierella megnae Giles (1888).


Jenis ampipoda hidup pada udang windu di atas diduga jenis
Grandidierella megnae Giles (1888). Ukuran dewasa dari ampipoda ini kurang
dari 1 mm yang dapat dijadikan pakan alami udang windu. Ampipoda ini telah di
klaim sebagai spesies endemik di Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan,
Indonesia yang diberi nama “Phronima suppa”, bahkan sering digunakan sebagai
pakan hidup dalam budidaya udang di Kabupaten Pinrang.
Dilakukan sebuah percobaan tentang tingkat konsumsi ampipoda oleh
juvenile Udang Windu (Penaeus monodon) yang diberikan perlakuan dengan 7
perlakuan berbeda dengan 3 kali pengulangn selama 4 jam. Perlakuan tersebut
adalah perbedaan tingkat kepadatan ampipoda per liternya, 7 perlakuan yang
berbeda antara lain yaitu 10, 20, 40,80, 160, 320, dan 640 induvidu per liter air.
Ampipoda yang digunakan dalam percobaan hanya ampipoda dewasa yang
memiliki berat 0,00059±0.00008 g dengan panjang tubuh 3,79±1,02 mm. Setelah
4 jam pakan diberikan pada udang windu didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Rata-rata konsumsi juvenile udang windu (Panaeus monodon) pada


ampipoda selama 4 jam.

11
Tabel 3. Konsumsi ampipoda terhadap perbedaan ukuran juvenile udang windu
(Panaeus monodon) yang diamati selama 4 jam.

Gambar 2. Rata-rata konsumsi udang windu (Penaeus monodon) terhadap


perbedaan tingkat kepadatan ampipoda.
Konsumsi maksimal udang windu (Penaeus monodon) terhadap ampipoda
adalah 459,6 induvidu atau sekitar 42% dari berat badan udang. Keberhasilan
panen tambak udang windu sangat bergantung pada ketersediaan pakan yaitu
ampipoda, dikarenakan kemampuan udang windu dalam memangsa ampipoda.
Penggunaan ampipoda sangat baik digunakan dikarenakan tingginya kandungan
nutrisi dan ampipoda tidak menyebabkan limbah sisa pakan, karena ampipoda
bukan pakan buatan. Ampipoda dapat berkembang biak baik sepanjang tahun
dengan kepadatan yang relative tinggi, menggunakan lumut sebagai habitat dan
sumber makanannya.
Berdasarkan tingkat konsumsi udang windu pada ampipoda dapat
disimpulkan bahwa ampipoda cocok sebagai pakan alami hidup pada fase
pertumbuhan udang windu. Kepadatan penebaran ampipoda saat pemberian pakan
yang optimal adalah 29 ind/0,5liter.

D. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)


Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang
yang sering digunakan dalam kegiatan budidaya udang, dikarenakan jenis Udang
Vaname (Litopennaeus vannamei) memiliki kelebihan yaitu pertumbuhan yang
lebih cepat dibandingkan dengan jenis udang yang lain, memiliki kemampuan

12
resitensi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan dan tahan penyakit, serta
merupakan jenis udang yang digemari di pasar internasional (Ratri et.al.2020).
Penelitian yang dilakukan Ratri et.al. (2020) yaitu pengujian pemberian
pakan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) yang menggunakan Phronima sp.
sebagai substitusi pakan Artemia sp. dengan beberapa perlakukan yang berbeda,
antara lain yaitu :
 Perlakuan A: 100% Pakan alami Artemia sp.
 Perlakuan B : 75% Pakan alami Artemia sp. dan 25% Pakan alami
Phronima sp.
 Perlakuan C : 50% Pakan alami Artemia sp. dan 50% Pakan alami
Phronima sp.
 Perlakuan D : 25% Pakan alami Artemia sp. dan 75% Pakan alami
Phronima sp.
 Perlakuan E : 100% Pakan alami Phronima sp.
Perbedaan kandungan protein yang dimiliki pakan alami Artemia sp. yaitu
sebesar 48,87%, sedangkan kandungan protein yang dimiliki pakan alami
Phronima sp. yaitu sebesar 40,26% (Ratri et.al. 2020). Ratri et.al. (2020)
melanjutkan bahwa kandungan protein yang dimiliki oleh pakan alami Artemia
sp. maupun pakan alami Phronima sp. dapat menunjang pertumbuhan dari larva
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Ratri et.al. (2020) mengutip pernyataan
Desliati et.al. (2016) yang menyatakan bahwa larva udang vaname membutuhkan
nutrisi protein pada pakan yaitu berkisar antara 30% - 50% untuk menunjang
pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.
Kualitas air yang digunakan pada penelitian yang dilakuka oleh Ratri et.al.
(2020) tentang penggunaan Phronima sp. sebagai substitusi pakan Artemia sp.
adalah sebagai berikut :

