Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Air

1. Pengertian Air
Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan

manusia, hewan dan tanaman yaitu sebagai media pengangkutan

zat-zat makanan, juga merupakan sumber energi serta berbagai

keperluan lainnya. Air merupakan keperluan utama bagi kehidupan.

Keperluan air di suatu daerah semakin lama akan selalu mengalami

kenaikan seiring dengan pertambahan penduduk, sedangkan air

sendiri berkurang dari segi kualitas, kuantitas, juga kontinuitas.

Tubuh manusia 75% terdiri atas air. Manusia memerlukan air

terutama untuk minum. Sementara itu, ketersediaan air terutama air

tawar di dunia hanya sekitar 3% dan 97% lainnya merupakan air

laut. Air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

manusia hanya sekitar 0,3% (Melinda, 2017).


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan

Penataan Ruang menyebutkan bahwa kebutuhan air rata-rata

secara wajar adalah 60 l/orang/hari untuk segala keperluannya.

Kebutuhan akan air bersih dari tahun ke tahun diperkirakan terus

meningkat. Pada tahun 2000 dengan jumlah penduduk dunia

7
8

sebesar 6,121 milyar diperlukan air bersih sebanyak 367 km 3 per

hari, maka pada tahun 2025 diperlukan air bersih sebanyak 492

km3 per hari, dan pada tahun 2100 diperlukan air bersih sebanyak

611 km3 per hari (Sasongko, 2014).


Air bersih disini didefinisikan sebagai air yang memenuhi

persyaratan kesehatan, baik itu untuk minum, mandi, cuci dan lain

sebagainya. Air yang bersih sangat dibutuhkan bagi kehidupan

manusia. Air dikatakan bersih apabila terlihat jernih, tidak berbau,

dan tidak mempunyai rasa (Sutandi, 2012).


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat

dan pengawasan kualitas air, air bersih adalah air yang digunakan

untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat

kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Ada

beberapa persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam sistem

penyediaan air bersih. Persyaratan kualitas menggambarkan mutu

air bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, kimia, biologis,

dan radiologis (Selintung, 2012).

2. Jenis-Jenis Kebutuhan Air

Menurut Selintung (2012) adapun kebutuhan air untuk

berbagai macam tujuan pada umumnya dibagi atas:

a. Kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air bersih yang

digunakan pada tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi

hajat hidup sehari-hari, seperti pemakaian air untuk minum,


9

mandi, mencuci. Kebutuhan air domestik akan dipengaruhi juga

oleh pola konsumsinya seperti penduduk kota menggunakan air

lebih banyak dibandingkan penduduk desa.

b. Kebutuhan air non domestik yaitu kebutuhan air bersih di luar

keperluan rumah tangga. Kebutuhan air non domestik seperti

penggunaan komersial dan industri, yaitu penggunaan air oleh

badan-badan komersial dan industri-industri dan penggunaan

umum, yaitu penggunaan air untuk bangunan-bangunan atau

fasilitas umum, misalnya rumah sakit, sekolah, dan rumah

ibadah.

3. Sumber Air

Menurut Saparuddin (2012) untuk keperluan air minum,

rumah tangga, dan industri, secara umum dapat digunakan sumber

air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur, dan air

hujan yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas beracun, atau

kuman-kuman yang berbahaya bagi kesehatan. Sumber air yang

dapat kita manfaatkan antara lain:

a. Air Hujan

Air hujan merupakan penyubliman uap air menjadi air

murni yang ketika turun dan melalui udara akan melalui benda-

benda yang terdapat di udara, diantara benda-benda yang

terlarut dari udara tersebut adalah: gas O 2, CO2, N2 juga zat-zat

renik dan debu. Dalam keadaan murni, air hujan sangat bersih,
10

tetapi setelah mencapai permukaan bumi, air hujan tidak murni

lagi karena ada pengotoran udara yang disebabkan oleh

pengotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk

menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaklah

menampung air hujan terlebih dahulu jangan pada saat hujan

mulai turun karena masih banyak mengandung kotoran (Untari,

2015).

b. Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di

permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan

mengalami pengotoran selama pengaliran. Dibandingkan

dengan sumber lain air permukaan merupakan sumber air yang

tercemar berat. Keadaan ini terutama berlaku bagi tempat-

tempat yang dekat dengan tempat tinggal penduduk. Hampir

semua sisa kegiatan manusia yang menggunakan air atau dicuci

dengan air, pada waktunya akan dibuang ke dalam air

permukaan. Disamping manusia, flora dan fauna juga turut

mengambil bagian dalam mengotori air permukaan, misalnya

batang-batang kayu, daun-daun, tinja dan lain-lain. Jadi, dapat

dipahami bahwa air permukaan merupakan badan air yang

mudah sekali dicemari terutama oleh kegiatan manusia. Oleh

karena itu, mutu air permukaan perlu mendapat perhatian yang

seksama kalau air permukaan akan dipakai sebagai bahan baku


11

air bersih. Beberapa sumber air yang termasuk ke dalam

kelompok air permukaan adalah air yang berasal dari sungai,

danau, laut, lautan dan sebagainya (Zulkipli, 2012).

c. Air Tanah

Jumlah air di bumi relatif konstan, tetapi air tidak diam,

melainkan bersirkulasi akibat pengaruh cuaca sehingga terjadi

suatu siklus yaitu siklus hidrologi. Pada proses tersebut air hujan

jatuh ke permukaan bumi) sehingga menjadi air tanah baik yang

dangkal maupun yang dalam (Saparuddin, 2012).

Menurut Saparuddin (2012) Air tanah terbagi atas 3 yaitu:

a. Air tanah dangkal yang terjadi karena daya proses peresapan

air permukaan tanah, lumpur akan tertahan demikian pula

dengan sebagian bakteri sehingga air tanah akan jernih, air

tanah dangkal akan terdapat pada kedalaman 15 meter, air

tanah bisa dimanfaatkan sebagai sumber air minum melalui

sumur-sumur dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan

kuantitasnya kurang cukup dan tergantung pada musim.

b. Air tanah dalam. Terdapat pada lapisan rapat air pertama dan

kedalaman 100-300 meter. Ditinjau dari segi kualitas pada

umumnya lebih baik dari air tanah dangkal sedangkan

kuantitasnya mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan

sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.


12

c. Mata air ialah tempat dimana air tanah keluar kepemukaan

tanah. Keluarnya air tanah tersebut secara alami dan

biasanya terletak di lereng-lereng gunung atau sepanjang tepi

sungai (Saparuddin, 2012).

B. Tinjauan Umum tentang Koagulan


1. Pengertian Koagulan
Koagulasi secara bersama membentuk zat dengan massa

yang lebih besar. Koagulasi merupakan proses penggumpalan

melalui reaksi kimia, reaksi koagulasi dapat berjalan dengan

membubuhkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang

terlarut. Koagulan yang banyak digunakan adalah kapur, tawas dan

kaporit (Risdianto, 2017).


Koagulasi adalah proses penambahan koagulan pada air

baku yang menyebabkan terjadinya destabilisasi dari partikel koloid

agar terjadi agregasi dari partikel yang telah terdistabilisasi

tersebut. Dengan penambahan koagulan, kestabilan koloid dapat

dihancurkan sehingga partikel koloid dapat menggumpal dan

membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar, sehingga

dapat dihilangkan pada unit sedimentasi (Syah, 2012)


Petimbangan karena garam-garam Ca, Fe dan Al bersifat

tidak larut dalam air sehingga mampu mengendap bila bertemu

dengan sisa sisa basa. Dari hasil koagulan itu selanjutnya endapan

dipisahkan melalui filtrasi maupun sedimentasi. Banyaknya

koagulan tergantung pada jenis dan konsentrasi ion-ion yang

terlarut dalam air olahan serta konsentrasi yang diharapkan sesuai


13

dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam

air limbah maka dilakukan pengadukan dengan mixer statis

maupun rapid mixer (Risdianto, 2017).


Proses koagulasi merupakan salah satu cara pengolahan air

untuk menghilangkan kontaminan yang terkandung didalamnya.

Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,

suspended solid, serta padatan tidak mengendap, dengan

penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk

mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi,

koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam

keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang

diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion

dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid

hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid

hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble) (Risdianto,

2017).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi
Menurut Rahima (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi

proses koagulasi sebagai berikut:


a. Suhu air
Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap

efisiensi proses koagulasi. Bila suhuair diturunkan , maka

besarnya daerah pH yang optimum pada proses kagulasi akan

berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan.


b. Derajat Keasaman (pH)
14

Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada

pada daerah pH yang optimum. Untuk tiap jenis koagulan

mempunyai pH optimum yang berbeda satu sama lainnya.


c. Jenis Koagulan
Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan

segi ekonomis dan daya efektivitas dari pada koagulan dalam

pembentukan flok. Koagulan dalam bentuk larutan lebih efektif

dibanding koagulan dalam bentuk serbuk atau butiran.


d. Kadar Ion Terlarut
Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses

koagulasi yaitu pengaruh anion lebih bsar daripada kation.

