1814142019
JURUSAN BIOLOGI
FEBRUARI 2022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................3
C.TujuanPenelitian.........................................................................................3
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
A. Kajian Pustaka...........................................................................................5
B.Kerangka Pikir..........................................................................................15
C. Hipotesis..................................................................................................16
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................18
A. Jenis Penelitian........................................................................................18
B. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................18
C. Satuan Eksperimen dan Perlakuan...........................................................18
D. Rancangan Penelitian...............................................................................18
E. Alat dan Bahan........................................................................................19
F. Prosedur Penelitian..................................................................................20
G.Teknik Pengumpulan Data........................................................................21
H. Teknik Analisis Data...............................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah maggot (larva) dikenal mulai pada pertengahan tahun 2005 yang
Developpment)-Perancis dan peneliti Riset dari Loka Budidaya Ikan Hias Air
Tawar (LRBIHAT), Depok. Maggot merupakan larva serangga yang dapat hidup
pada sampah organik (Fahmi et al., 2007). Menurut Suciati dan Faruq (2017), tiga
produk yang dapat dihasilkan dengan membudidayakan larva lalat tentara hitam
adalah sebagai pakan sumber protein alternatif bagi hewan ternak, pupuk organik
dari sisa limbah organik cair dan sisa limbah organik kering hasil dari aktivitas
larva.
Lalat tentara hitam (Hermetia illucens) atau Black soldier fly (BSF)
macam jenis sampah organik, di antaranya adalah kotoran hewan, sisa sayuran
yang telah membusuk, sisa buah-buahan, residu limbah pabrik tahu, dan limbah
organik lainnya yang sulit untuk dicerna seperti ampas kopi. Kemampuan larva
cacing tanah. Biokonversi yang dilakukan oleh BSF juga dilaporkan dapat
mengurangi limbah organik mencapai 56% (Suciati & Faruq, 2017). Selain itu,
larva BSF tidak berperan sebagai vektor penyakit dan relatif aman bagi kesehatan
1
2
Larva BSF juga dilaporkan dapat dijadikan sebagai pakan bagi hewan
peternak sebagai sumber bahan pakan hewan ternak. Larva BSF memiliki
yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti tepung ikan untuk ransum ternak.
Kandungan asam amino paling banyak pada larva BSF di antaranya adalah
methionin dan lisin masing-masing sebesar 9,05 dan 22,3 g/kg (berat kering)
(Veldkamp et al., 2012). Kandungan nutrisi yang ada dalam tubuh serangga salah
satunya ditentukan oleh media tumbuh yang dipakai pada saat proses budidaya
(Jintasataporn, 2017).
Lalat H. illucens juga dapat hidup media tumbuh dengan pH cukup tinggi,
lalat dan larvanya bukan pembawa virus atau penyakit, memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi (40-50%), masa hidup larva cukup lama (± 4 minggu),
dan mudah dibudidayakan sehingga dapat dijadikan untuk pakan hewan ternak
Penggunaan insekta seperti maggot Black Soldier Fly (BSF) selain sebagai
agen pengurai sampah organik juga sangat berpotensi sebagai pakan alternatif
bagi hewan ternak, karena kandungan protein dari maggot ini cukup tinggi.
Protein yang berasal dari insekta lebih ekonomis, ramah lingkungan, serta dapat
kandungan protein dari maggot BSF telah pernah dilkaukan oleh Rachmawati et
al., (2015), dimana ia memberikan pakan yang berupa bungkil kelapa sawit
menggunakan jenis pakan berupa nangka muda dengan kandungan protein yang
sebagai agen pengurai limbah organik yang berpotensi, karena larva H. illucens
banyak. Limbah industri memiliki nilai ekonomi yang rendah juga memiliki bau
limbah jeroan ikan dan bungkil singkong sebagai media pakan untuk pertumbuhan
B. Rumusan Masalah
telur BSF?
C. Tujuan penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
pakan yang digunakan untuk mengukur fekunditas induk BSF dan viabilitas
telur BSF.
2. Manfaat Praktis
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis
yang tinggi merupakan kekayaan alam yang dapat memberikan manfaat serbaguna
dan mempunyai manfaat vital serta strategis. Hal ini disebabkan karena Indonesia
terletak di kawasan tropis yang mempunyai iklim yang stabil dan secara geografi
adalah negara kepulauan yang terletak diantara dua benua yaitu benua Asia dan
ordo Diptera, famili Stratiomyidae. Salah satu spesies lalat yang ditemukan di
daerah beriklim sedang dan tropis yaitu lalat black soldier fly (Hermetia illucens).
