Anda di halaman 1dari 27

Bab II

Proses Kebijakan Kesehatan dan Epidemiologi

Beberapa pertanyaan yang selalu mencuat terkait dengan situasi

populasi diantaranya, Seberapa sehat suatu populasi? Apakah kesehatan

populasi akan menjadi lebih baik atau menjadi buruk? Apakah ada beberapa

kelompok populasi memiliki status kesehatan yang lebih buruk secara

bermakna dari pada yang lain? Apa yang menjadi masalah kesehatan utama?

Apa ada kecenderungan masalah masalah kesehatan tersebut, dan

bagaimana gambarannya pada masa yang akan datang? Haruskan pemerintah

melakukan sesuatu terhadap masalah kesehatan yang ada? Yang mana? Apa

intervensi yang tepat? Yang mana yang efektif dilakukan? Haruskah dilakukan

di populasi? Pada segment yang mana dari populasi yang dapat secara

langsung di intervensi? Apa dampak secara keseluruhan terhadap kesehatan

dan kualitas hidup dari populasi? Bagaimana pemerintah memutuskan

intervensi yang sebaiknya di terapkan? Bagaimana pemerintah akan

mengetahui jika kebijakan yang baru itu berhasil?

1 Apa itu kebijakan?

Pertanyaan di atas adalah untuk memutuskan sebuah kebijakan.

Secara sederhana, hal ini merupakan persoalan klinik secara individu,

tetapi dengan semakin kompleksnya dan mahalnya pelayanan kesehatan

dan penguatan populasi, pendekatan yang ada sudah tidak memadai lagi.

Hasil akhir program kesehatan akan semakin masuk ke issue public

health, dalam bentuk regulasi, program program pendidikan, pendanaan,

atau penyediaan pelayanan secara langsung (pelayanan kesehatan

masyarakat). Issu-issu ini menjadi pertanyaan yang sulit, dan pengambil

15
kebijakan lebih sering mendapatkan saran-saran dari pada fakta,

meskipun keputusan tetap harus dibuat. Tesis dari buku ini adalah

dapatkah epidemiologi membantu untuk memberi informasi pada kebijakan

kebijakan tersebut yang berguna untuk memberikan pengetahuan dan

keterampilan ahli epidemiologi untuk mengisi peran ini. Pertama, adalah

sangat penting untuk ahli epidemiologi untuk mengetahui tentang kebijakan

dan penggunaannya.

a. Kebijakan
Contoh yang digunakan dalam buku, policy (kebijakan) adalah

seperangkat panduan pengambilan keputusan. Walt (1994.42-3)

membedakan antara systemic (macro) policy, yang ditentukan dari

karaktersitik dasar sebuah populasi, dan sectoral (micro) policy,

yang berfokus pada level keputusan yang lebih rendah. Penyediaan

kebijakan merupakan kerangka kerja yang diusulkan yang dapat di

uji dan diukur kemajuannya. Kebijakan yang dibutuhkan dari sebuah

organisasi harus konsistent dengan kebijakan yang lain, atau

mempunyai tujuan yang sama. Tanpa hal itu kegitan organisasi akan

menjadi tidak terfokus, terpecah-pecah dan organisasi menjadi tidak

efektif. Semua kebijakan sebuah organisasi meskipun tidak tertulis.

Idealnya kebijakan itu berisi definisi yang jelas terhadap masalah

yang akan diselesaikan, pernyataan tujuan (pendekatan dan

kegiatannya) terhadap tujuan tujuan yang akan dicapai (Pal, 1992).

Pembuatan kebijakan termasuk penerapannya, dan kebijakan

biasanya tidak dapat dipertimbangkan untuk bertahan sampai benar

benar nyata telah dilaksanakan.


1 Kebijakan publik

16
Kebijakan publik merujuk pada kebijakan kebijakan

pemerintah. Perpustakaan Nasional USA Medical Science

Heading mendefinisikan kebijakan publik sebagai :


a course or method of action selected, usually by government,

from among altenatives to guide and determine present and

future decisions.
Tetapi kebijakan bisa juga bukan dalam bentuk tindakan, seperti:
a course of action or inaction chosen by public authorities to

address a given problem or interrelated set of problems (Pal,

1992).
Karena tindakan dan bukan tindakan adalah pilihan

pengambil kebijakan harus terlibat secara sadar dalam

mengambil keputusan.
2 Kebijakan kesehatan
Analisis dalam buku ini tentang kebijakan kesehatan,

perhatian pada bidang kesehatan, akan membahas hal yang

diluar jangkauan pelayanan kesehatan yang menentukan

kesehatan. Dokumen kebijakan Belanda (Ruwarard et.al.1994)

mendefinisikan ruang lingkup sebagai berikut :


Health policy in the broadest sense is understood here as the

actions of government and other players which are aimed and

maintaining and improving the populations state of health. More

specifically a distinction can be made between health care policy,

prevention policy, and intersectoral policy.


Bagian yang terakhir yang berkaitan dengan konsep WHO

dimana kebijakan kesehatan masyarakat adalah :


Puts health on the agenda of policymakers in all sectors and at

all levels, directing them to be aware of the health consequences

of their decision and to accept their responsibilities for health

(World Health Organization, 1986).

