Foodborne disease dalam bahasa Indonesia adalah penyakit yang dihantarkan melalui
pangan atau sering disebut penyakit akibat pangan, disebabkan oleh konsumsi makanan atau
minuman yang telah terkontaminasi.Sebagai tambahan, zat kimia beracun maupun zat-zat
dasar lain yang mengandung bahaya, jika terkandung di dalam makanan yang kita konsumsi
pun dapat menyebabkan penyakit.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya
manusia membutuhkan makanan untuk hidup. Jika tidak memperhatikan kebersihan makanan
dan lingkungan, makanan dapat merugikan bagi manusia. Makanan yang berasal baik dari
hewan atau tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab
penyakit pada manusia.
Mikroorganisme yang menimbulkan penyakit ini dapat berasal dari makanan asal
hewan yang terinfeksi penyakit tersebut atau tanaman yang terkontaminasi. Makanan yang
terkontaminasi selama prosesing atau pengolahan dapat berperan sebagai media penularan
juga.
Penularan foodborne disease oleh makanan dapat bersifat infeksi. Artinya suatu
penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroorganisma yang hidup, biasanya
berkembangbiak pada tempat terjadinya peradangan. Pada kasus foodborne disease,
mikroorganisme masuk bersama makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh
manusia. Kasus foodborne desease dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat
kematian.
Hingga saat ini lebih dari 250 penyakit bawaan makanan telah diidentifikasikan.
Kebanyakan dari penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri,
virus dan parasit yang dapat dibawa oleh makanan. Jenis lain dari penyakit bawaan makanan
adalah keracunan yang disebabkan oleh racun berbahaya maupun zat kimia yang telah
mencemari makanan, misalnya racun pada jamur. Penyakit akibat bawaan makanan tidak
memiliki suatu gejala khusus, melainkan masing-masing memiliki gejala yang berbeda-beda.
Walaupun demikian, mikroba ataupun racun tersebut kesemuanya memasuki tubuh manusia
melalui saluran pencernaan (gastrointestinal tract) dan seringkali menyebabkan sebuah gejala
disana. Jadi, rasa mual (nausea), muntah, nyeri kontraksi perut dan diare dapat dikatakan
sebagai gejala umum yang tampak pada banyak penyakit yang dibawa oleh makanan.
Banyak mikroba mampu menyebar dengan menggunakan lebih dari satu cara, sehingga
kita tidak dapat selalu tahu apakah penyakit yang kita derita adalah penyakit yang disebabkan
oleh makanan. Pembedaan khas menjadi penting guna menemukan rekomendasi tepat guna
untuk menghentikan penyebaran suatu penyakit, sarana kesehatan masyarakat perlu
mengetahui cara penyakit itu menyebar. Bakteri ini juga dapat menyebar antar anak-anak di
penitipan anak jika higienis pribadi tidak dijaga dengan baik. Tolak ukur penghentian
penyebaran penyakit tersebut bergantung banyak dari penyebab yang disebutkan tadi, jadi
penyebaran bakteri dapat dihentikan mulai dari membuang makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2. Human behavior
Perubahan pola konsumsi masyarakat turut memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya/timbulnya foodborne diseases antara lain banyaknya fast-food restaurrant,
peningkatan kebiasaan makan di luar rumah (eating away from home), peningkatan konsumsi
buah segar, salad yang banyak menggunakan sayuran segar/mentah, makanan-makanan yang
dimasak tidak sempurna (seperi hamburger, scembel eggs, dll). Produk-produk segar tersebut
lebih mudah kontaminasi oleh patogen, baik pada tahap pertumbuhan, panen, dan
pendistribusian. Sedangkan produk-produk yang dimasak setengah matang atau tidak
sempurna mengakibatkan bakteri-bakteri patogen tidak mati oleh pemasakan tersebut.
5. Adaptasi mikroba
Adanya adaptasi atau mutasi mikroba terhadap lingkungan dan seleksi alam.