Lalat black soldier fly dewasa hanya memerlukan air untuk bertahan hidup dan
tidak tertarik pada habitasi atau makanan manusia, sehingga tidak terindikasi
pada sampah organik baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun manusia.
Larva black soldier fly (Hermetia illucens) sangat bermanfaat dalam biokonversi
sampah organik dan menurunkan polusi lingkungan akibat kotoran hewan dan
Serangga ini berasal dari daerah tropis, subtropis dan beriklim sedang benua
Amerika dan selanjutnya tersebar ke wilayah subtropis dan tropis di dunia. Lalat
5
6
Black Soldier fly atau disingkat BSF (Hermatia illucens) merupakan jenis lalat
yang berbeda dengan jenis lalat rumah yang umumnya dikenal sifatnya pun
berbeda. Bentuk lalat ini menyerupai tawon dan lalat BSF tidak berbahaya
terhadap keselamatan dan kesehatan manusia. Maggot atau larva dari lalat
black soldier fly (Hermetia illicens) merupakan salah satu alternatif pakan yang
mengandung protein kasar lebih dari 19%, digolongkan sebagai bahan makanan
sumber protein. Maggot merupakan salah satu jenis pakan alami yang memiliki
protein tinggi. Maggot mengandung 41-42% protein kasar, 31- 35% ekstrak
eter, 14-15% abu, 4,8-5,1% kalsium, dan 0,6-0,63% fosfor dalam bentuk
kering. Larva lalat Black soldier dapat digunakan untuk mengkonversi limbah
protein yang cukup tinggi maggot juga memiliki efek yang baik untuk
2. Taksonomi
Maggot BSF atau dalam nama ilmiah yaitu Hermetia illucens, Memiliki
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Serangga
Ordo : Diptera
Famili : Stratiomyidae
Subfamili : Hermetiinae
Genus : Hermetia
Black Soldier Fly (BSF) lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan maggot
merupakan lalat asli dari benua Amerika dan sudah tersebar hampir di seluruh
dunia antara 45° LU - 40° LS. BSF juga ditemukan di Indonesia, tepatnya di
daerah Maluku dan Irian Jaya sebagai salah satu ekosistem alami BSF. Diptera
mengonsumsi pakan yang variatif dari jenis materi organik (Morales-Ramos dkk,
2014).
sekitar 260 spesies yang telah dikenal di Amerika Utara. Famili ini tidak termasuk
ditemukan hampir semua daerah beriklim tropis tersebar di seluruh dunia. Dewasa
3. Siklus Hidup
Black Solder Fly termasuk dalam ordo Diptera. Ordo ini memiliki 16
yang tinggi serta dapat mengonsumsi pakan yang bervariasi. Lalat BSF berasal
8
dari telur yang mengalami metamorfosis. BSF mengalami lima tahapan pada
siklus hidupnya. Diawali dengan telur, kemudian telur menetas menjadi larva atau
perubahan dari prepupa menjadi pupa dan pada akhirnya pupa akan menjadi lalat.
Siklus hidup Black Soldier Fly sangat dipengaruhi oleh faktor ligkungan seperti
suhu, intensitas cahaya, kelembapan udara (humadity), serta kualitas dan kuantitas
Siklus hidup BSF berkisar antara beberapa minggu hingga beberapa bulan,
Siklus hidup BSF ini dari telur hingga menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar
40-43 hari, tergantung dari kondisi lingkungan dan media pakan yang diberikan.
BSF berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomennya berwarna transparan
sekilas terlihat menyerupai abdomen lebah. Panjang BSF antara 15-20 mm dan
mempunyai waktu hidup 5-8 hari. Siklus hidup lalat BSF memiliki lima fase;
yaitu fase dewasa, fase telur, fase prepupa, dan fase pupa (Kahar dkk, 2020).
Lalat BSF betina dapat menghasilkan 400-800 butir telur setelah proses
kawin selesai. BSF betina akan meletakkan telur pada celah-celah atau lokasi-
lokasi tersembunyi yang dianggap aman oleh lalat BSF betina, yaitu disekitar
bahan organik seperti kotoran hewan, sampah, maupun limbah organik lainnya.