17
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan tidak

termasuk dalam kerangka kerja kementerian kesehatan. Hal

tersebut menjadi sangat sulit untuk mencapai kerjasama

intersectoral; Budget ditentukan oleh menteri atau departement,

dan kementerian yang lain tidak menempatkan kesehatan

sebagai prioritas. The National Library of Medicine mendefinisikan

helath policy menjadi lebih sempit sebagai decision, usually

developed by government policymakers, for determining present

and future objectives pertaining to the health care system. Sub

program dari hal tersebut reformasi pelayanan kesehatan dan

kebijakan nutrisi adalah ruang yang lebih sempit. Kebijakan

kesehatan tidak selalu berkaitan dengan publik :


Health policy is courses of action that affect the set of institutions,

organizations, services and funding arrangements of the care

system. It goes beyond health services, however, and includes

actions and intended actions by public, private and voluntary

organizations that have an impact on health (Walt, 1994).

b Siapa yang membuat kebijakan


Sistem kebijakan secara keseluruhan merupakan pola

institusional dimana kebijakan di buat, terdiri dari kebijakan-

kebijakan, stakeholders, dan lingkungan (Dunn, 1981). Terdapat

tiga pola yang telah ditetapkan, meskipun hal ini jarang dalam

bentuk yang sebenarnya (Van der Grinten, 1996). Walaupun

dikembangkan untuk diaplikasikan dalam jurisdiksi politik, prinsip-

prinsip yang ada dapat diterapkan untuk organisasi seperti

perusahaan dan assosiasi professional.

18
Pertama, pada sistem yang ekstrim, sistem kebijakan

unicentric dimana kebijakan ditentukan oleh satu otoritas,

pemerintahan secara umum, semuanya powerful, menjadi penting

dengan hanya mengambil satu keputusan yang meliputi

keseluruhan sistem. Hasilnya adalah sistem regulasi dimana

pemerintah mengalokasikan dan mengkoordinasikan tugas-tugas.

Contohnya adalah pemerintahan totalitarian di Asia selatan.


Kedua, pada ekstrim yang lain adalah sistem kebijakan

multicentric, secara esensial merupakan marketplace, dimana

banyak pihak yang terlibat. Pemerintah bertugas sebagai wasit,

pengawas standar minimal mutu, fasilitator dari kehendak para

pelaku pasar yang hanya ikut bila memberi keuntungan. Keadaan

ini banyak ditemukan di negara-negara yang menganut sistem

demokrasi.
Ketiga, sistem kebijakan tipe intermediate adalah sistem

plucentric dimana model ini merupakan sebuah jaringan

(network). Power dibagi kedalam sejumlah aktor yang

interdependent meliputi pemerintah, pekerja, dan buruh yang harus

bekerja sama dalam mencapai berbagai tujuan tujuan mereka.

Keberhasilan kebijakan hanya dapat dicapai bila di dukung

sepenuhnya oleh para pelaku. Ini adalah system policy

neocorporatist yang telah diterapkan di Jepan dan Jerman pada

dekade ini.
Sistem kebijakan negara dipengaruhi bagaimana partisipasi

dalam interaksi pengambilan kebijakan. Hal tersebut juga

ditentukan pentingnya hubungan mereka, dan yang menjadi

penting untuk ahli epidemiologi untuk menjalin komunikasi. Tetapi

19
hal pertama keterlibatan partisipants harus dapat diidentifikasi.

Pelaku yang paling penting adalah para politisi, pegawai negeri,

staf ahli, dan yang berminat.


c Bagaimana kebijakan dibuat
Kajian proses pengambilan kebijakan cenderung

didentifikasi dalam tiga model umum (theories). Model yang

pertama adalah rational theory (van der Grinten, 1996). Disebut

juga rational comprehensive (Dun, 1981) atau rational deductive

theory (Walt,1994). Ini adalah pendekatan top-down dengan

karakteristik perencanaan formal, dengan tujuan dan target. Asumsi

teori merupakan konsensus antara stakeholders, pengetahuan

yang cukup untuk mendukung pengambilan kebijakan, dan

lingkungan yang stabil sebagai faktor yang penting (secara umum

pemerintahan) dapat menerapkan rencana secara teratur. Istilah

synoptic kadang-kadang digunakan untuk situasi dimana

pengetahuan dan ruang yang terbatas untuk manuver (Walt, 1994).

Kondisi model ini lebih banyak ditemukan pada sistem kebijakan

unicentric. Contoh rencana lima tahunan Blok timur dan dibeberapa

negara berkembang.
Pada model ini epidemiologi dapat berperan besar dalam

membentuk perencanaan-perencanaan strategis. Tetapi kondisi

yang dibutuhkan untuk model ini jarang didapatkan, dan meski

telah dilakukan pendekatan terkadang tidak berhasil. Lindblom

(1959) beragumentasi bahwa hal itu tidak dapat terjadi, sebab

pemikiran manusia tidak dapat menangani berbagai masalah

kebijakan yang kompleks. Lebih jauh, Arrows (1970) possibility

theorem menunjukkan bahwa adalah tidak mungkin untuk

20
mengambil kebijakan dalam masyarakat demokratis dengan teori

rasional, sebab preferensi individu tidak dapat menjadi solusi

tunggal yang terbaik untuk semua kelompok. Masalah dasar adalah

banyaknya rasionalitas, dengan perspective yang berbeda beda.