Pengobatan antimikroba, untuk hewan dan manusia, yang terus-menerus dan tidak terkontrol
akan mengakibatkan timbulnya bakteri-bakteri yang resisten.
Menurut Departemen Kesehatan RI beberapa penyakit yang bersumber dari makanan
dapat digolongkan menjadi :
a. Food Infection (bacteria dan viruses) atau makanan yang terinfeksi seperti terinfeksi
Salmonella, Shigela, Cholera, Tularemia, Tuberculosis, Brucellosis, Hepatitis.
b. Food Intoxication (bacteria) atau keracunan makanan bakteri seperti Staphylococcus food
poisning, Clostridium perfringens food poisoning, Bortulsm food poisoning, Vibrio
parahaemoliticus food poisoning, Bocilus food poisoning.
c. Chemical Food Borne Illnes atau keracunan makanan karena bahan kimia, seperti Cadmiun,
zink, insektisida dan bahan kimia lain.
d. Poisoning Plant and Animal atau keracunan makanan karena hewan dan tumbuhan beracun,
seperti jengkol, jamur, kentang, ikan buntal.
e. Parasites atau penyakit parasit seperti cacing Taeniasis, Cystircercosis, Trichinosis
danAscariasis.
Racun lain dan zat kimia beracun dapat turut menyebabkan penyakit. Manusia dapat
jatuh sakit jika pestisida ditambahkan ke dalam makanan, ataupun jika zat-zat dasar beracun
digunakan dalam persiapan makanan. Setiap tahun manusia jatuh sakit setelah memakan
jamur beracun yang disangka sebagai jamur yang aman dimakan, ataupun setelah memakan
ikan karang yang ternyata beracun.
2.3 Peranan Mikroba dalam Foodborne Disease
Foodborne Disease disebabkan akibat konsumsi makanan atau minuman yang
telah terkontaminasi oleh mikroba. Mikroba merupakan jasad hidup yang ukurannya kecil
sering hal ini karena ukurannya yang kecil, digolongkan menjadi yaitu: (1)Jasad prokariotik
yaitu bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera), (2) Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae
sel tunggal, khamir dan protozoa (Divisio Protista), dan (3) Jasad eukariotik multiseluler dan
multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio Animalia.
Berbagai jenis mikroba pathogen dapat mencemari makanan yang akan
menimbulkan penyakit. Penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua
kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi (keracunan). Infeksi adalah penyakit patogen dapat
menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini diakibatkan
masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh melalui makanan yang sudah tercemar mikroba.
Intoksikasi merupakan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik patogen (baik
itu toksin maupun metabolit toksin). Mikroba tumbuh pada makanan dan memproduksi
toksin, jika makanan tertelan, maka toksin tersebut yang menyebabkan gejala bukan
patogennya.
Adapun mikroba tersebut antara lain bakteri, virus, dan jamur. Pola penyebarannya
yaitu:
Bakteri yaitu melalui daging hewan mentah, seafood (makanan laut) seperti kerang-kerangan
mentah.
Virus yaitu melalui udara yaitu melalui seperti kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
Jamur yaitu melalui makanan yang berasal dari tumbuhan seperti sayuran, kacang-kacangan
yang tidak diolah secara maksimal.
Pencegahan Salmonelosis
Kebanyakan kasus Salmonelosis disebabkan karena memakan makanan yang
tercemar. Oleh karena itu pencegahan yang terbaik untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
Memasak dengan baik makanan yang dibuat dari daging.
Menyimpan makanan pada suhu lemari es yang sesuai.
Melindungi makanan dari pencemaran oleh binatang pengerat, lalat, dan hewan lain.
Penggunaan metode produksi dan pengolahan makanan yang semestinya.
Kebersihan pribadi yang baik serta hidup dengan cara-cara yang memenuhi syarat
kesehatan.
