NPM. 22.13101.10.44
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan
masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program
yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan akan menjadi efektif jika
perumusan masalah sudah dilakukan berdasarkan fakta-fakta dan bukan
berdasarkan emosi atau angan-angan saja. Fakta-fakta diungkap dengan
menggunakan data untuk menunjang perumusan masalah. Perencanaan
juga merupakan proses pemilihan alternative tindakan yang terbaik untuk
mencapai tujuan. Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk
mengerjakan sesuatu di masa akan datang, yaitu suatu tindakan yang
diproyeksikan di masa yang akan datang.
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal
organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan
untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat,. Kebijakan akan
menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat
dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan
proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation).
Untuk memahami secara komprehensif mengenai kebijakan
kesehatan, baik prinsip maupun praktiknya, penjelasan tentang rangkaian
atau tahapan pengembangan kebijakan diperlukan. Setiap kebijakan
memiliki otoritas atau kewenangnya sendiri. Sejauh mana kewenangan
suatu kebijakan dapat diterapkan tergantung dari posisi kebijakan tersebut
dalam sebuah hierarki kebijakan. Setiap kebijakan harus memiliki
konsistensi dan koherensi dengan kebijakan pada tingkat kewenangan
yang lebih luas. Dengan begitu, tidak akan terjadi benturan kebijakan yang
dapat menyebabkan sebuah kebijakan tidak dapat dieksekusi.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan kesehatan?
2. Bagaimana proses pengembangan kebijakan kesehatan?
3. Bagaimana pendekatan pengembangan kebijakan?
4. Bagaimana pengembangan kebijakan kesehatan tentang pengendalian
tembakau
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pa yang dimaksud dengan kebijakan kesehatan.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pengembangan kebijakan
kesehatan.
3. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan pengembangan kebijakan.
4. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan kesehatan tentang
pengendalian tembakau.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berpola paternalistic. Artinya masyarakat, atau dalam hal ini pasien,
tidak memiliki posisi tawar yang baik, bahkan hampir tanpa daya tawar
ataupun daya pilih.
c. Karakteristik lain dari sektor kesehatan adalah adannya eksternallitas,
yaitu keuntungan yang dinikmati atau kerugian yang diderita oleh
sebagian masyarakat karena tindakan kelompok masyarakat lainnya.
Dalam hal kesehatan, dapat berbentuk eksternalitas positif atau
negative. Sebagai contoh, jika di suatu lingkungan rukun warga
sebagian besar masyarakat tidak menerapkan pola hidup sehat sehingga
terdapat sarang nyamuk Aides aigepty, maka dampaknya kemungkinan
tidak hanya mengenai sebagian masyarakat tersebut saja melainkan
diderita pula oleh kelompok masyarakat lain yang telah menerapkan
perilaku hidup bersih.
4
2. Formulasi Kebijakan
Proses formulasi kebijakan kesehatan secara umum memiliki
tahapan-tahapan berikut: pengaturan proses pengembangan kebijakan,
penggambaran permasalahan, penetapan sasaran dan tujuan, penetapan
prioritas, perancangan kebijkan, penggambaran pilihan-pilihan,
penilaian pilihan-pilihan, “perputaran” untuk penelaahan sejawat dan
revisi kebijakan. Oleh karena itu, formulasi kebijakan adalah suatu
proses berulang-ulang yang melibatkan sebagian besar komponen dari
siklus perencanaan.
3. Pengadopsian kebijakan
Adopsi kebijakan yaitu sebuah proses untuk secara formal
mengambil atau mengadopsi alternative solusi kebijakan yang
ditetapkan sebagai sebuah regulasi atau produk kebijakan yang
selanjutnya akan dilaksanakan. Pengadopsian kebijakan sangat
ditentukan oleh rekomendasi yang antara lain berisikan informasi
mengenai manfaat dan berbagai dampak yang mungkin terjadi dari
berbagai alternatif kebijakan yang telah disusun dan akan
diimplementasikan.
4. Pengimplementasikan kebijakan
Pengimplementasian kebijakan merupakan cara agar kebijakan
dapat mencapai tujuannya. Definisi implementasi menurut Dunn (2003)
adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun
waktu tertentu. Ada dua alternatif dalam implementasi kebijakan yaitu
mengimplementasikan kebijakan dalam bentuk program dan membuat
kebijakan turunannya (Hann, 2007).
Kesiapan implementasi amat menetukan efektivitas dan
keberhasilan sebuah kebijakan. Penyusunan kebijakan berbasis data
atau bukti juga berpengaruh besar terhadap sukses-tidaknya
implementasi kebijakan. Oleh karena itu, keberadaan beberapa actor
5
utama untuk menganalisis kesiapan, memasukkan hasil penelitian
kebijakan sebagai pertimbangan implementasi kebijakan menjadi begitu
penting.