Telur akan menetas menjadi maggot dalam waktu sekitar 3 hari. Telur berbentuk
oval dengan ukuran sekitar 1 mm dengan warna kuning atau putih.tingkat suhu
yang idela untuk telur BSF menetas 28oC-35oC, dan tingkat kelembapannya 60-
dimana hal ini berbeda dengan lalat rumah yang selalu meletakkan telurnya di
higienis karena tidak meletakkan telur didalam makanan manusia.induk BSF akan
Setelah indukan lalat BSF meletakkan telurnya, maka indukan betina tersebut
kemudian akan mati dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari (Fahmi, 2018).
berbanding lurus dengan ukuran dari tubuh lalat dewasa. Lalat betina yang
memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan ukuran sayap lebih lebar cenderung
lebih subur dibandingkan dengan lalat yang bertubuh dan sayap yang kecil.
Jumlah telur yang diproduksi oleh lalat berukuran tubuh besar lebih banyak
dibandingkan dengan lalat berukuran tubuh kecil. Selain itu, kelembaban juga
10
dilaporkan berpengaruh terhadap daya bertelur lalat BSF. Sekitar 80% lalat betina
bertelur pada kondisi kelembaban lebih dari 60% dan hanya 40% lalat betina yang
b. Fase Larva
Telur yang telah diletakkan oleh lalat BSF akan menetas setelah tiga hari
(berukuran 0,66 mm) dan akan mulai bergerak menuju sumber makanan. Maggot
yang baru menetas akan terlihat dipermukaan media yang membentuk seperti
kumpulan awan putih. Maggot yang telah berumur 3 hari akan mulai bergerak ke
dalam media pemeliharaan. Maggot BSF akan mencari tempat yang gelap dan
Umur maggot mencapai 4-5 minggu, yaitu tergantung dengan suhu di lingkungan
mm dapat dicapai dengan jangka waktu 32 hari, pada suhu 32 oC maggot dengan
ukuran 20 mm ini akan diperoleh dengan kurung waktu dalam 20 hari. Hal ini
(Fahmi, 2018).
Maggot BSF dapat berkembang secara optimal pada suhu 29,3 oC. Pada
saat ini maggot dapat mencapai ukuran lebar 6 mm dengan panjang 27 mm. Pada
umumnya maggot berwarna putih. Pada tahap ini dimana maggot sangat rakus dan
aktif dalam memakan makanan yang ada disekitarnya, dimana makanan ini akan
digunakan sebagai cadangan pada fase selanjutnya (Hardini dan Gandhy, 2021).
c. Fase Pre-Pupa
Pada fase prepupa, panjang rata-rata maggot BSF adalah 16-18 mm
dengan bobot antara 150-200 mikro gram. Prepupa terjadi pada saat umur 14-21
hari. Fase prepupa ditandai dengan warna maggot yang berubah dari putih
menjadi kecoklatan, selain itu ditandai dengan maggot yang sudah tidak aktif
untuk makan serta akan bermigrasi mencari tempat yang kering dan gelap untuk
Pada fase prepupa maggot sudah tidak lagi mengalami proses moulting
(instar). Ketika memasuki fase prepupa, bobot tubuh maggot akan menjadi sedikit
berkurang. Pada tahap ini maggot BSF berada pada ukuran maksimum, dengan
bobot tubuh yang mulai berkurang serta timbunan lemak yang maksimal akan
tubuh prepupa masih menyerupai serangga muda walaupun warna tubuhnya sudah
d. Fase Pupa
Pupa atau pupasi merupakan bentuk maggot yang kulitnya sudah berubah
menjadi warna hitam. Pada masa pupa, maggot BSF akan mulai berhenti
melakukan aktivitas, termasuk aktivitas makan dan minum. Setelah berganti kulit
hingga instar yang keenam, maggot BSF akan memiliki kulit yang lebih keras
daripada kulit sebelumnya, yang disebut sebagai puparium dimana maggot mulai
memasuki fase pupa.Dimana fase ini biasa berlangsung selama 7-8 hari sampai
berubah bentuk menjadi imago atau lalat BSF cangkang dari pupa memiliki
tekstur yang kaku dan kerass, serta kaya akan kalsium (Hardini dan Gandhy,
2021).
Pada tahap pupa akan di capai pada hari ke-24 setelah menetas. Tahapan
pupa akan berlangsung selama 8 hari. Pada tahap ini, serangga akan
12
tahap pupa ini adalah warna yang semakin gelap dan mulai memudar (tidak
berkilai), sudah tidak bergerak (kaku), dan salah satu ujung pupa menekuk.
