Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akses untuk memperoleh makanan yang aman dan bergizi

dalam jumlah yang cukup adalah kunci untuk mempertahankan

kehidupan dan meningkatkan kesehatan yang baik. Makanan tidak

aman yang mengandung bakteri berbahaya, virus, parasit atau zat

kimia, menyebabkan lebih dari 200 penyakit, mulai dari diare hingga

kanker. Menurut data World Health Organisation (WHO), diperkirakan

dari 600 juta, hampir 1 dari 10 orang di dunia jatuh sakit setelah

mengonsumsi makanan yang terkontaminasi dan 420.000 orang

meninggal setiap tahun, yang mengakibatkan hilangnya 33 juta tahun

hidup sehat. Anak-anak di bawah usia 5 tahun membawa 40% dari

beban penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan

atau minuman yang tercemar, dengan 125.000 kematian setiap tahun

(WHO, 2017).

Pesatnya perkembangan pembangunan industri di Indonesia

saat ini, ternyata tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan tenaga

kerja dalam menangani pekerjaan secara aman dan sehat.

Permasalahan hygiene sanitasi yang buruk dalam dunia industri

makanan di Indonesia merupakan salah satu bentuk kelemahan

tenaga kerja dalam menangani pekerjaan, dan ternyata merupakan

masalah yang sangat memprihatinkan serta menjadi penyebab utama

1
2

terjadinya kasus keracunan makanan. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Agustin (2005) yang menyatakan bahwa keracunan

makanan bisa disebabkan oleh mikroba patogen ataupun bahan kimia

berbahaya. Semua jenis keracunan makanan di Indonesia lebih dari

90% disebabkan oleh kontaminasi mikroba yang berasal dari

peralatan, bahan makanan, tubuh manusia, air, tanah, dan udara.

Sisanya kurang dari 10% disebabkan oleh bahan kimia baik berasal

dari alam ataupun bahan kontaminasi lingkungan seperti pestisida dan

logam berat (Masdarini, 2013).

Data Laporan Tahunan Badan POM 2011yang melakukan

sampling dan pengujian laboratorium terhadap Pangan Jajanan Anak

Sekolah (PJAS) yang diambil dari 866 Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia menunjukkan

sebanyak 4.808 sampel pangan jajanan anak sekolah 1.705 (35,46%)

sampel diantaranya tidak memenuhi syarat (TMS) keamanan dan atau

mutu pangan. Dan setelah melakukan pengujian terhadap parameter

uji cemaran mikroba, diperoleh hasil 789 (16,41%) sampel

mengandung ALT melebihi batas maksimal, 570 (11,86%) sampel

mengandung bakteri Coliform melebihi batas maksimal, 253 (5,26%)

sampel mengandung Angka Kapang-Khamir melebihi batas maksimal,

149 (3,10%) sampel tercemar Escherichia coli, 18 (0,37%) sampel

tercemar Staphylococcus aureus dan 13 (0,27%) sampel tercemar

Salmonella (BPOM, 2011 dalam Pasalu et al., 2016).


3

Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan

menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan

diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah satunya adalah

pengamanan makanan dan minuman. Upaya pengamanan makanan

dan minuman akan lebih ditingkatkan untuk mendukung peningkatan

dan pemantapan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya

guna. Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari

makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu

(Azari, 2013).

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, maka akan

dilakukan praktikum pemeriksaan bakteri pada makanan dan

minuman, untuk mengamati jumlah bakteri yang ada pada makanan

maupun minuman.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan bakteri pada makanan dan

minuman.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli pada

pisang goreng.

C. Prinsip Kerja

MPN adalah suatu metode enumerasi mikroorganisme yang

menggunakan data dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada


4

medium cair spesifik dalam seri tabung yang ditanam dari sampel

padat atau cair yang ditanam berdasarkan jumlah sampel atau

diencerkan menurut tingkat seri tabungnya sehingga dihasilkan

kisaran jumlah mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN atau

satuan volume atau massa sampel.