Model yang kedua adalah disjointed incrementalism

(Braybrooka and Lindlom, 1963) , juga disebut muddling through

(Lindblom, 1959) atau garbage can model (van der Grinten, 1996).

Pendekatan ini adalah bottom-up dalam keadaan yang tidak stabil,

sitausi yang tidak diprediksi oleh banyak pelaku, masing-masing

mempunyai power yang terbatas dan sedikit informasi, kondisi ini

ditemukan pada sistem multicentric policy. Tidak mengherankan,

policy tidak menjadi sangat penting dalam visi, dengan ruang

lingkup yang terbatas untuk mendesain atau penerapannya. Secara

sungguh sungguh, tidak terdapat kebijakan formal yang dinyatakan

(sebab pemerintah memiliki kebijakan sendiri, tetapi biasanya

hanya bersifat implisit). Kebijakan yang dibuat terkadang tidak

efisien untuk mengubah arah atau pencapaian tujuan. Hal itu

terlihat dari pendekatan konservative yang lebih tinggi untuk

mempertahankan status quo. Contoh US dan Canada.


Karaktersitik yang ketiga, intermediate policy model adalah

lebih bervariasi, seperti pada sistem kebijakan pluricentruic. Dunn

(1981) merujuk pada bounded rationality dan constrained

maximization, dikenal bahwa kapasitas untuk pembuatan kebijakan

yang rasional adalah terbatas. Fokus pendekatan yang lain

terhadap lingkungan kebijakan yang kompleks. Van der Grinten

(1996) merujuk pada mixed model, dimana diakui bahwa banyak

21
rasionalitas yang harus di rekonsiliasikan. Tugas pemerintah

adalah mengorganisasi pengambilan kebijakan komunal melalui

komunikasi yang luas dan negosiasi, terkadang kebijakan menjadi

lumpuh. Etziono (1967) mengusulkan mixed scanning, dengan

menggunakan kedua rational comprehensive dan incremental

approaches, berusaha menjaga keseimbangan yang tepat pada

masing masing siatuasi kebijakan.


Kompleksnya proses pengambilan kebijakan dapat

membantu ahli epidemiologi untuk memahami mengapa formulasi

harus diolah secara hati-hati sebelum dirumuskan dalam sebuah

kebijakan. Faktor lain adalah fakta-fakta yang terjadi juga sebagai

bukti. Menjadi jelaslah bahwa policy dipengaruhi oleh kedua

evidence/bukti dan politik dalam berbagai proporsi. Lindblom (1980)

membuat dua sisi dari argumentnya Although the two main

components of policymaking-analysis and politics-conflict with

each other, they in some ways can complement each other.

Richmond dan Kotelchuck (1991) lebih jauh menyarankan bahwa

keberhasilan kebijakan tergantung pada (1) Dasar pengetahuan

yang cukup (2) political will, dan (3) Strategi sosial. Buku ini akan

menunjukkan bagaimana ahli epidemiologi dapat berkontribusi

terhadap evidence dan memahami sedikit tentang politik.


d Siklus kebijakan
Penyusunan kebijakan adalah proses berkelanjutan, sebagai

sebuah struktur lingkaran. Berbagai model dengan variasi langkah

langkah akan disajikan disini.


Walt (1994) menyajikan empat tahap proses kebijakan:
1 Identifikasi masalah dan pengenalan issu

2 Formulasi kebijakan

22
3 Implementasi kebijakan

4 Evaluasi kebijakan

Evalusi kebijakan dibandingkan dengan perkembangan status

kesehatan yang menjadi tujuan pemerintah sekarang. Policy

preparation lebih ditekankan pada keseluruhan kebijakan yang

akan datang dan formulasi usulan alternatif setiap 3-4 tahun.

Policy development meliputi elaborasi usulan yang terpilih dengan

mempertimbangkan biaya, dan kejadian setiap tahun, dalam

beberapa kasus setiap 3-4 tahun. Implementasi kebijakan meliputi

legislasi dan regulasi secara langsung terhadap hal yang sudah di

programkan. Kontribusi epidemiologi terutama pada step 1 dan

step 2 dari siklus, dalam bentuk laporan status kesehatan

masyarakat dan prediksinya.

Health policy

determinants
Autonomous developments

Health status

Gambar 1.1. Model Konseptual untuk Penyusunan Kebijakan


Kesehatan
(Sumber: Ruward et.al.1994 in Spasoff, 1999 ).

Dunn (1981) menyajikan kerangka kerja yang lebih

terintegrasi (gambar 1.2), menunjukkan dua langkah dalam siklus

dan kontribusi berbagai teknik analisis kebijakan. Dia

23
menyampaikan bahwa dalam prakteknya tidak selalu sesuai

dengan lingkup tersebut.

