Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk memahami secara komprehensif mengenai kebijakan
kesehatan, baik prinsip maupun praktiknya, penjelasan tentang rangkaian
atau tahapan pengembangan kebijakan diperlukan. Setiap kebijakan
memiliki otoritas atau kewenangnya sendiri. Sejauh mana kewenangan
suatu kebijakan dapat diterapkan tergantung dari posisi kebijakan tersebut
dalam sebuah hierarki kebijakan. Setiap kebijakan harus memiliki
konsistensi dan koherensi dengan kebijakan pada tingkat kewenangan
yang lebih luas. Dengan begitu, tidak akan terjadi benturan kebijakan yang
dapat menyebabkan sebuah kebijakan tidak dapat dieksekusi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan kesehatan?
2. Bagaimana proses pengembangan kebijakan kesehatan?
3. Bagaimana pendekatan pengembangan kebijakan?
4. Bagaimana pengembangan kebijakan kesehatan tentang pengendalian
tembakau

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pa yang dimaksud dengan kebijakan kesehatan.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pengembangan kebijakan
kesehatan.
3. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan pengembangan kebijakan.
4. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan kesehatan tentang
pengendalian tembakau.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebijakan Kesehatan


Kebijakan (policy) adalah sejumlah keputusan yang dibuat oleh
mereka yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu.
Kebijakan public (public policy) adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah atau Negara. Kebijakan kesehatan (Health Policy) adalah
segala sesuatu untuk untuk mempengaruhi faktor-faktor penentu di sektor
kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. (Walt, 1994).

Kebijakan kesehatan melingkupi berbagai upaya dan tindakan


pengambilan keputusan yang meliputi aspek teknis medis dan pelayanan
kesehatan, serta keterlibatan pelaku/actor baik pada skala individu maupun
organisasi atau institusi dari pemerintah, swasta, LSM dan representasi
masyarakat lainnya yang membawa dampak pada kesehatan.

Secara sederhana, kebijakan kesehatan dipahami persis sebagai


kebijakan publik yang berlaku untuk bidang kesehatan. Unrgensi
kebijakan kesehatan sebagai bagian dari kebijakan publik semakin
menguat mengingat karakteristik unik yang ada pada sektor kesehatan
sebagai berikut:
a. Sektor kesehatan amat kompleks karena menyangkut hajat hidup orang
banyak dan kepentingan masyarakat luas. Dengan kata lain, kesehatan
menjadi hak dasar setiap individu yang membutuhknnya secara adil dan
setara. Artinya, setiap individu tanpa terkecuali berhak mendapatkan
akses dan pelayanan kesehatan yang layak apapun kondisi dan status
finansialnya.
b. Consumer ignorance, keawaman masyarakat membuat posisi dan relasi
“masyarakat-tenaga medis” menjadi tidak sejajar dan cenderung
berpola paternalistic. Artinya masyarakat, atau dalam hal ini pasien,
tidak memiliki posisi tawar yang baik, bahkan hampir tanpa daya tawar
ataupun daya pilih.
c. Karakteristik lain dari sektor kesehatan adalah adannya eksternallitas,
yaitu keuntungan yang dinikmati atau kerugian yang diderita oleh
sebagian masyarakat karena tindakan kelompok masyarakat lainnya.
Dalam hal kesehatan, dapat berbentuk eksternalitas positif atau
negative. Sebagai contoh, jika di suatu lingkungan rukun warga
sebagian besar masyarakat tidak menerapkan pola hidup sehat sehingga
terdapat sarang nyamuk Aides aigepty, maka dampaknya kemungkinan
tidak hanya mengenai sebagian masyarakat tersebut saja melainkan
diderita pula oleh kelompok masyarakat lain yang telah menerapkan
perilaku hidup bersih.

B. Proses Pengembangan Kebijakan Kesehatan


Proses pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah siklus
kebijakan yang dimulai dari pengaturan agenda (agenda setting) dengan
penetapan atau pendefinisian masalah public yang signifikan dan
mengundang perhatian masyarakat luas (public concern) karena besarnya
tingkat kepentingan yang belum terpenuhi (degree of unmeet need)
sehingga memunculkan tindakan pemerintah. Berikut penjelasan siklus
penyusunan atau pengembangan kebijakan kesehatan:
1. Agenda setting/pembuatan Agenda
Kingdom(1995) menjabarkan agenda setting pada pembuatan
kebijakan public sebagai pertemuan dari tiga “pilar pertimbangan”
penting, yaitu: masalah (problems), solusi yang memungkinkan untuk
masalah tersebut (possible solutions to the problems), dan keadaan
politik (politic circumstances).
2. Formulasi Kebijakan
Proses formulasi kebijakan kesehatan secara umum memiliki
tahapan-tahapan berikut: pengaturan proses pengembangan kebijakan,
penggambaran permasalahan, penetapan sasaran dan tujuan, penetapan
prioritas, perancangan kebijkan, penggambaran pilihan-pilihan,
penilaian pilihan-pilihan, “perputaran” untuk penelaahan sejawat dan
revisi kebijakan. Oleh karena itu, formulasi kebijakan adalah suatu
proses berulang-ulang yang melibatkan sebagian besar komponen dari
siklus perencanaan.