13
Tabel 3. Parameter Kualitas Air yang digunakan pada penelitian Ratri et.al.(2020)
Laju pertumbuhan relative pada percobaan yang dilakukan oleh Ratri et.al.
(2020) tentang penggunaan pakan Phronima sp sebagai substitusi pengganti
pakan Artemia sp. pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:

Gambar 3. Histogram Laju Pertumbuhan relative (RGR) Udang Vaname


(Litopenaeus vannamei) selama penelitian (%)
Pada gambar di atas dapat dilihat pada perlakuan B dimana pemberian
pakan dengan dosis 75% Artemia sp. dan 25% Phronima sp. menunjukkan
pertumbuhan relative tertinggi yaitu sekitar 0,330%/hari (Ratri et.al. 2020).
Pertumbuhan panjang mutlak pada penelitian yang dilakukan Ratri et.al.
(2020) tentang penggunaan pakan Phronima sp sebagai substitusi pengganti
pakan Artemia sp. pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:

14
Gambar 4. Histogram pertumbuhan panjang mutlak Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) selama penelitian (cm)
Pada gambar di atas dapat dilihat pada perlakuan B dimana pemberian
pakan dengan dosis 75% Artemia sp. dan 25% Phronima sp. menunjukkan
pertumbuhan panjang mutlak tertinggi yaitu sekitar 1,75cm (Ratri et.al. 2020).
Survival rate atau tingkat kelulushidupan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) pada penelitan Ratri et.al. (2020) dengan menggunakan pakan
Phronima sp. adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Histogram Survival Rate Udang Vaname (Litopenaeus


vannamei) selama penelitian (%)
Pada gambar di atas dapat dilihat pada perlakuan B dan C dimana
pemberian pakan dengan dosis 75% Artemia sp. dan 25% Phronima sp. dan dosis
50% Artemia sp. dan 50% Phronima sp. menunjukkan tingkat kelulushidupan
tertinggi yaitu sebesar 0,95% (Ratri et.al. 2020).
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Ratri et.al. (2020) (2020) tentang
penggunaan pakan Phronima sp sebagai substitusi pengganti pakan Artemia sp.
pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dapat memberikan dampak nyata
pada laju pertumbuhan relatif, pertumbuhan panjang mutlak, dan tingkat
kelulushidupan atau survival rate larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei),
dengan dosis pemberian pakan seperti perlakuan B yaitu pemberian pakan dengan
dosis Pakan Artemia sp. sebesar 75% dan pakan Phronima sp. sebesar 25%.
Kandungan nutrisi protein yang dimiliki oleh pakan alami Artemia sp. dan
Phronima sp. hampir sama, apabila pemberian pakan alami pada kultivan
diberikan dengan komposisi yang bervariasi atau lebih dari satu jenis pakan alami

15
maka pertumbuhan udang vaname yang akan didapat lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan pemberian pakan alami dengan satu jenis saja (Ratri et.al.
2020). Ratri et.al. (2020) melanjutkan bahwa Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) yang diberikan pakan alami dengan kombinasi antara Artemia sp. dan
Phronima sp. akan menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi, karena Artemia
sp. dan Phronima sp. memiliki kualitas nutrisi yang hampir sama, kombinasi
kedua pakan tersebut akan saling melengkapi satu sama lain.

