Anda di halaman 1dari 12

E-LEARNING

MIKROBIOLOGI PANGAN

Modul 5.1.

MIKROBA PATOGEN :
INFEKSI DAN INTOKSIKASI

TIM PENYUSUN :

C.C. NURWITRI
WINIATI PUDJI RAHAYU
HARSI D. KUSUMANINGRUM
SITI NURJANAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
E-Learning Mikrobiologi Pangan

Modul 5.1.
MIKROBA PATOGEN :
INFEKSI DAN INTOKSIKASI

Patogenisitas adalah kemampuan organisme untuk menimbulkan


penyakit. Jika mikroba menyerang inang yaitu jika mikroba masuk ke jaringan
tubuh dan kemudian berkembang biak disitu maka terjadilah infeksi. Respons
inang terhadap yaitu munculnya atau terganggunya fungsi tubuh, inilah yang
dinamakan penyakit. Jadi yang dimaksud dengan patogen adalah
mikroba/mikroorganisme maupun makroorganisme yang mampu
menimbulkan penyakit. Kemampuan mikroba patogenik untuk menyebabkan
infeksi dipengaruhi oleh beberapa hal, tidak hanya oleh sifat-sifat mikroba
tersebut tetapi juga oleh kemampuan inang untuk menahan infeksi.
Cukup banyak mikroba yang mampu memproduksi toksin. Kemampuan
mikroba untuk menghasilkan toksin serta keampuhan toksin tersebut yang
berdampak buruk terhadap inangnya merupakan fektor penting dalam
kemampuan mikroba tersebut menyebabkan penyakit. Toksin yang dihasilkan
mikroba kemungkinan diekskresikan ke medium di sekitarnya (sehingga
toksinnya disebut eksotoksin) atau tetap disimpan di dalam selnya (disebut
endotoksin) karena merupakan bagian dari sel tersebut. Beberapa penyakit
yang disebabkan oleh bakteri penghasil eksotoksin antara lain botulisme (oleh
Clostridium botulinum), kolera (oleh Vibrio cholerae) atau keracunan pangan
akibat tertelan toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus.
Pemerintah Amerika Serikat melalui FDA (September 2006)
mengeluarkan peringatan kepada konsumen mengenai wabah dari bakteri E.
coli O157:H7 yang terkait dengan pola konsumsi dari makanan yang telah
tercemar. Bukti-bukti yang dihasilkan dari tahap pencegahan awal epidemi
menegaskan bahwa bayam segar memiliki kemungkinan sebagai penyebab
wabah tersebut. Bakteri E. coli O157:H7 dapat menyebabkan diare, seringkali
disertai dengan pendarahan. Walaupun sebagian besar orang dewasa sehat
ternyata dapat sembuh total dalam waktu seminggu, beberapa orang memiliki
kemungkinan terjadinya gagal ginjal yang disebut Hemolytic Uremic
Syndrome (HUS). Gagal ginjal atau HUS tersebut kemungkinan besar terjadi
pada anak kecil dan orang tua. Kondisi tersebut juga dapat menyebabkan

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 1


E-Learning Mikrobiologi Pangan

kerusakan serius pada ginjal bahkan kematian. Saat ini terdapat 50 kasus
yang telah dilaporkan, termasuk 8 kasus HUS dan 1 kasus kematian. Negara
bagian yang dilaporkan terjangkiti penyakit ini sampai saat ini antara lain :
Connecticut, Idaho, Indiana, Michigan, New Mexico, Oregon, Utah, dan
Wisconsin.

A. PENYAKIT AKIBAT PANGAN (FOODBORNE ILLNESS) :

Infeksi

Infeksi ini diakibatkan adanya mikroba patogen yang masuk ke


tubuh melalui makanan. Mikroba yang masuk ke dalam tubuh akan
membentuk koloni dengan menggunakan fimbri atau faktor adheren
lainnya dan dapat menembus (invasi) bagian organ dalam atau jaringan
tubuh menggunakan toxin atau enzim yang dihasilkan. Dampak yang
ditimbulkan umumnya relatif lamban. Contoh mikroba yang
mengakibatkan infeksi Salmonella penyebab penyakit salmonellosis.

Intoksikasi

Intoksikasi disebabkan oleh terkonsumsinya toksin ekstraseluler


yang dihasilkan oleh bakteri yang mencemari makanan. Proses ini tidak
memerlukan adanya mikroba hidup pada makanan yang dikonsumsi,
karena umumnya toksin mikroba telah diekskresikan ke medium di
sekitarnya (ke dalam pangan). Dampak yang ditimbulkan relatif cepat.
Contoh mikroba yang dapat menyebabkan intoksikasi adalah S. aureus
penghasil toksin.