3. Pengadopsian kebijakan
Adopsi kebijakan yaitu sebuah proses untuk secara formal
mengambil atau mengadopsi alternative solusi kebijakan yang
ditetapkan sebagai sebuah regulasi atau produk kebijakan yang
selanjutnya akan dilaksanakan. Pengadopsian kebijakan sangat
ditentukan oleh rekomendasi yang antara lain berisikan informasi
mengenai manfaat dan berbagai dampak yang mungkin terjadi dari
berbagai alternatif kebijakan yang telah disusun dan akan
diimplementasikan.

4. Pengimplementasikan kebijakan
Pengimplementasian kebijakan merupakan cara agar kebijakan
dapat mencapai tujuannya. Definisi implementasi menurut Dunn (2003)
adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun
waktu tertentu. Ada dua alternatif dalam implementasi kebijakan yaitu
mengimplementasikan kebijakan dalam bentuk program dan membuat
kebijakan turunannya (Hann, 2007).
Kesiapan implementasi amat menetukan efektivitas dan
keberhasilan sebuah kebijakan. Penyusunan kebijakan berbasis data
atau bukti juga berpengaruh besar terhadap sukses-tidaknya
implementasi kebijakan. Oleh karena itu, keberadaan beberapa actor
utama untuk menganalisis kesiapan, memasukkan hasil penelitian
kebijakan sebagai pertimbangan implementasi kebijakan menjadi begitu
penting.

5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan merupakan penilaian terhadap keseluruhan
tahapan dalam siklus kebijakan, utamanya ketika sebuah kebijakan
yang disusun telah selesai diimplementasikan. Tujuannya adalah untuk
melihat apakah kebijakan telah sukses mencapai tujuannya dan menillai
sejauh mana keefektifan kebijakan dapat dipertanggung jawabkan
kepada pihak yang berkepentingan.
Evaluasi merupakan salah satu mekanisme pengawasan kebijakan.
Parameter yang umum digunakan adalah kesesuaian, relevansi,
kecukupan, efesiensi, keefektifan, keadilan, respons, dan dampak.
Kesesuaian evaluasi harusnya dikembangkan untuk mencakup tidak
hanya proses, tetapi juga dampak jaangka pendek dan jangka panjang
dari sebuah kebijakan (Htwe,2006).

Secara umum pengembangan kebijakan dilakukan karena beberapa


alasan yaitu:
1. Kebijakan yang adaa masih bersifat terlalu umum.
2. Kebijakan yang ada sulit untuk diimplementasikan di lapangan.
3. Kebijakan yang sudah ada mengandung potensi konflik.
4. Kebijakan yang ada menemui banyak permasalahan ketika sudah
diimplementasikan atau dengan kata lain, ada kesenjangan
kebijakan.
5. Adanya pengaruh faktor eksternal, seperti situasi politik yang tidak
stabil.

C. Pendekatan Pengembangan Kebijakan


Pengembangan kebijakan publik merupakan hasil dari isu
kebijakan, interaksi actor/pelaku dan lingkungan kebijakan dengan
memanfaatkan model-model tertentu. Actor/pelaku kebijakan disini adalah
mereka yang terlibat aktif (lansung dan tidak langsung) dalam proses, baik
dalam bentuk orang per orang, lembaga non pemerintah, dan badan
pemerintah yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan
yang dikembangkannya.
Proses pengembangan kebijakan yang benar akan meminimalkan
penggunaan sumber daya yang tidak diperlukan dan akan menghasilkan
kebijakan yang lebih efektif dalam mewujudkan tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu, apapun model yang akan digunakan, ada beberapa prinsip
yang harus menjadi perhatian untuk mematiskan proses pengembangan
kebijakan berlangsung dengan baik, antara lain:
1. Prinsip transparansi dan akuntabilitas
Pengembangan kebijakan dalam beberapa dekade terdahulu
memang berlangsung dalam sebuah lingkungan kebijakan yang relatif
tertutup dan nyaris terisolasi, namun hal tersebut kemudian mendapat
kritik tajam sehingga memunculkan pendekatan baru, yaitu governance
atau pemerintah menggantikan konsep government atau pemerintah.

