Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir semua bahan pangan tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari
lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan
adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, kapang, khamir
serta mikroba patogen lainnya. Mikroba mempunyai batasan tertentu dalam bahan
pangan yang berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan. Kondisi lingkungan
juga mempengaruhi mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat
(Sukarta,2008).
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk
tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap manusia. Penyakit
menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera, disentri, tbc, poliomilitis
dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan. Akhir-akhir ini terjadi
peningkatan gangguan saluran pencernaan akibat keracunan bahan pangan yang
Universitas Sumatera Utara disebabkan oleh mikroorganisme patogenik yang
termakan bersama bahan pangan yang tercemar (Hartoko, 2007).
Pada praktikum kali ini dilakukan uji keamanan pangan dari cemaran
mikrobiologis pada rabeg di tiga tempat yang berbeda, hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah rabeg tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak. Pada
masing-masing rabeg dilakukan pengenceran dibuat 10 sampel tiap pengenceran.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengamati cemaran
mikrobiologis produk pangan di pasaran.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikrobiologi Pangan


Mikrobiologi dalam bahasa Yunani diartikan mikros yang berarti kecil, bios
yang artinya hidup, dan logos yang artinya kata atau ilmu. Mikrobiologi
merupakan suatu istilah luas yang berarti studi tentang mikroorganisme, yaitu
organisme hidup yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang dan
biasanya bersel tunggal (Budiyanto, 2002). Mikrobiologi dalam konteks
pembagian ilmu modern mencakup studi tentang bakteri (bakteriologi), jamur
(mikologi), dan virus (virologi) (Budiyanto, 2002).
Mikrobiologi pangan adalah salah satu cabang mikrobiologi yang
mempelajari bentuk, sifat, dan peranan mikroorganisme dalam rantai produksi
pangan baik yang menguntungkan maupun yang merugikan seperti kerusakan
pangan dan penyebab penyakit bawaan pangan (Sopandi dan Wardah, 2014).
Rantai produksi pangan yang dimaksud diatas adalah sejak pemanenan,
penangkapan, penyembelihan, penanganan, penyimpanan, pengolahan, distribusi,
pemasaran, penghidangan hingga pangan siap untuk dikonsumsi. Bidang
mikrobiologi pangan sebelum tahun 1970 dikenal sebagai suatu aplikasi ilmu
yang terlibat dalam kontrol kualitas mikrobiologis pangan. Bidang mikrobiologi
pangan tidak hanya menyangkut aspek mikrobiologi kerusakan, penyakit bawaan,
dan kontrol efektif pengolahan pangan, tetapi juga menyangkut informasi dasar
ekologi, fisiologi, metabolisme, dan genetika mikroba (Sopandi dan Wardah,
2014).
Kelompok mikroorganisme dalam pangan terdiri atas beberapa spesies dan
strain bakteri, khamir, kapang, dan virus yang berperan penting dalam pangan
karena kemampuannya. Kemampuan tersebut menyebabkan kerusakan dan
penyakit bawaan pangan, serta digunakan untuk produksi pangan dan aditif
pangan. Menurut Sopandi dan Wardah (2014) di antara 4 kelompok
mikroorganisme pangan, bakteri merupakan kelompok terbesar. Hal itu
disebabkan karena bakteri dapat berada di hampir semua jenis pangan dengan laju
pertumbuhan yang tinggi, bahkan pada pangan yang tidak dapat ditumbuhi oleh

2
khamir dan kapang. Bakteri juga merupakan kelompok mikroorganisme paling
penting yang menyebabkan

3
3

kerusakan pangan dan menimbulkan penyakit bawaan pangan (Sopandi dan


Wardah, 2014).