5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan merupakan penilaian terhadap keseluruhan
tahapan dalam siklus kebijakan, utamanya ketika sebuah kebijakan
yang disusun telah selesai diimplementasikan. Tujuannya adalah untuk
melihat apakah kebijakan telah sukses mencapai tujuannya dan menillai
sejauh mana keefektifan kebijakan dapat dipertanggung jawabkan
kepada pihak yang berkepentingan.
Evaluasi merupakan salah satu mekanisme pengawasan kebijakan.
Parameter yang umum digunakan adalah kesesuaian, relevansi,
kecukupan, efesiensi, keefektifan, keadilan, respons, dan dampak.
Kesesuaian evaluasi harusnya dikembangkan untuk mencakup tidak
hanya proses, tetapi juga dampak jaangka pendek dan jangka panjang
dari sebuah kebijakan (Htwe,2006).
6
C. Pendekatan Pengembangan Kebijakan
Pengembangan kebijakan publik merupakan hasil dari isu
kebijakan, interaksi actor/pelaku dan lingkungan kebijakan dengan
memanfaatkan model-model tertentu. Actor/pelaku kebijakan disini adalah
mereka yang terlibat aktif (lansung dan tidak langsung) dalam proses, baik
dalam bentuk orang per orang, lembaga non pemerintah, dan badan
pemerintah yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan
yang dikembangkannya.
Proses pengembangan kebijakan yang benar akan meminimalkan
penggunaan sumber daya yang tidak diperlukan dan akan menghasilkan
kebijakan yang lebih efektif dalam mewujudkan tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu, apapun model yang akan digunakan, ada beberapa prinsip
yang harus menjadi perhatian untuk mematiskan proses pengembangan
kebijakan berlangsung dengan baik, antara lain:
1. Prinsip transparansi dan akuntabilitas
Pengembangan kebijakan dalam beberapa dekade terdahulu
memang berlangsung dalam sebuah lingkungan kebijakan yang relatif
tertutup dan nyaris terisolasi, namun hal tersebut kemudian mendapat
kritik tajam sehingga memunculkan pendekatan baru, yaitu governance
atau pemerintah menggantikan konsep government atau pemerintah.
7
3. Relevansi substansi kebijakan
Isi atau substansi kebijakan yang dikembangkan harus relevan
dengaan permasalahan public dan kepentingan masyarakat serta
berangkat dari arguumen kuat berbasis data dan bukti. Pilihan
pengembangan kebijakan yang diambil juga merupakan pilihan terbaik
dari beberapa alternatif kebijakan.
4. Dukungan dan kapasitas sumber daya
Dibutuhkan adanya dukungan memadai serta kapasitas dan sumber
daya cukup untuk menjamin proses pengembangan kebijakan akan
mencapai hasil akhir yang signifikan.
8
4. Aktor kebijakan:
Kebijakan ini menyangkut berbagai pelaku seperti pemerintah baik
pusat maupun daerah, pelayanan kesehatan, lembaga asuransi, petani
tembakau, industri rokok serta masyarakat, LSM sampai ke profesi
kesehatan. Berbagai aktor ini perlu dipertimbangkan perannya dalam
proses pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini.
5. Usulan Solusi:
Berbagai kendala yang dihadapi di tingkat pusat memungkinkan
keputusan RPP ini berjalan lambat. Dengan adanya desentralisasi,
masing-masing pemerintah daerah dapat membuat kebijakan
pengendalian tembakau pada tingkat daerah. Beberapa daerah yang
telah membuat perda terkait dengan pengendalian tembakau adalah
DKI Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.
E. Kebijakan Penyakit HIV/AIDS
Di beberapa Negara, faktor-faktor yang berbeda mungkin saja dapat
memacu pemerintah dan organisasi lainnya untuk mulai memikirkan
tentang pengembangan kebijakan HIV/AIDS
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengembangan kebijakan lazimnya berlangsung sebagai sebuah
siklus kebijakan yang terdiri dari beberapa tahapan proses antara lain :
pembuatan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Seluruh tahapan proses dalam diagram
siklus kebijakan tersebut dilakukan mengikuti urutannya kecuali pada
evaluasi kebijakan yang dapat mengintervensi tahap proses formulasi
kebijakan dan implementasi kebijakan.
Pengembangan kebijakan dapat pula disebut sebagai bentuk
interaksi antara aktor dan lingkungan kebijakan interaksi tersebut
berlangsung dalam berbagai bentuk model pengembangan kebijakan,
antara lain: model kelembagaan, model sistem, model kelompok, model
elite massa, model rasional, model proses dan model pilihan public.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, penulis sadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik, saran, dan sumbangan
pemikiran, sangat kami harapkan untuk memperkarya makalah ini. Besar
harapan saya agar makalah sederhana ini dapat bermanfaat untuk banyak
orang khususnya berkontribusi bagi sektor kesehatan di Indonesia.
10