Policy problems

Problem structuring Forecasting


Practical inference

Policy alternatives
Policy outcomes Policy performance

evaluation
Recommendation

Monitoringg

Policy actions

Gambar 1.2. Proses Analisis Kebijakan


(Sumber : Dunn, 1981 dan Spasoff, 1999)

Sebaliknya, Barker (1996) proses kebijakan dalam tujuh

element (lihat gambar 1.3). Meskipun tujuannya kadang ditentukan

pada fase yang lebih awal, hal itu menjadi sulit melihat bagaimana

tujuan yang sebaiknya dicapai dan harus diukur, dapat dirumuskan

sampai setelah intervensi yang layak. Pilihan penilaian kadang ikut

dalam skenario pengembangan.

24
Issue definition

Setting objectives

Priority setting

Defining options

Options appraisal

Implementation

Evaluation

Gambar 1.3. Tahapan dalam Proses Pengambilan Kebijakan


Sumber :Barker C, 1996 dalam Spasoff, 1999.

Siklus Kegiatan yang dikembangkan oleh Tugwel at.al.

(1985) sebagai framework for assembling the specific subset of

health information that is most likely to tell us how to reduce the

burden of both morbidity and mortality. Proses ini dapat

diringkaskan dalam gambar 1.4, sebagai panduan pendekatan

masalah kesehatan spesifik.

25
1. BURDEN OF ILLNESS
Determine health status using
health status indicators

7. REASSESMENT 2.Aetiology or causation; Identify and asses possib


Reassessment of magnitude of burden of illness

THE MEASUREMENT ITERATIVE LOOP

6.MONITORING OF PROGRAMME 3.COMMUNITY EFFECTIVENESS


Asses benefit/harm
Ongoing monitoring using markers selected to indicateratio of potentially feasible intervention and estimate red
success

5. SYNTHESIS &IMPLEMENTATION
4.EFFICIENCY
Integration of feasibility, impact Determine relationships
and efficiency between costs and effects of options withi
to make recommendations

Gambar 1.4. Siklus Pelaksanaan Kebijakan perencanaan


Sumber: Tugwel, 1985 dalam Spasoff, 1999.

Akhirnya, Mayer dan Greenwood (1980) menyajikan

sembilan tahap proses seperti dalam gambar 1.5, dengan catatan

tiga steps pertama mungkin terjadi dalam sekuens yang bervariasi.

Internal feedback selanjutnya mengenalkan bahwa pengambilan

kebijakan adalah sebuah proses yang tidak selalu liniear.

26
1. Determination of goals

2. Needs assessment 3.Specification of objectives

4. Design of alternative course of action

5. Estimation of consequence of alternative actions

9.Feedback

6. Selection of course(s) of action

7. Implementation

8. Evaluation

Gambar 1.5. Alur Tahapan dalam Proses Pembuatan Kebijakan


Sumber : Mayer dan Greenwood, 1980, dalam Spasoof, 1999.

Siklus seperti pada gambar 1.6 akan memberi framework

organisasi pada buku ini. Siklus telah dibatasi kedalam langkah-

langkah yang lebih sederhana. Beberapa siklus kebijakan meliputi

langkah agenda-setting, dengan melihat issu-issu yang

dipertimbangkan menjadi kebijakan. Langkah ini ditempati oleh

identifikasi masalah dan kebutuhan, dimana banyak arah dalam

27
agenda kebijakan, hal ini dapat menjadi kontribusi epidemiologi.

Penyusunan alternatif tindakan, estimasi konsekuensi, dan

pemilihan satu atau lebih kegiatan untuk implememntasi yang telah

dikombinasikan ke dalam langkah tunggal dari pemilihan

pengambilan kebijakan.

Spesifikasi tujuan menjadi hal yang mendasar dalam

pengambilan kebijakan, spesifikasi tujuan dalam perspektif

epidemiologi menjadi tool dalam implementasi dan evaluasi.

Dalam setiap siklus diharapkan epidemiologi dapat memberi

kontribusi.

Assesment of population health

Policy Evaluation Assesment of potential intervention

Policy Implementation
Policy choices

Gambar 1.6. Siklus Kebijakan yang Digunakan dalam Buku Ini

e Kebijakan dan Program-Program

Kebijakan menentukan tujuan dan pendekatan yang luas

dapat diinginan untuk mencapai tujuan. Tetapi dibutuhkan

keterlibatan dalam tindakan jika menginginkan efek yang lebih.

28
Instrumen kebijakan yang aktual untuk implementasi di buat

daftar oleh Pal (1992) sebagai berikut:

1 Nodality : Kualitas dalam pusat jaringan

informasi, misalnya penyebaran informasi dan

konsultasi untuk menunda atau mengubah

prioritas dan seberapa kuat untuk diupayakan

menjadi keputusan legislasi dan regulasi.


2 Treasure : Mengeluarkan tenaga, misalnya

menyumbang bantuan-bantuan, asuransi dan

pajak incentive kegiatan pembayaran.


3 Authority : Pengendalian kegiatan

melipuit legislasi, public regulasi, self

regulasi dan saksi.


4 Organization : Kegiatan pemerintahan

melalui penyediaan secara langsung

pelayanan, korporasi public atau

kerjasama.