Prinsip utama metode ini adalah mengencerkan sampel

sampai tingkat tertentu sehingga didapatkan konsentrasi

mikroorganisme yang pas atau sesuai dan jika ditanam dalam tabung

menghasilkaan frekensi pertumbuhan tabung positif “kadang-kadang

tetapi tidak selalu”. Semakin besar jumlah sampel yang dimasukkan

(semakin rendah pengenceran yang dilakukan) maka semakin “sering”

tabung positif yang muncul. Semakin kecil jumlah sampel yang

dimasukkan (semakin tinggi pengenceran yang dilakukan) maka

semakin “jarang” tabung positif yang muncul. Jumlah

sampel/pengenceran yang baik adalah yang menghasilkan tabung

positif “kadang-kadang tetapi tidak selalu”. Semua tabung positif yang

dihasilkan sangat tergantung dengan probabilitas sel yang terambil

oleh pipet saat memasukkannya ke dalam media. Oleh karena itu

homogenisasi sangat mempengaruhi metode ini. Frekuensi positif (ya)

atau negatif (tidak) ini menggambarkan konsentrasi mikroorganisme

pada sampel sebelum diencerkan.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Hygiene Sanitasi Makanan

1. Definisi Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk

mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya

yang dapat 8 atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau

gangguan kesehatan.Makanan jajanan merupakan makanan dan

minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan

atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum

selain yang disajikan oleh jasa boga, rumah makan atau restoran, dan

hotel (Depkes, 2013).

Mengingat pentingnya makanan bagi tubuh, maka sangat perlu

diperhatikan aspek hygiene dan sanitasi makanan tersebut. Dengan

adanya hygiene dan sanitasi makanan yang baik, maka akan

dihasilkan makanan dengan kualitas baik juga. Untuk mencegah

terjadinya penyakit akibat makanan, kualitas makanan harus dijaga

sesuai dengan syarat-syarat kesehatan (Situmorang, 2013).

2. Manfaat Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Menurut Nuryani (2015), manfaat penerapan sanitasi

makanan, yaitu:
6

a. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan serta mencegah

konsumen dari penyakit.

b. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli.

c. Mengurangi kerusakan makanan atau pemborosan makanan.

3. Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715 Tahun

2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga, terdapat 6

(enam) prinsip hygiene dan sanitasi makanan yaitu pemilihan bahan

makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan

makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan matang

dan penyajian makanan.

a. Cara Pemilahan Bahan Makanan

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui

ciriciri fisik dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran,

bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari

kerusakan dan pencemaran termauk pencemaran oleh bahan kimia

seperti pestisida. Jadi semua bahan makanan disimpan dengan

baik sehingga tidak terjadi kontaminasi atau pencemaran (Wahyuni,

2016).

b. Cara Penyimpanan Bahan Makanan

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan

makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua


7

bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan yang

dapat dilakukan dengan cara mencuci setelah dikeringkan

kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan

disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Wahyuni, 2016)

c. Cara Pengolahan Bahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk

dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan

makanan yang baik adalah mengikuti prinsip-pinsip hygiene

sanitasi. Tujuan pengolahan makanan agar tercipta makanan yang

memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai

serta memepunyai bentuk yang merangsang selera. Dalam proses

pengolahan makanan, harus memenuhi syarat hygiene sanitasi

terutama menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan,

tempat pengolahan atau yang disebut dapur serta kebersihan

penjamah makanan, maka kebersihan dapur harus diperhatikan dan

dijaga kebersihannya dengan mengikuti kaidah Cara Produksi

Makanan Yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practice

(GMP) (Kepmenkes, 2003).

d. Cara Pengangkutan Makanan

Setiap makanan ditempatkan pada wadah terpisah,

Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai dioleh dan jenis

makanan, Tiap wadah mempunyai tutup berventilasi sehingga dapat


8

mengeluarkan uap air dan Makanan berkuah dipisah antara lauk

dengan saus atau kuahnya. Apabila makanan kering atau gorengan

disimpan pada suhu kamar (25-30oC), Makanan basah (kuah, sup,

gulai) harus segera disajikan dengan suhu >60oC, dan Makanan

basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu <10oC

(Wahyuni, 2016).

e. Cara Penyimpanan Makanan Matang

Pengangkutan pada dasarnya mempunyai tujuan, yaitu

bahan makanan tidak sampai tercemar dan bahan makanan tidak

sampai rusak dan mencegah terjadinya pencemaran makanan.

Pencemaran makanan matang lebih berisiko dibanding pencemaran

pada bahan makanan, sehingga pengendalian lebih diperhatikan

pada makanan matang. Dalam proses pengangkutan banyak pihak

yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu,

kendaraan pengangkut (Kepmenkes, 2003).

f. Cara Penyajian Makanan

Tahap penyajian makanan merupakan rangkaian akhir

perjalanan makanan yang diolah. Makanan sebelum disajikan harus

diatur sedemikian rupa sehingga menarik, menambah selera

makan, terhindar dari kontaminasi dan terjaga sanitasinya.

Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah

dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk


9

konsumen memiliki berbagai cara asalkan memperhatikan kaidah

hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan pembungkus, seperti

plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan

tidak berasal dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun.

Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang

digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji

berpakaian bersih dan rapi menggunakan tutup kepala dan

celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan

yang disajikan (Wahyuni, 2015).

B. Tinjauan Umum tentang Bakteri Escherichia Coli

1. Klasifikasi Bakteri Escherichia Coli

Bakteri merupakan organisme uniseluler, prokariotik, dan

umumnya tidak memiliki klorofil dengan ukuran rata-rata selnya 0,5-1 x

2-5 μm, memiliki bentuk yang beraneka ragam yaitu kokus (bulat),

basil (batang), dan spirilia (spiral). Selain berinteraksi intraspesies,

bakteri tersebut juga berinteraksi secara interspesies dengan manusia,

tumbuhan, dan hewan. Dalam interaksinya dengan manusia, bakteri

tersebut ada yang bersifat berbahaya dan yang tidak berbahaya. Salah

satu contoh bakteri patogen adalah Escherichia coli yang diketahui

dapat menyebabkan diare, kolera, dan berbagai penyakit pada saluran

pencernaan. Escherichia coli pertama kali ditemukan oleh seorang

bacteriologist yang berasal dari Jerman bernama Theodor Von


10

Escherich pada tahun 1885. Secara alamiah E. coli adalah penghuni

umum dalam pencernaan manusia dan hewan (Melliawati, 2009).

Adapun taksonomi dari E. coli sebagai berikut;

Filum : Proterobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli (Amin, 2015).

2. Karakteristik Bakteri Escherichia Coli

Bakteri E. coli merupakan bakteri yang bersifat fakultatif

anaerob dan memiliki tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi

pertumbuhannya paling banyak di bawah keadaan anaerob, namun

beberapa E. coli juga dapat tumbuh dengan baik pada suasana aerob.

Suhu yang baik untuk menumbuhkan E. coli yaitu pada suhu optimal

37OC pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber

nitrogen dan karbon. Ukuran sel dari bakteri E. coli biasanya

berukuran panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm dengan bentuk

sel bulat dan cenderung ke batang panjang. Struktur sel dari bakteri E.

coli terdiri dari dinding sel, membran plasma, sitoplasma, flagella,

nucleus (inti sel), dan kapsul. Membran sel terdiri dari sitoplasma yang

mengandung nukleoprotein. Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding


11

sel berlapis kapsul. Flagela dan fili E. coli menjulur dari permukaan sel.

Tiga struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk

membedakan serotipe golongan E. coli adalah antigen O (antigen

lipoporisakarida somatik di dalam dinding sel), antigen K (antigen

polisakaride kapsul), dan antigen H (antigen protein flagella) (Amin,

2015).

3. Jenis-Jenis Bakteri Escherichia Coli

Bakteri E. coli yang menyebabkan diare sangat sering

ditemukan di seluruh dunia. Bakteri ini diklasifikasikan oleh ciri khas

sifat-sifat virulensinya dan setiap golongan menimbulkan penyakit

melalui mekanisme yang berbeda, antar lain:

a. Enterotoksigenik E. coli (ETEC)

Enterotoksigenik merupakan penyebab paling umum dari

diare pada wisatawan (Travellers Diarrhea) dan diare pada bayi di

negara berkembang. Ada dua macam eksotoksin yang dihasilkan

dari E. coli, yaitu limfotoksin dikeluarkan bawah kendali genetik

plasmid dan sitotoksin yang berada di bawah kendali kelompok

plasmid heterogen. Strain yang menghasilkan kedua toksin tersebut

menyebabkan diare yang lebih berat.

b. Enteroinvasif E. coli (EIEC)

Bakteri ini menyebabkan penyakit yang mirip dengan

shigellosis. Sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang


12

dan wisatawan yang menuju negara tersebut. EIEC menimbulkan

penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus

c. Enteropatogenik E. coli (EPEC)

Enteropatogenik mengacu pada serotipe E. coli tertentu

yang pertama dicurigai dalam studi epidemiologi pada 1940-an dan

1950-an sebagai penyebab epidemi dan sporadis diare pada anak-

anak.