B. FOODBORNE PATHOGENS

Mikroba patogen dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada


manusia melalui makanan. Mikroba patogen ini merupakan penyebab
berjuta-juta kasus penyakit dan ribuan kasus kematian di seluruh dunia,
terutama di negara-negara berkembang. Tidak ada vaksin yang dapat
mencegah atau menyembuhkan sebagian besar kasus patogen ini. Mikroba

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 2


E-Learning Mikrobiologi Pangan

yang dapat penyebab kasus patogen akibat pangan adalah bakteri, virus,
protozoa, dan parasit. Oleh karena itu kasus patogen pada pangan
merupakan faktor penting dalam keamanan pangan.
Langkah-angkah yang diperlukan dalam pencegahan timbulnya
penyakit akibat pangan antara lain :
• Proses disinfeksi pada air minum
• Perawatan pada saluran pembuangan atau limbah cair maupun padat.
• Proses sanitasi dan pasteurisasi pada susu
• Proses sanitasi pada produk kerang olahan
• Pengendalian penyebaran penyakit tuberkulosis melalui pangan.
Walaupun langkah-langkah ini telah diterapkan, kasus patogen
konvensional seperti Salmonella dan Vibrio cholerae tetap menjadi
permasalahan, terutama di negara berkembang. Selain itu masalah-
masalah baru yang timbul menjadi perhatian terutama dalam keamanan
dan kesehatan pangan.
Jenis-jenis mikroba patogen yang perlu diwaspadai antara lain :
• Staphylococcus aureus
• Salmonella spp.
• Clostridium botulinum
• Clostridium perfringens
• Bacillus cereus
Emerging pathogens :
• Campylobacter jejuni
• Campylobacter fetus ssp. fetus
• Crytosporidium parvum
• Cyclospora cayetanensis
• Escherichia coli O157:H7 dan kerabat ETEC (contohnya E. coli O111:NM
dan E. coli O104:H21)
• Listeria monocytogenes
• Norwalk-like virus
• Nitzschia pungens (amnesic shellfish poisoning)
• Salmonella enteritidis
• Salmonella typhimurium DT 104

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 3


E-Learning Mikrobiologi Pangan

• Vibrio cholerae 01
• Vibrio vulnificus
• Vibrio parahaemolyticus
• Yersinia enterocolitica
Metode utama dalam pengendalian mikroba patogen antara lain
dengan mengadakan praktek pertanian secara benar (GAP atau Good
Agricultural Practides) serta proses produksi/pengolahan yang benar,
membersihkan dan mensanitasi peralatan yang akan digunakan,
mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi silang, mencuci dengan air
bersih dan membilasnya dengan larutan yang mengandung antimikroba
/disinfektan dengan konsenstrasi yang tepat agar mikroba sasaran dapat
dibunuh namun tidak menimbulkan dampak negatif yaitu adanya residu
disktan yang berlebihan. Cara yang lain adalah dilakukannya proses
penyimpanan pangan pada suhu dingin, proses pasteurisasi dan proses
pemanasan pada pangan atau produk olahan, juga proses irradiasi yang
semuanya bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak
diinginkan, terutama bakteri patogen.
Produk pangan baik yang mentah maupun yang telah diproses
tidaklah 100% steril. Selalu ada asumsi bahwa kemungkinan terdapat
bakteri patogen pada beberapa kelompok produk pangan, seperti :
• Salmonella pada produk hewani
• Trichinella pada babi
• Fasciola hepatica pada daging sapi/hati di Indonesia
• Anisakids pada produk ikan kembung di Indonesia
Sumber mikroba pada makanan ternyata beraneka ragam. Pada
produk pangan asal hewani/nabati umumnya masih mungkin menjadi
sumber mikroba, walaupun ada tanaman / hewan yang memiliki pelindung
eksternal, bahkan beberapa diantaranya memiliki pelindung internal,
sedangkan ada pula asumsi bahwa tanaman yang baru dipanen atau
ternak yang baru disembelih dianggap dalam kondisi steril.
Mikroba dapat mengkontaminasi makanan melalui permukaan
makanan, peralatan pengolahan dan peralatan makan, juga melalui