Delapan hari kemudian atau pada hari ke-32, pupa akan mulai bermetamorfosis
Panjang tubuh BSF dewasa adalah antara 12-20 mm dengan rentang sayap
selebar 8-14 mm. BSF dewasa berwana hitam dengan kaki berwana putih pada
bagian bawah dan memiliki antena (terdiri dari tiga segmen) dengan panjang 2
(dua) kali panjang kepalanya. Antara BSF betina dan BSF jantan memiliki
tampilan yang tidak jauh berbeda, dengan ukuran tubuh BSF betina yang lebih
besar dan ukuran ruas kedua pada perutnya yang lebih kecil dibanding pada BSF
jantan. BSF dewasa berumur relatif pendek, yaitu 4 - 8 hari. BSF dewasa tidak
tersimpan selama fase larva. Hal ini membuat lalat BSF tidak digolongkan sebagai
vektor penyakit. Lalat dewasa berperan hanya untuk proses reproduksi. BSF
Pada fase lalat dewasa ini dimana fokus utamanya untuk aktivitas
tetapi pemberian air dan madu dilaporkan mampu memperpanjang lama hidup dan
cadangan lemak tubuh yang diperoleh saat masih pada fase larva. Proses
perkawinan serangga BSF 85% terjadi pada pagi hari, mulai pukul 8.30 dan akan
memuncak pada pukul 10.00 dengan intensitas cahaya sekitar 110 lux. Umumnya,
dan beretlur pada suhu 24-40oC dengan kadar kelembapan relative 30-90oC
(Fahmi, 2018).
4. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh individu pada waktu akan
memijah. Banyaknya telur yang dikeluarkan memiliki nilai yang bervariasi sesuai
dengan spesies. Jumlah telur yang dihasilkan merupakan hasil dari pemijahan
yang tingkat kelangsungan hidupnya di alam sampai menetas dan ukuran dewasa
sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Telur yang dihasilkan memiliki ukuran
yang bervariasi. Ukuran telur dapat dilihat dengan menghitung diameter telur.
Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur
Lebih lanjut disebutkan bahwa jumlah telur berbanding lurus dengan ukuran
tubuh lalat dewasa. Lalat betina yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan
ukuran sayap lebih lebar cenderung lebih subur dibandingkan dengan lalat yang
bertubuh dan sayap yang kecil (Gobbi et al., 2016). Jumlah telur yang diproduksi
oleh lalat berukuran tubuh besar lebih banyak dibandingkan dengan lalat
terhadap daya bertelur lalat BSF. Sekitar 80% lalat betina bertelur pada kondisi
kelembaban lebih dari 60% dan hanya 40% lalat betina yang bertelur ketika
Aktivitas kawin BSF umumnya terjadi pada pukul 08.30 dan mencapai
puncaknya pada pukul 10.00 di lokasi yang penuh tanaman (vegetasi) ketika suhu
lingkungan mencapai 27°C. Saat melakukan aktivitas kawin, lalat jantan akan
memberikan sinyal ke lalat betina untuk datang ke lokasi yang telah ditentukan
oleh pejantan. Perkawinan BSF terjadi di tanah atau di daerah yang penuh dengan
vegetasi. Namun, ada juga laporan yang menyebutkan bahwa perkawinan dapat
juga terjadi di udara. Kondisi ruang udara yang cukup dan kepadatan jumlah lalat
kawin lalat BSF. Umumnya lalat dewasa membutuhkan penerangan yang tinggi
tetapi masih di bawah intensitas sinar matahari. Oleh karena itu, untuk memicu
5. Viabilitas
dari parameter perkembangan awal hingga penetasan. Dalam waktu dua sampai
empat hari, telur akan menetas menjadi larva dan berkembang dalam waktu 22-24
ukurannya, larva yang baru menetas dari telur berukuran kurang lebih 2 mm,
berkembang dan tumbuh lebih besar dengan panjang tubuh mencapai 20-25 mm,
kemudian masuk ke tahap prepupa. Larva betina yang berada di dalam media
lebih lama akan memiliki bobot yang lebih berat dibandingkan dengan larva
jantan. Secara alami, prepupa akan meninggalkan media pakannya ke tempat yang
betina rata-rata 13% lebih berat dibandingkan dengan bobot pupa jantan. Setelah
B. Kerangka Pikir
pengurai sampah organik, lalat tentara hitam. Sampah organik dapat diurai dengan
cepat tanpa menimbulkan bau oleh lalat tentara hitam. Perbedaan pakan bisa
terhadap maggot BSF. Keberhasilan produksi dan kualitas larva sangat ditentukan
oleh media tumbuh. Kandungan nutisi media pakan merupakan faktor penting
dikarenakan semua kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh maggot harus tersedia
pada media pakan, sehingga proses pertumbuhan dan produksi maggot menjadi
sempurna mulai dari telur, larva, prepupa, pupa, dan imago. Berdasarkan
Maggot
Pupa
Lalat Dewasa
C. Hipotesis
viabilitas
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2022 sampai dengan
Satuan eksperimen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah larva
umur 7 hari dengan perlakuan yang digunakan yaitu 30%, 40%, dan 50%.