2.2 Mikroba Perusak Pangan


Faktor–faktor intrinsik atau faktor dalam  yang dapat mempengaruhi populasi
mikroorgannisme didalam makanan meliputi sifat-sifat kimia atau komposisi, sifat
fisik dan struktur makanan. Faktor ini meliputi nilai  aktivitas aira(Aw),
komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet alamiah atau
tambahan dan sebagainya. Menurut Muchtadi (1987), faktor-faktor penyebab
pertumbuhan mikrobiologi adalah :
1. Aktivitas Air
Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan makanan dan
jenis mikrooganisme khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk
setiap jenis bahan makanan. Bahan makanan dengan kadar air tinggi ( nilai
aw: 0,95 – 0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme
dan biasanya kerusakan akan lebih banyak karena bakteri dapat tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan kapang dan khamir.
2. Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0.
Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0 dan
hanya jenis-jenis tertentu saja mikroorganisme yang ditemukan pada bahan
makanan dengan pH yang lebih rendah.
3. Potensial Redoks
Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu sistem indeks dari
tingkat oksidasinya. Bahan makanan dengan potensial redoks yang tinggi
akan membantu pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme yang bersifat
aerobik seperti Pseudomonas.
4. Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme yang
dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat gizi yang
penting tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan makanan
4

dengan gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan mikrooragnisme


seperti, Lactobacillus yang membutuhkan banyak zat gizi.
5. Bahan Anti Mikrobial Alamiah
Bahan anti mikroba dapat diperoleh secara alamiah pada bahan-bahan
makanan seperti minyak essensial dan tanin pada bahan makanan asal
tumbuh-tumbuhan dan lizozyme serta avidin pada bahan makanan dari
hewani seperti telur.
6. Struktur Biologis
Struktur biologis seperti lapisan kulit telur, kutikula dari bagian tanaman
berguna untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam bahan
makanan.

2.3 Produk Pertanian (Sayur-sayuran)


Beberapa indikator mikroorganisme pembusuk pada bahan pangan adalah
bakteri yang tergolong ke dalam bakteri koliform, bakteri ini hampir ada pada
setiap bahan pangan yang telah mengalami  tahap  pengolahan. Splittstoesser dan
Wettergreen (1981) melakukan pengamatan terhadap beku, melaporkan adanya
Enterobacter dan Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di kebun yang
merupakan mikroflora normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak dapat
dijadikan sebagai indicator sanitasi. Sedangkan terkontaminasinya sayuran oleh
koliform fekal seperti Escheria coli yang sebenarnya jarang ditemukan pada
sayuran dapat menjadikan bakteri ini sebagai mikroorganisme indicator sanitasi
pada sayuran.
Sayuran segar lebih banyak terkontaminsasi E.coli dibandingkan dengan
sayuran beku. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran jarang
terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah
pemanenan sayuran dicuci dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran
bukan termasuk ke dalam habitat normal E.coli. 3)  Kemingkinan terjadi
kontaminasi kotoran maupun koliform fekal pada sayuran, tetapi E.colimerupakan
bakteri yang sensitive terhadap proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan
terdeteksi pada produk sayuran beku.
5

Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara
sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah
6

terbebas dari mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh


selama penyimpanan pada suhu simpan yang normal.  Pengujian untuk kualitas
keamanan makanan kaleng yang terutama adalah Clostridium botulinum. Bakteri
ini tergolong bakteri anaerobic yang membentuk spora dan bersifat mesofilik, dan
juga merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan
keracunan yang bersifat fatal. Untuk pengujian terhadap mikroorganisme
indikator sanitasi ini yang paling sering dilakukan terhadap makanan kaleng.
Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah
atau dekat dengan tanah. Mikroba tertentu seperti Liver fluke dan Fasciola
hepatica akan berpindah dari tanah ke selada air akibat penggunaan kotoran
kambing atau domba yang tercemar sebagai pupuk. Air irigasi yang
tercemarShigella sp., Salmonella sp., E. coli, dan Vibrio cholerae dapat
mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillus sp., Clostridium sp.,
dan Listeria monocytogenes dapat mencemari buah dan sayur melalui tanah.
Namun, penanganan  dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan
bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora (Djaafar, 2007). 
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum “Uji Keamanan Pangan dari Cemaran Mikrobiologis”
dilaksanakan pada pukul 07.30-09.00 WIB hari jumat, tanggal 13 November 2019
dan hari jumat, tanggal 20 November 2019 yang bertempat di Laboratorium
Bioteknologi Lt. 3 Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, rak
tabung reaksi, tabung reaksi, incubator, magnetic stirrer, gelas kod, gelas ukur,
mikropipet, hotplate, dan neraca analitik. Adapun bahan-bahan yang digunakan
dalam praktikum ini adalah EMB, NA, rabeg berbeda tempat, aquades,
alumunium foil, dan plastic tahan panas.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum kali ini, yaitu:
1. Ditimbang EMB 18 gram dan NA 14 gram kemudian dimasukan
kedalam gelas kod yang berbeda dan sudah ditambahkan aquades 100
mL;
2. Ditimbang rabeg 25 gram dan diletakkan kedalam cawan petri;
3. Dipanaskan media menggunakan hotplate;
4. Dimasukkan rabeg ke 225 mL larutan fisiologis sebagai pengenceran 1;
5. Dimasukkan tiap 1 pengenceran ke 5 cawan petri dan dilakukan duplo;
6. Dihomogenkan dengan memutar membentuk angka 8;
7. Diinkubasi selama 48 jam;
8. Diamati dan dicatat hasilnya pada table.

6
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Gabungan
No Nama Tempat Pengenceran Gambar Jumlah Keterangan
sampel sampel koloni
1. Rabeg pak H. Sempu 165
Naswi

108

126

98

26 (165+108+1
26+98+26+1
10-1 32+29+41+1
132
4+24) : 10 =
76,3
29

41

14

24

10-2 79 (79+73+26+
26+93+138+
84+48+53) :
73 10 = 62

7
26

26

93

138

84

48

53

10-3 319 (319+102+3


00+110+267
+190+410+2
102 63+470+77)
; 10 = 250,8

300

110

267

190

410

263

7
470

77

224

378

231

317

168 (224+378+2
31+317+168
+155+189+1
10-4
155 16+156+290
) : 10 +=
222,4
189

116

156

290

10-5 202 (202+192+1


30+150+262
+189+88+21
192 0+288+118)
: 10 = 182,9

130

7
150

262

189

88

210

288

118

Table 2. Hasil Pengamatan Sesi 2


No Nama Tempat Pengenceran Gambar Jumlah Keterangan
sampel sampel koloni
1. Rabeg Ibu Hj. Sempu 10-1 123 (123+105+8
Ade 1+50+1+132
+29+41+14+
105 24) : 10 = 60

81

50

132

29

7
41

14

24

116

320

130

273

(116+320+1
406 30+273+406
-2
10 +2+148+51+
170+99) : 10
2 = 171,5

148

51

170

10-3 156 (156+293+2


69+21+46+8
2+410+163+
293 470+77) ; 10
= 188,7

269

7
21

46

82

410

263

470

77

10-4 33 (33+47+78+
9+98+160+5
1+100+15+7
47 5) : 10 +=
66,6

78

98

160

51

100

7
15

75

74

44

65

41

104 (74+44+65+
41+104+110
10-5 +110+76+87
110
+109) : 10 =
82
110

76

87

109

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini percobaan yang dilakukan adalah uji cemaran
mikrobiologis pada olahan daging. Sampel olahan daging yang digunakan adalah
rabeg. Menurut Ulung dan Rona (2014), rabeg merupakan masakan berbahan
dasar daging dan berkuah seperti semur. Selain rasa manis dari kecap, rabeg