E. Kuda Laut (Hippocampus barbouri)


Kuda laut merupakan salah satu spesies ikan yang memiliki harga
ekonomi yang tinggi, dan sangat diperjualbelikan sebagai ikan ornamental,
aksesoris, dan bahan mentah sebagai obat obatan China (Rosa et.al. 2011) yang
dikutip oleh Ahmad et.al. (2019). Ahmad et.al. (2019) juga mengutip pernyataan
Koldwey dan Smith (2010), yang menyatakan bahwa pada zaman sekarang
populasi dari kuda laut sangatlah menurun, yang disebabkan tidak hanya
kehilangan tempat habitatnya juga disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan.
Menurut Ahmad et.al. (2019), kuda laut merupakan salah satu predator
pasif, mereka hanya menunggu mangsa untuk lewat di hadapannya dan kemudian
memangsa dengan cara menghisap. Ahmad et.al. (2019) mengutip pernyataan
Payne dan Rippingale (2000), yang menyatakan bahwa pakan alami yang sering
digunakan dalam pemberian pakan juvenile kuda laut adalah naupli Artemia
salina, dikarenakan pakan Artemia salina mudah untuk dibudidaya dan
diperjualbelikan secara besar. Ahmad et.al. (2019) melanjutkan sayangnya harga
dari pakan alami jenis Artemia salina sangatlah tinggi di pasaran, dan masih ada
beberapa alternatif lain pengganti Artemia salina sebagai pakan alami untuk
juvenil kuda laut.
Ahmad et.al. (2019) mengutip pernyataan Fattah et.al. (2014), yang
menyatakan bahwa Phronima memiliki potensi yang tinggi sebagai alternative
pengganti pakan alami Artemia, yang di mana sering digunakan sebagai pakan
ikan dan benih udang. Ahmad et.al. (2019) juga mengutip pernyataan dari Fattah
dan Senong (2008), yang menyatakan bahwa keberadaan Phronima sp. pada
kolam Udang Windu memiliki kesuksesan tingkat kelulushidupan sebesar 70%

16
dibandingkan pada kolam yang tidak ada Phronima sp., yang hanya memiliki
tingkat kelulushidupan sebesar 10%.
Penelitian yang dilakukan Ahmad et.al. (2019) tentang penggunaan
Phronima sp. sebagai pengganti pakan alami Naupli Artemia Salina, dilakukan
dengan ukuran juvenile jantan dan betina yaitu ±14cm dengan pemberian pakan
alami pada pukul 08:00 dan 16:00.
Percobaan yang dilakukan Ahmad et.al. (2019) tentang penggunaan
Phronima sp. sebagai pengganti pakan alami Naupli Artemia Salina,
menggunakan beberapa perlakukan yaitu sebagai berikut :
 Perlakuan A : Pakan alami 100% Artemia naupli
 Perlakuan B : Pakan alami 75% Artemia naupli dan pakan alami 25%
Phronima sp.
 Perlakuan C : Pakan alami 50% Artemia naupli dan pakan alami 50%
Phronima sp.
 Perlakuan D : Pakan alami 25% Artemia naupli dan pakan alami 50%
Phronima sp.
 Perlakuan E : Pakan alami 100% Phronima sp.
Survival rate atau tingkat kelulushidupan juvenile kuda laut yang
didapatkan pada penilitian yang dilakukan oleh Ahmad et.al. (2019) tentang
penggunaan Phronima sp. sebagai pengganti pakan alami Naupli Artemia Salina,
adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Rata – rata kelulushidupan atau survival rate (%) dari juvenile
kuda laut (Hippocampus barbouri)

17
Pada gambar di atas dapat dilihat pada perlakuan C dan D dimana
pemberian pakan dengan dosis 50% naupli Artemia salina dan 50% Phronima sp.
dan dosis 25% Artemia salina dan 75% Phronima sp. menunjukkan tingkat
kelulushidupan tertinggi yaitu sebesar 96,67±5,77 % (Ahmad et.al. 2019).
Tingkat rata – rata kelulushidupan atau survival rate dari Kuda Laut
(Hippocampus barbouri) dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti
ketersediaan dari nutrisi pakan yang diberikan selama pemeliharaan (Ahmad et.al.
2019). Menurut (Ahmad et.al. 2019), menyatakan bahwa analisa kecukupan
nutrisi dari Kuda Laut (Hippocampus barbauri) adalah berdasarkan dari analisis
proksimat dan asam amino, kandungan nutrisi analis proksimat dari Phronima
pada perlakuan B,C, dan D dapat mencukupi kebutuhan nutrisi juvenile Kuda
Laut (Hippocampus barbouri) terutama pada kandungan protein dan lemak.
Kandungan nutrisi protein dan kandungan lemak pada perlakuan B adalah
sebesar 55,38% dan 17,12%, untuk perlakuan C sebesar 49,30% dan 12,69% dan
perlakuan D yaitu sebesar 43,21% dan 8,25% (Ahmad et.al. 2019). Ahmad et.al.
(2019) mengutip pernyataan dari Morais et.al. (2001), Watanabe et.al. (2001),
Skalli et.al. (2004), dan In Woods (2007), yang menyatakan bahwa kebutuhan
nutrisi protein dan kadar lemak dari juvenile yaitu berada di antara 40-60% dan
10-20%.
Menurut Ahmad et.al. (2019), ketersediaan dari protein dan kadar lemak
dalam pakan harus pada tingkat yang sesuai denga juvenile atau larva ikan,
dikarenakan dapat mempengaruhi pada sistem metabolism tubuh kultivan. Ahmad
et.al. (2019) mengutip pernyataan Blanco et.al. (2011), yang menyakan bahwa
kandungan protein dan kadar lemak merupakan salah satu sumber bahan bakar
utama dalam menentukan kualitas dari kemampuan juvenile atau larva ikan untuk
bertahan hidup. Ahmad et.al. (2019) juga mengutip pernyataan Ronnestad et.al.
(2003), yang menyatakan bahwa ketersediaan dari asam amino dapat memberikan
efek yang berbeda pada tumbuh kembang dari suatu organisme, yang di mana
asam amino merupakan salah satu bahan dasar yang sangat penting selama
pertumbuhan larva ikan. Ahmad et.al. (2019) mengutip pernyataan Winarno
(2008) menjelaskan bahwa asam amino yang dibutuhkan oleh ikan harus dipenuhi

