KELOMPOK III
A. Latar Belakang
Kebijakan sering diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh
orang-orang yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu - bidang
kesehatan, lingkungan, pendidikan atau perdagangan. Orang-orang yang
menyusun kebijakan disebut dengan pembuat kebijakan. Kebijakan dapat
disusun di semua tingkatan - pemerintah pusat atau daerah, perusahan
multinasional atau daerah, sekolah atau rumah sakit. Orang-orang ini kadang
disebut pula sebagai elit kebijakan - satu kelompok khusus dari para pmbuat
kebijakan yang berkedudukan tinggi dalam suatu organisasi dan sering
memiliki hubungan istimewa dengan para petinggi dari organisasi yang sama
atau berbeda. Misalnya, elit kebijakan di pemerintahan dapat beranggotakan
para menteri dalam kabinet, yang semuanya dapat berhubungan dan bertemu
dengan para petinggi perusahaan multi nasional atau badan internasional,
seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan itu
sendiri menjadi sedemikian pentingnya sehingga memungkinkan untuk
menyelesaikan masalah kesehatan utama yang terjadi saat ini -meningkatnya
obesitas, wabah COVID-19, meningkatnya resistensi obat- sekaligus
memahani bagaimana perekonomian dan kebijakan lain berdampak pada
kesehatan. Kebijakan kesehatan memberi arahan dalam pemilihan teknologi
kesehatan yang akan dikembangkan dan digunakan, mengelola dan membiayai
layanan kesehatan, atau jenis obat yang dapat dibeli bebas. Untuk memahami
hal tersebut, perlu mengartikan apa yang dimaksud dengan kebijakan
kesehatan.
Pembuatan kebijakan adalah proses dinamis yang melibatkan interaksi
berbagai faktor, dengan kekuasaan sebagai salah satu komponen intinya pada
setiap proses kebijakan. Dasar dari setiap proses kebijakan adalah peran para
aktor. Para aktor mempengaruhi proses melalui pengetahuan, pengalaman,
keyakinan dan kekuasaan mereka (Erasmus dkk., 2008). Meskipun kekuasaan
memiliki peran besar dalam pembuatan kebijakan, bukti empiris menunjukkan
bahwa analisis kebijakan kesehatan hanya memberikan perhatian terbatas pada
masalah kekuasaan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
(Gilson dkk., 2007).
Kekuasaan adalah salah satu konsep yang paling penting tetapi paling
tidak jelas dalam ilmu politik (Cairney, 2011). Kekuasaan perlu didefinisikan
untuk menjelaskan perannya dalam penelitian kebijakan publik, dan definisi
yang ada dapat memiliki efek mendalam pada apa yang kita pelajari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah ini
yaitu “Bagaimanakah peran kekuasaan dalam proses pembuatan kebijakan
kesehatan?”
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tahapan proses dalam pembuatan kebijakan
2. Untuk mengetahui dimensi kekuasaan dan perannya dalam proses
pembuatan kebijakan
3.
BAB II
PEMBAHASAN
E. Bentuk-Bentuk Kekuasaan
a. Kekuatan relasional
Kekuatan relasional adalah otoritas yang digunakan agen untuk mencapai
hasil melalui interaksi mereka. Pada umumnya, pada tingkat ini kekuatan
interaksi merupakan aktor dan sumber daya mereka, dimediasi melalui
interaksi sosial. Salah satu jenis kekuatan relasional, kekuatan transitif,
berkaitan dengan kemenangan dengan mengorbankan pihak lain, terlepas
dari kenyataan bahwa ini adalah permainan zero-sum (situasi di mana satu
ataulebih keuntungan peserta (kerugian) sama dengan kerugian
(keuntungan) dari peserta lain). Ada beberapa contoh dari dialog
kebijakan di mana para pemangku kepentingan harus menyerah pada
tekanan dari pihak lain atas permintaan tertentu untuk memastikan bahwa
dialog kebijakan berlanjut untuk mencapai hasil yang diinginkan. Di Cabo
Verde, misalnya, selama dialog untuk pengembangan kebijakan farmasi,
ketegangan muncul antara perwakilan pemerintah dan apoteker swasta
mengenai penjualan obat merek, seperti yang dicatat oleh pemangku
kepentingan
b. Kekuatan disposisional
Dalam penelitian ini, kekuatan disposisional, yang sebagian besar
dipengaruhi oleh posisi agen untuk bertindak, diamati dalam beberapa
konteks. Salah satu bentuk kekuatan disposisional dikaitkan dengan posisi
hierarkis yang melekat dalam struktur administrasi dan organisasi. Dalam
semua dialog kebijakan di lima negara tersebut, kementerian kesehatan
dan tim manajemen kesehatan distrik mampu mempelopori wacana
tersebut karena otoritas posisional atau sumber daya otoritatif mereka.