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 4


E-Learning Mikrobiologi Pangan

orang, tikus, serangga, hewan peliharaan ataupun burung, serta melalui


medium air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan patogen pada
pangan antara lain nutrisi pada pangan, nilai pH, aktivitas air, ada
tidaknya oksigen, suhu dan waktu kontak mikroba tersebut pada pangan
serta interaksi mikrobial. Beberapa mikroba patogen membutuhkan nutrisi
seperti protein dan vitamin, namun beberapa diantaranya dapat tumbuh
dalam kondisi medium dengan nutrisi minimal. Kondisi tersebut tentu saja
menguntungkan mikroba untuk pertumbuhannya namun jelas merugikan
manusia.
Faktor keasaman produk atau nilai pH juga mempengaruhi
pertumbuhan mikroba patogen. Secara umum mikroba patogen tumbuh
dalam kondisi pH mendekati 7,0. Untuk mengurangi resiko kontaminasi
pada pangan, maka pangan tersebut dapat dimodifikasi nilai pHnya
(tepatnya diturunkan nilai pHnya) dengan menggunakan asam organik
maupun inorganik. Beberapa patogen seperti Salmonella, S. aureus dan
Listeria monocytogenes dapat rusak melalui perlakuan asam namun
mikroba tersebut mampu memperbaiki diri sendiri dan memulihkan
kondisi patogennya.
Faktor lainnya adalah akitvitas air (Aw) dan ketersediaan oksigen.
Umumnya nilai Aw yang dapat ditoleransi bakteri patogen adalah 0,980-
0,998; dan pertumbuhan menjadi lambat pada Aw di bawah 0.980 kecuali
pada S. aureus yang dapat tumbuh pada kondisi Aw 0,86. Sedangkan
pada faktor ketersediaan oksigen, bakteri patogen terbagi menjadi
kelompok anaerobik obligat yang tidak dapat hidup dalam kondisi adanya
oksigen, dan aerobik obligat dimana bakteri tersebut hanya dapat hidup
pada kondisi lingkungan yang memiliki oksigen.
Mengenai faktor suhu dan waktu yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba, secara umum bakteri patogen tumbuh pada suhu
mendekati 270C. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses
pengolahan pangan dan saat dikonsumsi akan menentukan adanya
peluang pertumbuhan bakteri patogen pada pangan tersebut.
Penyimpanan pangan pada suhu dingin bertujuan untuk memperlambat

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 5


E-Learning Mikrobiologi Pangan

pertumbuhan bakteri, namun perlu diketahui bahwa beberapa bakteri


memiliki sifat psikrofilik atau tahan suhu dingin, seperti pada bakteri
Aeromonas hydrophyla, Clostridium botulinum type E, Listeria
monocytogenes, Yersinia enterolitica, dan beberapa Enteropatogen seperti
E. coli.
Bakteri patogen jarang ditemukan dalam kondisi sebagai kultur
murni pada pangan, sehingga adanya kompetisi di antara bakteri sangat
menentukan pertumbuhan bakteri tersebut. S. aureus termasuk bakteri
yang tidak mampu berkompetisi pada produk susu mentah atau daging,
yang disebabkan karena beberapa faktor, antara lain : penggunaan
oksigen oleh bakteri lain, penggunaan sejumlah asam amino oleh
Pseudomonas aeruginosa, serta penggunaan sejumlah vitamin (seperti
niasin dan biotin) oleh Streptococci. Bakteri S. aureus yang berpindah ke
dalam pangan olahan (biasanya perpindahan tersebut melalui pekerja
pengolahan pangan) dalam beberapa waktu akan tumbuh. Hal ini
disebabkan sedikitnya atau mungkin tidak adanya kompetitor dari bakteri
lain, sehingga S. aureus dapat tumbuh dengan cepat. Bilamana S. aureus
tumbuh dalam kondisi suhu yang sesuai dan dalam jangka waktu yang
cukup maka bakteri tersebut mampu menghasilkan enterotoksin.
Jenis-jenis patogen pada kelompok makanan tertentu antara lain :
• Pada daging umumnya mengandung kontaminan dari saluran
pencernaan hewan seperti Enterobactericeae, bakteri Gram-positif
pembentuk spora, Yersinia enterolitica, Trichinella spiralis, dan
Toxoplasma gondii.
• Pada produk susu umumnya terdapat bakteri yang berasal dari sapi
mastitis, seperti Coxiella burnetti, Mycobacterium bovis dan Brucella
spp.
• Pada produk telur umumnya mengandung bakteri yang berasal dari
feses ayam, seperti Salmonella dan Campylobacter. Terkecuali pada S.
enteritidis yang berasal dari saluran ovari (transovarian).