Begitu ditemukan adanya kasus infeksi makanan oleh Salmonella maka harus segera
dilaporkan pada Dinas Kesehatan. Dengan demikian dapat diambil langkah-langkah yang
sesuai untuk melindungi masyarakat dari suatu perjangkitan keracunan makanan. Tidak
ada imunisasi yang efektif terhadap infeksi oleh spesies Salmonella.
b. Clostridium
Botulisme
Botulisme adalah suatu penyakit yang disebabkan keracunan makanan oleh bakteri.
Botulisme berasal dari kata botulisme yang berarti sosis. Penyakit ini diberi nama demikian
karena selama bertahun-tahun sosis yang tidak dimasak dihubungkan dengan penyakit ini.
Botulin, juga dikenal sebagai botox, yaitu toksin bakteri paling mematikan yang dapat
terbentuk pada makanan kaleng yang tidak diproses dengan benar atau cukup dipanasi.
Bakteri penghasil botulin adalah Clostridium botulinum.Clostridium botulinum merupakan
bakteri gram positif, berbentuk batang, membentuk spora, dan bersifat anaerob obligat serta
mampu menghasilkan neurotoksin yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini banyak
terdapat di tanah dan mungkin mencemari hasil pertanian maupun peternakan.
Penyakit ini terjadi karena memakan toksin botulinum yang terdapat dalam
makanan yang diawetkan dengan cara kurang sempurna, seperti yang dijumpai dalam
makanan kaleng. Tetapi botulisme juga dapat disebabkan karena kontaminasi luka yang akan
menghasilkan toksin yang tumbuh pada jaringan mati. Ada tujuh tipe Clostridium botulinum
yang dikenali karena perbedaan antigenik di antara toksin yang dihasilkannya yaitu tipe A, B,
C, D, E, F, dan G. Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan tipe F.
Tipe C dan D menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia, sedangkan tipe G belum
diketahui dapat menyebabkan penyakit atau tidak.
Epidemiologi botulisme
Clostridium botulinum tersebar luas di lingkungan darat dan perairan. Jika sporanya
mencemari makanan yang sudah diolah atau mengadakan kontak dengan luka maka dapat
berkembang biak menjadi sel-sel vegetatif dan menghasilkan toksin. Selain itu infeksi juga
dapat terjadi pada saluran bayi yang disebut botulisme bayi. Toksinnya dihasilkan di dalam
usus bayi, menyebabkan badan lemah, tidak dapat buang air besar, dan lumpuh. Infeksi
semacam ini mungkin disebabkan karena pemberian susu yang mengandung spora
Clostridium botulinum pada bayi.
Pencegahan botulisme
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh
yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang
keliru (khususnya di rumah atau industry rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi,
pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini
mencemari produk pangan dalam kaleng yang beredar asam rendah, ikan asap, kentang
matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan
madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan
sterilisasi panas dan penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi
rumah tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng
dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin
terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap.
Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannya telah menggembung.
c. Staphylococcus
Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan
oleh beberapa tipe Staphylococcus yang tumbuh pada makanan yang tercemar. Salah satu
contoh spesiesnya adalah Staphylococcus aureus yaitumerupakan bakteri berbentuk bulat
(coccus), yang bila diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai
pendek, atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme ini
Gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas,
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Staphylococcus biasanya terdapat
diberbagai bagian tubuh manusia, seperti hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah
memasuki makanan. Organisme ini dapat berasal dari orang-orang yang menangani pangan
yang merupakan penular atau penderita infeksi patogenik (membentuk nanah). Keracunan
makanan oleh Staphylococcus disebut sebagai staphylococcal.
2. Norovirus
Norovirus merupakan virus yang berasal dari golongan Norwalk virus. Merupakan
virus utama penyebab penyakit perut. Termasuk salah satu jenis virus yang belum diketahui
dengan pasti. Penyebab penyakit perut dan penyakit berbahaya lainnya yang menyangkut
pencernaan. Merupakan virus dari family calciviridae. Virus ini memiliki RNA tunggal yang
tidak terbelit. Virus ini menginjeksi dari manusia ke manusia lainnya. Gejala penyakitnya
sering terlihat pada penderita diare. Sering kali dijumpai dalam air yang tidak bersih, kerang-
kerangan, es, telur, salad, dan berbagai makanan kontaminan lainnya. Masa inkubasinya
berkisar 1-2 hari.
