Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MIKROBIOLOGI LAUT

IDENTIFIKASI JAMUR KONTAMINAN PADA PETIS UDANG

OLEH

RAMLI
I1C121009

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

KELAUTAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mikroba dapat hidup dan berkembang biak di dalam berbagai jenis makanan, karena
dalam makanan terdapat bahan-bahan organik dan anorganik yang dibutuhkan untuk
kehidupan mikroba. Bahan-bahan organik tersebut tersedianya di dalam makanan, mengenai
jenis dan banyaknya sangat bervariasi untuk tiap makanan. Pada makanan tertentu jenis dan
banyaknya bahan-bahan organik dan anorganik tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga
mikroba dapat tumbuh secara optima Mikroba bisa saja terdapat pada bahan pangan yang
banyak mengandung nutrien, misalnya bahan pangan yang berasal dari udang atau ikan yang
sangat mudah terkontaminasi bakteri. Sebenarnya, daging ikan atau udang hasil laut maupun
hasil tambak sebenarnya masih bersih, asalkan tidak tercemar oleh lingkungan sekitar,
sehingga bisa langsung di konsumsi tanpa harus di masak terlebih dahulu. Tercemarnya
daging ikan dan udang pada saat proses pengolahan biasanya berasal dari karyawan, air, es,
peralatan, atau ruang proses yang tidak steril (Hartono, 2012). Salah satu contoh makanan
yang menggunakan bahan dasar ikan atau udang adalah petis

Petis merupakan bahan pangan yang berasal dari cairan tubuh ikan atau udang yang
telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian di uapkan melalui proses perebusan
lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta (Afrianto dan Liviawaty,
1989). Kandungan pada petis yang berupa 2 karbohidrat, kadar gula yang tinggi sangat cocok
sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroba, misalnya bakteri dan jamur. Selain itu,
kelembaban dan lama penyimpanan juga mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada petis
(Iffah, 2008).

petis yang dijual di pasar Peterongan Semarang guna untuk mengidentifikasi


Aspergillus sp menjelaskan bahwa adanya pertumbuhan jamur dan Bakteri.

2. Deskripsi Minrobia yang digunakan

Jamur merupakan organisme anggota Kingdom Fungi [1]. Jamur pada umumnya
bersifat aerob obligat, pH pertumbuhan berkisar 2-9, dan suhu pertumbuhan berkisar 10-35ºC
[2]. Tubuh jamur berupa benang yang disebut hifa, sekumpulan hifa disebut miselium.
Miselium dapat mengandung pigmen dengan warna-warna merah, ungu, kuning, coklat,
abuabu dan sebagainya. Jamur juga membentuk spora berwarna hijau, biru-hijau, kuning,
jingga, merah muda dan sebagainya [3]. Jamur dapat menyebabkan alergi dan infeksi, jamur
juga dapat tumbuh dihasil-hasil pertanian sebelum dipanen, hasil panen yang sedang
disimpan maupun bahan makanan yang sedang diolah [4]. Pertumbuhan jamur pada
permukaan bahan makanan mudah dikenali karena seringkali membentuk koloni berserabut
seperti kapas. Bahan makanan yang terkontaminasi jamur dapat menyebabkan keracunan
pada manusia dan menghasilkan berbagai jenis toksin yang disebut mikotoksin [5].
Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang diproduksi oleh beberapa cendawan yang
termasuk golongan genus Aspergillus, Penicillium. Jenis Aspergillus dan Penicillium dikenal
sebagai mikroba yang dapat mengkontaminasi makanan yang dibiarkan terbuka seperti pada
makanan petis udang.

Petis adalah komponen dalam masakan Indonesia yang dibuat dari produk sampingan
pengolahan makanan berkuah (biasanya dari pindang, kupang dan udang). Petis udang
terbuat dari fermentasi udang/ikan yang ditambahkan gula dan garam, bentuknya kental
seperti pasta, warnanya cokelat kehitaman atau hitam. Komposisi gizi pada petis udang yang
ada di pasaran sangat bervariasi tergantung dari bahan baku yang digunakan dan cara
pembuatannya. Kandungan gizi dalam petis udang dan petis ikan menurut Direktorat Gizi
(1996) yaitu: Jumlah kandungan Energi 151,0 kkal., Air 56,0%, Protein 20%, Lemak 0,2%,
Karbohidrat 24%, Kalsium 37 mg, Fosfor 36 mg, Zat Besi 2,8 mg, Vitamin A,B1 dan C. [8].
Kandungan pada petis yang berupa karbohidrat, kadar gula yang tinggi sangat cocok sebagai
sumber energi untuk pertumbuhan mikroba, misalnya bakteri dan jamur. Petis banyak dijual
di tempat – tempat umum, misalnya di toko dan pasar. Setiap konsumen membutuhkan petis
dalam jumlah yang berbedabeda, sehingga para pedagang petis menyajikan bentuk eceran
yang ditempatkan dalam ember terbuka, kenyataan ini mengakibatkan petis mudah tercemari
mikroba, misalnya saja bakteri dan spora jamur yang terbawa oleh angin dan debu. Selain itu
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada petis udang yaitu kelembapan dan
lama penyimpanan.