Beberapa dari instrumen ini disebut program kesehatan,

meskipun istilah yang digunakan merujuk pada penyediaan

pelayanan. Misalnya home care atau yang lainnya.

f Studi Kebijakan
Sejumlah aktifitas intelektual sedikit banyaknya terkait

dengan kebijakan kesehatan, beberapa diantaranya relative baru

dan hampir semuanya multidisiplin.


Analisis kebijakan telah menjadi multidisiplin yang penting,

terdiri dari riset dan pengembangan kebijakan, tidak terdapat batas

yang jelas. Menurut Dunn (1981), policy analysis is an applied

social science discipline which uses multiple methods of inquiry and

29
argument to produce and transform policy problems. Pal (1992)

menawarkan suatu yang lebih luas tapi dengan definisi yang lebih

jelas: the disciplined application of intellect to public problems.


Dunn (1981), menjelaskan ada tiga pendekatan dan enam

prosedur analitik khusus yang digunakan dalam analisis kebijakan;

Hal ini dapat dilihat pada Table 1.4. Pendekatan empirik

memperhatikan fakta termasuk monitoring kebijakan yang sudah

selesai (deskripsi) dan meramalkan efek pada masa yang akan

dating (prediksi). Pendekatan evaluative, memperthatikan nilai,

seperti penggunaan kata; procedure korespondensi yang dapat di

terapkan pada saat yang lampau maupun kebijakan yang akan

datang. Pendekatan normative mengandung rekomendasi untuk

tindakan yang akan datang (prescription).


Pendekatan umum dalam aplikasi procedure meliputi;

problem structuring atau menanyakan pertanyaan yang benar,

yang menjadi sentral dari seluruh proses, dan practical inference

atau gambaran simpulan dari nilai sosial dan norma norma yang

baik sebagai hasil nyata. Dalam prinsip prosedur mengarah ke

policy argument (Dunn 1981) sebaiknya meliputi latar belakang

kebijakan yang sesuai, klaim kebijakan atau rekomendasi, justifikasi

untuk klaim, dan kualifikasi yang diisyaratkan.


Riset kebijakan kesehatan adalah hal yang saling

melengkapi terhadap analisis kebijakan, terdiri dari investigasi

original dari pertanyaan yang dalam, dan sebagian focus pada hal

hal yang sudah berlalu. Riset pelayan kesehatan menilai detil

operasional dan lebih interest pada manajer dan praktisi, tetapi

kadang penting untuk mendukung analisis kebijakan kesehatan.

30
Assesment teknologi kesehatan merujuk pada evaluasi

klinik dan ekonomi dari inovasi dalam kedokteran, khususnya hal-

hal yang sangat mahal. Tetapi bidang ini sudah meluas pada hal

yang baru, tua, besar, kecil, teknologi yang termasuk dalam

pemeriksaan fisik. Teknologi medis meliputi :

the drugs, devices, and medical and surgical procedures used

in medical care, and the organization and supportive systems

within which such care is provided. Technology assessment

(is) a comprehensive form of policy research that examines the

technical, economic, and social consequences of technological

application. It is especially concerned with unintended,

indirect, or delayed social impacts. In health policy, the term

has also come to mean any form of policy analysis concerned

with medical technology, especially the evaluation of efficacy

and safety (U.S. Congress, 1982).

Tabel 2.1 Prosedur Analisis dalam Analisis Kebijakan


Pendekatan
Time Empirik Normatif
Evaluatif (Values)
(Facts) (Actions)
Sebelum tindakan Prediksi Evaluasi (modeling) Preskripsi

Sesudah tindakan Deskripsi Evaluasi -


Sumber: Dunn (1981) dalam Spasoff, 1999.
Perencanaan kesehatan (health program planning, health

services planning) berkaitan erat dengan kebijakan, dan beberapa

orang membuat sedikit perbedaan dianataranya. Untuk contoh,

Mayer dan Greenwood (1980) menggunakan istilah

interchangeably walaupun kadang membedakan antara policy

31
planning dan program planning. Sesungguhnya dua aktifitas itu

berbagi banyak informasi yang dibutuhkan. Tapi otoritas lain

melihat perencanaan sebagai level aktifitas yang lebih rendah,

dilaksanakan dengan kerangka kerja dari kebijakan: planning

follows policy: planners help to put policies into practices, although

the planning process itself may help to develop and refine health

policies (Walt, 1994).

Istilah public health muncul paling tidak pada dua kegunaan

yang berbeda (Ruwaard et.al, 1994). Dictionary Epidemiology (Last

1995) mendefinisikan public health sebagai the combination of

science, skill, and beliefs that is directed to the maintenance and

improvement of the health of all the people through collective or

social actions. Begitu juga laporan Acheson dalam United

Kingdom (Commision of Inquiry, 1988) melihat public health

sebagai the science and art of preventing disease , prolonging life

and promoting health through organized efforts of society.

2 Epidemiologi dan Kebijakan Kesehatan


Pembuat kebijakan memerlukan informasi tentang apa yang sedang

terjadi, apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang jika intervensi

tidak dilakukan, dan seperti apa yang akan terjadi bila intervensi

dilaksanakan. Ini meliputi informasi terhadap determinan dan

kecenderungan dalam kesehatan, dan implikasi perubahannya.