Dengan demikian ion natrium, kalsium dan magnesium tidak

memberikan pengaruh yang berarti terhadap proses koagulasi.


e. Tingkat Kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan yang rendah proses destibilisasi

akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang

tinggi maka proses destabilisasi akan berlangsung cepat. Tetapi

apabila kondisi tersebut digunakan dosis koagulan yang rendah

maka pembentukan flok kurang efektif.

f. Dosis Koagulan
Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses

koagulasi dan flokulasi sangat tergantung dari dosis koagulasi

yang dibutuhkan Bila pembubuhan koagulan sesuai dengan

dosisyang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan

berjalan dengan baik.


g. Kecepatan Pengadukan
Tujuan pengadukan adalah untuk mencampurkan

koagulan ke dalam air. Dalam pengadukan hal-hal yang perlu


15

diperhatikan adalah pengadukan harus benar- benar merata,

sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi

dengan partikel- partikel atauion-ion yang berada dalam air.

Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap

pembentukan flok bila pengadukan terlalu lambat

mengakibaykan lambatnyaflok terbantuk dan sebaliknya apabila

pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang

terbentuk.
h. Alkalinitas
Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau

basa yang terjadi dalam air. Alkalinitas dalam air dapat

membentuk flok dengan menghasil ion hidroksida pada

reaksihidrolisa koagulan.
3. Cara Mempercepat Proses Koagulasi
Menurut Kristijarti (2013) usaha mempercepat proses

koagulasi bisa dilakukan dengan cara:


a. Penambahan Alkalinitas
Bila alakalinitas yang terkandung didalam air tidak

mencukupi, maka biasanya bisa ditambahkan alkalinitas dalam

bentuk Ca(OH)2 dan Na2CO3.


b. Penambahan Polielektrolit
Polielektrolit yang ditambahkan bisa alami (pati,

polisakarida) dan juga bisa sintetis. Dosis yang ditambahkan

biasanya sekitar 0,3 mg/L.


c. Penambahan kekeruhan (turbidity)
Biasanya ditambahkan sedikit lumpur hasil koagulasi dan

flokulasi. Kadang-kadang juga ditambahkan tanah liat (clay).

Pengaturan pH Proses pengendapan sangat dipengaruhi pH,


16

maka pengaturan pH dilakukan agar endapan yang terbentuk

memiliki kelarutan minimum.


4. Jenis-Jenis Koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan

menetralisasi muatan partikel koloid dan mampu untuk mengikat

partikel koloid tersebut membentuk gumpalan atau flok. Efektifitas

dari kerja koagulan tergantung dari pH dan dosis dari pemakaian

serta tergantung pula dari sifat air limbah yang diolah. Pemilihan zat

koagulan harus berdasarkan pertimbangan antara lain jumlah dan

kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode filtrasi

serta sistem pembuangan lumpur endapan (Putri, 2014).


Menurut Putri (2014) jenis-jenis koagulan yang sering

digunakan dalam proses penjernihan air sebagai berikut:

a. Aluminium sulfat

Garam Aluminium Sulfat jika ditambahkan dalam air

dengan mudah akan larut dan bereaksi dengan HCO 3

menghasilkan Aluminium Hidroksida, dengan adanya hidroksida

aluminium yang bermuatan positif maka akan terjadi tarik

menarik antara partikel koloid yang bermuatan negatif dengan

partikel aluminium hidroksida sehingga terbentuk gumpalan

partikel yang makin lama makin besar dan berat serta cepat

mengendap. Selain itu juga partikel zat organik tersuspensi, zat

anorganik, bakteri dan mikroorganisme yang lain dapat bersama-

sama membentuk gumpalan partikel atau flok yang akan


17

mengendap bersama-sama. Jika alkalinitas air tidak cukup untuk

dapat bereaksi dengan Alum, maka dapat ditambahkan kapur

atau soda abu agar reaksi dapat berjalan dengan baik.

b. Poly Aluminium Chloride (PAC)

Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan bentuk

polimerisasi kondensasi dari garam aluminium, berbentuk cair

dan merupakan koagulan yang sangat baik. PAC mempunyai

daya koagulasi lebih besar daripada alum dan dapat

menghasilkan flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah

dan pengerjaannya pun mudah. PAC dapat bekerja di tingkat pH

yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian

terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu. Kandungan belerang

dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat

rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon

yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat

membentuk flok. PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya

berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium

sulfat, besi klorida dan ferro sulfat) bila dosis berlebihan bagi air

yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah

keruh.

c. Ferro Sulfat

Ferro Sulfat diproduksi dalam bentuk kristal bewarna hijau

atau butiran untuk pembubuhan kering dengan kandungan


18

FeSO4 kira-kira 55%. Biasanya digunakan bersamasama dengan

kapur untuk menaikan pH sehingga ion Ferro terendapkan dalam

bentuk Feri hidroksida Fe(OH)3. Ferro Sulfat kurang sesuai untuk

menghilangkan warna akan tetapi sangat baik untuk pengolahan

air yang mempunyai alkalinitas, kekeruhan dan DO yang tinggi.