3. Virus Hepatitis
Virus dalam air kemasan botol terutama dalam botol plastik berbahan PET (Poly
Ethylene Terphalate), kebanyakan merupakan jenis virus yang menjadi penyebab hepatitis.
Golongan yang termasuk virus ini adalah sebagai berikut:
Reo virus: menginfeksi intestines, paru-paru, ginjal, hati
Rotavirus: memiliki 11 segmen dari untaian ganda RNA, panjangnya berkisar 70 nm, bentuk
tubuh berulik dengan axis tengah dan radiasi terbuka. Merupakan penyebab diare dengan
resiko kematian yang sangat mengancam khususnya untuk bayi dan anak-anak seperti yang
telah dijelaskan tadi.
a. Hepatitis A dan E
Virus hepatitis A dapat menular melalui berbagai cara seperti kontak orang ke orang
atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Orang yang telah
terinfeksi virus hepatitis A dapat menjadi sumber penularan virus yang mengontaminasi
makanan sehingga orang-orang ini tidak diperbolehkan menangani makanan meskipun
mereka tidak terlihat sakit. Oleh karena itulah, orang-orang yang bekerja menangani
makanan, seperti di restoran atau pabrik makanan, harus diberi vaksinasi hepatitis A. Setelah
tertelan, ketahanan virus hepatitis A terhadap asam memungkinkannya lewat dalam perut dan
masuk ke usus halus. Virus ini menginfeksi sel-sel epitel mukosa, berkembang biak dan
menyebar ke sel-sel yang berdekatan dan kemudian masuk ke hati (liver) lewat peredaran
darah keluar. Virus Hepatitis A menginfeksi sel-sel parenkimal hati. Setelah sel dipenetrasi,
virus hepatitis A akan mengambil alih sistem sel tersebut untuk menghasilkan komponen-
komponen virus yang baru dan memicu respons antibodi tubuh. Masa inkubasi (masa antara
pertama kali terpapar virus sampai munculnya gejala-gejala virus hepatitis A adalah 15-50
hari (rata-rata 28 hari). Gejal-gejala awalnya adalah sakit otot, sakit kepala, hilang nafsu
makan (anoreksia), tidak enak perut, demam kemudian diikuti sakit kuning yaitu
penguningan kulit, mata, dan selaput lendir serta air kencing berwarna lebih gelap.
Untuk diagnosis hepatitis A yang akurat diperlukan tes darah untuk mendeteksi antibodi
immune globulin (Ig) M yang muncul ketika sistem kekebalan tubuh merespons virus
hepatitis A. Pencegahan hepatitis A bisa dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan,
membasuh tangan dengan air dan sabun setelah dari kamar mandi, mengganti popok bayi,
dan sebelum menangani makanan; memasak makanan sampai suhu 85 oC atau lebih tinggi
akan menginaktivasi virus hepatitis A. Jika diketahui telah terpapar virus hepatitis A,
pemberian suntikan immune globulin bisa dilakukan. Perlindungan terbaik dari hepatitis A
adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi hepatitis A disarankan bagi anak-anak, bagi mereka yang
akan bepergian ke daerah yang dikenal memiliki tingkat kejadian hepatitis A tinggi,
homoseks, pengguna obat-obatan suntik dan nonsuntik, penderita hemofilia, dan penderita
liver kronis.
Hepatitis Ebanyak terjadi di lingkungan dengan sanitasi yang buruk. Virus Hepatitis E
dapat menular melalui makanan dan air yang terkontaminasi. Tidak ada bukti penularan virus
ini melalui seks dan transfusi darah. Gejala-gejalanya mirip dengan hepatitis A dengan masa
inkubasi 3-8 minggu (rata-rata 40 hari).