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 6


E-Learning Mikrobiologi Pangan

C. BAKTERI PATOGEN PENYEBAB FOODBORNE DISEASES

1. Salmonella sp (salmonellosis)

Salmonella sp dapat menyebar bila makanan yang telah


terkontaminasi (seperti daging, telur dan produk hewani) dikonsumsi
mentah atau belum matang. Selain itu apabila pada saat pemasakan
produk makanan tersebut juga mengalami kontak dengan bahan
makanan mentah yang telah terkontaminasi, atau ketika orang yang
telah terinfeksi yang menyiapkan makanan dan akhirnya
mengkontaminasi makanan tersebut.
Masa inkubasi selama 6-48 jam. Gejala yang timbul setelah
pangan dikonsumsi adalah demam, pusing, kram perut, diare dan
muntah-muntah selama 2-7 hari. Salmonellosis dapat berakibat fatal
pada bayi, orang tua, dan orang yang mengalami permasalahan pada
imunitas (daya imunitas terbatas).
Langkah pencegahannya adalah dengan memisahkan makanan
mentah dari makanan yang telah dimasak. Telur, daging dan produk
hewani harus dimasak hingga matang. Selain itu sebaiknya tidak
meninggalkan makanan pada suhu ruang selama lebih dari 2 jam, serta
diusahakan untuk menyimpan di refrigerator (pada suhu kurang dari
40C).

2. Shigella spp. (Shigellosis)

Penyebarannya melalui orang yang memiliki kebiasaan


kebersihan yang buruk yang menangani makanan cair atau makanan
basah yang tidak dimasak dengan benar. Shigella dapat
memperbanyak diri pada suhu ruangan. Selain itu Shigella dapat
tumbuh pada produk hewani seperti susu dan daging, salad, dan
makanan lainnya yang memerlukan banyak proses dan penanganan,
juga pada makanan yang tidak memerlukan proses pemanasan lebih
lanjut.
Masa inkubasinya 1-7 hari. Gejala yang timbul antara lain sakit
perut, diare, demam selama 5-6 hari. Kasus paling serius terjadi pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 7


E-Learning Mikrobiologi Pangan

bayi, orang tua, orang sakit atau yang memiliki masalah pada imunitas.
Tindakan pencegahan yang dapat diambil adalah dengan
mempraktekkan kebiasaan higenis perorangan dan sanitasi pada
penanganan makanan, selalu menyimpan makanan di dalam
refrigerator, serta tidak menyimpan makanan di luar (pada suhu
kamar) lebih dari 2 jam.

3. Escherichia coli O157:H7 (Hemorrhagic colitis)

Toksin serotip O157:H7 menyebar melalui konsumsi air yang


telah tercemar limbah pembuangan. Selain itu dapat juga timbul pada
daging mentah atau susu non-pasteurisasi.
Masa inkubasinya selama 3-4 hari. Dampak yang ditimbulkan
antara lain kram perut yang akut (terkadang terjadi pendarahan),
muntah-muntah dan demam selama 10 hari. Dapat juga timbul
komplikasi Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), atau infeksi pada
saluran urin yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada anak-anak.
Langkah-langkah pencegahannya adalah dengan tidak meminum
air yang belum diproses atau susu non-pasteurisasi. Makanan harus
dimasak dengan benar dan dipanaskan ulang setidaknya hingga suhu
740C, juga tidak menyimpan makanan lebih dari 2 jam tanpa di
refrigerator.

4. Campylobacter jejuni (Campylobacteriosis)

Penyebarannya melalui air minum yang tidak diproses, hewan


peliharaan yang terinfeksi, dan konsumsi produk pangan mentah atau
tidak dimasak dengan benar. Masa inkubasi berlangsung 2-3 hari.
Gejala yang timbul antara lain diare akut (kemungkinan terjadinya
pendarahan), kram, demam, pusing selama 1-18 hari.
Langkah pencegahannya adalah dengan memasak terlebih
dahulu air minum atau mengkonsumsi susu yang telah dipasteurisasi
dan makanan yang telah dimasak, serta menjaga kebersihan dan
sanitasi.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 8


E-Learning Mikrobiologi Pangan

5. Listeria monocytogenes (Listeriosis)

Bakteri ini dapat ditemukan di lingkungan alam, pengolahan


makanan, dan saluran pencernaan hewan. Penyebarannya melalui air
yang tidak bersih, susu non-pasteurisasi, dan makanan mentah lainnya.
Masa inkubasi selama 3-30 hari. Pada orang dewasa dapat terjadi
gejala demam, menggigil dan simptom mirip flu pada intestinal. Pada
anak kecil atau bayi dapat timbul gejala muntah-muntah dan kesulitan
bernapas. Kemungkinan terjadi pula komplikasi meningitis, keracunan
pada darah, keguguran ataupun kelahiran dini pada bayi.
Tindakan pencegahannya adalah dengan cara menghindari
konsumsi susu mentah dan keju yang dibuat dari susu non-
pasteurisasi, dan selalu mengkonsumsi makanan yang telah diproses
terlebih dahulu.