Kondisi pH yang sesuai antara 9–11. Ferro Sulfat lebih murah

dibanding Aluminium sulfat tetapi pengolahan air dengan

menggunakan Ferro Sulfat memperbesar kesadahan air.

d. Ferri Chlorida

Ferri Khlorida dan ferri Sulfat merupakan bahan koagulan

dengan nama dagang bermacam-macam. Dapat bereaksi

dengan bikarbonat (alkalinitas) atau kapur. Keuntungan dari

koagulan garam ferri antara lain proses koagulasi dapat

dilakukan pada selang pH yang lebih besar, biasanya antara pH

4-9. Flok yang terjadi lebih berat sehingga cepat mengendap

serta efektif untuk menghilangkan warna, bau dan rasa.

5. Alat Koagulasi
19

“Flokulator”
Gambar 2.1
Sumber: (Data Primer, 2018).

Salah satu proses yang dilakukan untuk pengolahan air

baku menjadi air bersih adalah proses koagulasi, yang termasuk

dalam metode pengolahan secara kimiawi. Proses koagulasi

merupakan proses pengumpulan partikel-partikel penyusun

kekeruhan yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi, menjadi

partikel yang lebih besar sehingga dapat diendapkan dengan cara

pemberian bahan kimia koagulan. Kesulitan utama dalam proses

koagulasi ini adalah menetukan dosis optimum koagulan (zat

pengendap), dalam hal ini aluminium sulfat atau tawas, yang tidak

selalu berkolerasi linier terhadap kekeruhan air di tahap akhir

koagulasi. Selama ini, untuk mengukur kadar kekeruhan itu sendiri

digunakan metode Jar Test. Jar Test adalah proses pengujian

dosis koagulan untuk mendapatkan dosis yang tepat dalam skala

laboratorium. Karena lingkup kerja dari Jar Test ini adalah skala

laboratorium, sehingga perbandingan volume air baku yang diteliti


20

dengan volume air baku dalam proses kagulasi adalah 1 : 1000.

Hasil dari Jar Test yaitu mendapatkan hubungan antara nilai

kekeruhan dan dosis koagulan yang digunakan (Permatasari,

2013).

C. Tinjauan Umum tentang Kekeruhan

1. Pengertian Kekeruhan

Kekeruhan disebabkan oleh adanya material endapan dalam

air yang merupakan tempat menempelnya bakteri, dengan

demikian air yang mengandung endapan tinggi akan berpotensi

menangkap bakteri. Dengan makin meningkatnya konsentrasi

bakteri dalam air, maka akan menyebabkan air menjadi tercemar

dan tidak layak diminum. Dari aspek kesehatan, jika air yang

tercemar bakteri dikonsumsi oleh manusia sebagai air minum akan

menyebabkan manusia menderita diare. Jika air ini terpapar terus

menerus pada kulit manusia maka dapat menyebabkan munculnya

penyakit kulit pada manusia (Melinda, 2017).

Kekeruhan adalah Ukuran yang menggunakan efek cahaya

sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala

NTU (Nephelo Metrix Turbidity Unit) atau JTU (Jackson Turbidity

Unit) atau FTU (Formazin Turbidity Unit), kekeruhan ini disebabkan

oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal

ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi

kualitas air itu sendiri. Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui
21

pemeriksaan laboratorium dengan metode turbiditimeter. Untuk

standar air bersih kekeruhan yang diperbolehkan maksimum 25

NTU dan ≤ 5 NTU untuk standar air minum (Suryana, 2013).

2. Sensor Kekeruhan
Secara umum sensor didefinisikan sebagai alat yang mampu

menangkap fenomena fisis (fisika) atau kimia kemudian

mengubahnya menjadi sinyal elektrik baik arus listrik ataupun

tegangan. Fenomena fisik yang mampu menstimulus sensor untuk

menghasilkan sinyal elektrik meliputi temperatur, tekanan, gaya,

medan magnet, cahaya, pergerakan dan sebagainya (Muhammad,

2013).
Sensor kekeruhan bekerja dengan fisis sinar infrared

dipancarkan oleh LED kemudian sinar infrared tersebut akan

melalui air dan ditangkap oleh fototransistor. Intensitas yang

diterima oleh fototransistor berbanding lurus dengan tingkat

kekeruhan dari air (Muhammad, 2013).