Virus Hepatitis E jarang menyebabkan peyakit hepatitis yang kronis, namun bisa sangat
berbahaya bagi wanita hamil. Tidak ada terapi khusus untuk hepatitis E dan cara terbaik yang
bisa dilakukan bersifat pencegahan. Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi dapat
mengurangi risiko hepatitis E. Pencegahan lain adalah air dan makanan dimasak terlebih
dahulu sebelum dikonsumsi.
Alfatoksin
Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin ini pertama kali
diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. A.
flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B 1 dan B2
(AFB1 dan AFB2) Sedangkan A. parasiticus memproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2.
A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-
120C sampai 42-430C dengan suhu optimum 320-330C dan pH optimum 6.
Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB 1 memiliki efek toksik yang paling
tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi
perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A.
Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan
tubuh.
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-
produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga
ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur dan daging ayam. Sudjadi et al (1999)
melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang wanita)
menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang,
kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi pada contoh liver dari 58% pasien
tersebut dengan konsentrasi diatas 400 g/kg.
Okratoksin
Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal
pada manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat karsinogenik. Okratoksin A ini
pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus ochraceus. Secara alami A.
ochraceus terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-
kacangan dan buah-buahan. Selain A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium
viridicatum yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang (temperate), seperti pada
gandum di Eropa bagian utara.
P.viridicatum tumbuh pada suhu antara 0 310 C dengan suhu optimal pada 200C dan
pH optimum 6 7. A.ochraceus tumbuh pada suhu antara 8 370C. Saat ini diketahui
sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan
Okratoksin C (OC). OA adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam.
Hal penting yang berkaitan dengan perdagangan komoditas kopi di pasar internasional
adalah bahwa sebagian besar negara pengimpor/ konsumen kopi mensyaratkan kadar OA
yang sangat rendah atau bebas OA.
Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan pada berbagai produk
ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena OA bersifat larut dalam lemak
sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang berlemak. Manusia dapat terekspose OA
melalui produk ternak yang dikonsumsi.
Zearalenon
Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium
graminearum, F.tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20
250C dan kelembaban 40 60 %. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962.
Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi.
Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantara nya -
zearalenol yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya.
Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3-
hidroksizearalenon, 7-dehidrozearalenon, dan 5- formilzearalenon. Komoditas yang banyak
tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya.
Fumonisin
Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium
spp., terutama F. moniliforme dan F. proliferatum. Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan
pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al., 1988). Selain
F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula kapang lain yang juga mampu memproduksi
fumonisin, yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme.
F. moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5 27,5 0 C dengan suhu
maksimum 32 - 370C. Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia,
terutama negara beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas pertanian yang sering dicemari
kapang ini adalah jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya.
Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B 1 (FB1),
FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut,
FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB1 dan FB2
banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB 1 juga ditemukan pada beras
yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
Keberadaan kapang penghasil fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi
pertanian, terutama jagung di Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi
(1996), Ali et al., 1998 dan Maryam (2000b). Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan
dan manusia belum mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai
mengingat mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat
meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut.
4.4.2 Penanggulangan
Penanggulangan untuk penyakit bawaan makanan(Foodborne Diseases) antara lain :
Diagnosa infeksi melalui pemeriksaan laboratorium guna menentukan jenis organisme
penyebabnya.
Perawatan penyembuhan terhadap penyakit bawaan makanan. Jenis perawatan disesuaikan
dengan jenis penyakit bawaan makanan yang diderita, dan bergantung dari gejala yang
dirasakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Foodborne disease merupakan penyakit yang dihantarkan melalui pangan atau sering disebut
penyakit akibat pangan, disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi.
2. Penyebab terjadinya Foodborne disease antara lain: industrialisasi, urbanisasi, perubahan
populasi dan gaya hidup, pariwisata dan proses pengolahan, pencemaran lingkungan dan
kurangnya pengetahuan pada penjamah makanan dan konsumen tentang usage food
handling.
3. Peranan mikroba dalam Foodborne disease
4. Cara mencegah dan menanggulangi Foodborne diseas.