3. Tujuan pemanfaatannya diperairan.

Jamur bersifat khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari oksidasi


senyawa organik. Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya (aerobik). Habitat jamur
terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit
atau parasit pada tanaman, hewan, dan manusia.

Aspergillus sp. adalah jamur yang membentuk filamen-filamen panjang bercabang,


dan dalam media biakan membentuk miselia dan konidiospora. Jamur Aspergillus sp. yang
menyebabkan penyakit yaitu Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger, Aspergillus flavus .

Pertumbuhan jamur pada permukaan bahan makanan mudah dikenali karena


seringkali membentuk koloni berserabut seperti kapas. Bahan makanan yang terkontaminasi
jamur dapat menyebabkan keracunan pada manusia dan menghasilkan berbagai jenis toksin
yang disebut mikotoksin. Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang diproduksi oleh
beberapa cendawan yang termasuk golongan genus Aspergillus, Penicillium. Jenis
Aspergillus dan Penicillium dikenal sebagai mikroba yang dapat mengkontaminasi makanan
yang dibiarkan terbuka seperti pada makanan petis udang.

4. Mekanisme Pemanfaatn Mikroba dalam mencapai tujuan

Alih fungsi hutan dapat diatasi dengan melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove.
Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan bibit yang sehat yang memiliki pertumbuhan
yang cepat. Dalam penelitian ini dimanfaatkan beberapa fungi yang mampu mempercepat
proses dekomposisi bahan organik. Bahan organik yang telah terdekomposisi merupakan
sumber hara bagi bibit R. apiculata. Sehingga cepatnya proses dekomposisi bahan organik
diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan bibit R. apiculata. Beberapa jenis fungi
memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan R. apiculata seperti pada penelitian
ini menggunakan fungi Aspergilusniger, Aspergilus sp. 1, Aspergillus sp. 2 dan pemberian
fungi yang berbeda memberikan reaksi pertumbuhan yang berbeda juga. Berdasarkan hal
inilah perlu dilakukan penelitian mengenai aplikasi beberapa jenis fungi untuk mengetahui
kemampuan jenis fungi yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan pohon pada ekosistem
hutan mangrove dan dapat dimanfaatkan sebagai dekomposer alami.

Saat ini mikroba banyak dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan karena


dapat memperbaiki kualitas lingkungan perairan. Selain itu, karena mikroba mampu
merespon perubahan fisika atau kimia dalam suatu lingkungan sehingga dapat digunakan
sebagai indikator alami terhadap perubahan lingkungan akibat dari pencemaran air.
DAFTAR PUSTAKA

Haryanti, A., Norsamsi, Putri, S.F.S dan Putri, Novy P,. 2014. Studi Pemanfaatan Limbah Padat
Kelapa Sawit. Konversi Vol. 3 (2): 20-29.

Kok, K.H., Karim, M.I.A., Ariff, A.B. dan Abd Aziz, S. 2002. Application of live and
Non Metabolizing cell of Aspergillus Flavus Strain 44-1 as Biosorbent for Removal of
Lead From Sulition. Pakistan Journal Of Biological Sci.Vol 5(3) : 332-33

Ningrum, N. R., Widhorini dan Yuliani E. 2013. Analisis Pertumbuhan Jamur Aspergillus Fumigatus
dalam Media Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L.). Skripsi. Sekolah Tinggi Analisis
Kesehatan Bakti Asih

Ningrum, N. R., Widhorini dan Yuliani E. 2013. Analisis Pertumbuhan Jamur Aspergillus Fumigatus
dalam Media Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L.). Skripsi. Sekolah Tinggi Analisis
Kesehatan Bakti Asih

Scheidegger, K.A. dan Payne, G.A. 2003. Unlocking the secrets behind secondary metabolism: a review
of aspergillus flavus from pathogenicity to functional genomics. Journal Toxicology Vol. 22:
423-45

Yuniza, 2015. Pengaruh pemberian kompos decanter solid dalam media tanaman tehadap pertumbuhan
bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama. Skripsi. Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jamb

Anda mungkin juga menyukai