3. Dampak Kekeruhan Air


Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan

anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur

dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri. Kekeruhan air

dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik

yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang

dihasilkan oleh buangan industri (Muhammad, 2013).


Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur

atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata
22

dari segi estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri. Partikel-

partikel koloid umumya berasal dari kwarsa (pasir), tanah liat, sisa

tanaman, ganggang, zat organik dan lain-lain (Istipsaroh, 2016).


4. Alat Pengukur Kekeruhan Air

“Turbidimeter”
Gambar 2.2
Sumber: (Faisal, 2016)

Tingkat kekeruhan air (turbidity) dapat diketahui dengan

menggunakan turbidimeter. Perancangan turbidimeter sebagai alat

yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan air didasarkan

pada beberapa metode. Metode pengukuran tingkat kekeruhan zat

cair dibedakan menurut intensitas cahaya mana yang diukur,

cahaya yang diteruskan, cahaya yang dihamburkan atau kedua-

duanya. Umumnya ada dua tipe dari turbidimeter, pertama

absorptiometer yaitu pengukuran penyerapan (pelemahan) dari

cahaya yang melewati suatu larutan. Kedua nephelometer yaitu

pengukuran hamburan cahaya yang melewati suatu larutan (Faisal,

2016).
D. Tinjauan Umum tentang Derajat Keasaman (pH)
1. Pengertian Derajat Keasaman (pH)
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh


23

larutan. pH didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hydrogen

(H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hydrogen tidak dapat di

ukur secara eksperimental sehingga nilainya berdasarkan pada

perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut, pH bersifat

relatife terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya

ditentukkan berdasarkan persetujuan internasional (Rusdi, 2014).


Derajat keasaman (pH) air sebaiknya tidak asam dan tidak

basa (netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan

korosi jaringan distribusi air pH yang dianjurkan air bersih adalah

6,5-8,5. Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur

berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer.

Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat Celcius (oC)

sedangkan di Inggris dan beberapa Negara lainnya dinyatakan

dalam derajat Fahrenheit (oF). Suhu juga bisa diartikan sebagai

suatu sifat fisika dari suatu benda yang menggambarkan Energy

kinetic rata-rata dari pergerakan molekul-molekul Kenaikan

temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut.

Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau

yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja

terjadi (Patrice, 2013).


2. Sensor pH
Sensor pH berfungsi untuk mengubah besaran non elektrik

dalam hal ini adalah derajat keasaman (pH) menjadi besaran

elektrik yaitu tegangan. Sensor pH yang dipergunakan dalam

perancangan ini adalah sensor pH produksi Hanna instrument


24

untuk mengetahui karakteristik dari sensor pH maka dilakukan

pengujian terhadap sensor pH. Dalam hal ini karakteristik yang

dimaksud adalah hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan

keluaran sensor pH yang berupa tegangan. Dalam pengukuran

tingkat pH digunakan modul sensor pH. Modul sensor pH ini terdiri

atas 2 bagian yaitu sensor pH dan rangkaian pengkondisian sinyal

sensor pH. Pengkondisian sinyal menggunakan analog pH meter

kit dari Dfrobot (Gusril, 2016).

3. Alat Pengukur Derajat Keasaman (pH)

“pH meter”
Gambar 2.3
Sumber: (Astria, 2014)

Sebuah pH meter adalah sebuah alat elektronik yang

digunakan untuk mengukur pH (keasaman atau alkalinitas) dari

suatu cairan (meskipun probe khusus terkadang digunakan untuk

mengukur pH zat semi padat), pH meter harus dikalibrasi sebelum

dan setelah setiap pengukuran. Untuk penggunaan normal kalibrasi

harus dilakukan pada awal pemakaian. Kalibrasi harus dilakukan

dengan setidaknya dua standar solusi yang buffer span kisaran nilai
25

pH yang akan diukur, pH meter memiliki satu kontrol (kalibrasi)

untuk mengatur pembacaan meter sama dengan nilai standar

pertama buffer dan kontrol kedua (kemiringan) yang digunakan

untuk mengatur pembacaan meter dengan nilai buffer kedua.

Kontrol ketiga memungkinkan suhu harus ditetapkan (Astria,

2014).

Anda mungkin juga menyukai