Penyusunan informasi dalam hal ini membutuhkan kontribusi dari berbagai

disiplin ilmu sosial, misalnya demografi, geografi dan ekonomi, juga biologi,

ilmu medik, khususnya epidemiologi.


a Kontribusi Epidemiologi terhadap Kebijakan kesehatan

32
Pada analisis ini diusahakan untuk menggambarkan bagaimana

epidemiologi dapat berkontribusi untuk proses kebijakan dan kemudian

menjadi evidence-based policymaking (Muir Grahy, 1997). Banyak

faktor yang mempengaruhi kebijakan, dan bisa menjadi sulit ditemukan

misalnya kebijakan dipengaruhi oleh hasil hasil penelitian. Terkadang

masalah yang sedang dicari sangat berkaitan secara langsung; lebih

sering, sains mendesak mempengaruhi proses yang lebih luas

enlightenment dari pembuat kebijakan (Walth, 1994). Holland dan

Wainwright (1979) membri contoh kasus dimana epidemiologi

mempengaruhi kebijakan kesehatan. Contoh lain sistim karantina untuk

mencegah penularan penyakit. Ahli epidemiologi sebaiknya mengenal

sistim kebijakan dan model place di adaptasi ke dalam model

kebijakan tersebut. Tidak ada kegunaan membuat rencana yang besar

jika sistem tidak mengakomodasi model-model epidemiologi, dan tidak

ada gunanya berkomunikasi terhadap orang yang keliru. Apa kontribusi

sebenarnya dari epidemiologi? Empat hal utama yang menjadi fokus,

yaitu ; population focus, health and prevention, health services and

health information.

1 Fokus Populasi

Tindakan kebijakan publik akan mempengaruhi populasi.

Sebagai the study of the distribution and determinants of health

related states or events in specified populations, and the application

of this study to control of health problems (Last, 1995), epidemiologi

menempati posisi yang baik untuk memberi informasi tentang

perspektif populasi, menyeimbangkan klinisi yang lebih menekankan

33
pada individu. Epidemiologi kebijakan selalu diproyeksikan ke

populasi yang nyata. Benar benar untuk kegunaan kebijakan, ukuran

dan karakteristik populasi sangat penting seperti rate pada suatu

persitiwa atau kejadian. Kemudian, sebuah masalah kesehatan

mungkin lebih sering sebab incidens rate yang tinggi dan akan

mempengaruhi populasi yang besar. Hubungan antara numerator dan

denominator dari kebijakan epidemiologi membuat demografi secara

esensial sebagai disiplin yang bersaudara. Penekanan terhadap

proyeksi temuan pada populasi membuat external validity riset

penting, begitu juga internal validitynya, dan distribusi pajanan dan

intervensi sama pentingnya dengan efeknya. Kontribusi epidemiologi

melengkapi disiplin lain yang berorientasi pada populasi, seperti

ekonomi (khususnya analisis biaya perawatan kesehatan, dan nilai

dari uang yang dikeluarkan), psikologi sosial (determinants perilaku

kesehatan) dan etika (nilai nilai publik).

2 Kesehatan dan Pencegahan

Kontribusi epidemiologi beranjak diluar jangkauan temuan-

temuan etiologi riset. Epidemiologi dapat membantu untuk

memelihara tersentralisasinya outcome kesehatan dalam proses

kebijakan, seperti yang berasaal dari utilisasi pelayanan kesehatan

atau outcome pembiayaan (Ibrahim, 1985), Begitu juga, Terris (1980)

menyarankan bahwa kebijakan kesehatan berbasis epidemiologi

hendaknya menjadi tujuan utama pengembangan program untuk

mencegah penyebabpenyebab kematian. Kuller (1988) membagi

penyakit dalam tuju kategori berdasarkan; seberapa pengetahuan

34
tentang penyebab dan pengotannya, menentukan kontribusi

epidemiologi masing masing kelompok, rentang deskripsi dan studi

etiologi mutakhir yang diketahui, program surveilens dan pendidikan

kesehatan masyarakat. Tapi juga, untuk mengidentifikasi peran

advokasi: The critical challenge to public health policy is to narrow

the socioeconomic gradient in morbidity and mortality and to

encourage more positive health behaviors in the total population

(Kuller, 1988).

3 Pelayanan Kesehatan

Epidemiologi memiliki peran yang besar dalam monitoring

kualitas dan kuantitas perawatan kesehatan, khususnya dalam

mengukur outcome kesehatan dan pelaksanaan evaluasi. Dengan

catatan bahwa kualitas perawatan kesehatan selalu di ukur secara

struktur, proses, atau outcome, dan kualitas dihubungkan utilisasi dan

pembiayaan, Kuller (1988) berargumen bahwa :

the further introduction of epidemiologic methods into health policy

analysis will reduce costs an dimptove the quality of health care.

Dia mengakui perbedaan perspektif politisi, professional, advokat

public health, dan konsumen, dan menyarankan bahwa one goal of

the epidemiology in health planning is to try to synthesize these

varied health policy views. (Kuller, 1988).