18
yang dapat diberikan dari pakan, terutama asam amino yang tidak dapat disintesis
(esensial) oleh tubuh.
Berdasarkan data yang didapat dalam penilitian yang dilakukan oleh
Ahmad et.al. (2019) tentang penggunaan Phronima sp. sebagai pengganti pakan
alami Naupli Artemia Salina, dapat ditarik kesimpulan yaitu pemberian pakan
yang bervariasi pada larva atau juvenile Kuda Laut (Hippocampus barbouri)
terutama pakan alami hidup naupli Artemia salina dan Phronima sp. dapat
memberikan dampak yang baik pada pertumbuhan juvenile. Perlakuan C, dan D
memberikan tingkat rata – rata kelulushidupan atau survival rate dari juvenile
Kuda Laut (Hippocampus barbouri) tertinggi yaitu sebesar 96,67±5,77 %.
Nutrisi yang dibutuhkan oleh juvenile Kuda Laut (Hippocampus barbouri)
terutama protein dan kadar lemak harus terpenuhi untuk meningkatkan tingkat
pertumbuhan. Pakan yang diberikan pada juvenile haruslah mengandung asam
amino, yang dimana asam amino dapat memberikan efek yang berbeda pada
pertumbuhan juvenile.

19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad F., Syafiuddin, dan Haryati. 2019. The Quality of Seahorse Juveniles
Hippocampus barbouri After Modifying Natural Feed Artemia Nauplii to
Phronima sp. Jurnal Ilmu Kelautan. 5(2):83-88.
Fattah M. H., M. Saenong, dan S. R. Busaeri. 2014. Production of endemic
microcrustacean Phronima suppa (Phronima sp) to Substitute Artemia
salina in Tiger Prawn Cultivation. Jurnal of Aquaculture Research and
Development. 5(5):1-5.
Herawati V.E., Pinandoyo, R. W. Ariyati, N. Rismaningsih, S. Windarto, S. B.
Prayitno, Y. S. Darmanto, dan O. K. Radjasa. 2021. Effect of Caulerpa
lentillifera added into culture media on the growth and nutritional values of
Phronima pacifica, a natural fish-feed crustacean. Biodiversitas. 22(1):
424-431.
Pangestika P.R., R. W. Ariyati, dan V. E. Herawati. 2020. Penggunaan Latoh
(Caulerpa Lentifera) dengan Kepadatan Berbeda untuk Pertumbuhan
Phronima sp. Jurnal Sains Teknologi Akuakultur. 3(2): 76-83.
Phronima (Latreille,1802) : ITIS Standard Report Page: Phronima
Phronima pacifica (Street, 1877) : ITIS Standard Report Page: Phronima pacifica
Ratri K. S., J. Hutabarat, dan V. E. Herawati. 2020. Pengaruh Pemberian Pakan
Phronima sp. Substitusi Artemia sp. Terdahap Pertumbuhan dan
Kelulushidupan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Jurnal Sains
Teknologi Akuakultur. 3(2): 66-75.
Sulaeman, Herlinah, dan A. Parenrengi. 2020. The consumption rate of tiger
prawns (Panaeus monodon) on alive Amphipod-Crustacean. IOP
Conference Series : Earth and Environmental Science. 564 012087.
doi:10.1088/1755-1315/564/1/012087
Yusuf M. B., Suminto, dan V.E. Herawati. 2020. Pengaruh Pemberian Pakan
alami yang Berbeda dari Jenis Zooplankton (Artemia salina, Brachionus
rotundiformis dan Oithona similis) terhadap Performa Pertumbuhan
Phronima sp. Sains Akuakultur Tropis. 4(2): 109-118.

20

Anda mungkin juga menyukai