d. Enterohemoragik E. coli (EHEC)

EHEC dianggap sebagai patogen zoonosis baru yang dapat

menyebabkan gastroenteritis akut dan hemoragik kolitis dengan

komplikasi ginjal dan neurologis sebagai akibat dari translokasi

Shiga toksin (Stx 1 dan Stx 2) di usus. Merupakan penyebab utama

kematian bayi dalam megara berkembang.

e. Enteroagregatif E. coli (EAEC)

Akibat infeksinya menyebabkan diare akut dan kronik pada

negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas

perlekatannya pada sel manusia. EAEC memproduksi hemolisin

dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC (Sudarsono, 2015).

C. Peranan Makanan dan Minuman dalam Penyebaran Penyakit

Negara berkembang diserang oleh beragam jenis penyakit

bawaan makanan. Penyakit kolera, kampilo bakteriosis, gastroenteritis E.

coli, salmonelosis, shigelosis, demam tifoid dan paratifoid, bruselosis,


13

amoebiasis dan poliomielitis merupakan beberapa contoh saja. Dengan

sistem pelaporan yang buruk atau tidak ada sama sekali pada

kebanyakan negara berkembang, data statistik yang bisa diandalkan

tentang penyakit ini tidak tersedia sehingga besaran insidensinya tidak

dapat diperkirakan. Akan tetapi, beratnya situasi ini dapat dipahami

dengan melihat angka prevalensi penyakit diare yang tinggi di kalangan

bayi dan anak-anak. Setiap tahun, terdapat sekitar 1500 juta kejadian

diare pada balita, dan sebagai akibat langsungnya lebih dari 3 juta anak

meninggal (WHO, 2017).

Secara tidak langsung, jutaan anak lain meninggal akibat efek

gabungan yang ditimbulkan oleh diare dan malnutrisi. Sebelumnya ada

dugaan bahwa persediaan air yang terkontaminasi merupakan sumber

utama patogen yang menyebabkan diare, tetapi saat ini diketahui bahwa

makanan memainkan peranan yang sama pentingnya. Menurut

perkiraan, sekitar 70% kasus penyakit diare terjadi karena makanan yang

terkontaminasi. Kejadian ini juga mencakup pemakaian air minum dan air

untuk menyiapkan makanan. Perlu diperhatikan bahwa peranan air dan

makanan dalam penularan penyakit diare tidak dapat diabaikan karena

air merupakan unsur yang ada dalam makanan maupun minuman dan

juga digunakan untuk mencuci tangan, bahan makanan, serta peralatan

untuk memasak atau makan. Jika air terkontaminasi dan higiene yang
14

baik tidak dipraktikkan, makanan yang dihasilkan kemungkinan besar

juga terkontaminasi (Pratiwi, 2014).

Patogen yang sudah dikenal sebagai penyebab penyakit diare

meliputi bakteri seperti E. coli patogenik, Shigella sp., Salmonella sp.,

Vibrio cholerae serta Campylobacter jejuni; protozoa seperti Giardia

lamblia, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium sp.; dan juga berbagai

virus enterik seperti rotavirus. Infeksi karena strain patogenik E. coli

mungkin merupakan penyebab terumum penyakit diare di negara

berkembang. Mikroorganisme ini menyebabkan sampai 25% kasus

penyakit diare pada bayi dan anak-anak, dan secara khusus dikaitkan

dengan pemberian makanan tambahan (WHO, 2017).

Gambar 2.1 Peranan Makanan dalam Penularan


Patogen Melalui Jalur Fekal-Oral
Sumber: WHO, 2000
15

Pratiwi, Libriliana. 2014. HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE DAN

SANITASI MAKANAN DENGAN KANDUNGAN E. COLI PADA SAMBAL

YANG DISEDIAKAN KANTIN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN

2012. Unnes Journal of Public Health. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia.

Andi Isma Lestari Amin (2015) Analisis Faktor Resiko Infeksi Escherichia coli

O157: H7 Pada Sapi Di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Diploma

thesis, Universitas Udayana.

DANAR FAHMI SUDARSONO, 1118011026 (2015) UJI DAYA HAMBAT

EKSTRAK ETANOL DAUN KEMUNING (Murraya paniculata (L.) Jack)

TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli)

DAN GRAM POSITIF (Staphylococcus aureus) SECARA IN

VITRO. FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS LAMPUNG.

Anda mungkin juga menyukai