6. Staphylococcus aureus (staph)

Dapat ditularkan pada manusia melalui kulit. Bakteri


Staphylococcus dapat memproduksi toksin pada suhu hangat, dan
dapat tumbuh pada makanan seperti daging dan produk hewani
lainnya, salad, keju, telur, custard, dan makanan penutup yang
mengandung krim
Masa inkubasi selama 1-6 jam. Gejalanya antara lain muntah-
muntah, diare, dan kram pada perut yang berlangsung 1-2 hari, namun
jarang berakibat fatal. Proses pemasakan tidak akan menghancurkan
bakteri Staphylococcus, oleh karena itu praktek sanitasi dan higienis
sangat diperlukan dalam pemrosesan makanan. Sebaiknya makanan
disimpan di suhu dingin.

7. Bacillus cereus (keracunan akibat B. cereus )


Penyebarannya melalui spora dalam jumlah besar yang
menghinggapi makanan yang telah dimasak. Spora tersebut akan
menghasilkan toksin emetik dan enterotoksin pada makanan yang tidak
dipanaskan dengan benar.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 9


E-Learning Mikrobiologi Pangan

Masa inkubasinya 1-5 jam yang disertai gejala muntah-muntah.


Selain itu pada 4 hingga 16 jam kemudian terjadi gejala diare dan kram
pada perut yang dapat berlangsung 12-24 jam, namun jarang
berakibat fatal.
Tindakan pencegahannya antara lain dengan menyimpan
0
makanan dalam kondisi panas (di atas 60 C) atau dingin (di bawah
40C). Pemanasan ulang pada makanan sebaiknya dilakukan pada suhu
di atas 740C. Waspadai kemungkinan tumbuhnya B. cereus dalam
pemasakan kembali nasi yang tersisa, pasta ataupun nasi goreng.

8. Clostridium botulinum (Botulism)

Bakteri ini paling banyak ditemukan pada produk makanan


rendah asam yang dikalengkan tidak dengan benar. Adanya bakteri
maupun toksin yang dihasilkannya dapat diketahui melalui adanya
cairan jernih agak keputihan, kemasan yang retak, tutup yang kendor
atau terlalu rapat, atau timbulnya bau tidak sedap. Saat ini penyakit
botulism juga dikaitkan dengan makanan yang dimasak dalam kondisi
rendah oksigen (contohnya dalam kemasan foil atau vakum) yang telah
disimpan dalam suhu ruangan selama kurun waktu panjang.
Masa inkubasinya 4-72 jam dan disertai gejala-gejala seperti
gangguan pada sistem syaraf (penglihatan berbayang, mata
mengantuk, kesulitan dalam berbicara ataupun kesulitan dalam
menelan maupun bernapas). Apabila tidak ditangani segera maka akan
berakibat fatal.
Tindakan pencegahannya antara lain dengan mengamati secara
cermat produk pangan yang diproses dgnandalam kemasan kaleng dan
tidak menggunakan produk dengan kemasan yang tidak benar atau
menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Selain itu masakan harus
dimasak dengan matang dan disimpan di suhu refrigerator.

9. Clostridium perfringens (Keracunan makanan Perfringens)


Bakteri ini umumnya terdapat pada produk makanan yang biasa
disajikan dalam buffet dan dapat tumbuh dengan cepat pada sejumlah

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 10


E-Learning Mikrobiologi Pangan

besar makanan yang didinginkan secara perlahan. Selain itu


Clostridium perfringens juga dapat ditemukan pada makanan yang
tidak dipanaskan dengan benar atau disimpan dalam suhu dingin.
Masa inkubasinya 8-24 jam dan disertai gejala diare dan
terkadang muntah-muntah yang berlangsung selama sehari. Umumnya
penyakit yang diakibatkannya bersifat sedang, namun dapat berakibat
serius pada pasien anak kecil/bayi, orang tua, orang sakit, dan yang
memiliki masalah dengan imunitas.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan
menjaga makanan tetap panas (di atas 600C) atau dingin (di bawah
40C). Selain itu makanan yang tersisa harus dipanaskan pada suhu di
atas 740C sebalum dikonsumsi.

********

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, 2007 11

Anda mungkin juga menyukai