2. Prinsip akomodasi aspirasi dan kepentingan semua pemangku


kepentingan.
Proses pengembangan kebijakan bahkan kini berlangsung lebih
semarak, rumit atau potensi kekacauannya juga lebih besar, karena
keterlibatan para actor dan elite baru seperti agen intenasional supplier,
delivery agencies, kelompok sosial baru, NGO, atau yayasan
pemberdayaan konsumen di bidang kesehatan. (Baggott et all, 2004
dalam Hann, 2007). Kesemua inspirasi dan kepentingan dari seluruh
kelompok harus diupayakan dapat terakomodasi atau terwakili pada
batas-batas tertentu.
3. Relevansi substansi kebijakan
Isi atau substansi kebijakan yang dikembangkan harus relevan
dengaan permasalahan public dan kepentingan masyarakat serta
berangkat dari arguumen kuat berbasis data dan bukti. Pilihan
pengembangan kebijakan yang diambil juga merupakan pilihan terbaik
dari beberapa alternatif kebijakan.
4. Dukungan dan kapasitas sumber daya
Dibutuhkan adanya dukungan memadai serta kapasitas dan sumber
daya cukup untuk menjamin proses pengembangan kebijakan akan
mencapai hasil akhir yang signifikan.

D. Kebijakan Kesehatan Tentang Pengendalian tembakau


1. Isi Kebijakan:
Rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang pengamanan
produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan hingga saat ini
masih menimbulkan pro dan kontra.
2. Konteks:
Kebijakan ini dikhawatirkan dapat mematikan industri tembakau
yang merupakan penyumbang devisa besar bagi Negara. Di sisi lain,
merokok menimbulkan beban biaya kesehatan yang tinggi. Ironisnya,
merokok justru sudah membudaya bagi masyarakat terutama pada
kalangan miskin.
3. Masalah kebijakan:
Pemerintah bersifat mendua dalam menghadapi Rancagan Perarturan
Pemerintah (RPP) tembakau karena adanya tekanan politik kuat dari
industry rokok. Hal ini dikhawatirkan akan membuat RPP tembakau
dapat terhaambat dalam proses pengesahan dan implementasinya.
Sementara dampak merokok akan menjadi beban biaya kesehatan
dalam jangka panjang. Apakah devisa yang diterima dari industri
tembakau sebanding dengan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh
pemerintah?
4. Aktor kebijakan:
Kebijakan ini menyangkut berbagai pelaku seperti pemerintah baik
pusat maupun daerah, pelayanan kesehatan, lembaga asuransi, petani
tembakau, industri rokok serta masyarakat, LSM sampai ke profesi
kesehatan. Berbagai aktor ini perlu dipertimbangkan perannya dalam
proses pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini.
5. Usulan Solusi:
Berbagai kendala yang dihadapi di tingkat pusat memungkinkan
keputusan RPP ini berjalan lambat. Dengan adanya desentralisasi,
masing-masing pemerintah daerah dapat membuat kebijakan
pengendalian tembakau pada tingkat daerah. Beberapa daerah yang
telah membuat perda terkait dengan pengendalian tembakau adalah
DKI Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.
E. Kebijakan Penyakit HIV/AIDS
Di beberapa Negara, faktor-faktor yang berbeda mungkin saja dapat
memacu pemerintah dan organisasi lainnya untuk mulai memikirkan
tentang pengembangan kebijakan HIV/AIDS
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengembangan kebijakan lazimnya berlangsung sebagai sebuah
siklus kebijakan yang terdiri dari beberapa tahapan proses antara lain :
pembuatan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Seluruh tahapan proses dalam diagram
siklus kebijakan tersebut dilakukan mengikuti urutannya kecuali pada
evaluasi kebijakan yang dapat mengintervensi tahap proses formulasi
kebijakan dan implementasi kebijakan.
Pengembangan kebijakan dapat pula disebut sebagai bentuk
interaksi antara aktor dan lingkungan kebijakan interaksi tersebut
berlangsung dalam berbagai bentuk model pengembangan kebijakan,
antara lain: model kelembagaan, model sistem, model kelompok, model
elite massa, model rasional, model proses dan model pilihan public.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, penulis sadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik, saran, dan sumbangan
pemikiran, sangat kami harapkan untuk memperkarya makalah ini. Besar
harapan saya agar makalah sederhana ini dapat bermanfaat untuk banyak
orang khususnya berkontribusi bagi sektor kesehatan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai