PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengamati cemaran
mikrobiologis produk pangan di pasaran.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
khamir dan kapang. Bakteri juga merupakan kelompok mikroorganisme paling
penting yang menyebabkan
3
3
Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara
sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah
6
6
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Gabungan
No Nama Tempat Pengenceran Gambar Jumlah Keterangan
sampel sampel koloni
1. Rabeg pak H. Sempu 165
Naswi
108
126
98
26 (165+108+1
26+98+26+1
10-1 32+29+41+1
132
4+24) : 10 =
76,3
29
41
14
24
10-2 79 (79+73+26+
26+93+138+
84+48+53) :
73 10 = 62
7
26
26
93
138
84
48
53
300
110
267
190
410
263
7
470
77
224
378
231
317
168 (224+378+2
31+317+168
+155+189+1
10-4
155 16+156+290
) : 10 +=
222,4
189
116
156
290
130
7
150
262
189
88
210
288
118
81
50
132
29
7
41
14
24
116
320
130
273
(116+320+1
406 30+273+406
-2
10 +2+148+51+
170+99) : 10
2 = 171,5
148
51
170
269
7
21
46
82
410
263
470
77
10-4 33 (33+47+78+
9+98+160+5
1+100+15+7
47 5) : 10 +=
66,6
78
98
160
51
100
7
15
75
74
44
65
41
104 (74+44+65+
41+104+110
10-5 +110+76+87
110
+109) : 10 =
82
110
76
87
109
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini percobaan yang dilakukan adalah uji cemaran
mikrobiologis pada olahan daging. Sampel olahan daging yang digunakan adalah
rabeg. Menurut Ulung dan Rona (2014), rabeg merupakan masakan berbahan
dasar daging dan berkuah seperti semur. Selain rasa manis dari kecap, rabeg
7
memiliki cita rasa pedas dengan bumbu dasar bawang merah, bawang putih, dan
lada. Rasa pedasnya menjadi lebih kompleks dan unik dan lebih kaya dengan
ditunjang bumbu rempah lainnya. Kuah rabeg bewarna coklat hasil dari
percampuran air murni dan bumbu rempah yang bisa menghangatkan tubuh. Kuah
tersebut juga dipercaya dapat mengurangi kandunga lemak. Proses pembuatan
rabeg juga tidak terlalu rumit, setelah daging direbus dan dipotong-potong lalu
dimasukan ke dalam tumisan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme dalam Pangan
Adanya pengaruh selektif terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme awal yang
terdapat pada makanan dapat mempengaruhi populasi mikroorganisme yang
terdapat pada setiap makanan baik jumlah maupun jenisnya. Berbagai pengaruh
selektif menyebabkan satu atau beberapa jenis mikroorganisme mungkin menjadi
dominan dibanding dengan jenis mikroorganisme lain. Suatu kelompok
mikroorganisme yang terdapat dalam suatu pangan dapat tumbuh subur, tetap
dominan, atau mati sangatlah bergantung pada beberapa faktor penyebab. Suatu
mikroorganisme dikatakan dominan apabila keadaan mikroorganisme tersebut
tidak mati dan juga tidak dapat tumbuh karena tidak melakukan metabolisme.
Menurut Sopandi dan Wardah (2014) berbagai faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan ditentukan oleh karakteristik
fisikakimia pangan (faktor intrinsik), kondisi lingkungan penyimpanan (faktor
ekstrinsik), dan karakteristik, interaksi antarmikroorganisme (faktor implisit), dan
faktor pengolahan pangan.
Faktor Intrinsik Pangan Faktor intrinsik bahan makanan merupakan semua
faktor yang mempengaruhi populasi mikroorganisme yang berasal dari bahan
makanan. Faktor ini dapat meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik, dan
struktur makanan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Aktivitas Air (aw = water activity) Bahan pangan dengan kadar air tinggi (nilai
aw: 0,95-0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme,
tetapi karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat dari pada kapang dan khamir, maka
kerusakan akibat bakteri lebih banyak dijumpai (Supardi dan Sukamto, 1999) 2.
Nilai pH Nilai pH bahan pangan pada umumnya berkisar antara 3,6 sampai 8,0.
Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 – 8,0, maka hanya
7
jenis-jenis tertentu saja ditemukan pada bahan pangan yang mempunyai nilai pH
rendah (Supardi dan Sukamto, 1999). Setiap spesies mempunyai pH optimum dan
kisaran pH untuk pertumbuhan yang berbeda. Bakteri gram negatif mempunyai
sensitifitas lebih rendah dibandingkan dengan bakteri gram positif. Kisaran nilai
pH untuk pertumbuhan bakteri gram positif 4,0-8,5 dan bakteri gram negatif 4,5-
9,0 (Sopandi dan Wardah, 2014). 3. Potensial Redoks (Eh) Potensial redoks dalam
pangan dipengaruhi oleh komposisi kimia, pemberian perlakuan pengolahan
tertentu dan kondisi penyimpanan yang berhubungan dengan udara. Pertumbuhan
mikroorganimse dan kemampuannyauntuk menghasilkan energi melalui reaksi
metabolik bergantung pada potensial redoks pangan. Nilai Eh untuk aerob adalah
+500 sampai +300mV, fakultatif anaerob +300 sampai +100mV, dan obligat
anaerob +100 sampai -250mV atau lebih rendah (Sopandi dan Wardah, 2014:96)
4. Nutrisi Sel mikroorgaisme yang tumbuh dalam pangan, nutrisi tersebut dipasok
dari pangan. komponen yang dapat digunakan sebagai nutrisi mikroorganisme
adalah karbohidrat, protein, lipida, mineral, dan vitamin. Beberapa
mikroorganisme dalam pangan dapat memanfaatkan gula, alkohol, dan asam
amino sebagai sumber energi (Sopandi dan Wardah, 2014).
Komposisi kimiawi dari bahan pangan dapat menentukan mikroorganisme
yang dominan di dalamnya, karena hal tersebut menentukan jumlah nutrisi yang
penting dan tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Setelah kematian dan
lisis, sel mikroorganisme mengeluarkan enzim intraseluler yang juga
mengkatalisis pemecahan kompleks nutrisi pangan menjadi molekul bentuk
sederhana, kemudian dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme lain.
Faktor Ekstrinsik Pangan Bahan pangan segar atau produk makanan olahan
yang tidak langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau
transpor/distribusi. Faktor ekstrinsik pangan yaitu lingkungan yang
mempengaruhi populasi mikroorganisme yang terdapat pada makanan.Adapun
faktor ekstrinsik pangan tersebut yaitu. 1. Kelembapan relatif Daerah yang
mempunyai aw tinggi dapat menjadi tempat memulai pertumbuhan
mikroorganisme (Sopandi dan Wardah, 2014). Pangan yang mempunyai
permukaan mudah mengalami kerusakan oleh kapang, khamir, dan beberapa
bakteri harus disimpan pada kondisi kelembaban relatif rendah. 2. Suhu Pangan
7
dapat terpapar oleh berbagai suhu yang berbeda sejak mulai waktu produksi
hingga waktu pangan tersebut dikonsumsi. Sel akan cepat mati pada pangan yang
terpapar oleh suhu tinggi diatas suhu maksimum untuk pertumbuhan dan relatif
lebih lambat mati pada pangan yang terpapar suhu rendah rendah, di bawah suhu
minimum untuk pertumbuhan (Sopandi dan Wardah, 2014). 3. Gas Atmosfir
Komposisi gas di atmosfir berpengaruh terhadap potensial redoks, serta
menentukan perkembangan dan laju pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan.
Karbondioksida mempunyai efek yang berbeda terhadap mikroorganisme. Kapang
dan bakteri gram negatif oksidatif lebih sensitif, tetapi bakteri gram positif
cenderung lebih resistan. Efek penghambatan karbondioksida terhadap
pertumbuhan mikroorganisme telah diaplikasikan dalam pengemasan pangan
(Sopandi dan Wardah, 2014).
Media EMB digunakan untuk mengetahui cemaran bakteri E.coli pada olahan
daging. Menurut Kartika et al (2014), media EMB merupakan media padat yang
dapat digunakan untuk identifikasi bakteri E. coli. Laktosa dan zat pewarna eosin
serta metilen biru mampu membedakan antara enterik yang memfermentasi
laktosa dengan nonfermenter. Bakteri bakteri E. coli yang tumbuh pada media
EMB akan berwarna hijau metalik, sedangkan bakteri Coliform lain, seperti
Enterobacter aerogenes akan berwarna merah muda di atas media EMB. Bakteri
enterik nonfermenter laktosa membentuk koloni tidak berwarna dan kelihatan
transparan.
Setelah setiap pengenceran diberikan media dan dilakukan duplo, kemudian
dilakukan inkubasi selama 48 jam dengan suhu 35℃. Setelah selesai inkubasi,
terlihat koloni pada cawan tersebar dan banyak. Terutama pada pengenceran 10 -1
bakteri terlihat lebih dari 100, kemudian pada pengenceran selanjutnya bakteri
terlihat mulai sedikit tidak sebanyak pada pengenceran pertama. Menurut Standar
Nasional Indonesia (2016), cemaran mikroba pada produk olahan daging untuk
E.coli min. 10 koloni/g dan max. 102 koloni/g, untuk S.aureus min 2,5 x 102
koloni/g, max. 104 koloni/g, sedangkan untuk salmonella negatif /25 g.
7
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa pada praktikum uji cemaran mikrobiologis pada
olahan daging. Sampel olahan daging yang digunakan adalah rabeg, media yang
digunakan dalam praktikum ini EMBA dan NA. Pada NA bakteri lebih banyak
tumbuh dari pada EMBA. Hijau metalik pada EMBA adalah bakteri e.coli.
Karena praktikum yang kurang aseptis maka banyak sekali bakteri yang tumbuh
pada media EMBA dan NA.
5.2 Saran
Pada saat praktikum diharapkan praktikan lebih kondusif, lebih berhati-hati
pada penggunaan alat yang digunakan saat praktikum. Sangat dianjurkan
praktikan membaca modul sebelum praktikum berlangsung, agar praktikan tidak
kebingungan pada saat praktikum berlangsung.
7
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, M.A.K., (2002), Dasar-dasar Ilmu Gizi, Malang: UMM Press. Hal.
149.
7
LAMPIRAN
7
Lampiran 2. Alur Kegiatan Praktikum