D. Rancangan Penelitian
18
19
Perl Ulangan
aku
an
1 2
A A A
B 1 2
C B B
1 2
C C
1 3
Keterangan :
C : Perlakuan 50% (100 gram bungkil singkong, 100 gram jeroan ikan)
1. Alat
2. Bahan
F. Prosedur Penelitian
alat dan bahan, analisis pengolahan limbah ikan dan bungkil singkong oleh
1. Pembuatan media
Media yang digunakan pada penelitian ini adalah jeroan ikan dan bungkil
singkong. Jeroan ikan diambil dari tempat pelelangan ikan yang biasanya
masih baru dan belum di hinggapi oleh lalat hijau. Pada penelitian ini,
singkong yang digunakan yaitu 100 gram, 120 gram, dan 140 gram.
yaitu pada media 30%, 40%, dan 50% lalu larva atau maggot di tabur ke
3. Pengambilan Pupa
Larva yang telah berumur 17 hari dan sudah mulai berwarna coklat
4. Perkembangan imago
Setelah dari fase pupa di ambil sepasang pupa jantan dan betina lalu di
masukkan kedalam toples plastik yang telah diberi label sesuai perlakuan untuk
oleh lalat betina dan untuk pengamatan viabilitas, telur yang dihasilkan di
tunggu hingga menetas beberapa hari kemudian di hitung jumlah telur tersebut.
mengukur fekunditas dan viabilitas telur BSF. Data diperoleh dengan cara
pakan terhadap fekunditas induk dan viabilitas telur BSF dilakukan dengan
Andriani, R., Muchdar, F., Juharni, J., Samadan, G. M., Abjan, K., & Margono,
M. T. (2020). Teknik Kultur Maggot (Hermetia illucens) pada Kelompok
Budidaya Ikan di Kelurahan Kastela. Altifani Journal: International
Journal of Community Engagement, 1(1)
Barros-Cordeiro KB, Nair Báo S, Pujol-Luz JR. 2016. Intrapuparial development
of the Black Soldier Fly, Hermetia illucens. J Insect Sci. 14(1)
Fahmi, M. R., S. Hem dan I. W. Subamia. 2018. Potensi Maggot Sebagai Sumber
Protein Alternatif. Prosiding Nasional Perikanan II, Loka Riset Budidaya
Ikan Hias Air Tawar. 125-130.
Gobbi, P., A. Martinez-Sanchez, dan S. Rojo, 2016. The Effects of Larval Diet on
Adult Life-History Traits of The Black Soldier Fly, Hermetia Illucens
(Diptera: Stratiomyidae). Eur J Entomol. 110
Pangestu, Widya., Agus Prasetya., Rochim Bakti. 2017. Pengolahan Limbah Kulit
Pisang dan Nangka Muda Menggunakan Larva Black Soldier Fly
(Hermetia Illucens). Jurnal. Magister Teknik Sistem. Vol. 8. No.1
22
Rachmawati, Buchori D, Hidayat P, Hem S, Fahmi MR. 2015. Perkembangan dan
kandungan nutrisi larva Hermetia illucens (Linnaeus) (Diptera:
Startiomyidae) pada bungkil kelapa sawit. J Entomol Indones. 7:28- 41.
Suciati, R dan H. Faruq. 2017. Efektifitas Media Pertumbuhan Maggots Hermetia
Illucens (Lalat Tentara Hitam) Sebagai Solusi Pemanfaatan Sampah
Organik. Jurnal Biologi Dan Pendidikan Biologi.1(2)
Sunny, Wangko. 2014. Hermita illucens Aspek Forensik kesehatan dan ekonomi.
Jurnal Biomedik(JMD), Vol. 6, No. 1
Tomberlin JK, Sheppard DC. 2016. Factors influencing mating and oviposition of
Black Soldier Flies (Diptera: Stratiomyidae) in a colony. J Entolomogy Sci.
37:345-352.
Yuwono, A.S dan Mentari. P.D. 2018. Penggunaan Larva (Maggot) Black soldier
Fly (BSF) Dalam Pengolahan Limbah Organik. Bogor: Seameo Biotrop