7
memiliki cita rasa pedas dengan bumbu dasar bawang merah, bawang putih, dan
lada. Rasa pedasnya menjadi lebih kompleks dan unik dan lebih kaya dengan
ditunjang bumbu rempah lainnya. Kuah rabeg bewarna coklat hasil dari
percampuran air murni dan bumbu rempah yang bisa menghangatkan tubuh. Kuah
tersebut juga dipercaya dapat mengurangi kandunga lemak. Proses pembuatan
rabeg juga tidak terlalu rumit, setelah daging direbus dan dipotong-potong lalu
dimasukan ke dalam tumisan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme dalam Pangan
Adanya pengaruh selektif terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme awal yang
terdapat pada makanan dapat mempengaruhi populasi mikroorganisme yang
terdapat pada setiap makanan baik jumlah maupun jenisnya. Berbagai pengaruh
selektif menyebabkan satu atau beberapa jenis mikroorganisme mungkin menjadi
dominan dibanding dengan jenis mikroorganisme lain. Suatu kelompok
mikroorganisme yang terdapat dalam suatu pangan dapat tumbuh subur, tetap
dominan, atau mati sangatlah bergantung pada beberapa faktor penyebab. Suatu
mikroorganisme dikatakan dominan apabila keadaan mikroorganisme tersebut
tidak mati dan juga tidak dapat tumbuh karena tidak melakukan metabolisme.
Menurut Sopandi dan Wardah (2014) berbagai faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan ditentukan oleh karakteristik
fisikakimia pangan (faktor intrinsik), kondisi lingkungan penyimpanan (faktor
ekstrinsik), dan karakteristik, interaksi antarmikroorganisme (faktor implisit), dan
faktor pengolahan pangan.
Faktor Intrinsik Pangan Faktor intrinsik bahan makanan merupakan semua
faktor yang mempengaruhi populasi mikroorganisme yang berasal dari bahan
makanan. Faktor ini dapat meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik, dan
struktur makanan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Aktivitas Air (aw = water activity) Bahan pangan dengan kadar air tinggi (nilai
aw: 0,95-0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme,
tetapi karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat dari pada kapang dan khamir, maka
kerusakan akibat bakteri lebih banyak dijumpai (Supardi dan Sukamto, 1999) 2.
Nilai pH Nilai pH bahan pangan pada umumnya berkisar antara 3,6 sampai 8,0.
Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 – 8,0, maka hanya

7
jenis-jenis tertentu saja ditemukan pada bahan pangan yang mempunyai nilai pH
rendah (Supardi dan Sukamto, 1999). Setiap spesies mempunyai pH optimum dan
kisaran pH untuk pertumbuhan yang berbeda. Bakteri gram negatif mempunyai
sensitifitas lebih rendah dibandingkan dengan bakteri gram positif. Kisaran nilai
pH untuk pertumbuhan bakteri gram positif 4,0-8,5 dan bakteri gram negatif 4,5-
9,0 (Sopandi dan Wardah, 2014). 3. Potensial Redoks (Eh) Potensial redoks dalam
pangan dipengaruhi oleh komposisi kimia, pemberian perlakuan pengolahan
tertentu dan kondisi penyimpanan yang berhubungan dengan udara. Pertumbuhan
mikroorganimse dan kemampuannyauntuk menghasilkan energi melalui reaksi
metabolik bergantung pada potensial redoks pangan. Nilai Eh untuk aerob adalah
+500 sampai +300mV, fakultatif anaerob +300 sampai +100mV, dan obligat
anaerob +100 sampai -250mV atau lebih rendah (Sopandi dan Wardah, 2014:96)
4. Nutrisi Sel mikroorgaisme yang tumbuh dalam pangan, nutrisi tersebut dipasok
dari pangan. komponen yang dapat digunakan sebagai nutrisi mikroorganisme
adalah karbohidrat, protein, lipida, mineral, dan vitamin. Beberapa
mikroorganisme dalam pangan dapat memanfaatkan gula, alkohol, dan asam
amino sebagai sumber energi (Sopandi dan Wardah, 2014).
Komposisi kimiawi dari bahan pangan dapat menentukan mikroorganisme
yang dominan di dalamnya, karena hal tersebut menentukan jumlah nutrisi yang
penting dan tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Setelah kematian dan
lisis, sel mikroorganisme mengeluarkan enzim intraseluler yang juga
mengkatalisis pemecahan kompleks nutrisi pangan menjadi molekul bentuk
sederhana, kemudian dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme lain.
Faktor Ekstrinsik Pangan Bahan pangan segar atau produk makanan olahan
yang tidak langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau
transpor/distribusi. Faktor ekstrinsik pangan yaitu lingkungan yang
mempengaruhi populasi mikroorganisme yang terdapat pada makanan.Adapun
faktor ekstrinsik pangan tersebut yaitu. 1. Kelembapan relatif Daerah yang
mempunyai aw tinggi dapat menjadi tempat memulai pertumbuhan
mikroorganisme (Sopandi dan Wardah, 2014). Pangan yang mempunyai
permukaan mudah mengalami kerusakan oleh kapang, khamir, dan beberapa
bakteri harus disimpan pada kondisi kelembaban relatif rendah. 2. Suhu Pangan