Selanjutnya, kementerian kesehatan berada di atas angin dalam dialog
kebijakan karena mandatnya di bidang kesehatan. Di sebagian besar
negara-negara ini, sistem hierarki yang ada dan konteks pemerintahan neo-
patriotik, yang ditandai dengan hubungan patron-client yang kuat antara
pejabat pemerintah dan warga negara atau publik, juga memudahkan
kekuatan disposisional untuk dilaksanakan.
c. Kekuatan struktural
Kekuatan struktural berkaitan dengan bagaimana struktur makro-sosial
membentuk dan memandu perilaku individu dan agen. Beberapa contoh
dari penelitian mengungkapkan bagaimana kekuatan struktural digunakan
untuk mempengaruhi perilaku dan cara peserta selama dialog kebijakan.
Kekuasaan struktural digunakan untuk merasionalisasi pemilihan topik
tertentu untuk diskusi dalam dialog, dan itu mendukung perilaku hukum
dan politik dari dialog kebijakan. Misalnya, di Liberia adalah budaya
untuk tidak mengganggu atau mengganggu seseorang yang berbicara.
Praktik budaya ini terbukti selama pertemuan dialog kebijakan. Menurut
responden, beberapa peserta membuang banyak waktu berbicara tentang
masalah yang tidak relevan dengan mengorbankan orang lain yang
mungkin ingin berbicara. Di Guinea dan Liberia ada contoh bagus di mana
kekuatan politik digunakan selama wabah Ebola untuk membayangi peran
kementerian kesehatan. Menurut responden, di negara-negara ini presiden
dan para pemimpin politik utama lainnya menjadi pusat perhatian selama
wabah Ebola. Ini memiliki efek positif dan negatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Tahapan dalam proses pembuatan kebijakan menurut Model Howlett dan
Ramesh yang mengidentifikasi lima tahap yaitu penetapan agenda, perumusan
kebijakan, adopsi (atau pengambilan keputusan), implementasi dan evaluasi.
2. Dimensi kekuasaan adalah kekuasaan sebagai pengambilan keputusan,
kekuasaan sebagai bahan pengambilan keputusan dan kekuasaan sebagai
pengendali pikiran.. Analis kebijakan kesehatan berpendapat bahwa kekuasaan
masih memiliki peran dalam pembuatan kebijakan dan tidak boleh diabaikan.
Kekuasaan mempengaruhi proses dan hasil kebijakan dalam banyak cara,
seperti melalui hubungan antara aktor, kepercayaan dan cara pembuat
kebijakan bertindak dengan pengecualian taktis dari masalah atau orang
tertentu.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dalam pembuatan makalah kedepan yaitu
diperlukan keterlibatan aktif dalam mencari referensi, guna bagi para pembaca
mendapatkan ilmu yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Benoit, F. (2013). Public policy models and their usefulness in public health: The
stages model. National Collaborating Centre for Healthy Public Policy,
Institut national de santé publique Québec.
Gilson L. (2008). Raphaely N. The terrain of health policy analysis in low and
middle income countries: a review of published literature 1994–2007.
Health Policy Plan. 2008;23(5):294–307.
Mwisongo, A., Nabyonga-Orem, J., Yao, T., & Dovlo, D. (2016). The role of
power in health policy dialogues: lessons from African countries. BMC
health services research, 16(4), 337-346.
Sriram, V., Topp, S. M., Schaaf, M., Mishra, A., Flores, W., Rajasulochana, S. R.,
& Scott, K. (2018). 10 best resources on power in health policy and systems
in low-and middle-income countries. Health Policy and Planning, 33(4),
611-621.