4 Informasi Kesehatan

Pembuat kebijakan secara terus menerus berada dalam

ketidakpastian, dan epidemiologi dapat membantu mengurangi

ketidakpastian dan memberi batasan-batasan. Epidemiologi dapat

35
berkontribusi pada dua jenis informasi kesehatan yang dibutuhkan

untuk pembuatan kebijakan kesehatan: (1) Informasi deskriptif

terhadap kesehatan populasi dan utilisasi pelayanan kesehatan, dan

(2) Informasi analitik terhadap penyebab masalah kesehatan dan

efektitifitas pelayanan kesehatan. Ahli epidemiologi klinik

mengembangkan pendekatan sistematik untuk menilai dan

mensintesis beberapa bukti dan menyelesaikan konflik yang sering

muncul. Shapiro (1991) menunjukkan kategori dari fakta bahwa

kontribusi epidemiologi adalah dua kali lipat: Untuk mengidentifikasi

determinan kesehatan dan melaksanakan monitoring secara

sistematik. Dia berargumen bahwa hal terpenting dampak langsung

epidemiologi adalah menghasilkan informasi besarnya masalah

kesehatan dan faktor risiko serta pencegahan dan pengendalian

kondisi kesehatan, tapi kita juga membutuhkan informasi yang lebih

baik dan lebih khusus lagi terintegrasi dari sistem data rutin dengan

data dari proyek penelitian.

Bagaimana epidemiologi berkontribusi secara umum terhadap

tahap siklus kebijakan? Akan dibahas secara sistematis sebagai

berikut.

b Epidemiologi dan Siklus Kebijakan


1 Assessment of population health
Ahli epidemiologi dapat berkontribusi terhadap konseptual dan

pengukuran Kesehatan, menggunakan keahliannya dalam mengolah

data kesehatan populasi. Lebih khusus lagi, mereka dapat menilai

36
kebutuhan kesehatan dan risiko-risikonya, menentukan dampak

masalah kesehatan terhadap masyarakat, dan menilai inequalitas

dalam kesehatan. Hampir semua riset epidemiologi terikat dengan

determinan penyebab sehat dan masalah kesehatan.


2 Assessment of potential interventions
Ahli epidemiologi dapat mengavaluasi dan menyusun fakta

berdasarkan efikasi intervensi yang potensial dan menilai

efektifitasnya.
3 Policy choices
Ahli apidemiologi dapat memberi saran terhadap pencegahan

penyakit, model dampak dari variasi intervensi terhadap Kesehatan

populasi secara keseluruhan, dan memberikan dasar tujuan dalam

memilih prioritas diantara banyak pilihan.


4 Policy implementation
Ahli epidemiologi dapat berkontribusi dalam menyusun tujuan dan

objective yang berarti, menyediakan dasar-dasar rasional untuk

alokasi resoursis, dan memberi saran terhadap data yang dibutuhkan

untuk mendukung evaluasi kebijakan.

5 Policy evaluation
Ahli epidemiologi dapat membantu mengembangkan desain riset

yang valid dan reliable, dan dapat melaksanakan surveilens masalah

Kesehatan dan pelayanan Kesehatan, mendeteksi kejadian yang

tidak biasa dan mengevaluasi variasi wilayah dalam pelayanan

Kesehatan.
c Metode Epidemiologi yang Mana?
Epidemiologi telah menyerap metode dari berbagai disiplin,

meliputi demografi, geografi, ilmu-ilmu sosial, dan mengembangkan

metodenya untuk mempelajari Kesehatan populasi. Arus utama dalam

epidemiologi berfokus pada riset etiologi, dan menekankan pada

37
epidemiologi analitik. Ringkasan Table 1.2, kontribusi epidemiologi

terhadap kebijakan kesehatan sering menggunakan epidemiologi

deskriptif, yang tampak menempati status yang lebih rendah dalam

disiplin ini.
Prinsip utama dalam mainstream epidemiologi dengan

penekanan pada riset etiologi, jumlah atau angka dari kejadian jarang

dapat diinterpretasi sampai dikonversi dalam bentuk rate. Tapi prinsip ini

tidak perlu dalam aplikasi studi kebijkan. Beban penyakit atau kebutuhan

perawatan kesehatan populasi yang sudah di dinilai, jumlah absolute

dari kasus atau kematian dari kondisi yang ada lebih relevant daripada

rate (epidemiologi selalu terikat atau setia pada denominator).

Tabel 2.2 Tipe Epidemiologi

Dimensi Epidemiologi Etiologi Epidemiologi Kebijakan


Pendekatan Analitik Deskriptif;modeling
Kegunaan Mencari penyebab Panduan kebijakan
Kegiatan Proyek penelitian Riset sintesis &aplikasi
Data Baru Yang ada
Substrat Sampel Seluruh populasi
Time reference Lampau Yang akan datang
Validitas Internal Internal &eksternal
Klien Saintist, praktisi Pemerintah,pengambil
kebijakan
Sumber : Spasoff, 1999.
Penekanan yang lain dalam analisis epidemiologi yang
berorientasi kebijakan adalah pentingnya crude-rate. Crude
(unstandardized) rate mempunyai kegunaan yang besar untuk kebijakan
kesehatan dengan alasan yang sama. Jika sebuah populasi relatif tua