7
dapat terpapar oleh berbagai suhu yang berbeda sejak mulai waktu produksi
hingga waktu pangan tersebut dikonsumsi. Sel akan cepat mati pada pangan yang
terpapar oleh suhu tinggi diatas suhu maksimum untuk pertumbuhan dan relatif
lebih lambat mati pada pangan yang terpapar suhu rendah rendah, di bawah suhu
minimum untuk pertumbuhan (Sopandi dan Wardah, 2014). 3. Gas Atmosfir
Komposisi gas di atmosfir berpengaruh terhadap potensial redoks, serta
menentukan perkembangan dan laju pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan.
Karbondioksida mempunyai efek yang berbeda terhadap mikroorganisme. Kapang
dan bakteri gram negatif oksidatif lebih sensitif, tetapi bakteri gram positif
cenderung lebih resistan. Efek penghambatan karbondioksida terhadap
pertumbuhan mikroorganisme telah diaplikasikan dalam pengemasan pangan
(Sopandi dan Wardah, 2014).
Media EMB digunakan untuk mengetahui cemaran bakteri E.coli pada olahan
daging. Menurut Kartika et al (2014), media EMB merupakan media padat yang
dapat digunakan untuk identifikasi bakteri E. coli. Laktosa dan zat pewarna eosin
serta metilen biru mampu membedakan antara enterik yang memfermentasi
laktosa dengan nonfermenter. Bakteri bakteri E. coli yang tumbuh pada media
EMB akan berwarna hijau metalik, sedangkan bakteri Coliform lain, seperti
Enterobacter aerogenes akan berwarna merah muda di atas media EMB. Bakteri
enterik nonfermenter laktosa membentuk koloni tidak berwarna dan kelihatan
transparan.
Setelah setiap pengenceran diberikan media dan dilakukan duplo, kemudian
dilakukan inkubasi selama 48 jam dengan suhu 35℃. Setelah selesai inkubasi,
terlihat koloni pada cawan tersebar dan banyak. Terutama pada pengenceran 10 -1
bakteri terlihat lebih dari 100, kemudian pada pengenceran selanjutnya bakteri
terlihat mulai sedikit tidak sebanyak pada pengenceran pertama. Menurut Standar
Nasional Indonesia (2016), cemaran mikroba pada produk olahan daging untuk
E.coli min. 10 koloni/g dan max. 102 koloni/g, untuk S.aureus min 2,5 x 102
koloni/g, max. 104 koloni/g, sedangkan untuk salmonella negatif /25 g.

7
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa pada praktikum uji cemaran mikrobiologis pada
olahan daging. Sampel olahan daging yang digunakan adalah rabeg, media yang
digunakan dalam praktikum ini EMBA dan NA. Pada NA bakteri lebih banyak
tumbuh dari pada EMBA. Hijau metalik pada EMBA adalah bakteri e.coli.
Karena praktikum yang kurang aseptis maka banyak sekali bakteri yang tumbuh
pada media EMBA dan NA.

5.2 Saran
Pada saat praktikum diharapkan praktikan lebih kondusif, lebih berhati-hati
pada penggunaan alat yang digunakan saat praktikum. Sangat dianjurkan
praktikan membaca modul sebelum praktikum berlangsung, agar praktikan tidak
kebingungan pada saat praktikum berlangsung.

7
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Kartika, P. Hastuti, dan W. Supartono. 2014. Pedoman Uji Inderawi


Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Budiyanto, M.A.K., (2002), Dasar-dasar Ilmu Gizi, Malang: UMM Press. Hal.
149.

Djaafar. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakita yang


Ditimbulkan dan Pencegahannya.http://pustaka-deptan.go.id.
Muctahdi, Dedi. 1978. Mikrobiologi Hasil Pertanian 1.  DEPDIKBUD. Jakarta.

Sopandi,T dan Wardah.2014.Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik.Maya(ed).


Yogjakarta:ANDI Yogyakarta

Sukarta, Wayan. 2008. Mikroorganisme Dalam Bahan Makanan. Penerbit


Alumni. Bandung.

7
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. NaCl


Lactobacillu Mikropipet Cawan petri
s MRS Agar

7
Lampiran 2. Alur Kegiatan Praktikum

Anda mungkin juga menyukai