38
dan mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap penyakit kroniik atau
disabilitas berhubungan dengan peningkatan umur, kemudian prevalensi
yang tinggi adalah relevant untuk mengestimasi beban penyakit dari
poplasi yang menderita, menentukan kebutuhan, dan merencanakan
pelayanan. Standarisasi umur sebaiknya di keluarkan terhadap efek
umur dan menyembunyikan besar masalah populasi dan yang
dibutuhkan; crude rate akan lebih bernilai. Tentu jika tujuannya untuk
menjelaskan tingginya prevalensi masalah kesehatan atau menilai
keadaan kesehatan dari kondisi kehidupan dari berbagai variasi
penyakit, angka standarisasi menjadi esensial.

d Keterbatasan epidemiologi
Banyak penulis menyayangkan bahwa fakta epidemiologi tidak

digunakan dengan baik dalam pengambilan kebijkan, meskipun itu

sangat potensial. Alasan alasan yang terkait antara ahli epidemiologi

dan pengambil kebijakan.


Untuk bagian tersebut, peneliti epidemiologi tidak ditujukan untuk

menjawab pertanyaan pertanyaan yang memerlukan jawaban dari

pengambil kebijakan, mengambil waktu yang terlalu lama dalam bekerja,

dan tidak mengumumkan hasil hasil penelitian mereka dimana

pengambil kebijakan dapat memahaminya. Banyak peneliti yang

terisolasi jauh dari kesehatan masyarakat dan operasional kebijakan

dan masalah yang sebenarnya. Levina dan Lilienfeld (1987) menulis

bahwa epidemiologists are still struggling to free themselves of the older

model of a single etiological agent producing a specific disease, dan

Stallone (1980) mengklaim bahwa the most complicated (mathematical)

modelss are simplicity by comparison with the social and biological

realities, and the judgments required are too subtle to be reduced to a

set rules or mathematical expression (kadang ini yang menjadi

39
argument luasnya penggunaaan metode kualitative). Hal yang sama ahli

ilmu sosial berargumen bahwa public health, epidemiologi tradisional

dan peneliti pelayanan Kesehatan menangani hal-hal ini secara tidak

tepat sebab mereka sangat patuh pada model Kesehatan biomedik.

Omen (1993) menunjukkan keterbatasan penelitian epidemiologi

terhadap hazard lingkungan, khususnya pada fakta tentang hasil-hasil

yang jarang menetap, dan sulit membuktikan hasil yang negatif. Dia

menyebut interaksi yang sangat dekat dengan toksikologi dan risk

communication skills.
Pada sisi yang lain, pengambil kebijakan mungkin tidak

memahami penelitian, sering membutuhkan hasil yang segera, dan

tidak dapat mentoleransi ketidakpastian. Professional kesehatan dan

masyarakat telah gagal memahami pentingnya pencegahan, tidak mau

menerima validitas temuan epidemiologi dan terlalu subjektif terhadap

kekuasaan yang bersifat pribadi (Terris, 1980).


Secara mendasar keduanya mengalami kelemahan. Pembuat

kebijakan kesehatan memerlurkan saran berdasarkan data yang layak,

dimana ahli epidemiologi merujuk pada estimasi interval (dari pada

sebuah jawaban sederhana atau keputusan ya-tidak) dan berbagai

studi emperis (sebagai pengganti studi tunggal yang cepat dan studi

yang buruk). Syme dan Guralik (1987) menganggap komplikasi dari

epidemiologi ke kebijakan publik berasal dari (1) perbedaan interpretasi

terhadap bukti yang ada; (2) berbagai perbedan prioritas terhadap

variasi intervensi; dan (3) perbedaan keinginan terhadap apakah

intervensi sebaiknya pada level individu atau masyarakat. Mereka

merujuk pada pekerjaan Winkelstein dan Marmot (1981) mengenai

40
pencegahan sebaiknya mengikuti model medis (intervensi pencegahan

oleh dokter dan profesional kesehatan), model public health (pendidikan

kesehatan dan pengorganisasian masyarakat pada seluruh populasi),

atau model ekologi (perubahan struktur dalam masyarakat). Mereka juga

menulis perbedaan prioritas dari dua bidang; bila menginginkan nilai

untuk melaksanakan riset terhadap faktor risiko yang baru, barangkali

lebih penting menggunakan metode epidemiologi untuk menentukan

cara yang optimal mengurangi faktor risiko.


e Riset Epidemiologi Kebijakan
Epidemiologi kebijakan sesungguhnya adalah riset sebagai a

systematic process for generating new knewledge (Walt 1994). Topik

ini menjadi relevan pada masyarakat dari pada riset epidemiologi, dan

berkaitan dengan pengambil kebijakan lebih langsung.


Sesungguhnya, topik topik kadang disuplai dari pengambil

kebijakan. Kebutuhan untuk melaksanakn riset dengan keahlian

metodologi menjadi besar seperti pada riset etiologi, walau berbeda dan

lebih luas, penggambaran dari banyak disiplin. Kebutuhan untuk

berkreatif untuk menyelesaikan masalah juga besar, meskipun

formulasi hipotesis yang minim dari pada untuk membuat solusi

terhadap masalah, menemukan kesesuaian, dan menentukan fakta

bahwa metode (temuan) akan memberikan kebijakan yang

menguntungkan.

41

Anda mungkin juga menyukai